"Memangnya kenapa, Yah?" tanyaku. Aku benar-benar tak mengerti dengan alasan Ayah."Itu karena ... Geri adalah Dafa. Ayah belum memiliki bukti menyeluruh. Tapi, penyelidikan mengarah pada Geri," ungkap Ayah.Irama jantung ini semakin berpacu cepat. Ada rasa takut yang menyelimutiku saat ini. Mengapa semua harus seperti ini?Kenyataan Geri adalah Mas Dafa? Apa bisa kupikirkan dengan akal sehatku sementara wajah mereka memang berbeda. Mas Dafa biasanya mencukur rambutnya sebelum panjang. Ia biasa berambut cepak. Sementara Geri, ia berambut lurus dan dibelah tengah.Wajahnya pun jelas berbeda karena Geri wajahnya mirip artis, ganteng tapi hidungnya nampak bengkak. Aku nggak kepikiran wajahnya hasil operasi plastik.Baru tersadar sekarang, mungkin itu salah satu efek dari operasi plastik. Semua jadi bengkak, jadi wajah berbeda dengan wajah asalnya."Yah, wajah Geri dan Dafa berbeda," ucapku."Dia dan istrinya operasi plastik. Tapi di tempat yang bukan rumah sakit khusus. Ayah kira nanti
"Nggak, Yah. Biarlah hanya aku yang tau mengenai ini. Aku tak mengharapkan ia juga mencintaiku. Cukup dengan perasaanku saja dalam hati ini," sahutku.Ayah mengerutkan keningnya. "Wah, anakku ternyata mencintai orang itu dengan dalam. Kalau kamu mau memperjuangkan cintamu, ayo. Ceritakan pada Ayah, nanti Ayah takkan memaksakan perjodohan ini. Mudah-mudahan kalian nanti jodoh," katanya.Aku tak mungkin bisa mengatakannya. Toh, Ayah merestuiku dengan Anto, tidak dengan Mas Ari."Nggak, Yah. Biarlah kusimpan saja sendiri. Kalau jodoh pun takkan kemana nanti. Yang pasti aku tak mau dengan Mas Anto. Plis Yah jangan paksa aku!" Ayah semakin heran dengan sikapku. Namun ia menerima itu. Aku harus jangan menyesali keputusan nantinya.***Setelah tau kabar dari Ayah, sembunyi-sembunyi aku memasang CCTV di ruangannya Geri. Aku ingin tau kebenaran itu. CCTV dihubungkan dengan ponselku, aku bisa melihat apa yang ia lakukan di sana.Di rekaman hari ini, saat jam istirahat aku melihat ada gambar G
"Hidung saya sensitif, Bu," jawabnya. "Pokoknya gitu deh, saya permisi dulu ya, Bu. Lupa ada kerjaan lain yang belum saya kerjakan," katanya."Oh, gitu. Ya sudah kalau gitu." Kubiarkan Geri atau Mas Dafa pergi meninggalkanku sendiri. Biarlah yang penting aku sudah bisa membuatnya tak bisa menjawab pertanyaanku. Itu berarti memang dia salah.Sekarang aku sedang memikirkan langkah selanjutnya. Akan kubuat kamu dan istrimu masuk penjara karena kejahatan kalian selama ini.***"Yah, gimana sudah dapat saksi kunci?" tanyaku pada Ayah di telepon."Hampir dapat ini, doakan Ayah ya, Sar.""Baiklah, aku sudah punya satu bukti juga," sahutku. "Sempat punya nomor Mas Dafa juga, tapi ternyata nomornya hanya sekali buang. Dia pintar, kalau menghubungi pake nomor sekali buang kayaknya.""Baiklah nggak apa-apa, kamu tenang saja. Nanti ayah hubungi lagi, ya!"Setelah itu, aku mendapat kabar kalau Geri tidak masuk karena istrinya masuk rumah sakit. Entah apa penyebabnya, aku tak tau. Padahal rumah kam
"Nggak bisa, Sarah. Soalnya ia sangat terkait di kasus ini. Semua atas rencana ibunya, jadi ia yang merancang," ucap Ayah."Sangat disayangkan, Yah. Aku kasihan sama ibu. Ia begitu karena sayang pada anaknya. Bisakah Ayah mengeluarkannya?" Ayah mengerutkan dahinya, kemudian matanya menatapku."Tidak!" tegasnya.Kalau Ayah sudah bilang tidak, aku lebih baik diam saja.Lalu Ayahku menerima telepon dari kepolisian, mereka mengabarkan kalau Mas Dafa meninggal kena serangan jantung."Bagaimana ini? Sekarang Dafa meninggal beneran. Mau dibawa ke rumahmu atau gimana?" tanya Ayah.Aku jadi bingung. Selama ini ia dikenal sebagai Geri. Rumahnya juga di sebelah, ibu ditahan. Para ipar jauh, paling adiknya Fania yang bisa kuhubungi."Ya sudah, kita langsung bawa ke pemakaman bisa, yah?" tanyaku pada Ayah. "Karena aku merasa tak enak nanti dengan para tetangga," jawabku."Bisa. Oke kita mandikan sekalian di rumah sakit. Dari sana langsung kita makamkan bareng-bareng," kata Ayah."Baiklah. Aku set
