Pada kehamilan yang ketiga kalinya ini Sofia benar-benar menjaganya dengan baik mengingat pengalaman pada dua kehamilan sebelumnya ia harus kehilangan calon buah hatinya. Dia benar-benar menjaga diri agar tidak terlalu lelah ataupun terlalu stres. Makan makanan bergizi yang mengandung banyak vitamin dan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan janin dalam kandungannya. Ia juga rutin memeriksakan kandungannya ke bidan dan ke dokter kandungan. Segera beristirahat jika mulai merasa lelah setelah beraktivitas.
Sofia mengalami kehamilan layaknya ibu hamil yang lainnya. Kenaikan HCG dalam darah yang membuatnya mengalami morning sickness seperti mual dan muntah. Sesekali mengidam ingin makan sesuatu yang masam atau pedas. Perasaannya juga menjadi lebih sensitif sehingga ia bisa menangis terisak-isak saat Fuad lama membalas pesannya atau saat mendengar lagu sedih.
Setelah mengetahui hal tersebut, Fuad kini menjadi suami siaga yang selalu memegang ponsel ke mana pun. Bahkan saat ke
Lidya tidak mau gegabah dan langsung percaya begitu saja. Jadi dia mencoba bersikap tenang dan mendengarkan penjelasan lelaki tersebut sambil terus memikirkan bagaimana caranya untuk membuktikan kebenaran kabar tersebut.“Halo Bu Lidya. Apakah Anda masih mendengarkan saya? Bisa ke rumah sakit sekarang juga? Sepertinya kondisi pasien semakin buruk dan memerlukan tindakan segera. Jadi kami membutuhkan persetujuan dari keluarga atau wali pasien untuk melakukan tindakan medis agar bisa menolong pasien segera.”“I-iya, Pak. Kalau boleh tahu bagaimana ciri-ciri pasien tersebut?” tanya Lidya pelan.“Pasien menggunakan kerudung hitam dan kaos krem. Perutnya sedikit membesar sepertinya pasien sedang hamil.”“Mbak Sofia ....” pekik Lidya saat teringat dengan pakaian yang dikenakannya tadi sebelum berangkat membeli bakso. Ditariknya nafas panjang berkali-kali untuk menenangkan diri. “Ha-halo ... Saya harus ke rum
“Bagaimana kondisi Mbak Sofia sekarang, Mas?” sahut Lidya tidak sabar.“Sofia harus dioperasi saat ini.” Fuad mengusap wajah kasar, menarik nafas panjang lalu mendongak ke atas untuk mencegah air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata tidak tumpah.“Operasi? Kenapa? apa yang terjadi?” desak Lidya masih belum puas dengan jawaban Fuad.“Dari hasil USG tadi dokter menemukan adanya perdarahan di dalam perut Sofia. Bayi kami juga sepertinya tidak bisa diselamatkan lagi. Jadi ia harus dioperasi untuk mengeluarkan bayi kami yang sudah meninggal dan mencari sumber perdarahan agar bisa menghentikannya.”“Astagfirullah ... “ Lidya tidak tahan untuk tidak menangis juga. Ia mengusap air mata yang mengalir deras di pipi mulusnya dengan selembar tisu. Hatinya ikut pedih mendengar kabar buruk yang menimpa sahabat baiknya.“Apa yang harus kukatakan pada Sofia nanti. Ia pasti sangat sedih saat me
Lidya sangat kaget setelah mendengar penjelasan Fuad tentang kondisi Sofia saat ini. Tanpa sadar ia membuka mulutnya selama beberapa saat lalu segera mengucap istigfar setelahnya sambil menggigit bibir bawah. Setetes air bening mengalir di pipi putihnya dengan cepat. Ia sibuk mengusap sudut mata dan pipinya dengan tisu yang kini sudah tidak berbentuk lagi.“Lalu sekarang bagaimana, Mas?” tanya Lidya dengan suara bergetar karena menahan tangis sekuat tenaga. Ia tidak mau membuat Fuad bertambah sedih dan berusaha tampak tegar di depannya meskipun hatinya perih.Mendengar berita tentang Sofia yang harus diangkat rahimnya membuat hatinya seakan diiris-iris. Ia sudah menganggap Sofia sebagai teman dan sahabat dekat bahkan seperti keluarga sendiri. Jadi saat mengetahui musibah yang terjadi padanya membuat Lidya meneteskan air mata bahkan sebelum ia sempat menyadari.“Aku juga tidak tahu ... seperti yang kamu bilang sebelumnya, keselamatan Sofia adala
