"Jadi menurut Pak Danis, berapa besar peluang memenangkan kasus ini?" tanya Andin."Saya optimis dengan kasus ini Mbak Andin, saya rasa saya bisa memenangkan klien saya sebab bukti rekaman cctv sudah kita dapatkan.""Alhamdulillah, saya pegang ucapan anda, Pak Danis.""Panggil Danis aja, Mbak, apalagi saya juga temannya Nuri," pinta Danis."Oke, kalo gitu saya juga dipanggil Andin saja. Asal jangan dipanggil "Han" kayak dia," sahut Andin sambil memonyongkan bibirnya kearah Nuri. "Tadi nelpon siapa, Ndin? Kelihatannya serius banget tadi," tanya Nuri pada Andin."Nelpon kakak kesayanganmu.""Kamu nelpon Kak Rizal? Kok bisa? Emang boleh bawa ponsel di sel?""Nggak lah. Aku minta tolong Kalapasnya langsung tadi.""Kok bisa???" "Kamu meragukan kemampuanku, Ri?" Jawab Andin membuat Nuri terdiam. "Jangan ragukan kemampuan negoisasi seorang Andini Prambudi." Andin membanggakan dirinya."Jadi Rizal Arifin yang sedang kita bahas kasusnya ini kakak kamu, Ri?" tanya Danis menyimak pembicaraan d
[Assalamualaikum, ada apa Rin?]Mendengar Nuri menyebut nama Rini, Andin spontan menoleh ke belakang menatap Nuri.[Walaikumsalam. Maaf Mbak, Rini ganggu kah?][Nggak Rin, ada apa?] Nuri mengulang pertanyaannya.[Mbak Nuri ada waktu? Aku mau ketemu Mbak, ada yang mau kubicarakan.][Wah Mbak lagi nggak di rumah, Rin. Ini lagi di jalan mau kunjungan ke lapas.][Aku boleh nyusul kesana nggak, Mbak? Sekalian mau kenal sama kakaknya mbak Nuri.][Boleh aja sih, Rin, asal diijin suamimu.][Pak Andri lagi di Bandung mbak, ada urusan kerjaan.][Ooo gitu, naik apa nyusul kesini Rin?][Nanti minta diantar Eko, Mbak.][Ya sudah, Mbak tunggu di sana ya. Nanti kalo udah nyampai telpon aja.] Nuri mengakhiri panggilan di ponselnya.Andin masih menoleh dari kursi depan menatapnya. Sedangkan Danis menatapnya dari spion."Kalian ini kenapa?" tanya Nuri."Kamu nyuruh Rini nyusul? Ngapain sih Ri? Kamu yakin hatimu akan baik-baik aja melihatnya?""Jangan dibahas, Ndin. Nggak enak ada Adit," jawab Nuri."A
Danis melajukan mobilnya perlahan meninggalkan Lapas. Sesekali dia melirik Nuri yang duduk di kursi depan di sebelahnya. Ada perasaan iba di dadanya melihat wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya itu. Mereka dulunya adalah sepasang kekasih yang terpisah karena keadaan. Danis menerima tawaran bekerja di Jerman dan meninggalkan Nuri. Sejak memulai karirnya di sana, Danis sangat disibukkan dengan pekerjaannya sehingga mereka jarang berkomunikasi, hal inilah yang akhirnya membuat beberapa kesalahpahaman terjadi di antara keduanya. Kesalahpahaman berkomunikasi dan jarak membuat mereka berdua akhirnya menyerah pada keadaan dan memilih untuk menjalani hidup masing-masing.Danis tidak pernah menyangka jika Allah kembali mempertemukan mereka berdua justru setelah ia tidak berharap untuk bertemu Nuri kembali. Dulu Danis sempat merasa terpuruk ketika kembali ke tanah air untuk menemui kekasih hatinya itu namun menemukan kenyataan bahwa Nuri telah menikah dan membangun rumah tangga. Hingga
