Keesokan hari Zora masih lembur karna Okta masih harus cuti sehari lagi katanya. Mereka sudah mengajukan pinjaman dan segera di ACC oleh Bu Novi. Membuat hatinya lega setidaknya walau gak punya uang, Zora bisa membantu dengan koneksinya.Julian datang untuk makan siang bersama di tempat Zora, berhubung dia masih akan selalu lembur dan gak ada kesempatan makan malam seperti biasanya."Aku mau paket 2 ayam 2 nasi aja yank." Pinta Julian pada Zora. "Oke!"Zora hanya membeli 1 porsi ayam dan nasi. Juga sebotol air mineral.Julian bercerita soal shooting dan perkembangan produknya, ia juga bercerita bagaimana banyak orang yang datang untuk berinvestasi padanya. Kali ini benar-benar sangat mujur dan sepertinya akan sukses besar.Zora tidak kalah senang mendengarnya, setidaknya ini adalah pencapaian yang bagus. Mungkin bila lebih baik lagi, kesempatan mereka untuk benar-benar bersama akan terbuka lebar, dan Papa juga akan merestui mereka karna kemampuan Julian."Ehem ehem ... Dimana pun kali
Di outlet saat itu Zora sedang berjaga dengan Agus. Agus yang mendengar semua percakapan antar mantan sahabat itu tidak bisa berhenti bergeleng kepala. "Orang-orang kaya itu kenapa bisa ngeri banget." Bisiknya pada diri sendiri. Gak lama Zora masuk dengan wajah lesu."Semangat Zora.." hiburnya pada kawan malangnya. Gadis ini tentu gadis yang cantik dan berwawasan, walaupun dia tidak memiliki apa-apa tapi Zora memancarkan aura bahwa ia wanita terhormat dan bukan orang sembarangan. Bahkan saat mereka belum tau kenyataan Zora yang sebenarnya."Iya Mas Agus. Aku gak apa-apa kok." Jawab Zora berusaha tersenyum dengan ikhlas."Keren kamu Zora, mereka pasti bakal nyesel suatu hari udah ngelakuin ini sama kamu."Zora tersenyum tak percaya. "Kenapa harus nyesel? Kayanya mereka puas tuh mas.""Dunia ini berputar, saat kamu kembali ke posisimu apa mereka gak akan panik mohon - mohon jadi temenmu lagi?"Zora mengangguk. "Itu gak akan terjadi biarpun mereka nangis darah.""Kok bisa ya mereka ngela
Hari ini Julian sudah mempersiapkan semua rencananya dengan baik. Memesan bucket bunga, bucket coklat dan sebuah blackforest dengan lilin lilin panjang juga angka 25 tahun.Ia datang lebih awal dari jam pulang Zora, memberinya suprise kecil yang terus membuat Zora tersenyum."Happy birthday to youuu.. happy birthday to youu.." Nyanyi Julian dengan wajah di tutup kedua bucket untuknya.Naya dan Okta merasa sangat iri, pria ini manis sekali memang gak salah kenapa Zora cinta mati begini. Mereka pun bernyanyi bersama memberi selamat untuk Zora."Happy Birthday sayang.." Ucap Julian mengerahkan Bucket pada Zora yang menangis haru bahagia. Zora merasa Tuhan amat baik, menggantikan semua yang buruk dengan yang baik."Makasih banyak." Terimanya dengan suka cita."Wait.. kuenya ketinggalan hehe." Karna dua bucket itu memenuhi tangannya, terpaksa kue harus di tinggal trakhir. Julian memasang lilin dan kembali bernyanyi. "Tiup lilinnya.. tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang, jug