Hari ini Lidya akan menemani Sofia di rumah sakit menggantikan Fuad yang tidak bisa menunggu karena harus menghadiri rapat penting di kantornya. Lidya sudah menyerahkan semua urusan toko pada Rani, pegawai kepercayaannya dan berpesan pada Mbok Rum kalau hari ini ia kemungkinan akan pulang telat karena harus menemani Sofia di rumah sakit.“Titip salam buat Mbak Sofia ya, Bu. Semoga lekas sembuh dan cepat pulang ke rumah,” pesan Mbok Rum sebelum Lidya berangkat.Lidya membeli buah-buahan dalam perjalanan untuk dibawa ke rumah sakit agar bisa dinikmati Sofia nanti. Biasanya saat dirawat di rumah sakit, orang cenderung malas makan karena tidak berselera dengan makanan yang disediakan oleh rumah sakit. Atau karena lidah terasa pahit sehingga makanan terasa kurang nikmat. Karena itu orang yang sedang sakit biasanya cenderung memilih untuk memakan buah agar mulutnya terasa segar.Sofia tampak termenung sambil menatap layar ponsel saat Lidya sampai. Jatah ma
“Sebenarnya ... Aku mau membicarakan tentang operasi yang telah kamu jalani setelah mengalami kecelakaan kemarin,” jelas Fuad sambil memandang wajah Sofia yang menatap serius padanya.“Mengenai operasi yang telah kamu jalani kemarin ... “ Fuad terdiam lama, memikirkan kalimat yang akan disampaikan pada Sofia yang masih terdiam menunggu penjelasannya.“Jadi ada operasi lain yang telah kamu jalani untuk menyelamatkan kondisimu yang sedang kritis saat itu.”“Jangan berbelit-belit lagi, Mas. Katakan langsung apa yang sebenarnya ingin kamu sampaikan,” tegas Sofia setelah mendengarkan penjelasan Fuad yang terkesan mengulur waktu.“Sebenarnya selain untuk mengeluarkan janin yang sudah meninggal ada satu hal lagi yang belum kamu tahu. Kecelakaan itu menyebabkan perdarahan dalam perut sehingga membuat kondisimu kritis dan bayi kita meninggal. Setelah dilakukan operasi, dokter menemukan sumber perdarahan yang be
Fuad sudah membebaskan Sofia untuk melakukan kegiatan apa pun yang diinginkannya agar istrinya tidak merasa bosan setelah diperiksa saat kontrol di rumah sakit kemarin. Hasil pemeriksaan cukup baik. Kondisi jahitan Sofia kering dan bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi. Karena bekas jahitan masih belum menyatu dan sembuh sepenuhnya, Dokter berpesan padanya agar tidak melakukan kegiatan yang terlalu berat seperti mengangkat baban berat dan pekerjaan fisik yang terlalu berat lainnya.Sofia juga diingatkan agar tidak boleh terlalu lelah dan beraktivitas secukupnya. Segera istirahat saat mulai merasa lelah dan banyak makan-makanan yang mengandung protein agar luka segera sembuh.Setelah kontrol dari rumah sakit, Sofia menjadi pendiam dan jarang keluar kamar. Ia lebih suka menghabiskan waktu di dalam kamar untuk berdiam, melamun atau bermain ponsel. Wajahnya selalu terlihat murung dan tidak pernah tersenyum. Bicara hanya sekadarnya dan keluar kamar saat akan ke kamar mandi