“Nuri, kita mampir sebentar ya, aku agak ngantuk nih mau ngopi dulu,” kata Danis sambil menepikan mobilnya di sebuah kafe di pinggir jalan. Nuri hanya memberi tanda setuju dengan anggukan.“Kamu lagi di mana, Dik?" tanya Andri di telpon.“Aku lagi di jalan, Mas, pulang dari lapas. Kalau nggak ada yang mau dibicarakan lagi Nuri tutup telponnya ya, Mas.”“Kamu lagi bersama siapa, Dik? Kok nggak bawa mobil sendiri?”Sepertinya Andri mendengar suara Danis tadi.“Aku sedang bersama teman sekaligus pengacara Kak Rizal, Mas. Sudah dulu ya Nuri tutup telponnya. Assalamualaikum.”Nuri mengakhiri panggilan telponnya kemudian menyusul Danis yang sudah lebih dulu masuk ke kafe. Sementara di seberang sana, Andri terlihat frustasi mengusap wajahnya saat mendengar suara seorang pria yang sedang bersama Nuri di telpon tadi. Andri pun kembali melakukan panggilan lewat ponselnya.“Eko, pesankan aku tiket sekarang juga.” Andri memberi perintah lewat telpon. ***“Mau ngopi?” tanya Danis ketika melihat N
Nuri kemudian menyuruh Aldy dan Nanda menemui Andri, sedangkan ia sendiri memilih masuk ke dalam kamarnya. Suara Andri dan anak-anaknya bercengkrama di ruang tamu masih terdengar samar di kamar Nuri. Beberapa saat kemudian pintu kamarnya diketuk.“Ada apa, Nak?” tanya Nuri melihat Aldy yang mengetuk pintu kamarnya.“Papa mau pulang, Ma. Katanya mau pamitan sama Mama," jawab Aldy.“Ohh iya tunggu sebentar ya, Nak." Nuri kemudian masuk kembali ke kamarnya mengambil jilbab instannya dan memakaianya sebelum keluar menemui Andri.“Aku pamit ya, Dik." Andri menatap mata Nuri. Aldy dan Nanda sendiri sudah beranjak dari sana setelah mencium punngung tangan papanya.“Iya, Mas. Hati-hati di jalan. Sampaikan salamku pada Rini, dan maaf jika pertemuannya dengan Kak Rizal tadi harus membuka kembali luka lamanya,” kata Nuri tulus.Andri kemudian melangkah ke arah pintu dan keluar setelah mengucapkan salam. Namun ketika Nuri hendak kembali menutup pintu ia merasa pintu itu masih tertahan. Nuri meng
Nuri mengulurkan tangannya dan mengusap-usap punggung tangan Rini.“Apa kamu sadar ucapan sumpahmu itu sudah terkabulkan sekarang?” kata Nuri.“Apa maksudmu, Mbak?”“Allah sudah memberimu kesempatan dan mengabulkan sumpahmu padanya. Kak Rizal kakak kandungku, Rin, dan hubungan yang terjadi di antara kita mungkin adalah jawaban yang diberikan Allah atas sumpahmu pada kakakku.”Rini terdiam memikirkan ucapan Nuri, sesaat kemudian dia menunduk dan meneteskan air mata. “Maafkan aku jika sumpahku padanya akhirnya berimbas padamu, Mbak. Aku tidak tau dan tidak pernah menduga jika dia adalah kakakmu.”“Yang sudah terjadi biarlah berlalu, Rin, itu semua sudah bagian dari takdir Allah. Aku hanya berharap kamu jangan dikuasai rasa benci yang terlalu besar. Bencilah sewajarnya. Apa kamu tau Kak Rizal sedang berusaha mengajukan peninjauan kembali atas kasus pembunuhan ayahmu? Itulah yang membuatku berada di sana kemarin bersama pengacaranya. Dia mengaku bahwa dia tidak membunuh ayahmu. Dia memang
“Dijemput Rin?” tanya Nuri.“Iya, Mbak. Mungkin dijemput Eko. Tadi pak Andri cuma nyuruh tunggu.”“Kalo gitu Mbak balik duluan ya, sekali lagi Mbak minta maaf atas pertemuanmu dengan Kak Rizal kemarin.”“Nggak apa-apa, Mbak. Aku juga minta maaf jika sudah menyakiti Mbak Nuri karena ketidaksukaanku padanya.”Nuri kemudian melangkah keluar kafe setelah membayar minumannya. Sebelum ke parkiran mobilnya Nuri berjalan menuju toliet di kafe itu. Tak lama setelah keluar dari toliet, dia melihat sudah ada mobil Andri di samping mobilnya dan tak lama kemudian si pemiliknya pun membuka pintu mobil dan keluar. Andri tersenyum ketika melihatnya.“Mau pulang juga, Dik?” tanya Andri.“Iya mas. Jemput Rini?” jawab Nuri sambil melihat ke arah Rini yang sudah berdiri didepan pintu kafe hendak mengarah ke parkiran.“Iya, Dik. Oiya, mas mau titip sesuatu buat anak-anak. Tunggu sebentar ya,” katanya hendak berbalik arah ke mobilnya, namun kembali membalikkan badannya dan memandang Rini.“Masuklah, Rin,