"Mau makan dimana?" Lirik Julian pada Zora yang masih dengan perasaan berbunga-bunga. Ulang tahun kali ini ia merasa bersyukur, tahun lalu saat dia memutuskan untuk pergi dari rumah hatinya sangat hancur, walau Devina, Agustina dan Dania hadir untuk menghiburnya. Tapi sedih itu terlalu besar untuk keputusan yang ia lakukan. Kali ini bahkan Zora juga kehilangan tiga sahabat yang pernah ia amat syukuri kehadirannya. Kenapa Tuhan begitu baik, selalu menyiapkan orang-orang baik untuk menemaninya menjalani semua ini. Walau ada banyak kesedihan, tetap ada rasa yang bisa di syukuri. Sejak keluar dari kediamannya, sejak keluar dari rumah Dania, ia sadar. Dia bukan lagi Zora si putri Forte. Dia hanya manusia biasa. Entah bagaimana membuatnya mampu melihat bahwa semua orang setara saat ini. "Emm mau sate ayam aja yang biasa kita makan." Jawab Zora yang sudah mulai kelaparan."Cuma sate? Aku udah mau traktir steak atau apapun loh."Zora menggeleng. "A
"Betul, tapi orang miskin itu ada, gak punya tempat tinggal, gak punya makanan, gak punya kehidupan. Mereka tumbuh aja jadi hama-hama di masyarakat. Yah sebenernya kompleks sih gak semua orang miskin juga hama." Papar Julian."Itu pemikiran yang jahat sih.""Itu kenyataan sayang, orang-orang yang putus asa karna dia gak punya skil, yang bikin dia otodidak berpikir sempit dan punya skil nyuri, nyopet. Semua yang instan. Kita pun belum tentu bisa bantu mereka.""Apa susahnya? Kan bisa kasih uang?""Oke kasih uang, tapi uang pasti habis dan dia bakal minta lagi, orang kaya gitu malah lebih susah ditanganin. Kalo di suruh kerja gak mau, bilangnya gak bisa, karna otaknya terbiasa untuk bersikap instan." Jelas Julian."Kalo di kalangan orang kaya ada orang sombong, di kalangan orang miskin ada mereka yang malas dan gak tau malu gitu ya? Tapi kan orang baik pasti ada lah.""Tapi dunia gak berjalan semudah itu!" Jelas Julian sambil
Hari ini Zora mendapatkan hari yang menyenangkan dan baru saja bertemu Julian. Tapi kenapa senyum Affandra muncul terus aggrr..Selesai membersihkan diri dan siap untuk tidur ia melihat kotak kado di atas kasurnya. Seperti kotak yang familiar. Ia membuka bungkus kado dan ada sebuah iPhone terbaru di dalamnya. "Waaah.." mengingat ponselnya sudah jadul, iPhone X yang sudah menemaninya 2 tahun ini. Ada beberapa retakan akibat jatuh dan softcase yang sudah usang.Saat membukanya ia juga menemukan beberapa case lucu dengan warna-warna yang ia suka. Saat itu ia benar-benar kagum, Affandra memperhatikannya dengan baik, seperti seorang cenayang. Membuatnya bergidik lagi. "Aduuh harus jaga jarak deh dari orang ini." Ada perasaan takut berpaling dari hatinya. Walau rasanya itu gak mungkin.Malam ini bukannya tidur cepet, malah gak bisa tidur sama sekali. Zora terus membolak balik badannya gak karuan. Matanya ngantuk banget, tapi kenapa Affandra terus muncu
Sepanjang perjalanan Zora lebih banyak diam, sesekali melirik Affandra yang hari ini memang tampan seperti biasanya. Semakin dilihat. Hatinya semakin tidak mengerti.Pria ini baik hati, memperlakukannya dengan sangat baik, dan hampir seperti dirinya yang ngeyel dan keras kepala.Affandra terasa benar-benar tidak asing. Apa hanya karna hubungan masa kecil mereka? Yang jelas, Zora tidak bisa membencinya. Tapi ini harusnya bukan cinta.Affandra meliriknya yang terus diam. "Diem terus sih.""Yah orang gak ada yang di omongin.""Biasanya bawel, cerita ini itu.""Masa sih? Enggak ah." Jawab Zora singkat."Suka ga hadiahnya?"Zora mengangguk dan meliriknya, "Makasih ya Affandra." Tak luput senyumnya tanda terma kasih."Ini udah hampir sebulan loh kita jalan begini. Tapi aku gak punya nomer ponselmu.""Masa sih?" Zora tidak sadar. Benar juga sih, Affandra selalu tiba-tiba aja datang di saat yang tepat.