Hari minggu yang dinanti akhirnya tiba. Pagi itu Fuad sibuk membersihkan mobil dengan penuh semangat. Ia dan Lidya berencana berangkat pagi-pagi agar tidak kesiangan saat tiba di pantai. Sofia sedang bersiap di kamar mematut diri di depan kaca.Atasan tunik berwarna merah hati dengan jilbab berwarna senada, dipadu celana kulot hitam tampak pas melekat di badannya. Setelah memulas bedak tipis di wajah dan lipstik berwarna merah muda di bibir ia memandang wajah sekali lagi untuk memastikan semuanya sudah sempurna.“Cantik ... tapi tidak sempurna,” gumam Sofia sambil memegang perutnya.Matanya mulai mengembun tanpa disadari. Lalu ia mulai terisak dalam diam sambil membekap erat mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Ia tidak ingin Fuad mendengar tangisannya. Air mata mengalir dengan deras merusak riasan wajah yang sudah ditata dengan rapi tadi.Tiba-tiba sebuah tangan melingkar di perutnya. Entah sejak kapan Fuad masuk ke kamar, Sofia tidak meny
“Mas Fuad, nanti kalau ada minimarket mampir dulu ya. Aku mau beli camilan buat anak-anak,” pinta Lidya sambil menenangkan Lea yang mulai rewel karena lapar.“Lea kenapa?” tanya Fuad cemas.“Mungkin lapar. Belum kuberi makanan apa-apa dari pagi tadi. Aku juga lupa membawakannya susu karena terburu-buru tadi.”“Baiklah kita mampir warung buat sarapan dulu kalau begitu. Kalian ingin sarapan apa ... Dek, kamu mau makan apa?” tanya Fuad sambil memandang Sofia dari kaca depan.“Aku terserah yang lain saja,” jawab Sofia enggan.Semenjak kecelakaan ia memang belum memiliki nafsu makan. Jika tidak dipaksa oleh Fuad dan Lidya, ia lebih memilih untuk mengosongkan perut karena semua makanan terasa hambar di mulutnya. Padahal dulu ia termasuk orang yang pemilih saat menyangkut masalah makanan.Semua menu makanan yang akan dimasak esok hari selalu ia pikirkan dengan cermat karena ia gampang bosa
“Dek ... Kok malah bengong? Kenapa pertanyaanku nggak dijawab? Bagaimana kalau Lidya marah saat tahu kamu membuka-buka ponselnya?” tanya Fuad tidak sabar saat melihat Sofia yang malah melamun dan tidak menjawab pertanyaannya.“Eh ... Anu. Itu karena Mbak Lidya yang menyuruhku, Mas. Dia tadi menitipkan ponselnya padaku untuk berjaga-jaga kalau ada pesan dari pelanggan yang memesan kue atau brownis mendadak. Jadi dia memintaku untuk membalas pesan yang masuk atau mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya,” terang Sofia sambil mengarang alasan yang serealistis mungkin agar Fuad tidak curiga dan bertanya lebih jauh lagi.“Oh begitu ... Kenapa tidak bilang dari tadi? Ayo kita duduk dulu,” ajak Fuad sambil menggandeng tangan Sofia berjalan menuju deretan kursi yang ada di depan ruang operasi.Sofia hanya mengangguk pasrah saat Fuad mengajaknya duduk di kursi panjang yang tersedia di depan ruang operasi. Ia merasa lega karena Fuad langsung mempercayai penjelasannya dan tidak bertanya lebih
Lidya menarik nafas panjang lalu mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Diangsurkannya ponsel tersebut pada Sofia sambil tersenyum tipis.“Saat aku dioperasi nanti, tolong simpan ponselku Mbak. Siapa tahu nanti ada telepon penting yang masuk angkatlah. Atau mungkin ada pesan masuk yang penting dan membutuhkan balasan segera, tolong balaslah. Berpura-pura saja menjadi diriku saat kamu membalasnya, jangan katakan kalau aku sedang operasi,” pinta Lidya sambil memandang Sofia tanpa berkedip.“Iya, Mbak.” Sofia mengambil ponsel yang diangsurkan Lidya padanya. Lalu menyimpan ponsel tersebut dalam tas selempang yang dikenakannya walaupun ia masih tidak mengerti kenapa Lidya memintanya untuk melakukan hal tersebut.“Sebenarnya aku ada permintaan lain, Mbak ....”Sofia yang sedang menutup tas segera menghentikan gerakan tangannya dan menatap Lidya. Menunggunya mengungkapkan permintaan lain yang disebutkannya tadi. Namun, wanita berpipi dekik itu malah diam dan tidak mengucapkan se