“Kak Rizal tinggal di rumahku aja, ya. Pasti Aldy dan Nanda akan senang kalau Kak Rizal tinggal bersama kami,” ajak Nuri saat menjemput Rizal di lapas. Mereka sedang berada di dalam mobil Danis, karena Danis menawarkan diri ikut menjemput Rizal.“Aku di rumah Tante Lina aja, Dek. Ada beberapa hal yang harus kuurus, aku juga akan mulai berpikir membuka usaha untuk melanjutkan hidupku kembali. Aku pasti akan sering berkunjung ke rumahmu dan berkenalan dengan keponakan-keponakanku."“Kalo bingung mau tinggal di mana mending tinggal di rumahku aja, Kak,” celoteh Andin yang duduk di kursi belakang bersama Nuri. Nuri mencebikkan bibirnya mendengar tawaran Andin pada Rizal.“Minta dihalalain dulu, Ndin, baru minta tinggal bareng. Gimana sih Bu Nyai jadi-jadian ini,” sewot Nuri.Mereka pun tertawa berempat.“Ngomong-ngomong Pak Pengacara handal kita ini belum meminta bayaran sepeserpun loh. Jadi bagaimana kami harus membayarmu wahai Pak Pengacara?” canda Andin pada Danis.“Aku nggak minta bay
“Bang, pulang yuk! Kita nggak dianggap di sini. Dunia serasa milik mereka berdua tuh.” Andin menyebikkan bibirnya sambil menoleh pada Rizal.“Jangan pulang dulu dong, Ndin. Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Nuri.“Apaan? Asal jangan meminta bayi dalam kandunganku. Kamu kan udah dapat bonus bayi dari Mas Andri.”“Sayang!” Rizal menegur lembut istrinya sambil menggelengkan kepalanya. Dia takut Andri tersinggung dengan ucapan istrinya.“Nggak apa-apa. Aku sangat terhibur dengan kalian berdua,” ucap Andri yang mengerti maksud Rizal.“Jadi minta apa, Ri?” tanya Andin.“Untuk beberapa hari kedepan bisa nggak kalian menginap di sini dulu menemani Ibu dan anak – anak.”“Maksud kamu, Ri?”“Aku dan Mas Andri berencana untuk berlibur keluar kota beberapa hari.”“Jadi kamu setuju, Dik?” tanya Andri dengan tatapan berbinar –binar.“Iya, Mas. Semoga anak-anak juga mengizinkan, ya.”“Wuihhh, aku cemburu pada kalian berdua. Yang pengantin baru siapa yang bulan madu siapa!” Andin kembali mengerucu
“Tapi kita bukan pasangan pengantin baru, Mas.” Protes Nuri. Wajahnya sedikit bersemu merah menerima tatapan menggoda dari suaminya.“Bagiku kita adalah pengantin baru, Sayang. Dan akan selalu begitu. Kita akan menjalani hari-hari kedepan seperti pengantin baru setiap harinya. Kamu mau kan?” Andri menarik mengencangkan pelukannya di bahu Nuri yang membuat tubuh wanita itu masuk kedalam dekapannya. Andri mencium pucuk kepala Nuri. “Boleh minta lagi nggak?” tanyanya mengedipkan mata.“Aku ke sini buat manggil sarapan, Mas. Ayo, sepertinya yang lain sudah menunggu kita.” Nuri menjauhkan tubuhnya. Dia pun sebenarnya susah payah menahan hasratnya untuk tetap berada dalam dekapan hangat suaminya.“Ah, padahal aku ingin sarapan yang lain.” Andri masih menggodanya.“Udah ah, Mas!”“Makanya kamu ambil cuti ya, Dik. Kita liburan berdua.”“Kita bicarakan nanti ya, Mas. Yuk, sarapan dulu.” “Morning kiss dulu, dong,” pinta Andri memajukan bibirnya.Cup! Nuri mengecupnya sekilas. Mata Andri berbin
