Nuri, Aldy dan Nanda sudah terlihat rapi dan duduk di sofa ruang tamu bersiap menunggu Danis menjemput mereka. Tadi pagi Nuri menerima panggilan telpon dari Bu Safa yang mengundangnya secara langsung ke acara makan malam dalam rangka merayakan ulang tahun Bu Safa.“Ibu nggak yakin anak itu sudah ‘ngundang kamu, Nak. Dia selalu nggak pede apalagi jika itu menyangkut nak Nuri. Dan jangan lupa ajak anak-anakmu ya, Ibu ingin kenalan dengan mereka.” Begitu kata Bu Safa ketika mengundang Nuri lewat telpon.Tiinnn … tiinnnn … suara klakson mobil di depan pagar rumah Nuri membuatnya bangkit dari duduknya. Dilihatnya mobil Danis sudah ada di depan pagar.“Bi Ina, kami berangkat dulu, ya,” kata Nuri berpamitan pada Bi Ina kemudian mengajak kedua anaknya berjalan menuju mobil Danis.“Hai jagoan, sini duduk di depan bareng Om Adit,” sapa Danis pada Aldy sambil membuka pintu depan.“Kedua Tuan Putri yang cantik silahkan masuk,” lanjutnya lagi pada Nuri dan Nanda sambil membukakan pintu belakang mo
Bu Safa pun kembali menceritakan kejadian yang sudah pernah diceritakan Danis, dan mereka semua kembali tertawa mendengar cerita dari Bu Safa. “Aldy hobi badminton nggak?” tanya pak Wahyu pada Aldy.“Suka sih Opa, di sekolah Aldy sering ikut kegiatan ekstrakurikuler sepakbola dan badminton,” jawab Aldy sopan.“Wah kalau begitu kapan-kapan bisa ikut Opa ya. Opa tiap malam senin ikut kegiatan badminton,” ajak pak Wahyu.“Maaf Opa, kalau malam Senin Mama nggak bolehin Aldy ada kegiatan apapun karena besoknya harus sekolah.”“Oh ya ... kalau gitu Opa nanti bisa ganti jadwal ke malam Minggu kalau Aldy mau. Boleh kan nak Nuri?” tanya pak Wahyu pada Nuri.“Boleh aja sesekali Pak, saya memang jarang mengikutkan Aldy kegiatan di luar rumah karena setiap harinya kegiatan Aldy disekolah sudah banyak. Apalagi sekolahnya menerapkan sistem full day school,” jawab Nuri.“Wah kalau gitu nanti Opa kabari ya. Sesekali opa ajak latihan bareng, soalnya mau ajak Adit dia nggak doyan badminton. Opa kadang
Andri memarkirkan mobilnya di depan pagar rumahnya, lebih tepatnya pagar rumah Nuri. Karena rumah itu sudah diberikannya pada Nuri dan anak-anaknya. Rumah yang selalu dirindukannya, selalu ada rasa ingin kembali kerumah itu. Rumah yang dulunya penuh kebahagiaan, namun takdir membuatnya harus keluar dari rumah itu. Andri merah sekotak du*kin donut yang tadi dibelinya, Aldy sangat menyukai cemilan dengan brand yang terkenal itu.Andri tersenyum dan mengucapkan salam ketika Bi Ina membuka pintu untuknya."Kok sepi Bi? Abang dan Nanda mana?" tanya Andri."Iya, Pak. Bu Nuri, Abang Aldy dan Nanda baru aja pergi," jawab Bi Ina."Pergi? Pergi kemana Bi? Mobil Nuri ada di garasi tuh.""Bu Nuri dan anak-anak tadi dijemput Pak Danis, Pak. Kalau nggak salah dengar, Bu Nuri diundang untuk acara makan malam," jelas Bi Ina.Andri terlihat kecewa mendengar penjelasan Bi Ina. Ada perasaan sesak di dadanya membayangkan Nuri dan anak-anaknya sedang makan malam bersama Danis, pria yang belakangan ini ter
