Ting! Sebuah notifikasi pesan masuk ke dalam aplikasi hijau nya. Saat dibuka, ternyata dari Tatik, Ibunya. [Damar, kamu sudah gajian kan? Ibu tahu dari pak Ahmad yang ngantar kamu kerja di sana kalau setiap tanggal dua, kamu gajian. Ibu minta duit dong untuk belanja. Tabungan bapak dan ibu kan habis untuk membelikan kamu motor?]Damar menghela nafas berat. Lalu mau tidak mau dia membalas pesan dari ibunya. [Iya Bu. Ibu kirim nomor rekening sekarang ya. Damar memang baru gajian.]Centang biru. Langsung dibaca oleh ibu nya dan ibunya membalas pesan Damar dengan cepat. [Sip. Kamu memang bisa diandalkan! Terima kasih ya. Ini nomor rekening ibu. 167xxx]Damar segera mentransfer 1,5 juta untuk ibunya melalui aplikasi mbanking di ponselnya.Dan tak lupa segera mengirimkan tangkapan layar bukti transfernya ke nomor hp ibunya.Damar lalu mentransfer delapan ratus ribu pada rekening agen penjual mobil Vixionnya.Lelaki itu seakan lemas saat melihat saldo terakhir di hpnya. "Ck, baru aja gaji
"Pak Andi. Andi Wijaya dari perusahaan manufaktur mobil Herman Adijaya," sahut begal itu membuat mata Damar membola sempurna.'Sial*n! Jadi tua bangka itu dalang dari hilang nya motor Vixion ku? Aku tidak akan tinggal diam! Awas saja. Akan kucari waktu yang tepat untuk membalas dendam,' batin Damar. Dia melepaskan begal itu dan membuang botol yang telah pecah setengah bagian begitu saja di jalanan. Begal yang baru saja diancam Damar bangkit berdiri dan membersihkan debu di badannya. Sementara itu dua orang penjaga satpam di wilayah lokalisasi itu mendekat ke arah Damar dan Dedi. "Ada apa ini?" tanya salah satu satpam. Saat begal yang baru saja diancam Damar akan membuka mulut, Dedi segera memberikan dua lembar uang seratus ribuan di telapak tangan mereka. "Maaf, Pak. Ini hanya salah paham saja. Jadi saya mohon jangan diperpanjang," ujar Dedi. Kedua satpam itu tersenyum kecut. "Ya sudah. Jangan membuat kerusuhan di sini. Mengganggu tamu yang lain," sahut satpam itu sebelum pergi.
"Kamu jadi janda itu bukan salah kamu, Mut. Nggak usah merasa malu."Baru saja Mutia dan Aksara memberikan buku menu dengan daftar makanan yang dipesan, saat ponsel Mutia berdering. Mutia segera menerima panggilan telepon itu tanpa mengaktifkan pengeras suara. Sesaat terlihat Mutia yang terkejut, selanjutnya dia manggut-manggut. "Ada apa, Mut?" tanya Aksara setelah Mutia mengakhiri panggilan teleponnya. "Pak Bram meminta aku untuk menyanyi di acara pernikahan Larasati karena permintaan Larasati, Mas. Bagaimana ini? Apa yang sedang direncanakan Larasati?Jangan-jangan dia berniat buruk padaku, padahal aku nggak pernah membalas dendam padanya setelah dia selingkuh dengan mas Damar. Tapi Larasati berani membayar mahal itu jasaku menyanyi semalam di pernikahan nya," sahut Mutia bingung. Aksara berpikir sejenak. "Kamu terima saja tawarannya. Aku juga akan kesana bersama dengan Novela. Kapan hari pernikahan Larasati?" "Lusa, Mas.""Iya. Kamu datang saja dan selalu bersikap waspada. Aku
Beberapa hari sebelum hari pernikahan nya tiba, Larasati mendapatkan ide untuk memilih penyanyi dalam acara resepsi nya. "Mas, apa kamu ingat penyanyi yang menyanyikan lagu di restoran saat acara lamaran dulu?" tanya Larasati saat dia dan Herman sedang makan malam berdua di pantai. Larasati menikmati makanannya dengan menatap ke arah penyanyi yang sedang manggung di kafe itu. Herman tampak mengerutkan keningnya. "Ingat. Imut ya wajahnya. Kayaknya masih muda. Kenapa sih?"Larasati tampak mengerucut kan mulutnya saat mendengar jawaban Herman. "Berarti menurut Mas, lebih cantik dia daripada aku?" tanya Larasati cemberut. "Ya tentu saja lebih cantik dan lebih seksi kamu dong daripada dia! Kenapa sih? Bukti nya aku kan lebih milih kamu, Ras!""Hm, aku ingin dia yang menjadi penyanyi latar saat kita nikah nanti.""Lha memangnya kenapa harus dia? Bukannya penyanyi saat menikah sudah menjadi urusan WO? Apa kamu kenal sama dia sih?""Eng-gak sih. Eh, lumayan kenal. Dia itu pernah merebut
