Terhitung sudah tiga hari Yunki tidak pulang dan Jihye sibuk memupuk tanya dalam benaknya. Berkali-kali wanita itu menelepon dan menanyakan keberadaan Yunki lewat pesan dan berkali-kali pula Yunki mengabaikannya.
"Ternyata aku belum mengenalnya, ya?" monolog Jihye lirih seraya mengembuskan napas panjang dengan punggung tangan mengesat air mata yang jatuh entah untuk ke berapa kali.
Tubuhnya telentang menatap langit-langit dengan lobus yang terus-menerus merangkai segala kemungkinan yang terjadi di antara Yunki dengan sang nenek. Selama tiga hari ini Jihye tentu tidak tinggal diam, dalam masa cutinya wanita itu pergi ke rumah besar untuk bertanya pada Bu Ahn tentang apa yang diperdebatkan mereka dan sayangnya Bu Ahn tidak mengetahuinya. Jangan lupakan Minkyung yang masih saja terlihat membenci Jihye. Wanita itu menatap Jihye dengan sorot angkuh bercampur jijik yang terang-terangan dia perlihatkan.
"Masih berani menginjakkan kaki kotormu di sini, eoh
Helios sudah berganti tugas dengan Artemis beberapa jam lalu dan Jihye harus kembali menyesap getir ketika tidak mendapati tanda-tanda bahwa sang suami akan pulang.Tentu saja Jihye merasa khawatir, tetapi dia lebih berpikir logis alih-alih panik. Dia percaya Yunki cukup dewasa untuk menjaga dirinya. Walaupun kenyataannya berkali-kali wanita itu mengesat air mata yang sekonyong-konyong luruh di kedua pipi.Menatap pantulan diri yang tampak sedikit kacau, Jihye mengembuskan napas berat lantas mengalihkan atensi pada alat tes kehamilan yang baru saja dibelinya. Maniknya segera mempelajari aturan pakai alat itu pada kemasan."Urine pertama setelah bangun tidur, ya?" monolognya, "tapi aku tidak sabar ingin segera mengetahui hasilnya." Jihye mengambil satu lagi alat tes kehamilan yang dia beli, menilik aturan pakai dengan harapan ada aturan berbeda pada kemasan kedua.Salah satu tangan meraba perutnya lembut. "Kalau kau hadir, pastiappaaka
Peribahasa mengatakan, bahwa hanya seekor keledai yang dapat jatuh pada lubang yang sama. Tentu saja di sini Yunki bukanlah seekor keledai dungu yang akan terperdaya untuk kedua kalinya. Lagi pula, dia 'kan kucing salju.Kenyataannya, Yunki memang terlalu sering terperdaya oleh Yuri mengingat satu tahun lamanya hubungan yang terjalin di antara mereka. Tidak dapat dipungkiri, silabel yang baru saja menyapa rungunya memberikan efek kejut luar biasa. Sebuahplot twistyang tidak pernah sekali pun bercokol pada sirkuit otaknya. Yang benar saja? Jihye dan Yuri bersaudara? Kedua pribadi itu begitu bertolak belakang dengan daya pikat berbeda. Yunki tentu tidak bisa mempercayai dan menelan bulat-bulat informasi tersebut, terlebih hal itu terlontar dari mulut wanita licik seperti Yuri.Yunki belum sempat menimpali saat pribadi dalam balutanbathrobeitu menghilang di balik pintu. Jika asumsi Yunki benar, wanita itu tengah begitu ketakutan d
“Anda yakin, Nyonya?" ucap Pengacara Jang, pria paruh baya itu baru saja mempertanyakan perihal keputusan yang Jihye buat.Wanita itu mengangguk dengan keyakinan penuh. "Bisakah Anda lakukan hal ini dengan cepat? Aku tidak ingin semuanya berlarut-larut. Aku percayakan semuanya padamu Pengacara Jang, seperti nenek mempercayaimu."Pria itu tertegun lantas mengulas senyum, hatinya bahkan ikut terenyuh menatap denyar ketulusan dari manik Jihye."Terima kasih, Nyonya. Aku akan melakukan yang terbaik."Mobil mewah milik Pengacara Jang berhenti di pinggir jalan yang Jihye tunjuk. Wanita itu membungkuk sebagai ucapan terima kasih dan menatap dengan manik penuh haru. Dari sana dia dapat melihat kemegahan apartemen tempatnya tinggal selama hampir enam bulan ini."Beberapa bulan yang menyenangkan tinggal di sini," monolognya lirih. Tungkainya mulai berayun menyongsong getir yang kian menyesakkan dada.Hye, kalau mau menangis nanti di dalam ru
