Hari minggu yang dinanti akhirnya tiba. Pagi itu Fuad sibuk membersihkan mobil dengan penuh semangat. Ia dan Lidya berencana berangkat pagi-pagi agar tidak kesiangan saat tiba di pantai. Sofia sedang bersiap di kamar mematut diri di depan kaca.
Atasan tunik berwarna merah hati dengan jilbab berwarna senada, dipadu celana kulot hitam tampak pas melekat di badannya. Setelah memulas bedak tipis di wajah dan lipstik berwarna merah muda di bibir ia memandang wajah sekali lagi untuk memastikan semuanya sudah sempurna.
“Cantik ... tapi tidak sempurna,” gumam Sofia sambil memegang perutnya.
Matanya mulai mengembun tanpa disadari. Lalu ia mulai terisak dalam diam sambil membekap erat mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Ia tidak ingin Fuad mendengar tangisannya. Air mata mengalir dengan deras merusak riasan wajah yang sudah ditata dengan rapi tadi.
Tiba-tiba sebuah tangan melingkar di perutnya. Entah sejak kapan Fuad masuk ke kamar, Sofia tidak meny
“Mas Fuad, nanti kalau ada minimarket mampir dulu ya. Aku mau beli camilan buat anak-anak,” pinta Lidya sambil menenangkan Lea yang mulai rewel karena lapar.“Lea kenapa?” tanya Fuad cemas.“Mungkin lapar. Belum kuberi makanan apa-apa dari pagi tadi. Aku juga lupa membawakannya susu karena terburu-buru tadi.”“Baiklah kita mampir warung buat sarapan dulu kalau begitu. Kalian ingin sarapan apa ... Dek, kamu mau makan apa?” tanya Fuad sambil memandang Sofia dari kaca depan.“Aku terserah yang lain saja,” jawab Sofia enggan.Semenjak kecelakaan ia memang belum memiliki nafsu makan. Jika tidak dipaksa oleh Fuad dan Lidya, ia lebih memilih untuk mengosongkan perut karena semua makanan terasa hambar di mulutnya. Padahal dulu ia termasuk orang yang pemilih saat menyangkut masalah makanan.Semua menu makanan yang akan dimasak esok hari selalu ia pikirkan dengan cermat karena ia gampang bosa
Kemarahan Fuad pada Sofia tidak bisa bertahan lama. Keesokan harinya ia sudah bersikap seperti biasa pada wanita yang sudah menjadi istrinya selama sepuluh tahun.Ya, sudah sepuluh tahun Fuad hidup bersama Sofia, tapi ia tidak pernah merasa bosan ataupun jenuh. Rasa cintanya justru semakin berkembang setiap hari, terlebih setelah insiden kecelakaan yang membuat Sofia harus kehilangan rahimnya. Fuad menjadi semakin protektif pada Sofia.Seperti pagi ini, karena ada rapat penting yang harus dipersiapkan dengan cermat, Fuad berangkat lebih pagi daripada biasanya. Sebelum berangkat ia menghubungi Lidya dan meminta tolong padanya untuk menemani Sofia dan membawakan makanan untuknya.“Dek, aku berangkat dulu ya,” pamit Fuad sambil mencium kening Sofia.“Hati-hati, Mas.” Sofia mengangguk sambil tersenyum lega. Ia sempat khawatir kalau Fuad masih marah karena permintaannya semalam.“Oya, nanti Lidya akan datang membawakan maka
Semenjak pembicaraan dengan Lidya kemarin, Sofia terlihat lebih bersemangat menjalani hidupnya lagi, meskipun masih belum kembali sepenuhnya seperti semula. Tatapan mata yang semula kosong dan sendu kini tampak lebih hidup dibandingkan sebelumnya.Senyum lebar yang biasa menghiasi wajahnya kini tidak pernah tampak lagi di wajah cantiknya. Sofia hanya tersenyum simpul atau sekedar menarik sudut bibirnya saat Fuad atau Lidya mengajaknya bercanda atau tertawa untuk menghiburnya. Hatinya masih terasa kosong. Ia masih sering melamun dan merenung cukup lama saat sendirian di rumah.“Mas, bolehkah aku pergi ke toko? Atau setidaknya izinkan aku untuk melakukan pekerjaan rumah. Sudah sebulan sejak aku keluar dari rumah sakit. Aku bosan harus di rumah terus tanpa melakukan apa-apa,” pinta Sofia suatu malam sebelum ia tidur.“Baiklah, aku izinkan. Tapi ingat, jangan buat tubuhmu kelelahan. Segera istirahat saat kamu mulai merasa capek atau tidak enak bada