Nuri dan Danis berlari menyusuri lorong rumah sakit. Sesekali Danis menegurnya dan menyuruhnya untuk memperlambat sedikit larinya sebab beberapa kali Nuri terlihat hampir bertubrukan dengan orang-orang yang juga sedang berjalan di lorong rumah sakit tersebut.Dari ujung lorong Nuri melihat Eko dan Rini sudah berada di sana, mereka berdua berdiri sambil mondar- mandir di depan ruang ICCU. ICU?? Nuri kemudian menyadari satu hal bahwa kecelakaan yang menimpa Andri bukanlah kecelakaan ringan. Karena korban kecelakaan yang dibawa ke ruangan ICU adalah korban kecelakaan dengan kategori cedera parah.“Mbak Nuri!!!” pekik Rini begitu melihat Nuri. Rini refleks memeluk Nuri sambil menangis, Nuri pun membalas pelikan Rini sambil menepuk-nepuk pundaknya.“Ko, gimana keadaan Mas Andri? Mengapa dia dibawa ke ICU bukan ke UGD?” tanya Nuri pada Eko.“Pak Andri dalam kondisi parah ketika dibawa kesini, Bu. Saya pun tidak mengerti seperti apa keadaannya. Saya tadi menerima telpon dari kepolisian yang
“Kamu ikutin Rini aja dulu, Ri. Biar aku dan Eko di sini menunggu perkembangan Andri,” kata Danis yang melihat Nuri kebingungan. Nuri pun segera berlari kecil mengikuti langkah para perawat yang membawa Rini.“Mbak, aku kenapa?” tanya Rini setelah mendapatkan kesadarannya kembali.“Kamu tadi pingsan, Rin, sewaktu dokter Bayu menjelaskan tentang keadaan Mas Andri. Oiya, Pak Maulana dan Bu Susi akan berangkat dari Medan dengan penerbangan pertama besok,” kata Nuri menjelaskan.“Maaf ya, Mbak, sudah merepotkan, entah kenapa tadi aku tiba-tiba aja merasa tubuhku lemah dan pandanganku gelap.”“Rini ... Rini ... Ya Allah Rin, kamu kenapa?” Meli terlihat memasuki ruang UGD tergesa-gesa menghampiri ranjang pasien di mana Rini berbaring.“Bu Nuri ... selamat malam, Bu,” sapanya kemudian ketika melihat Nuri duduk di kursi yang ada disebelah ranjang.“Malam juga,” sahut Nuri sambil mengerutkan keningnya.“Saya Meli, Bu. Tadi Pak Eko menelpon menyuruh saya kemari menemani Rini,” kata Meli menyada
Rini terlihat senang sekaligus terkejut mendengar kabar kehamilannya dari dokter Lucy, Meli pun demikian dia segera memeluk Rini dan memberinya ucapan selamat.“Selamat ya, Rin. Ya Allah beruntung banget kamu Rin. Sudah jadi istri boss, sekarang hamil anaknya pula. Selamat Rin,” kata Meli terharu. Rini pun terlihat meneteskan air mata haru memeluk sahabatnya itu.“Alhamdulillah aku hamil Mel! Aku hamil? Di dalam perutku ada bayi, Mel, Ya Allah ini bukan mimpi kan?” Ekspresi Rini terlihat bingung antara senang dan terharu.***“Dit, kamu pulang aja. Terima kasih sudah mau mengantarku ke sini. Aku masih akan di sini menemani Eko menunggu Mas Andri. Paling tidak hingga orangtuanya tiba dari Medan. Rini pun sepertinya perlu dirawat inap d isini sementara, tubuhnya terlihat sangat lemah tadi,” kata Nuri pada Danis.“Tidak, Ri. Biar kutemani sampai orang tua Andri tiba ya. Aku udah mengabari ibu dan bapak tadi kalau kemungkinan aku masih akan menamanimu di,sini,” jawab Adit.Keesokan paginy
“Assalamualaikum,” sapa Nuri ketika membuka pintu ruangan.“Walaikumsalam,” jawaban dari dalam.Di sana terlihat Pak Maulana, Bu Susi, Nindya dan Rini. Wajah-wajah mereka semua terlihat lelah. Bu Susi langsung tersenyum ketika melihat Aldy dan Nanda.“Haii, apa kabarnya cucu-cucuku yang soleh soleha ini,” sapanya kemudian menggendong Nanda.Pak Maulana dan Nindya pun menghampiri Aldy dan Nanda sambil melepas rindu pada cucu dan keponakan mereka. Sedangkan Nuri berjalan menghampiri Rini.“Sudah sehat, Rin?” tanya Nuri.“Alhamdulillah sudah, Mbak. Sudah nggak perlu diinfus lagi. Cuma masih agak pusing aja,” jawab Rini.“Iya, Rin. Kamu masih terlihat pucat. Kenapa nggak pulang aja istirahat di rumah dulu sampai kamu benar-benar sehat kembali?”“Nggak, Mbak. Aku nggak akan bisa istirahat juga di rumah sendirian,” jawab Rini sambil melihat kearah Andri yang masih terbaring memejamkan matanya. Aldy dan Nanda pun sudah dibawa oleh Bu Susi untuk mendekat pada ranjang pasien. Beberapa kali Bu