Mungkin Tuhan memerlukan sedikit waktu ekstra tatkala menambahkan hati pada tubuh seorang Seo Jihye. Seperti yang kita ketahui, wanita itu terlampau tangguh untuk ukuran tubuh sekecil itu.Setelah tepekur cukup lama di sebuah kursi taman, tungkainya berayun menapak ke arah apartemen mewah di daerah Gangnam. Jihye bahkan tidak tahu kenapa dia bisa berakhir menekan bel pada bilah kayu di depannya.Cukup dua kali jemarinya menekan bel, sebelum pintu cokelat itu bergerak menyibak presensi seorang wanita paruh baya yang terlihat kaget atas kehadirannya."Hye-ya--"Tubuh ringkih Jihye menghambur memeluk wanita paruh baya tersebut. Berusaha mengeluarkan segala kelesahnya dalam sengguk pilu yang begitu menyayat relung."Sebentar saja, biarkan aku merasakan mempunyai seorang ibu," ucap Jihye mendekap erat Son Eunhee--ibunya.Sejemang, keterkejutan itu sedikit demi sedikit mereda, tangannya mengelus lembut punggung sang anak. Tidak dapat dipu
“Jingoo-ssi, apa Jihye ada di sini?" Itu adalah kalimat yang terlontar memecah geming di antara mereka. Manik pekatnya menatap jemari Jingoo yang saat ini memegang ponsel yang Yunki ketahui sebagai milik istrinya.Jingoo mengikuti arah pandang Yunki, menilik ponsel dan kertas di tangannya lalu berkata, "Aku baru saja akan menghubungimu, Tuan Shin. Apa yang terjadi? Kenapa Jihye memberikan ponselnya padaku?" Jingoo balik bertanya seraya menyerahkan secarik kertas berisi tulisan tangan wanita itu.Jingoo-ya, maaf aku pergi tanpa berpamitan langsung denganmu. Aku baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir. Aku hanya ingin mewariskan ponselku ini. Buang ponsel dengan lakban itu! Kau membuatku malu saja. Aku pergi.Salam sayang,Seo Jihye.Jika ini adalah kompetisi membuat patah hati, maka Jihye benar-benar pergi denganstyleluar biasa. Memberikan perasaan sedih dan sendu yang berubah menjadi k
Di balik gempuran masalah yang seharusnya melemahkan, Jihye cukup bersyukur bahwa Tuhan menganugerahkan hati sekuat baja padanya. Alih-alih stagnan dengan menangis sendu mengharap simpati dari semua orang, Jihye lebih memilih untuk terus berjalan. Menangis secukupnya saja, setidaknya itu yang dia tanamkan selama ini. Toh, hidupnya sudah sulit, jangan terlalu banyak drama.Wanita itu cukup senang dengan jaket tebal dan ransel yang dia beli dengan harga diskon di sebuah tokoonline. Meskipun Jihye harus menyesap getir tatkala terpaksa membuang koper jelek kesayangannya itu karena roda dan besi pendorongnya rusak parah. Jihye bahkan harus meminta tolong pada karyawan sauna untuk membelikannya mengingat dia sudah menarik semua uang tabungan di bank. Itulah alasan kenapa dia luput dari kamera pengawas karena memang Jihye keluar bersama rombongan wisatawan yang saat itu melakukancheck outdengan menggunakan ransel danbucket hat baru
Jihye tidak ingat bagaimana tubuhnya bisa terbaring di atas lautan busa empuk itu. Rasanya sudah begitu lama tatkala sang raga menggeliat nyaman di ranjang mewah. Tidur di sauna sungguh membuat tubuhnya terasa kaku, walau sering kali Jihye memberikan sugesti pada sang tubuh agar tidak manja, sebagai bentuk antisipasi bilamana hal buruk terjadi seperti saat ini. Tetap saja, sepertinya dia sudah terbiasa hidup nyaman.Lamat-lamat wanita itu menggerakkan pelupuknya, menatap plafon putih dengan cahaya lampu yang mendirus retinanya begitu menusuk. Mencoba menggerakkan tubuh, Jihye harus mendengar bilahnya memekik lirih tatkala mendapati tangan kirinya dipasangi selang infus."Astaga, aku kenapa?" monolognya menatap jarum yang menancap di sana lantas mengedarkan pandangan pada luasan kamar bernuansacreammewah dengan perabotan berwarna senada.Perlahan, wanita itu mengingat kembali apa yang terjadi padanya. Teriakan yang sekonyong-konyong hadir lan
Hujan yang mengguyur Gwangju di pagi hari membuat siapa pun ingin kembali bergelung di balik selimut. Berbeda dengan si wanita, gempuran air yang turun ke bumi itu selalu memiliki dampak sendu bagi relung, mengingatkan dirinya pada sang mantan suami yang selalu merajuk dan memaksa dirinya menghabiskan waktu di atas ranjang di kala hari-hari seperti ini.Tak terasa sudah empat bulan berlalu dari takdir yang membawanya menapakkan kaki di kota ini. Pandangannya jauh menerawang dengan sesekali mengelus perut yang semakin buncit. Sungguh, menjalani kehamilan seorang diri tanpa adanya pasangan itu sangat berat, terlebih sang jabang bayi kini mulai memberi sinyal lewat gerakan-gerakan yang menggelitik perut.Ada kalanya Jihye menangis di tengah malam, merindukan raksi yang selama ini tetap menduduki tingkat teratas sebagai favoritnya. Jangan lupakanmorning sickyang dia rasakan setiap pagi, Hobi sampai menatapnya dengan tatapan iba seraya berkata, "Kau yak