Tanpa terasa sudah seminggu berlalu sejak Sofia mulai pergi ke toko lagi. Setelah mulai beraktivitas di toko lagi, ia terlihat lebih bersemangat setiap hari. Meskipun Fuad belum melepasnya sepenuhnya.Setiap hari Fuad akan mengantarkan Sofia saat berangkat dan menjemputnya saat pulang. Saat sibuk ia akan menitipkan Sofia pada Lidya. Tak lupa ia berpesan pada Lidya untuk mengawasi Sofia dan menjaganya agar tidak kelelahan.Lidya mengawasi Sofia dengan telaten. Ia selalu mengingatkan Sofia untuk segera beristirahat saat melihatnya mulai lelah. Ia juga rutin mengirimkan Fuad foto Sofia saat di toko, tentunya ia melakukannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan Sofia.Hari ini toko sangat ramai oleh pembeli dan beberapa orang yang datang untuk memesan brownis. Lidya dan Sofia sampai kewalahan begitu juga pegawai yang ada di dapur. Jumlah penjualan brownis mereka bertambah banyak setiap hari. Sepertinya mereka perlu menambah pegawai baru untuk membantu proses produks
Dada Lidya berdebar-debar menunggu jawaban dari panggilan teleponnya. Ditariknya nafas panjang untuk mengurangi rasa gugup yang mendera. Hatinya penuh dengan bunga harapan yang sedang mekar dan berkembang. Namun harapannya langsung menguncup manakala panggilan teleponnya tidak diangkat bahkan sampai dering terakhir berbunyi.Lidya menghela nafas dalam sambil memandangi layar ponsel yang masih menyala. Ia masih belum menyerah. Diulangi panggilan telepon sekali lagi. Masih belum ada jawaban juga. Bahkan sampai panggilan ke sepuluh tetap tidak ada jawaban. Dibantingnya ponsel dengan keras di atas kasur sambil mengusap air mata yang luruh di pipi.Sebenarnya Lidya ingin memastikan dan bertanya pada Pram langsung apakah lelaki yang dilihatnya tadi benar-benar Pram atau cuma khayalannya saja. Ia merasa yakin kalau Pram yang dilihatnya tadi adalah nyata, bukan hanya khayalannya saja karena tatapan mata mereka sempat bertemu selama sekian detik.Juga menanyakan perihal
Sofia berjalan dengan cepat menuju rumah Lidya dan mengabaikan panggilan Fuad yang sedang menunggunya di ruang tamu. Dadanya terasa panas, dipenuhi oleh amarah yang terbentuk karena mendengar pendapat yang disampaikan Fuad saat sarapan tadi, sampai ia enggan untuk menghabiskan makanannya.Sesaat setelah membuka pintu pagar, Sofia langsung menyadari perbuatannya lalu mengucapkan istigfar berkali-kali sambil menarik nafas dalam. Ia merasa menyesal karena menuruti amarah yang membakar dadanya sehingga bersikap kasar pada Fuad. Padahal lelaki itu tidak melakukan kesalahan yang besar dan hanya menyampaikan pendapatnya saja tadi.“Astagfirullah ... Padahal Mas Fuad tidak salah apa pun. Ia hanya mengungkapkan pendapatnya padaku, tapi kenapa aku bisa semarah ini. Kenapa aku malah melampiaskan rasa kecewaku kepadanya?” batin Sofia menjerit karena penyesalan yang begitu dalam.Ia menoleh ke belakang selama beberapa saat lalu menghela nafas panjang untuk menena