"Siapa mereka, Mas? Mengapa mereka mirip wartawan yang sering meliput berita?" tanyaku."Iya sepertinya mereka memang wartawan. Mungkin kasus Alm Dafa ini sudah terdengar oleh para wartawan, sehingga mereka ingin meliput di sini," ucap Mas Ari.Kemudian Ayah menghampiri kami."Kemarin kebetulan ada yang nanya sama Ayah. Makanya ayah minta mereka datang saja agar semua kebenaran terungkap. Kisah Dafa ini bisa jadi pembelajaran bagi semua pihak, agar tak ada lagi yang bisa mengubah identitasnya seenaknya. Lagipula sejak awal terungkap kemarin, beberapa media cetak online dan offline sudah memberitakannya," ucap Ayah."Iya benar sih, Yah. Tapi kemungkinan nanti aku pun akan terkenal juga kalau seperti ini. Mereka pasti menanyaiku," terkaku. "Aku hanya tak mau kisahku terungkap di media. Nanti aku diberitakan macam-macam lagi, Yah." Aku ketakutan jadinya."Nggak usah khawatir. Nanti kita bisa minta agar tak usah terlalu di ekspos aja. Kalau diwawancarai kamu jawab seadanya, itu lebih baik
Mereka memperkirakan jumlah hukuman sang ibu akan lebih lama dari hukuman sang menantu.Di sana terlihat video dari Ibu dan Ranti yang memakai pakaian tahanan berwarna oranye. Mereka tak mau menatap kamera, tapi hanya bisa menunduk.Aku tak tega melihat ibu. Pasti sangat berat baginya untuk masuk bui. Ia sudah menjadi seorang wanita paruh baya, kemudian punya penyakit tua serta harus kehilangan anaknya juga.Pasti ibu mengalami tekanan psikologis. Aku sangat ingin membantunya karena menanggapi semua ini menggunakan perasaan.Kemudian di hari yang sama, Ayah datang seakan tau apa yang kurasakan. Aku benar-benar butuh berkonsultasi dengan Ayah saat ini. Kedatangannya membuatku lega."Ayah tau kamu pasti sedang memikirkan nasib mantan mertuamu kan?" tanya Ayah."Kok Ayah tau?" tanyaku penasaran."Aku kan Ayahmu, Sarah. Aku sangat-sangat paham. Namun, Ayah inginkan kalau semua ini menjadi pembelajaran bagi ibu mertuamu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya."Ayah memang pria yang tega
Aku terus mengamati keadaan. Setelah terkaget-kaget melihat siapa yang datang, saat ini rasa penasaran berkecamuk dalam dada ini.Ternyata yang datang keluarga Om Agus. Ada Tante Tari, Mas Ari, Mas Anto. Semua lengkap hadir. Aku takut, Ayah masih saja menginginkan agar aku menikah dengan Mas Anto yang jelas-jelas sudah kutolak.Mereka duduk di ruang tamu. Sementara aku jadi tegang dan gemetar di sini. Aku takut sesuatu yang tidak kuinginkan terjadi.Lalu tanpa dipanggil, asisten rumah tangga di rumah ini menyuguhi minuman dan makanan bagi para tamu. Aku beranjak ke kamar terdekat yaitu kamar yang cmenjadi kamarku di rumah ini.Di dalam kamar, aku menenangkan diri ini, menghela napas dalam-dalam, serta mencoba berpikiran positif."Sarah! Sar." Suara Ibu membuat semuanya menjadi buyar. Ibu mencariku ke seluruh penjuru rumah, beliau tak tahu kalau aku sekarang sedang di dalam kamar."Iya, Bu." Aku mengeluarkan suara juga akhirnya.Kemudian Ibu memasuki kamar ini. Ia duduk di samping ranj
"Baiklah, insya Allah saya terima." Aku menjawab tanpa menatap mata siapapun. Walau seorang janda, rasanya malu jika harus menjawab pertanyaan macam itu. Saat ini pun, rasanya aku ingin memasukkan wajah ini diantara bantal-bantal di kamar."Alhamdulillah." Mereka semua bersyukur dengan jawabanku.Mas Anto dan Mas Ari sama-sama tersenyum. Aku jadi merasa bersalah karena sudah salah sangka di awal.Acara dilanjutkan dengan mengobrol dalam penentuan tanggal pernikahan. Aku manut saja, ikut hasil musyawarah.Dalam diskusi itu, aku tak mau banyak bicara karena aku masih syok dengan acara dadakan ini. Ya, bagiku dadakan karena Ayah juga mendadak memberitahukan padaku serta tak bilang akan ada lamaran. Mungkin maksud Ayah baik, ingin memberikan kejutan padaku.Alhamdulillah, pernikahan akan dilangsungkan dua bulan lagi. Karena statusku yang sudah janda, aku meminta pernikahan yang sederhana. Tidak ada pesta mewah nantinya. Semua setuju, aku juga lega jadinya. Alhamdulillah semua berjalan lan