Zora menarik setting kursi membuatnya dalam posisi yang nyaman dan memejamkan mata untuk menenangkan dirinya. 'Mungkin aku lelah' batinnya.Awalnya hanya mengatur nafas dengan teratur, ternyata ia tertidur selama perjalanan. Perjalanan kali ini cukup jauh, 3 jam perjalanan menuju pantai yang di tuju. Dan Zora tidur hingga sampai di tempat tujuan.Begitu ia terbangun, deru ombak memenuhi hatinya. "Kita ke pantai?" Zora terkejut, Ia melihat segala sisi tempat ini dengan pasir putih berkilau. "Aku gak bawa sun blok." Ucapnya dengan sedih.Affandra segera membuka laci dasboard di depan Zora dengan santai. Terlihat satu botol lotion anti UV yang segera mencairkan hatinya. Dan senyum mengembang di wajah Zora. 'Pria ini sangat teliti ya.' ungkap batin Zora tak bisa menghindarkan.Waktu menunjukan jam 9 pagi dimana matahari sudah naik dan memberikan sorot kehangatan dengan angin pantai yang menemaninya.Zora segera turun dari mobil dan menghirup
Affandra sangat bangga dan mengelus punggung tangannya lembut sambil mereka sering bertatapan penuh arti."Om Tante, aku pinjem Zora sebentar boleh?" Izin Affandra yang disambut baik kedua orang tua Zora.Affandra menggandeng tangan Zora untuk ikut bersamanya, ini hal yang baru ia lakukan lagi setelah sekian lama. Zora terus menatap tangannya yang di genggam orang yang selalu ia pikirkan setahun ini. Yang ia ingat terakhir kali memeluk tangannya saat ia demam malam itu. Dan kini genggaman itu kembali memberikan rasa aman.Affandra membawanya ke halaman tengah Villa mewah itu, dengan lampu-lampu redup, wajahnya bersinar."Aku sudah bilang untuk membuka blok di ponselmu." Kini Affandra cemberut."Aku sudah lama membukanya. Itu kamuu!""Mana ponselmu?" Affandra tak percaya karna ia masih tidak bisa menghubunginya.Ia membuka semua file block WhatsApp dan panggilan biasa. Ternyata ia masih menjadi daftar hitam dalam setingan ponsel. "Lihat?"Zora hanya tertawa, "Maaf, aku lupa soal yang i
Ia pulang dengan perasaan lega. Sepanjang jalan ia terus tersenyum. Sampai Tuan Arnold merasa heran. "Sepertinya ada sesuatu yang terjadi pada putri kita."Nyonya Anita langsung menoleh untuk melihat Zora yang tersipu malu. "Apa kau bertemu Affandra?"Zora mengangguk pelan dan tak ingin membahasnya, ia sangat malu. Sesampai di villa ia langsung masuk ke kamar dan menjadi gila. Sangat senang hingga tertawa sendiri. Tapi ponselnya belum juga berdering ia menunggu sampai malam dan tidak juga berdering. Menunggu membuatnya kecewa.Malam ini mereka makan malam di rumah, menunggu Affandra menghubunginya benar-benar membuatnya kesal. Jadi ia berhenti untuk menunggu dan pergi makan malam.Tepat saat makanan di hidangkan, bel berbunyi, ada seseorang yang datang, jadi Nyonya Anita membukanya."Halo Affandra." Sambut Nyonya Anita senang. Zora sudah duduk di meja makan mendengar nama itu disebut ia memejamkan mata dan seketika malu sekali.Tuan Arnold melihat expresi Zora yang berubah menjadi kep
