Celine menatap tajam dan tak percaya ketika melihat Steven tahu-tahu sudah ada di dalam pesawat yang sama dengannya. Sementara Steven semakin mendekat, kemudian ia berjongkok di samping seorang wanita yang duduk di samping Celine."Maaf, Nyonya. Bolehkah saya meminta tolong kepada Anda untuk bertukar tempat sebentar? Wanita yang duduk di sebelah Anda adalah istri saya. Kami sedang bertengkar hebat dan ia langsung pergi naik pesawat begitu saja tanpa memberikan kesempatan kepada saya untuk menjelaskannya," Steven mengeluarkan pesonanya untuk membujuk wanita yang berusia kira-kira pertengahan 50an itu."Kalian berdua suami istri?" tanya wanita setengah baya itu kepada Celine."Bukan!" jawab Celine singkat dan kemudian ia membuang muka."Ayolah, Celine! Kita bisa membicarakan ini baik-baik. Kita masih terikat dengan pernikahan," sahut Steven berusaha membujuk Celine.Namun Celine sama sekali tidak memberikan reaksi apapun. Ia terus saja memandang keluar jendela. Seolah awan terlihat jauh
"Pencuri! Berhenti! Itu milikku!" Celine berteriak panik.Celine berusaha mengejar penjahat yang telah merampas tas dan barang-barangnya. Namun sia-sia saja, orang itu terlalu cepat, dan lagi Celine tidak berani berlari terlalu cepat. Ia sedang mengandung. Ia takut terjadi sesuatu kepada janinnya.Ia masih baru tiba di kota ini dan ia belum mengenal jalanan dan area disana dengan baik. Dan orang-orang di sekitarnya sama sekali tidak ada yang membantunya. Mereka hanya melihat kejadian itu dengan pandangan bertanya-tanya tapi tidak membantu mengejar penjahat tersebut.Dengan segera kedua penjahat tadi menghilang dengan barang-barang bawaan dan tas tangan Celine. Dengan putus asa, Celine mulai merasa panik. Semua barang-barang berharganya ada di dalam tas itu. Termasuk uang, kartu kredit, kartu ATM, dan surat-surat dokumen penting lainnya.Kini Celine sama sekali tidak memiliki apapun lagi selain pakaian yang melekat pada tubuhnya. Dalam keputusasaan itu, Celine pun menangis. Bagaimana i
Celine berusaha memberontak dengan sia-sia. Pakaiannya sudah koyak sehingga pakaian dalamnya sampai terlihat."Jangan! Tolong jangan! Aku sedang hamil!" Celine memohon sambil menangis."Hei, wanita ini sedang hamil!" teriak si pemuda berbadan besar itu kepada teman-temannya."Hamil?"ulang temannya yang lain dengan nada bodoh.Celine mulai berharap bahwa mereka akan meninggalkannya dan tidak melaksanakan apapun niat mereka terhadapnya setelah tahu bahwa ia sedang hamil. Tapi sedetik kemudian harapannya langsung runtuh."Bagus! Kebetulan aku juga selalu ingin mencoba seperti apa rasanya bermain dengan wanita yang sedang hamil. Katanya mereka lebih bergairah!" teriak si pemuda berbadan besar itu sambil tertawa diikuti oleh temannya.'BUUGGHHH!!!'Pemuda bertubuh besar itu tiba-tiba terdiam dengan tampang bengong. Matanya terbelalak lebar. Kemudian ia tiba-tiba roboh jatuh tepat di depan Celine.Kedua temannya dan Celine sama-sama terkejut. Belum sempat mereka bereaksi, sebuah balok kayu