Setelah menerima surat dari Pram, hati Lidya terasa resah. Tiada hari yang dilalui tanpa merasa cemas. Ia bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak saat malam hari dan kerap terbangun karena mimpi buruk yang selalu menemani dalam setiap tidurnya.Akibatnya tubuhnya terasa semakin lelah karena kualitas tidur yang buruk. Juga pikiran yang tegang. Nafsu makannya juga semakin berkurang karena perutnya terasa begah jika ia makan banyak. Pun ia tidak memiliki nafsu makan karena memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika Pram kembali sebelum ia melahirkan. Lidya tidak berani menceritakan mengenai hal tersebut dan menyimpan semua pemikirannya sendirian. Ia terus berpikir bagaimana caranya agar Pram tidak pulang sebelum ia melahirkan. Ia sangat takut membayangkan jika Pram mengetahui tentang perjanjian pernikahan yang sudah dibuat dengan Sofia dan Fuad. Lelaki itu pasti akan sangat marah dan pergi meninggalkannya.Setiap hari Lidya terus berdoa agar Pram tidak pulang sebelum bayi dal
Lidya baru saja selesai menata baju dan beberapa barang perlengkapan untuk bayi yang sudah dibeli oleh Sofia dan Fuad. Rencananya untuk berbelanja perlengkapan bayi bersama Sofia terpaksa dibatalkan karena Fuad melarangnya. Lelaki itu memintanya untuk istirahat di rumah saja, mengingat kondisi Lidya yang belum pulih sepenuhnya serta anjuran dari dokter yang menyarankan agar ia tidak boleh beraktivitas yang berlebihan sehingga membuatnya kelelahan.Lidya terpaksa menurut karena tidak ingin merepotkan orang di sekitarnya lagi. Ia baru saja keluar dari rumah sakit dan tidak ingin dirawat lagi padahal baru saja pulang ke rumah. Ia akhirnya menyerahkan urusan belanja perlengkapan bayi pada Sofia dan Fuad semua. Sofia sempat menyarankan agar berbelanja online saja agar bisa memilih bersama-sama. Namun Lidya menolaknya karena takut barang yang dibeli tidak sesuai harapan. Ia meminta pada Sofia untuk berbelanja langsung di toko saja agar lebih leluasa memilih karena bisa melihat barang yang
Setelah dirawat selama seminggu di rumah sakit, Lidya akhirnya sudah bisa pulang ke rumah. Kondisinya semakin hari semakin membaik setelah perbincangan terakhir dengan Sofia. Hubungan mereka berdua juga semakin membaik dari hari ke hari. Tidak terlihat canggung lagi. Bahkan hampir setiap hari Sofia terlihat menemani Lidya di rumah sakit selama ditinggal Fuad bekerja. Urusan toko untuk sementara mereka serahkan pada Rani dulu. Sementara anak-anak dalam pengasuhan Mbok Rum. Beruntung, Mbok Rum sudah tidak memiliki tanggungan di rumah. Jadi bisa menginap di rumah Lidya tanpa harus pulang ke rumah seperti biasanya.Lidya tidak pernah membahas masalah Fuad lagi. Sepertinya ia benar-benar melupakan keinginannya untuk menguasai lelaki itu sepenuhnya untuk dirinya sendiri. Ia juga tidak pernah membicarakan tentang Pram sekalipun. Hanya membicarakan tentang janin dalam perutnya yang semakin hari semakin aktif.Sebelum pulang, Dokter berpesan pada Lidya agar mengurangi aktivitas yang berat me
