Mendengar teriakan Erna, Kenriki semakin merasa tertekan dan terancam. Langkahnya yang terseret seperti membawa beban yang berat ketika ia berusaha mendekati posisi di mana Erna berada.Sementara kedua orang tua Erna memperhatikan Kenriki seolah khawatir Kenriki tidak bisa melakukan apa yang mereka harapkan."Pi! Kenapa tidak menjawab pertanyaanku? Aku mau menikah dengan Kenriki, enggak papa jadi yang kedua, karena nanti juga pasti akan menjadi wanita satu-satunya, aku yakin itu, hanya aku yang bisa membuat Kenriki mendapatkan keturunan, dia tidak bisa memiliki anak dengan wanita lain, Pi! Istrinya hamil bukan dengan dia, aku yakin itu!""Berhenti mengatakan istriku selingkuh, Erna! Laura bukan wanita murahan, kau tidak berhak mengatakan hal itu untuknya, jadi aku tidak mau mendengar apapun kata-kata kamu yang menjelekkan dia!"Tersengal-sengal, Kenriki merespon perkataan Erna, tapi Erna melotot padanya."Kamu diam, Riki! Kamu fokus ke sini saja, dekati aku! Aku sedang bicara dengan a
"Iya, memang belum tahu karena ide itu mendadak didapatkan oleh isteri karena situasi yang memaksa. Rencananya setelah Erna kita amankan, baru kami mengatakannya, percayalah, kami tidak tahu kalau hanya gara-gara itu, Kenriki jadi kambuh.""Trauma seseorang itu bermacam-macam, kalau Kenriki ini sama seperti yang pernah saya alami dulu, jangankan disentuh, mendengar kata-kata yang sedikit vulgar yang mengarah padanya saja, dia pasti merasa terancam. Saya rasa karena sudah menahan diri beberapa saat karena berinteraksi dengan Erna, ditambah mendengar apa yang Bapak katakan tentang pernikahan itu, membuat Kenriki shock, dan akhirnya pingsan.""Walau tidak disentuh ya?""Benar.""Jadi, apakah itu berbahaya?""Kita lihat hasil pemeriksaan dokter dulu saja, semoga tidak kenapa-kenapa."Semua mengaminkan perkataan Mitha, sampai beberapa saat kemudian, dokter yang memeriksa Kenriki keluar dari ruang pemeriksaan dan Laura langsung menyongsong, begitu juga kedua orang tua Kenriki dengan wajah
"Aku tidak pernah melindungi seseorang yang berbuat kesalahan, Riki. Hanya saja, Erna memang tumbuh menjadi gadis yang egois, hingga ia merasa apapun yang ia lakukan tetap bisa ditoleransi padahal aku tidak demikian, namun dia menyepelekan."Kenriki menghela napas dan akhirnya, ia menceritakan apa yang dialaminya saat di luar negeri secara singkat tapi jelas keseluruhan. Ini membuat Pak Erwin terdiam seketika. Wajahnya menyimpan sebuah kemarahan, entah kemarahan itu ditujukan kepada siapa."Jadi obat penawar itu maksudnya tentang kau yang diinginkan Erna tidak memiliki keturunan dengan wanita lain selain dengannya?""Ya, tapi Allah menunjukkan kuasa-Nya. Sekarang, Laura hamil anakku, meskipun Erna bersikeras mengatakan itu bukan anakku, tapi aku yang tahu Laura itu bagaimana, aku yang pertama kali menyentuhnya, dan Laura bukan istri yang gampang disentuh pria lain. Jadi, aku yakin anak itu anakku!"Kenriki mengubah cara bicaranya yang awalnya memakai kata saya menjadi aku karena permi
Wajah Laura berubah mendengar apa yang diucapkan oleh ibunya di seberang sana. Ini membuat semua yang ada di situ menatapnya dengan tatapan mata ingin tahu.Laura berusaha untuk menenangkan ibunya, dan setelah itu ia menutup sambungan lalu menatap ke arah Mitha."Kak Lyoudra di atap rumah sakit, ibuku khawatir dia ingin bunuh diri, tapi tidak ada yang bisa membujuknya, apakah Dokter Ahmad hari ini akan kembali ke Jakarta?" tanya Laura pada Mitha."Lyoudra di atap? Hari ini jadwal dia untuk melakukan kemoterapi, pasti dia merasa itu adalah hal yang berat karena pernah melakukan itu sebelumnya. Ahmad memang mau pulang, tapi coba aku hubungi dulu dia di mana sekarang, biasanya sebelum pulang dia ke rumah sakit untuk pamit, mungkin saja dia masih di rumah sakit."Mitha segera mengeluarkan ponselnya. Lalu ia menghubungi Ahmad. Kali ini tidak melalui pesan karena situasi sedang urgent.Perempuan itu terlihat bicara di ponselnya tersebut dan semuanya memperhatikan dengan harapan, Ahmad belu