Rini hamil?Rini mengandung anak Andri?Nuri terhuyung mendengar tangisan lirih Rini dari dalam ruang rawat. Nuri memilih duduk sebentar di kursi yang ada di depan ruang VIP itu. Setelah menata hatinya dan menemukan kembali kekuatannya, Nuri pun mengetuk pintu ruangan.Tok. Tok. Tok.Rini menoleh ke arah pintu. Terlihat matanya sembab penuh dengan air mata. Tangannya menggenggam telapak tangan Andri dan meletakkannya di pipinya. Melihat Nuri mengetuk pintu, Rini perlahan meletakkan kembali tangan Andri dan mengusap air matanya.“Maaf, Rin. Sepertinya ponselku ketinggalan di sofa, jadi aku kembali untuk mengambilnya,” kata Nuri sedikit salah tingkah.“Iya, Mbak. Silahkan,” jawab Rini.Nuri pun mengambil ponselnya yang memang ketinggalan di sofa yang ada di ruangan itu. Kemudian kembali berpamitan pada Rini setelah mengambil ponselnya. Rini hanya tersenyum tipis pada saat Nuri kembali berpamitan, dia pun merasa risih ketika tadi Nuri memergokinya menggenggam tangan Andri.Mobil Nuri mel
“Bang, pulang yuk! Kita nggak dianggap di sini. Dunia serasa milik mereka berdua tuh.” Andin menyebikkan bibirnya sambil menoleh pada Rizal.“Jangan pulang dulu dong, Ndin. Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Nuri.“Apaan? Asal jangan meminta bayi dalam kandunganku. Kamu kan udah dapat bonus bayi dari Mas Andri.”“Sayang!” Rizal menegur lembut istrinya sambil menggelengkan kepalanya. Dia takut Andri tersinggung dengan ucapan istrinya.“Nggak apa-apa. Aku sangat terhibur dengan kalian berdua,” ucap Andri yang mengerti maksud Rizal.“Jadi minta apa, Ri?” tanya Andin.“Untuk beberapa hari kedepan bisa nggak kalian menginap di sini dulu menemani Ibu dan anak – anak.”“Maksud kamu, Ri?”“Aku dan Mas Andri berencana untuk berlibur keluar kota beberapa hari.”“Jadi kamu setuju, Dik?” tanya Andri dengan tatapan berbinar –binar.“Iya, Mas. Semoga anak-anak juga mengizinkan, ya.”“Wuihhh, aku cemburu pada kalian berdua. Yang pengantin baru siapa yang bulan madu siapa!” Andin kembali mengerucu
“Tapi kita bukan pasangan pengantin baru, Mas.” Protes Nuri. Wajahnya sedikit bersemu merah menerima tatapan menggoda dari suaminya.“Bagiku kita adalah pengantin baru, Sayang. Dan akan selalu begitu. Kita akan menjalani hari-hari kedepan seperti pengantin baru setiap harinya. Kamu mau kan?” Andri menarik mengencangkan pelukannya di bahu Nuri yang membuat tubuh wanita itu masuk kedalam dekapannya. Andri mencium pucuk kepala Nuri. “Boleh minta lagi nggak?” tanyanya mengedipkan mata.“Aku ke sini buat manggil sarapan, Mas. Ayo, sepertinya yang lain sudah menunggu kita.” Nuri menjauhkan tubuhnya. Dia pun sebenarnya susah payah menahan hasratnya untuk tetap berada dalam dekapan hangat suaminya.“Ah, padahal aku ingin sarapan yang lain.” Andri masih menggodanya.“Udah ah, Mas!”“Makanya kamu ambil cuti ya, Dik. Kita liburan berdua.”“Kita bicarakan nanti ya, Mas. Yuk, sarapan dulu.” “Morning kiss dulu, dong,” pinta Andri memajukan bibirnya.Cup! Nuri mengecupnya sekilas. Mata Andri berbin