Kembali Andri dan Nuri tak sanggup menahan keharuan ketika mereka bersujud dalam salat, sajadah keduanya basah dengan air mata penuh rasa syukur atas semua yang sudah mereka lalui.“Aku mencintaimu, Nuri-ku. Perasaanku tidak pernah berkurang meski takdir memisahkanku darimu,” ucap Andri lembut dan memberi kecupan pada kening Nuri setelah mereka melewati malam panjang berdua.“Aku juga mencintaimu, Mas,” jawab Nuri manja sambil menyandarkan kepalanya di dada lelaki yang tak pernah pergi dari hatinya itu.“Sarapan apa pagi ini, Bi?” tanya Nuri pada Bi Ina yang sedang sibuk di dapur.“Ini lagi bikin nasi goreng, pancake dan roti bakar, Bu.”“Ooh, ada yang pesan nasi goreng, Bi? Nggak biasanya sarapan nasi goreng.”“Nggak ada yang pesan, Bu. Bibi hanya membuat nasi goreng kesukaan Pak Andri.”Nuri tersenyum. Beruntung sekali dia dulu menerima Bi Ina ketika seorang keluarga jauhnya merekomendasikan Bi Ina saat Nuri sedang mencari tenaga ART. Bi Ina orang yang jujur, baik dan sangat menyaya
Andri mengetuk pintu kamar Nuri kemudian membukanya perlahan. Nuri yang sedang merapikan beberapa barang diatas meja riasnya menoleh ke arah pintu dan tersenyum melihat kehadiran Andri di sana.“Silakan masuk, Mas. Maaf aku masih merapikan beberapa barang yang tadi berantakan di sini,” ucapnya.“Mau kubantu, Dik?” tanya Andri.“Nggak usah, Mas. Sebentar lagi beres kok. Oiya, ibu masih nginap di sini?”“Ibu sudah pulang ke rumah, Dik. Katanya nggak bawa baju ganti jadi tadi minta antar pulang. Maaf nggak sempatin pamit, tadi ibu nyari kamu untuk berpamitan tapi sepertinya kamu sedang mandi tadi.”“Oh, nggak apa-apa, Mas. Insya Allah besok kita jemput ibu lagi ke sana. Kasian beliau sendirian di sana.”“Iya, Dik. Besok aku ada janji dengan perawat Bilqis juga dan ibu juga ingin ikut menengok Bilqis.”Nuri mengangguk tersenyum. “Besok kita ke sana bersama-sama ya, Mas.”“Teririma kasih, Sayang,” ucap Andri dengan suara serak. Nuri tersipu malu mendengar kata ‘sayang’ bibir lelaki itu. P
Rizal tersenyum bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Nuri. 'Aku akan menebus kesalahanku padamu dengan menjaga Nuri, Ayah. Aku melihat senyummu di balik senyumannya,' batin Rizal. Setelah tamu satu persatau mulai meninggalkan rumah Nuri, Andri dan Nuri yang sedang duduk bersantai di ruang tengah terkejut dengan kemunculan Bi Ina dengan deraian air mata di sana.Bi Ina sedari tadi tidak kelihatan diantara para tamu karena sibuk di belakang. Dengan deraian air matanya, Bi Ina memberi selamat pada kedua majikan yang begitu dihormatinya itu.“Bi Ina kok nangis gitu? Nggak suka saya balik ke rumah ini lagi?” tanya Andri sengaja bercanda. Dia tau Bi Ina dari dulu sangat berharap dia kembali ke rumah ini. Bi Ina bahkan beberapa kali menangis memohon padanya agar majikannya itu kembali bersama seperti dulu lagi.“Tidak, Pak. Justru sebaliknya saya sangat bahagia. Saya bahagia melihat keluarga Pak Andri dan Bu Nuri kembali bersatu. Ini adalah impian saya selama ini. Saya hanya
Andri dan Nuri serta Aldy dan Nanda masih berkeliling menyapa semua keluarga mereka yang hadir di rumah Nuri. Bu Susi yang dari tadi hanya diam menyaksikan semua yang terjadi di sana memeluk Nuri dengan erat ketika Nuri dan Andri serta kedua anak mereka menghampirinya.Tak ada kata yang keluar dari bibir wanita tua itu, hanya terdengar tangisan lirih membungkus keharuan yang dirasakannya. Nuri pun kembali menitikkan air mata harunya dalam dekapan ibu mertuanya itu.“Ibu tak bisa berkata apa-apa, Nak. Kebahagiaan yang ibu rasakan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pemandangan ini membuat perasaan ibu sesak dengan rasa bahagia. Sayang sekali Bapak dan adikmu Nindya tak bisa menyaksikan ini,” ucap Bu Susi sambil menyeka air matanya.“Iya, Bu. Kita akan mengabari Bapak dan Nindya nanti,” sahut Nuri lembut.“Terima kasih, Bu. Andri yakin ini semua juga tak lepas dari doa – doa ibu selama ini. Terima kasih untuk selalu meminta kebahagiaan anakmu ini dalam setiap doamu Ibu,” ucap Andri d