"Nona … Nona ….""Aduh, sepertinya dia tidak sadarkan diri!" pria itu berbicara sendiri."Tenanglah Nona. Aku akan segera membawamu ke rumah sakit!" Seru pria itu sambil mempercepat laju mobilnya.****"Kita telah kehilangan jejak, Mr. Gagnon!" ujar Noah kelelahan setelah ia berlari kesana kemari mencari Celine.Mereka bahkan menaiki kereta menuju Winnipeg dan tidak menemukan Celine di dalam. Akhirnya mereka terpaksa turun di stasiun terdekat dan kembali ke Calgary. Saat itu mereka telah sangat kehilangan jejak Celine."Dia sengaja mengelabui kita supaya kita tidak bisa mengejarnya, Noah!" ucap Steven yang merasa putus asa."Sial! Kenapa jadi begini?" ujar Steven marah. Noah tak berani mengatakan bahwa ia sudah pernah menasehati Steven. Satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah mencoba mencari jejak Celine melalui jejak digitalnya. Tapi ia tidak bisa menemukannya kali ini. Celine benar-benar menghilang seperti ditelan bumi.Steven dan Noah terpaksa pulang kembali ke Toronto dan Steven
"Hah?" Celine terbengong seakan ia tidak mengerti bahasa yang digunakan oleh Lucas."Maaf, kau bilang apa?" tanya Celine bingung takut ia salah dengar."Kau bisa tinggal bersamaku," Lucas mengulangi lagi tawarannya."Ehhh!!! Entahlah, kurasa itu bukan ide yang bagus, Lucas." Celine tiba-tiba merasa jengah dan menolak untuk menatap mata biru teduh milik Lucas."Dan bisakah kau menemukan ide yang lebih baik daripada yang kuutarakan padamu barusan?" Lucas duduk di tepi tempat tidur Celine kemudian melipat tangannya di depan dada menunggu jawaban dari Celine."Terus terang belum. Tapi kita baru saja bertemu. Apa nanti kata keluargamu jika tahu aku tinggal di rumahmu?" Celine menuturkan keraguannya."Keluargaku tinggal di belahan dunia lain. Australia," jawab Lucas dengan lancar."Dan aku juga tidak enak dengan kekasih ataupun istrimu!" sambung Celine cepat."Aku masih single, tinggal sendirian di rumah, tidak punya istri ataupun kekasih," jawab Lucas dengan cepat membuat Celine terpana.
Lucas tinggal di sebuah pemukiman lama di daerah Ada Boulevard, namun masih sangat terawat. Lingkungannya tenang, bersih, dan asri.Rumah itu sendiri merupakan tipe single family house (rumah yang tidak berdempetan dinding dengan tetangga) yang hanya terdiri dari 1 lantai tapi memiliki lebar yang cukup lumayan. Kombinasi warna merah dan putih menjadi ciri khas perumahan di daerah sana yang semuanya memiliki bentuk rumah dan warna cat yang sama seperti rumah milik Lucas."Ayo masuk!" Lucas mengajak Celine masuk ke dalam rumahnya dan Celine mengikutinya.Di dalam rumah itu sendiri ternyata tidak memiliki banyak perabotan. Hanya perabotan dasar seperti sofa untuk duduk, televisi, dan meja makan serta dapur. Semuanya tertata dengan rapi."Maaf, hanya seadanya. Karena biasanya aku bekerja dan menghabiskan hampir satu harian waktuku di rumah sakit," Lucas mengaku dengan sambil tersenyum malu."Tidak apa. Aku suka rumahmu. Kukira, rumah seorang bujangan akan berantakan jika tidak ada wani
Tak terasa sudah sudah tiga bulan berlalu sejak kepindahannya ke rumah Lucas. Celine langsung merasa kerasan di rumah tersebut.Lucas tidak berbohong sama sekali ketika ia mengatakan bahwa hampir seluruh hidupnya ia habiskan di rumah sakit. Dalam tiga bulan ini, Celine melihat sendiri betapa sibuknya Lucas. Ia lebih sering bekerja di shift pagi dan sore. Dan setidaknya seminggu tiga kali ia akan mengambil shift malam.Celine praktis sering ditinggal sendirian di rumah oleh Lucas, namun ia tidak merasa keberatan sama sekali. Ia jadi merasa lebih bebas di rumah. Melakukan apapun sesuka hatinya.Jadi, Celine membalas perbuatan baik Lucas terhadapnya dengan menjaga rumah Lucas agar tetap bersih dan memastikan agar ada makanan yang tersedia setiap saat jika Lucas pulang ke rumah. Tapi sepertinya akhir-akhir ini, Lucas mulai sering bergabung dengannya untuk makan malam bersama. Celine sangat senang mendengarkan cerita yang dibawakan oleh Lucas seputar kejadian di rumah sakit ataupun cerita