"Kau benar-benar enggak punya naluri, Ahmad!""Tergantung dengan siapa aku bersikap, kalau aku menghadapi orang sepertimu, apakah aku harus selalu menggunakan naluri?""Aku akan lompat!""Lalu?"Gerakan Lyoudra terhenti ketika mendengar tanggapan Ahmad untuk ancamannya."Kau tidak peduli?""Kalau kau sendiri saja tidak peduli dengan dirimu sendiri, untuk apa kau berharap orang peduli?""Kamu jahat!!! Kamu jahat!!! Padahal kamu suka sama aku, kan? Kamu suka sama aku, kan? Kalau enggak, mana mungkin kamu mau menuruti apa yang aku inginkan padahal kamu tidak bekerja di sini, kamu itu suka sama aku, Ahmad, iya, kan!!"Lyoudra beranjak ke arah Ahmad dan langsung memukul dokter itu seraya meneriakkan kata-kata tersebut pada Ahmad. Ahmad membiarkan perempuan itu berbuat demikian dan kedua orang tua Lyoudra semakin cemas melihat apa yang dilakukan oleh Lyoudra pada Ahmad."Lyoudra, apakah di sini kau yang sedang salah paham padaku? Kau mengira, aku yang sanggup menuruti kemauan kamu itu suka
"Dokter, apakah harus seperti itu? Anak saya sedang sakit, Dokter menurunkan dia dari gendongan dengan kasar? Alasan apapun itu saya rasa itu tidak bisa diterima, Anda seorang dokter dan Lyoudra sedang sakit!"Ibunya Lyoudra langsung menanggapi apa yang dikatakan oleh anaknya. Sebuah pengakuan berbalut kebohongan yang tadi ingin dibantah Ahmad tapi didahului oleh ibunya Lyoudra karena tidak terima Ahmad menurunkan anaknya dengan kasar seperti tadi. "Maaf, tapi anak Ibu kurang ajar, saya tidak suka dengan apa yang dilakukannya tadi!" Lyoudra memeluk ibunya dan mulai merengek seolah ia ingin ibunya tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Ahmad.Sementara itu, ayah Lyoudra yang percaya bahwa sang anak yang sudah melakukan tindakan yang membuat Dokter Ahmad tidak nyaman maju menghampiri dokter tersebut."Maafkan anak saya, dia sudah banyak merepotkan Dokter, saya mohon maaf sebesar-besarnya."Ucapan ayah Lyoudra ingin direspon baik oleh Ahmad yang lumayan merasa kemarahannya sedikit
"Siapa aja kagak masalah si sebenarnya, Ahmad merasa bertanggung jawab karena Mitha celaka sebabnya dia lalai walaupun ini gara-gara Lampir itu, Rei bertanggung jawab karena dia partner Mitha, yang mana dia pasti disorot kalau ada sesuatu yang terjadi sama Mitha."Rick yang menjawab pertanyaan Ahmad, dan Rei setuju dengan apa yang diucapkan oleh Rick. Siapapun itu tidak masalah, namun, apakah Mitha tidak marah jika ia justru tidak mematuhi lagi aturan yang dibuat perempuan itu sebelum menjadi partnernya?Beberapa saat kemudian Rei dan Rick akhirnya masuk ke dalam ruang di mana Mitha dirawat ketika suster sudah memindahkan Mitha dari ruang IGD ke ruang rawat inap. Sementara itu, Ahmad yang bertanggung jawab atas musibah yang menimpa Mitha segera melakukan tanggungjawabnya di bagian administrasi. Membiarkan keduanya masuk lebih dulu menengok baru kemudian dirinya.Mitha baru siuman ketika Rei dan Rick sudah beberapa saat di dalam ruangan di mana ia dirawat. Rei mencegah saat Mitha ingin
Ahmad memotong ucapan Mitha yang kukuh mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Dan kini Mitha terdiam mendengar perkataan dokter tersebut."Kagak papa, Mith, kagak perlu banyak mikir, gue ikhlas asal itu buat kebaikan lu, gue hubungi laki lu dulu, ya?" kata Rei setelah Mitha tidak kunjung bicara. "Enggak perlu, kalau nanti setelah rontgen ada sesuatu yang fatal, aku sendiri yang ngomong sama dia, sekarang dia sedang di luar kota, medannya sulit, mengabarkan kondisiku sekarang akan membuat dia tidak bisa bekerja dengan baik, buru-buru pulang juga bukan sesuatu yang baik, lebih baik nanti saja."Mitha tetap mencegah apa yang ingin dilakukan oleh Rei, hingga Rei menatapnya dengan sorot mata yang serius."Lu yakin?""Ya."Rei berpaling pada Ahmad dan juga Rick, namun kedua pria itu juga tidak bisa berbuat banyak, karena memang jika Mitha sudah membuat keputusan, perempuan itu akan sulit merubah keputusannya kembali karena keputusan yang diambil bukan sebuah hasil dari pemikiran yang ter