Kembali Andri dan Nuri tak sanggup menahan keharuan ketika mereka bersujud dalam salat, sajadah keduanya basah dengan air mata penuh rasa syukur atas semua yang sudah mereka lalui.“Aku mencintaimu, Nuri-ku. Perasaanku tidak pernah berkurang meski takdir memisahkanku darimu,” ucap Andri lembut dan memberi kecupan pada kening Nuri setelah mereka melewati malam panjang berdua.“Aku juga mencintaimu, Mas,” jawab Nuri manja sambil menyandarkan kepalanya di dada lelaki yang tak pernah pergi dari hatinya itu.“Sarapan apa pagi ini, Bi?” tanya Nuri pada Bi Ina yang sedang sibuk di dapur.“Ini lagi bikin nasi goreng, pancake dan roti bakar, Bu.”“Ooh, ada yang pesan nasi goreng, Bi? Nggak biasanya sarapan nasi goreng.”“Nggak ada yang pesan, Bu. Bibi hanya membuat nasi goreng kesukaan Pak Andri.”Nuri tersenyum. Beruntung sekali dia dulu menerima Bi Ina ketika seorang keluarga jauhnya merekomendasikan Bi Ina saat Nuri sedang mencari tenaga ART. Bi Ina orang yang jujur, baik dan sangat menyaya
Andri mengetuk pintu kamar Nuri kemudian membukanya perlahan. Nuri yang sedang merapikan beberapa barang diatas meja riasnya menoleh ke arah pintu dan tersenyum melihat kehadiran Andri di sana.“Silakan masuk, Mas. Maaf aku masih merapikan beberapa barang yang tadi berantakan di sini,” ucapnya.“Mau kubantu, Dik?” tanya Andri.“Nggak usah, Mas. Sebentar lagi beres kok. Oiya, ibu masih nginap di sini?”“Ibu sudah pulang ke rumah, Dik. Katanya nggak bawa baju ganti jadi tadi minta antar pulang. Maaf nggak sempatin pamit, tadi ibu nyari kamu untuk berpamitan tapi sepertinya kamu sedang mandi tadi.”“Oh, nggak apa-apa, Mas. Insya Allah besok kita jemput ibu lagi ke sana. Kasian beliau sendirian di sana.”“Iya, Dik. Besok aku ada janji dengan perawat Bilqis juga dan ibu juga ingin ikut menengok Bilqis.”Nuri mengangguk tersenyum. “Besok kita ke sana bersama-sama ya, Mas.”“Teririma kasih, Sayang,” ucap Andri dengan suara serak. Nuri tersipu malu mendengar kata ‘sayang’ bibir lelaki itu. P
Rizal tersenyum bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Nuri. 'Aku akan menebus kesalahanku padamu dengan menjaga Nuri, Ayah. Aku melihat senyummu di balik senyumannya,' batin Rizal. Setelah tamu satu persatau mulai meninggalkan rumah Nuri, Andri dan Nuri yang sedang duduk bersantai di ruang tengah terkejut dengan kemunculan Bi Ina dengan deraian air mata di sana.Bi Ina sedari tadi tidak kelihatan diantara para tamu karena sibuk di belakang. Dengan deraian air matanya, Bi Ina memberi selamat pada kedua majikan yang begitu dihormatinya itu.“Bi Ina kok nangis gitu? Nggak suka saya balik ke rumah ini lagi?” tanya Andri sengaja bercanda. Dia tau Bi Ina dari dulu sangat berharap dia kembali ke rumah ini. Bi Ina bahkan beberapa kali menangis memohon padanya agar majikannya itu kembali bersama seperti dulu lagi.“Tidak, Pak. Justru sebaliknya saya sangat bahagia. Saya bahagia melihat keluarga Pak Andri dan Bu Nuri kembali bersatu. Ini adalah impian saya selama ini. Saya hanya
Andri dan Nuri serta Aldy dan Nanda masih berkeliling menyapa semua keluarga mereka yang hadir di rumah Nuri. Bu Susi yang dari tadi hanya diam menyaksikan semua yang terjadi di sana memeluk Nuri dengan erat ketika Nuri dan Andri serta kedua anak mereka menghampirinya.Tak ada kata yang keluar dari bibir wanita tua itu, hanya terdengar tangisan lirih membungkus keharuan yang dirasakannya. Nuri pun kembali menitikkan air mata harunya dalam dekapan ibu mertuanya itu.“Ibu tak bisa berkata apa-apa, Nak. Kebahagiaan yang ibu rasakan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pemandangan ini membuat perasaan ibu sesak dengan rasa bahagia. Sayang sekali Bapak dan adikmu Nindya tak bisa menyaksikan ini,” ucap Bu Susi sambil menyeka air matanya.“Iya, Bu. Kita akan mengabari Bapak dan Nindya nanti,” sahut Nuri lembut.“Terima kasih, Bu. Andri yakin ini semua juga tak lepas dari doa – doa ibu selama ini. Terima kasih untuk selalu meminta kebahagiaan anakmu ini dalam setiap doamu Ibu,” ucap Andri d