“Jadi ... Bagaimana, Mbak?” tanya Sofia saat melihat Lidya terdiam sambil memandanginya.Sofia tahu Lidya pasti sangat kaget setelah mendengar penjelasannya, tapi ia sudah tidak tahan lagi. Selama ini ia selalu bersabar untuk tidak mengatakannya pada Lidya sebelum memperoleh persetujuan dari Fuad. Namun karena topik pembicaraan Lidya barusan yang seakan mendukung gagasannya agar Lidya mau menikah dengan Fuad, Sofia akhirnya mengungkapkan pemikirannya saat itu juga.“Mbak ... Kamu serius dengan permintaanmu tadi? Memintaku menikah dengan Mas Fuad? Kenapa?” desak Lidya tidak sabar.“Aku serius, Mbak. Apakah wajahku terlihat sedang bercanda sekarang?”Lidya mengamati wajah Sofia yang memang terlihat serius sekarang. Tidak ada senyum yang terlihat sama sekali di wajah cantiknya.“Kenapa? Bolehkah aku tahu alasannya?”“Karena aku mencintainya. Semua ini demi kebahagiaan Mas Fuad. Aku takut dia
Sementara di rumah sebelah, Lidya tidak bisa tidur malam itu. Ia terus memikirkan kata-kata Sofia hari itu. Tentang pernikahan yang harus dijalaninya sebelum rujuk kembali dengan Pram. Bisakah ia melakukannya, sementara hatinya masih tertambat sepenuhnya dengan Pram. Ia merasa seperti mengkhianati lelaki yang dicintainya jika harus menikah lagi.Lagi pula, siapakah lelaki yang bersedia menikahinya sekarang. Janda dengan tiga anak yang masih kecil-kecil. Meskipun ada lelaki yang bersedia menikah dengannya, ia ragu apakah lelaki tersebut bisa menyayangi ketiga anaknya dengan tulus seperti menyayangi anak kandungnya sendiri. Jaman sekarang jarang sekali ada lelaki yang benar-benar tulus dalam mencintai.Lidya yakin Pram akan kembali suatu saat entah. Firasatnya dengan kuat mengatakan bahwa lelaki itu akan kembali suatu saat nanti untuk bersatu kembali dengannya dan anak-anak. Karena itu ia harus segera bertindak sekarang juga. Sebelum Pram benar-benar kembali, ia harus su
“Dek ... Kok malah bengong? Kenapa pertanyaanku nggak dijawab? Bagaimana kalau Lidya marah saat tahu kamu membuka-buka ponselnya?” tanya Fuad tidak sabar saat melihat Sofia yang malah melamun dan tidak menjawab pertanyaannya.“Eh ... Anu. Itu karena Mbak Lidya yang menyuruhku, Mas. Dia tadi menitipkan ponselnya padaku untuk berjaga-jaga kalau ada pesan dari pelanggan yang memesan kue atau brownis mendadak. Jadi dia memintaku untuk membalas pesan yang masuk atau mengangkat telepon yang masuk ke ponselnya,” terang Sofia sambil mengarang alasan yang serealistis mungkin agar Fuad tidak curiga dan bertanya lebih jauh lagi.“Oh begitu ... Kenapa tidak bilang dari tadi? Ayo kita duduk dulu,” ajak Fuad sambil menggandeng tangan Sofia berjalan menuju deretan kursi yang ada di depan ruang operasi.Sofia hanya mengangguk pasrah saat Fuad mengajaknya duduk di kursi panjang yang tersedia di depan ruang operasi. Ia merasa lega karena Fuad langsung mempercayai penjelasannya dan tidak bertanya lebih
Lidya menarik nafas panjang lalu mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Diangsurkannya ponsel tersebut pada Sofia sambil tersenyum tipis.“Saat aku dioperasi nanti, tolong simpan ponselku Mbak. Siapa tahu nanti ada telepon penting yang masuk angkatlah. Atau mungkin ada pesan masuk yang penting dan membutuhkan balasan segera, tolong balaslah. Berpura-pura saja menjadi diriku saat kamu membalasnya, jangan katakan kalau aku sedang operasi,” pinta Lidya sambil memandang Sofia tanpa berkedip.“Iya, Mbak.” Sofia mengambil ponsel yang diangsurkan Lidya padanya. Lalu menyimpan ponsel tersebut dalam tas selempang yang dikenakannya walaupun ia masih tidak mengerti kenapa Lidya memintanya untuk melakukan hal tersebut.“Sebenarnya aku ada permintaan lain, Mbak ....”Sofia yang sedang menutup tas segera menghentikan gerakan tangannya dan menatap Lidya. Menunggunya mengungkapkan permintaan lain yang disebutkannya tadi. Namun, wanita berpipi dekik itu malah diam dan tidak mengucapkan se