Andri terpaku mendengar ucapan Nuri, ucapan Nuri membuatnya merasa terbang ke awan – awan. Hatinya yang tadinya sesak dengan kepedihan kini berganti sesak dengan kebahagiaan.Begitu mudahnya Allah membolak – balikkan keadaan dan hati seseorang, maka sesungguhnya kita hanya perlu berpasrah pada ketentuan-Nya. Kun Fayakun, tidak ada satu hal pun yang mustahil bagi Allah jika Dia menghendakinya.Setelah semuanya setuju, Andri duduk dengan gagahnya menggantikan posisi yang tadinya diisi Adit. Kemeja kuning pucat hadiah dari Nuri yang dikenakannya tampak serasi dengan kebaya putih kombinasi kuning gading yang digunakan Nuri.Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang menyangka jika posisi Andri ada di sana untuk menggantikan Adit. Semua tampak serasi, seperti telah direncanakan dengan sempurna. Ya, semua rencana Allah. Itulah yang membuat semua terlihat sempurna.“Andri Firmansyah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid d
Ayah Andin, yang merupakan pemuka agama khusus datang dari Kalimantan memenuhi undangan anak dan menantunya untuk memberi khutbah dan wejangan pada calon pengantin. Jantung Adit berdegup kencang ketika tiba saatnya Rizal menatap tajam padanya dan menggenggam erat tangannya, sedangkan Nuri hanya duduk tertunduk di sampingnya sambil sesekali menghela napas pelan.“Danis Raditya, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid dengan maskawinnya berupa uang sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar TUNAI!”Hening. Tidak ada jawaban dari Adit. Ujung mata pria itu melirik pada sesosok pria di sudut ruangan yang tertunduk dengan bahu terguncang naik turun sambil memangku gadis kecil yang terlihat heran melihat pria itu menangis. Bola mata Adit menatap tajam pada Rizal kemudian kembali melirik ke sudut ruangan lalu melirik Nuri yang hanya menunduk dan menunggunya mengucapkan ijab kabul.Rizal menyipitkan m
Andri membuka lemari pakaiannya dan memilih kemeja berwarna kuning pucat yang merupakan kemeja favoritnya. Kemeja itu menjadi hadiah ulang tahun terakhir yang dihadiahkan Nuri padanya sebelum akhirnya takdir memisahkan mereka. Bu Aisyah, Aldy dan beberapa kerabat Nuri menyambut kehadiran Bu Susi dan Andri ketika mereka ibu dan anak itu tiba di sana. Bu Aisyah tampak ramah seperti biasanya mengajak Bu Susi mengobrol membicarakan beberapa hal. Sementara perhatian beberapa orang yang ada disana terpusat pada Andri ketika pria itu datang. Nuri hanya mengundang beberapa keluarga dekatnya, dan mereka semua yang ada disana mengetahui siapa Andri. Aldy yang menyambut kedatangan papanya mengajak Andri masuk kedalam rumah dan memilih menemani papanya itu duduk di pojok ruangan. Beberapa orang terlihat hilir mudik mempersiapkan keperluan acara. Rizal menghampiri Andri ketika melihat lelaki itu duduk di pojok ruangan ditemani Aldy. Rizal dan Andri terlibat perbincangan ringan beberapa saat sebe