"Hah?"Celine nyaris menumpahkan gelas tehnya ke meja ketika mendengar perkataan Lucas. Ia sama sekali tidak mengira bahwa Lucas akan memintanya untuk menikah dengannya untuk membayar semua uang yang telah dikeluarkan Lucas untuknya.Tiba-tiba Lucas tertawa geli."Lihat wajahmu. Seperti ada seekor katak yang tersangkut di lehermu," tawa Lucas menjadi pecah."Sudahlah, tak usah dipikirkan! Ayo makan!" ajak Lucas ketika pelayan mengantarkan pesanan mereka dan meletakkannya di atas meja.Sampai saat selesai makan, Lucas sama sekali tidak membahas apapun soal ide gilanya tadi yang mengajak Celine untuk menikah dengannya.Sebaliknya, mereka malah membicarakan hal-hal ringan yang menyenangkan. Persis seperti dua orang teman lama yang sedang saling bertukar kabar. Suasana terasa santai sehingga Celine pun akhirnya kembali merasa rileks dan berusaha untuk tidak
Sinta hampir saja terpesona dengan sosok Devan yang ada di hadapannya, kata-kata lembut namun teratur benar-benar membuat Sinta lupa diri sesaat.Tapi itu hanya terjadi beberapa menit saja sebelum Sinta menarik tangannya dengan tersenyum, merasa sedikit canggung dengan suasana yang tercipta saat ini. Devan pun merasakan hal itu, ia menggaruk kan tengkuknya yang tidak gatal untuk melepaskan kecanggungan yang tercipta itu."Oh iya, aku bersih diri dulu ya, badanku lengket-lengket semua. Kamu tidur aja dulu, lagian ini juga sudah malam, kasihan bayimu."Sinta menganggukkan kepalanya dan kemudian mereka berdua pun berpisah, dengan Sinta pergi ke jalur kanan menuju kamarnya Dan Devan pergi ke jalur kiri menuju kamarnya juga. Apartemen itu memiliki dua kamar, lumayan besar untuk mereka yang hanya tinggal berdua.Setelah sampai di kamarnya, Sinta menutup pintu. Tak lupa mengunci pintu agar Devan tidak bisa masuk.Ia memegang dadanya, detak jantung terasa begitu cepat sekali, Ada apa ini? apa
Shinta nampak tertunduk lesu, padahal dia hanya ingin mengirit uang yang dikeluarkan oleh Devan untuknya selama ini, laki-laki itu telah terlalu banyak mengeluarkan uang untuknya dan ia merasa sedikit tidak enak akan hal itu."Maaf, aku hanya tidak ingin terlalu banyak menggunakan uangmu. Apalagi beberapa peralatan bayi terbilang cukup mahal.""Aku sama sekali tidak masalah akan hal itu, kapan selama ini kamu mendengar aku mengungkit Semua pengeluaran untukmu?" jawab Devan, ia membantu dan mencukupi Sinta selama ini karena benar-benar tulus dari dasar hatinya yang paling dalam, bukan karena ada apanya. meskipun perasaannya ditolak mentah-mentah oleh Sinta, Ia tetap juga berbaik hati kepada wanita ini, bukan? jadi apalagi yang kurang saat ini?"Terima kasih Devan, terima kasih sekali. aku beruntung karena di saat seperti ini, Aku malah dipertemukan dengan orang sebaik kamu. jasamu tidak akan pernah bisa aku lupakan, bahkan sampai aku mati sekalipun nanti. Ketika anak ini lahir, aku aka