Setelah menerima surat dari Pram, hati Lidya terasa resah. Tiada hari yang dilalui tanpa merasa cemas. Ia bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak saat malam hari dan kerap terbangun karena mimpi buruk yang selalu menemani dalam setiap tidurnya.Akibatnya tubuhnya terasa semakin lelah karena kualitas tidur yang buruk. Juga pikiran yang tegang. Nafsu makannya juga semakin berkurang karena perutnya terasa begah jika ia makan banyak. Pun ia tidak memiliki nafsu makan karena memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika Pram kembali sebelum ia melahirkan. Lidya tidak berani menceritakan mengenai hal tersebut dan menyimpan semua pemikirannya sendirian. Ia terus berpikir bagaimana caranya agar Pram tidak pulang sebelum ia melahirkan. Ia sangat takut membayangkan jika Pram mengetahui tentang perjanjian pernikahan yang sudah dibuat dengan Sofia dan Fuad. Lelaki itu pasti akan sangat marah dan pergi meninggalkannya.Setiap hari Lidya terus berdoa agar Pram tidak pulang sebelum bayi dal
Lidya baru saja selesai menata baju dan beberapa barang perlengkapan untuk bayi yang sudah dibeli oleh Sofia dan Fuad. Rencananya untuk berbelanja perlengkapan bayi bersama Sofia terpaksa dibatalkan karena Fuad melarangnya. Lelaki itu memintanya untuk istirahat di rumah saja, mengingat kondisi Lidya yang belum pulih sepenuhnya serta anjuran dari dokter yang menyarankan agar ia tidak boleh beraktivitas yang berlebihan sehingga membuatnya kelelahan.Lidya terpaksa menurut karena tidak ingin merepotkan orang di sekitarnya lagi. Ia baru saja keluar dari rumah sakit dan tidak ingin dirawat lagi padahal baru saja pulang ke rumah. Ia akhirnya menyerahkan urusan belanja perlengkapan bayi pada Sofia dan Fuad semua. Sofia sempat menyarankan agar berbelanja online saja agar bisa memilih bersama-sama. Namun Lidya menolaknya karena takut barang yang dibeli tidak sesuai harapan. Ia meminta pada Sofia untuk berbelanja langsung di toko saja agar lebih leluasa memilih karena bisa melihat barang yang
Setelah dirawat selama seminggu di rumah sakit, Lidya akhirnya sudah bisa pulang ke rumah. Kondisinya semakin hari semakin membaik setelah perbincangan terakhir dengan Sofia. Hubungan mereka berdua juga semakin membaik dari hari ke hari. Tidak terlihat canggung lagi. Bahkan hampir setiap hari Sofia terlihat menemani Lidya di rumah sakit selama ditinggal Fuad bekerja. Urusan toko untuk sementara mereka serahkan pada Rani dulu. Sementara anak-anak dalam pengasuhan Mbok Rum. Beruntung, Mbok Rum sudah tidak memiliki tanggungan di rumah. Jadi bisa menginap di rumah Lidya tanpa harus pulang ke rumah seperti biasanya.Lidya tidak pernah membahas masalah Fuad lagi. Sepertinya ia benar-benar melupakan keinginannya untuk menguasai lelaki itu sepenuhnya untuk dirinya sendiri. Ia juga tidak pernah membicarakan tentang Pram sekalipun. Hanya membicarakan tentang janin dalam perutnya yang semakin hari semakin aktif.Sebelum pulang, Dokter berpesan pada Lidya agar mengurangi aktivitas yang berat me