Hari pernikahan Larasati dan Herman tiba. Aksara sudah bersiap untuk jas hitamnya dan topi serta masker warna senada. Dia sudah mencari tahu tentang dresscode panitia WO dan sekarang menyesuaikannya. Dengan teliti, Aksara memperhatikan petugas yang mempunyai tugas untuk memutar video dan foto di layar proyektor besar. Aksara mengikuti petugas itu masuk ke dalam toilet hotel. Setelah memastikan tidak ada cctv, dia dengan sigapnya menyergap petugas itu dengan menutupkan sapu tangan yang telah diolesi obat bius di hidung dan mulut lelaki itu. Petugas itu pingsan, Aksara segera menyeretnya perlahan di salah satu kamar mandi dan mengunci pintunya dari luar. Selanjutnya Aksara mengalungkan id card petugas WO yang telah diambilnya dari petugas itu. Dia pun dengan tenang kembali ke aula hotel dan duduk di belakang laptop untuk menyiapkan foto dan video yang akan menjadi kejutan tak terlupakan bagi Larasati seumur hidupnya. ***Herman berteriak kaget saat melihat tayangan di layar proyekt
Damar merasakan tubuhnya lunglai. "Ya Tuhan, kenapa bisa terjadi hal seperti ini? Aku sudah dipecat dari perusahaan dan sekarang rumah ku kebakaran? Aku salah apa Tuhan, sehingga dihukum seberat ini?" ratap Damar lirih. Damar mendekat ke arah ibunya. Lelaki itu menyentuh pundak ibunya pelan. Ibu nya menoleh dan bangun memeluk Damar. "Kamu kemana saja? Adik kamu terbakar parah dan sekarang ada di rumah sakit, Damar. Bapakmu yang hendak menolong adikmu, tapi justru terkena robohan atap rumah dan sekarang dibawa ke rumah sakit juga," sahut ibunya pilu. "Astaga, Dini! Bapak!" seru Damar seraya mengepalkan kedua tangannya dengan erat saat mendengar kabar tentang adik dan ayahnya. "Kok bisa kebakaran sih, Bu?" "Ibu nggak tahu, Nak. Yang jelas tadi saat ibu mau bangun tidur karena ingin kencing, api sudah di mencapai kamar ibu. Tapi kamar adikmu sudah dipenuhi oleh api! Ibu tidak bisa menyelamatkan nya. Ibu segera membangun kan bapakmu. Bapakmu yang mencoba menyelamatkan Dini, malah ter
Herman menatap Andi dengan wajah penuh seringaian. Lelaki itu lalu berdiri menatap Andi. Dengan kedua tangan di saku celana, Herman menatap Andi tajam. Seolah menguliti nya pelan-pelan. "Sejauh apa kamu mendengar nya?" tanya Herman pada Andi. "Saya ...""Awas saja kalau kamu buka mulut, aku akan membuatmu sengsara dan menderita. Kalau perlu aku akan menyingkirkanmu!Asal kamu tahu, aku sampai di posisiku sekarang karena aku bertangan besi. Aku tidak segan menyingkirkan orang-orang yang kuanggap menghalangi jalan ku untuk kaya raya, termasuk kamu!" bisik Herman memotong pembicaraan Andi, seraya menatap ke arah matanya. Andi terdiam. Sebenarnya dia ingin menyusun rencana untuk membalas Herman. Tapi dia masih butuh bukti. Sebenarnya Andi tadi sudah merekam percakapan Herman di telepon. Tapi dia tidak apakah hal itu bisa menjadi bupkti untuk menjebloskan Herman ke penjara. Andi juga menyimpan dendam pada Herman karena Herman juga telah menurunkan jabatan nya sekaligus membuatnya kehil
Mutia baru saja turun dari motornya saat matanya bertatapan dengan Aksara yang duduk di kursi teras rumah. "Hai mas Aksa! Sudah lama di sini? Apa Tante Rosa nggak ada di kos?" tanya Mutia, dia lalu duduk di kursi di hadapan Aksara. "Aku nggak pengen ketemu Tante Rosa, Mut.""Lha terus, mas Aksa kesini mau ngapain?" "Mau ketemu kamu. Gimana kuliah nya? Lancar? Apa tugasnya susah?" tanya Aksara beruntun. "Hm, Alhamdulillah. Masih bisa dihandel tugasnya. Sebenernya tadi aku ketemu mas Damar, Mas.""Damar? Mantan suami kamu?" Mutia mengangguk pelan."Kamu ... masih mencintainya?" tanya Aksara penuh selidik. Mutia menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Enggak. Hanya saja tadi mas Damar dan ibunya jadi pengemis.""Apa? Kenapa bisa jadi begitu?" Mutia mengedikkan bahunya. Dia lalu menceritakan apa yang terjadi pada Damar dan ibunya di perempatan lampu lalu lintas. "Ya Allah! Innalilahi wa innailaihi roji'un! Kasihan juga ya si Damar."Mutia mengangguk. "Saya sebenarnya juga baru sa