Kenapa? Kenapa dia selalu melakukan ini? Bukankah pria itu kali ini datang, seperti keinginannya sebelumnya?Affandra masih mematung disana menatap punggung Zora yang menjauh.'ini adalah kesempatanmu bicara, setidaknya minta maaf atas perbuatannya yang sudah menyia-nyiakannya. Kau tidak boleh marah Zora, bila ia akhirnya bahagia dengan orang lain, harusnya kau ikut bahagian untuknya.' batin dirinya pada hatinya sendiri. Menghentikan langkah kakinya dan membuatnya menoleh ke belakang. Pria itu masih disana, menatap pantulan langit di lautan dan terpaku diam.Zora kembali berjalan menuju padanya, hingga pria itu sadar, Zora sudah ada di sisinya dan menoleh tanpa expresi."Aku sudah membuat banyak kesalahan kan?"Tanya Zora padanya.Affandra hanya meliriknya sekali, tidak ingin menjelaskan apapun. "Harusnya, aku ikut bahagia bila kau sudah menemukan hatimu untuk orang lain, karna ini kesalahanku sendiri," Zora menatapnya yang masih mendengarkan dengan tatapan lurus menatap horison."Ak
Ia segera membuang pandangan dari pria itu, bodoh sekali, apa dia melihatnya menangis? Itu sangat memalukan. Walau sudah mengakui perasaannya, di hadapan Affandra ia tidak ingin membuatnya besar kepala, ia tidak mau terlihat sedang merindukannya.Tapi sampai acara selesai, Affandra tidak sama sekali mengunjunginya. Ini adalah hal yang harus ia bayar, Zora melihat Affandra sedang mengobrol dan hendak menyapanya lebih dulu. Baru saja ia melangkah beberapa langkah, seorang anak umur 3 tahun berlari padanya, "Daddy, Daddy.." dengan sigap ia menggendong pria kecil tampan di pelukannya, mengecup pipi dan memberikannya sesuatu di tangannya. Seorang wanita cantik segera muncul juga menghampirinya, dan tertawa bersama, Zora mengenalnya, dia Amanda, salah satu putri dari teman ayahnya yang juga kaya raya, kabarnya ia Janda, dan akan segera menikah.Amanda mengobrol dengannya dengan lembut membersihkan sisa kue yang di makan putranya di jas milik Affandra dengan perhatian.Zora hanya merasa ten
Sering kali, ia mulai ingat, bagaimana Affandra adalah salah satu orang yang membuatnya menjalani hari-hari ini dengan baik. Bagaimana ia telah membimbing Zora menjadi lebih baik dalam memandang kehidupan yang sepenuhnya ia tidak mengerti. Entah dimana ia kali ini.Akhirnya Zora kembali ke Forte Grup, dengan sambutan semua orang. Rahasia Zora di Gavin Tect lalu terbongkar dan membuat gempar karyawan mereka, ternyata selama ini, orang yang sudah mereka tindas adalah putri seorang konglomerat."Gak mungkin. Gak mungkin." Nadya dari divisi keuangan Gavin Tect tidak percaya saat mendengar kabar itu. Wajahnya pucat apa dia sudah membuat kesalahan? Tapi Zora sama sekali tidak pernah mengungkit mereka , Zora yang semula selalu digosipkan hal-hal miring, untuk kali ini ia menerima banyak pujian. Ia sesekali berkunjung ke Gavin Tect yang menjadi salah satu perusahaan sahabat dalam berinovasi, semua orang dengan sopan memuji dan menyanjung.Kesuksesannya kali ini lebih dari kesuksesannya sebelu
Zora pulang dengan lesu, ini baru pukul 2 siang, tapi dia sangat butuh tidur, jadi begitu sampai dirumah ia langsung melempar diri ke tempat tidur dan memejamkan mata hingga magrib menjelang."Non, udah magrib, non" Bi Ima dengan lembut membangunkannya. Zora berbalik menggaruk wajahnya dan matanya masih rapat seolah lengket. "Non ayo solat dulu, terus makan malem sama tuan dan nyonya di bawah."Zora hanya mengangguk angguk tapi ia terlelap lagi. Kamar ini seolah punya daya magis yang selalu membuatnya nyaman.15 menit kemudian, Bi Ima kembali naik untuk membangunkannya lagi. Jadi dengan susah payah ia bangun dengan mata lengket. Bergegas mandi, solat magrib dan turun untuk makan malam.Hidangan rumahan yang lama tidak ia nikmati, jadi setiap pulang kerumah selalu merindukan masakan ibunya. Zora terlihat sangat menikmati hidangan yang membuat ibunya terus lebih sehat, Nyonya Anita juga jadi lebih mensyukuri kehadiran putrinya yang hilang hampir 2 tahun ini."Kau sudah kembali ke rumah