Dada Sofia berdebar kencang mendengar permintaan Lidya yang menurutnya sangat lancang. Ia ingin marah, berteriak dan mengutuk wanita yang sedang terbaring lemah di hadapannya. Namun, hati nuraninya masih mencegahnya untuk melakukan hal tersebut.Tangan Sofia terkepal erat sampai ujung jarinya memutih. Titik-titik keringat mulai bermunculan memenuhi telapak tangannya yang terkepal hingga terasa basah. Dadanya terasa panas karena menahan amarah yang menggelegak dalam dada. Bersiap untuk dilampiaskan pada wanita berpipi dekik yang sedang memandangnya, menunggu jawabannya. Ditarik nafas panjang lalu dikeluarkan pelan sambil memejamkan mata. Sofia mencoba mengingat hal-hal menyenangkan yang pernah dilaluinya bersama Lidya untuk mengurangi amarah yang bersiap untuk meledak. Seperti bom waktu yang siap untuk meledak kapan pun.“Mbak, bagaimana? Bisakah kamu menyerahkan Mas Fuad untuk kumiliki sepenuhnya? Kamu masih muda dan masih cantik ... Jadi tidak sulit bagimu untuk menemukan lelaki lai
Sementara itu di rumah sakit, Fuad tidak bisa tidur karena merasa bingung memikirkan hari esok. Ia harus pergi ke kantor besok karena jatah cutinya sudah habis. Namun, ia tidak tega jika harus meninggalkan Lidya sendirian tanpa ada yang menemani. Kondisi Lidya yang masih lemah membuatnya membutuhkan bantuan untuk memenuhi segala keperluannya. Sebenarnya Fuad ingin meminta bantuan pada Mbok Rum agar menunggu Lidya. Namun mengingat dia harus menjaga anak-anak di rumah hal itu urung dilakukannya. Saat sedang memikirkan jalan keluar masalah tersebut, tiba-tiba Sofia meneleponnya.“Halo, Dek,” jawab Fuad setelah mengangkat telepon.“Waalaikumsalam, Mas,” ucap Sofia dengan penuh penekanan.“Eh iya ... Assalamualaikum, sayang,” sahut Fuad dengan cengengesan. Ia memang sering lupa mengucapkan salam saat menjawab telepon. Namun Sofia tidak pernah lelah selalu mengingatkannya lagi dan lagi.“Bagaimana kondisi Mbak Lidya, Mas? Apa kata dokter?”“Besok pagi Lidya akan diperiksa lab untuk mengeta
“Siapa yang pingsan, Mas?” bisik Sofia sambil menjawil lengan Fuad. Fuad segera melambaikan tangan sebagai isyarat agar Sofia diam dan bersabar menunggu terlebih dulu. Sementara itu ia meneruskan pembicaraan dengan Mbok Rum di telepon.“Pingsan bagaimana maksudnya Mbok? Kapan?” tanya Fuad dengan tenang. “Sudah dua jam lalu, Pak. Barusan sudah sadar tapi katanya masih pusing. Mau saya antarkan periksa ke dokter tapi saya bingung, bagaimana dengan anak-anak kalau ditinggal?” jelas Mbok Rum panik.“Baiklah ... Mbok Rum tenang dulu, jangan panik. Aku sampai rumah paling cepat besok pagi, jadi sementara menungguku tolong jaga Lidya baik-baik. Penuhi semua kebutuhan dan permintaannya, kalau ada apa-apa segera hubungi aku,” perintah Fuad dengan tenang.Sofia langsung mencubit perut Fuad saat mendengarnya mengatakan mereka akan sampai besok pagi. Padahal selambat-lambatnya perjalanan pulang paling lama pukul sepuluh malam mereka sudah sampai di rumah. Fuad hanya mengedipkan sebelah mat
“Beneran nggak mau kemana-mana? Mumpung kita di sini, Mas,” tanya Sofia sekali lagi saat Fuad menolak untuk diajak pergi keluar.“Iya. Aku mau istirahat di rumah saja sama kamu. Kita mengobrol dan menghabiskan waktu yang berkualitas di rumah saja sudah lama kita tidak melakukannya. Atau kamu mau packing barang-barang sekarang? Aku bantu biar cepat,” tolak Fuad tegas.“Baiklah kalau begitu. Kita di rumah saja seharian nanti.”Sofia menutup kembali lemari pakaian dengan keras. Sebenarnya ia sudah bersemangat sejak tadi pagi ingin mengajak Fuad bepergian berwisata kuliner. Memberitahukan makanan enak yang sudah dimakannya kemarin. Namun, karena Fuad menolak ia tidak bisa berbuat apa pun lagi. Berjalan ke pojok kamar, Sofia mengambil koper kecil yang dibawa untuk mengangkut beberapa pakaian yang dibawanya kesini dulu. Lalu mulai menata baju dan kerudung ke dalam koper dengan tenang. “Ada yang bisa kubantu?” tawar Fuad saat melihat Sofia mulai berkemas. “Tidak ada, Mas. Tidurlah s