Dada Sofia berdebar kencang mendengar permintaan Lidya yang menurutnya sangat lancang. Ia ingin marah, berteriak dan mengutuk wanita yang sedang terbaring lemah di hadapannya. Namun, hati nuraninya masih mencegahnya untuk melakukan hal tersebut.Tangan Sofia terkepal erat sampai ujung jarinya memutih. Titik-titik keringat mulai bermunculan memenuhi telapak tangannya yang terkepal hingga terasa basah. Dadanya terasa panas karena menahan amarah yang menggelegak dalam dada. Bersiap untuk dilampiaskan pada wanita berpipi dekik yang sedang memandangnya, menunggu jawabannya. Ditarik nafas panjang lalu dikeluarkan pelan sambil memejamkan mata. Sofia mencoba mengingat hal-hal menyenangkan yang pernah dilaluinya bersama Lidya untuk mengurangi amarah yang bersiap untuk meledak. Seperti bom waktu yang siap untuk meledak kapan pun.“Mbak, bagaimana? Bisakah kamu menyerahkan Mas Fuad untuk kumiliki sepenuhnya? Kamu masih muda dan masih cantik ... Jadi tidak sulit bagimu untuk menemukan lelaki lai
Sementara itu di rumah sakit, Fuad tidak bisa tidur karena merasa bingung memikirkan hari esok. Ia harus pergi ke kantor besok karena jatah cutinya sudah habis. Namun, ia tidak tega jika harus meninggalkan Lidya sendirian tanpa ada yang menemani. Kondisi Lidya yang masih lemah membuatnya membutuhkan bantuan untuk memenuhi segala keperluannya. Sebenarnya Fuad ingin meminta bantuan pada Mbok Rum agar menunggu Lidya. Namun mengingat dia harus menjaga anak-anak di rumah hal itu urung dilakukannya. Saat sedang memikirkan jalan keluar masalah tersebut, tiba-tiba Sofia meneleponnya.“Halo, Dek,” jawab Fuad setelah mengangkat telepon.“Waalaikumsalam, Mas,” ucap Sofia dengan penuh penekanan.“Eh iya ... Assalamualaikum, sayang,” sahut Fuad dengan cengengesan. Ia memang sering lupa mengucapkan salam saat menjawab telepon. Namun Sofia tidak pernah lelah selalu mengingatkannya lagi dan lagi.“Bagaimana kondisi Mbak Lidya, Mas? Apa kata dokter?”“Besok pagi Lidya akan diperiksa lab untuk mengeta
“Siapa yang pingsan, Mas?” bisik Sofia sambil menjawil lengan Fuad. Fuad segera melambaikan tangan sebagai isyarat agar Sofia diam dan bersabar menunggu terlebih dulu. Sementara itu ia meneruskan pembicaraan dengan Mbok Rum di telepon.“Pingsan bagaimana maksudnya Mbok? Kapan?” tanya Fuad dengan tenang. “Sudah dua jam lalu, Pak. Barusan sudah sadar tapi katanya masih pusing. Mau saya antarkan periksa ke dokter tapi saya bingung, bagaimana dengan anak-anak kalau ditinggal?” jelas Mbok Rum panik.“Baiklah ... Mbok Rum tenang dulu, jangan panik. Aku sampai rumah paling cepat besok pagi, jadi sementara menungguku tolong jaga Lidya baik-baik. Penuhi semua kebutuhan dan permintaannya, kalau ada apa-apa segera hubungi aku,” perintah Fuad dengan tenang.Sofia langsung mencubit perut Fuad saat mendengarnya mengatakan mereka akan sampai besok pagi. Padahal selambat-lambatnya perjalanan pulang paling lama pukul sepuluh malam mereka sudah sampai di rumah. Fuad hanya mengedipkan sebelah mat
“Beneran nggak mau kemana-mana? Mumpung kita di sini, Mas,” tanya Sofia sekali lagi saat Fuad menolak untuk diajak pergi keluar.“Iya. Aku mau istirahat di rumah saja sama kamu. Kita mengobrol dan menghabiskan waktu yang berkualitas di rumah saja sudah lama kita tidak melakukannya. Atau kamu mau packing barang-barang sekarang? Aku bantu biar cepat,” tolak Fuad tegas.“Baiklah kalau begitu. Kita di rumah saja seharian nanti.”Sofia menutup kembali lemari pakaian dengan keras. Sebenarnya ia sudah bersemangat sejak tadi pagi ingin mengajak Fuad bepergian berwisata kuliner. Memberitahukan makanan enak yang sudah dimakannya kemarin. Namun, karena Fuad menolak ia tidak bisa berbuat apa pun lagi. Berjalan ke pojok kamar, Sofia mengambil koper kecil yang dibawa untuk mengangkut beberapa pakaian yang dibawanya kesini dulu. Lalu mulai menata baju dan kerudung ke dalam koper dengan tenang. “Ada yang bisa kubantu?” tawar Fuad saat melihat Sofia mulai berkemas. “Tidak ada, Mas. Tidurlah s