Andri terpaku mendengar ucapan Nuri, ucapan Nuri membuatnya merasa terbang ke awan – awan. Hatinya yang tadinya sesak dengan kepedihan kini berganti sesak dengan kebahagiaan.Begitu mudahnya Allah membolak – balikkan keadaan dan hati seseorang, maka sesungguhnya kita hanya perlu berpasrah pada ketentuan-Nya. Kun Fayakun, tidak ada satu hal pun yang mustahil bagi Allah jika Dia menghendakinya.Setelah semuanya setuju, Andri duduk dengan gagahnya menggantikan posisi yang tadinya diisi Adit. Kemeja kuning pucat hadiah dari Nuri yang dikenakannya tampak serasi dengan kebaya putih kombinasi kuning gading yang digunakan Nuri.Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang menyangka jika posisi Andri ada di sana untuk menggantikan Adit. Semua tampak serasi, seperti telah direncanakan dengan sempurna. Ya, semua rencana Allah. Itulah yang membuat semua terlihat sempurna.“Andri Firmansyah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid d
Ayah Andin, yang merupakan pemuka agama khusus datang dari Kalimantan memenuhi undangan anak dan menantunya untuk memberi khutbah dan wejangan pada calon pengantin. Jantung Adit berdegup kencang ketika tiba saatnya Rizal menatap tajam padanya dan menggenggam erat tangannya, sedangkan Nuri hanya duduk tertunduk di sampingnya sambil sesekali menghela napas pelan.“Danis Raditya, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid dengan maskawinnya berupa uang sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar TUNAI!”Hening. Tidak ada jawaban dari Adit. Ujung mata pria itu melirik pada sesosok pria di sudut ruangan yang tertunduk dengan bahu terguncang naik turun sambil memangku gadis kecil yang terlihat heran melihat pria itu menangis. Bola mata Adit menatap tajam pada Rizal kemudian kembali melirik ke sudut ruangan lalu melirik Nuri yang hanya menunduk dan menunggunya mengucapkan ijab kabul.Rizal menyipitkan m
Andri membuka lemari pakaiannya dan memilih kemeja berwarna kuning pucat yang merupakan kemeja favoritnya. Kemeja itu menjadi hadiah ulang tahun terakhir yang dihadiahkan Nuri padanya sebelum akhirnya takdir memisahkan mereka. Bu Aisyah, Aldy dan beberapa kerabat Nuri menyambut kehadiran Bu Susi dan Andri ketika mereka ibu dan anak itu tiba di sana. Bu Aisyah tampak ramah seperti biasanya mengajak Bu Susi mengobrol membicarakan beberapa hal. Sementara perhatian beberapa orang yang ada disana terpusat pada Andri ketika pria itu datang. Nuri hanya mengundang beberapa keluarga dekatnya, dan mereka semua yang ada disana mengetahui siapa Andri. Aldy yang menyambut kedatangan papanya mengajak Andri masuk kedalam rumah dan memilih menemani papanya itu duduk di pojok ruangan. Beberapa orang terlihat hilir mudik mempersiapkan keperluan acara. Rizal menghampiri Andri ketika melihat lelaki itu duduk di pojok ruangan ditemani Aldy. Rizal dan Andri terlibat perbincangan ringan beberapa saat sebe