Devan tersenyum, "memangnya apa yang ada dalam pikiranmu itu?" tanya Devan.Sinta mencoba membenarkan posisinya agar lebih terasa enak saat ini, Devan membantu Sinta untuk duduk."Tadi ketika aku pulang dan ingin ke kamarku, aku mendengar kamu menyebut mama, Itulah kenapa aku tahu kalau tadi kamu bermimpi tentang mama," jelas Devan yang langsung di anggukkan oleh Sinta, hampir saja ia menuduh Devan yang tidak, tidak.Ia menoleh ke arah jam di dinding yang saat ini sudah menunjukkan pukul 11.00 malam, apakah tadi ia tertidur setelah makan malam? Ah, memang rasanya sangat melelahkan sekali ternyata."Kamu baru pulang?" tanya Sinta."Iya, sekitar hampir 15 menitan yang lalu lah.""Kenapa begitu larut sekali pulangnya? apakah begitu banyak pekerjaan di kantor?" tanya Sinta.Devan menggelengkan kepalanya, "hanya ada beberapa berkas yang harus aku kerjakan saja, mengingat tadi pun kita sudah pergi hampir setengah hari.""Apa kamu sudah makan?"tanya Sinta, ia baru teringat bahwa masih ada be
Nadia kembali tertawa terbahak-bahak diseberang sana hingga menampakkan dua buah lubang pipih yang membuat wanita itu semakin cantik sekali Jika tertawa seperti ini."Oh iya, dia akan memanggil anda apa? Bunda? Mama? Mami? Ibu? atau apa?""Ah, benar juga ya, kenapa selama ini aku tidak kepikiran untuk memilih panggilan yang pas? menurutmu, cocoknya panggilannya apa ya?""Ibu,""Ah, tidak. terlalu gimana gitu. Aku tidak mau dipanggil ibu yang lain dong."Nampak Nadia sedikit berpikir untuk mencari panggilan yang pas saat ini."Mami.. Mungkin,"Kali ini Sinta pula yang tertawa terbahak-bahak, membuat Nadia bingung apa yang salah dengan yang ia ucapkan tadi."Kenapa Anda tertawa?""Kenapa harus mami? apakah kamu juga merasakan kalau panggilan itu tidak pas untukku?" tanya Sinta."Kenapa sampai tidak pas? banyak kok orang sekarang anak-anaknya memanggil dengan panggilan mami.""Tidak, aku tidak mau. cari yang lain saja,"Nadia sedikit kesal dengan ucapan dari Sinta itu, sejak tadi tidak m
Sinta menggelengkan kepalanya, jujur ia sendiri pun belum yakin dengan pasti tentang Apa yang dirasakan oleh hatinya itu terhadap Ethan.Galau atau dilema? kata apa yang pas untuk menggambarkan perasaannya saat ini.Di satu sisi, ia memikirkan tentang anak nya ini. disisi lain juga, ada Ethan yang kalaupun ia mencintai Demian, pastilah Ethan tidak akan ingin menerima anaknya ini. Apalagi jika ia memaksakan diri untuk menerima perasaan Devan. Meskipun saat ini Devan mengatakan ia akan menerima anaknya, tapi jelas berbeda rasanya jika nanti mereka memiliki anak. Pasti Devan akan lebih condong ke anak kandung daripada anak sambung nanti.Lagian baik Ethan ataupun juga Devan mereka berdua berhak mendapat gadis yang baik-baik, bukanlah dirinya ini yang sudah kotor bahkan tidak tahu siapa laki-laki yang telah membuat Ia hamil."Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu, semuanya masih terlalu abu-abu untuk aku berikan sebagai jawaban."Devan menganggukkan kepalanya, meskipun seperti itu, Ia te
Di ruangan yang terbilang cukup besar itu, Sinta duduk seorang diri. Ia masih teringat dengan jelas kejadian dulu, saat di mana Devan mengungkapkan perasaan padanya.Entahlah, bagaimanapun ia mencoba, ia tetap tidak bisa menjadi seperti apa yang diinginkan oleh Devan, meskipun hanya sedikit saja, rasa itu benar-benar tidak ada.Sinta menatap ke sekeliling ruangan yang hampir sudah 7 bulan ia tempati. tempat di mana ia berteduh dari panasnya matahari dan dinginnya hawa hujan yang turun, dan Devan adalah laki-laki yang telah membawa dirinya ke tempat ini.Ia menyandarkan dirinya pada sandaran sofa yang ada di dalam kamarnya sambil mengelus lembut perutnya itu. Tiba-tiba ia kembali teringat dengan percakapannya dengan Nadia tadi. Bisa ia lihat, Bagaimana frustasinya Nadia saat Ia menceritakan semuanya tadi.Ingatannya melayang di mana malam tragedi itu terjadi, obat perangsang yang menjalari tubuhnya itu, benar-benar sulit untuk ia kendalikan. Andai saja malam itu tidak pernah ada, mungk