Yash mengawali hari yang baik, cuaca cukup cerah walau agak berangin memasuki bulan November, sarapan sesuatu yang lezat dan merasa hari ini harus ia lewati dengan baik.Dengan semangat paginya, ia menyapa beberapa karyawan dengan senyum hangat.Sampai ia masuk di ruangannya sendiri, melihat sekertarisnya sangat jelek dengan kantong mata di wajahnya yang lebih suram lagi bila terus di pandang."Apa ada sesuatu yang salah denganmu?" Bertanya heran dengan kecewa.Zora menatapnya bingung. Dan bertanya, "Apa terlihat ada yang salah?""Bercermin lah lihat seberapa buruk itu." Yash berdecak sambil memperhatikannya. "Pergi berdandan sana! Aku memulai hari yang sempurna, jadi jangan rusak dengan semua masalah di wajahmu. Sana!" Lalu melengos pergi menuju kantornya.Zora langsung melihat cermin, dan melihat riasannya baik-baik saja. Apa kurang tebal? Jadi dia bergegas ke kamar mandi untuk memperbaiki riasannya. Kantung mata memang terliha
Nyonya Anita tidak percaya ia menutup mulutnya yang terbuka karna terkejut. "Ada apa? Pasti Zora sangat menyinggungnya, anak ini benar-benar keras kepala!" Ada sedikit kemarahan yang tidak bisa disembunyikan diwajahnya. "Yang aku tau mereka sangat dekat Kak Dona, bahkan Affandra sangat sabar menunggu Zora. Kami bahkan makan malam bersama dan mereka sangat dekat."Dona berdeham, memperbaiki suaranya. "Aku benar-benar tidak mengerti, tapi beberapa hari ini tempramennya sangat buruk. Dia selalu diam. Mungkin kau bisa bicara pada Zora, tantang apa yang sebenarnya terjadi?"Anita mengangguk setuju. "Aku akan bicara padanya.""Sebenarnya, hari ini juga Affandra akan berpamitan untuk kembali ke San Fransisco bersama Kinan.""Bahkan ia memutuskan untuk pergi?" Anita sangat sedih mendengar kabar ini."Aku sangat tau bagaimana Affandra mencintai putrimu, walau sebenarnya aku sempat tidak rela mendengar kabar Zora yang selalu menolaknya." Dona menat
Akhirnya Nyonya Anita pun sudah mulai pulih dari sakitnya, dan dipersilakan untuk pulang. Direktur Fernando yang melayaninya sendiri."Tetap jaga kesehatan dan makanlah lebih banyak sayuran Nyonya." Ramahnya pada Nyonya Anita sambil mengantarnya ke lobi rumah sakit.Kali ini, Zora juga menemani ibunya untuk pulang dan sudah meletakan semua barang-barangnya dirumah."Zora ikut mama pulang kan?" Di dalam mobil, Nyonya Anita menyentuh punggung tangan putrinya lembut seraya memohon dan tersenyum."Aku sudah pindah dari kemarin, jadi aku akan menjaga mama mulai sekarang." Zora berkata lembut membalas senyum ibunya.Nyonya Anita menghela nafas. "Kenapa Affandra gak keliatan ya?""Mungkin sibuk mah, udah gak usah mikirin dia." Zora tersenyum pahit.Hari sudah siang, Tuan Arnold tidak bisa menjemput kali ini karna meeting penting dengan konsultan dari Filipina. Jadi Zora bertanggung jawab atas ibunya.Memasuki rumah bes