Kini mereka sudah berada di apartemen. Tak ada satu peralatan bayi pun yang mereka bawa.Bi Diah datang tergopoh-gopoh dari arah dapur untuk menyambut kedatangan majikannya.Alisnya naik ke atas ketika tidak melihat satu barang pun yang dibawa oleh Devan maupun Sinta."Di mana belanjaannya Mas dan Mbak? "Tanya bi dia.Mendengar itu Devan dan juga Sinta langsung saling adu tetap satu sama lainnya. Bertemu dengan Nadia dan mengobrol dengan wanita itu membuat ia lupa dengan tujuan awal pergi ke mall."Tadi kita hanya lihat-lihat saja kok, pas ada yang suka tapi warnanya terlalu norak, pas warnanya bagus eh motifnya yang tidak sesuai keinginan Sinta, jadi untuk hari ini kami memutuskan tidak membeli apapun. Mungkin aku akan mencari lagi waktu yang pas agar kami berdua bisa berbelanja peralatan bayi." Jawab Devan.Sebenarnya Devan tidak perlu berbohong pun, Bi Diah tidak akan memaksa majikannya untuk menjawab, toh Ia hanya sekedar berbasa-basi saja tadi.Bi Diah menganggukkan kepalanya dan
Rasa haru benar-benar tak bisa untuk di tepis. Tak pernah mereka sangka bahwa mereka akan di pertemukan lagi seperti ini."Aku rindu sekali dengan Nona muda.""Sama Nad, sama banget. Aku juga merindukan kamu. Selama ini aku coba mencari kamu, tahu."Setelah merasa cukup puas saling melepaskan rindu satu sama lainnya, kembali mereka saling tatap."Apa yang terjadi Nad?" tanya Sinta setelah cukup lama memperhatikan sosok Nadia itu.Alih-alih menjawab, Nadia malah balik bertanya, "Bagaimana dengan anda Nona? Kapan akan melahirkan? Bolehkah saya memegang perut Anda?"Sinta menganggukkan kepala, ia mengambil tangan Nadia dan membawa tangan itu untuk mengusap lembut perutnya yang buncit.Dari sana, Nadia bisa untuk merasakan tendangan bayi di dalam perut. Sepertinya anak Sinta sangat aktif Sekali."Aktif sekali ya, nona?""Iya, tapi aku cukup senang merasakan pergerakannya selama ini." jawab Sinta, meskipun belum tahu siapa ayah dari anak yang ia kandung, tapi ia benar-benar menyukai anak i
“Pagi ...”Devan sedikit terkejut saat Sinta tiba-tiba menyapanya pagi ini, di saat dia berpikir, jika gadis ini akan kembali menghindarinya karena pembicaraan mereka tadi malam.“O-oh, pagi,” balas Devan kemudian, terlihat kikuk dan salah tingkah.Devan pun memperhatikan Sinta dengan seksama, memastikan tidak ada yang aneh dari gadis itu.“Kenapa kamu lihatin aku kayak gitu? Aku tambah gendutan?” seloroh Sinta, memprotes dan bersikap seperti biasanya.“H-huh? O-oh, nggak kok ... namanya juga Ibu hamil ‘kan?” Devan lantas menyahut dan tersenyum dengan canggung.Dia benar-benar tidak mengerti, kenapa Sinta tetap bersikap biasa kepadanya? Apa gadis itu tidak marah kepadanya?Setelah semua hal yang terjadi tadi malam?“Omong-omong ...” Sinta lantas kembali bersuara sambil memoleskan selai kacang pada roti gandumnya. “Mulai hari dan seterusnya, aku nggak akan keluar dari apartement lagi. Aku juga ... nggak akan berhubungan dengan bosmu lagi,” terang Sinta yang jelas saja tak membuat Devan