SUAMI ONLINE 4
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Banyak jalan ketika memilih mengawali sebuah pernikahan. Ada yang mulai proses pengenalan diri lebih dulu, ada juga yang langsung menuju ke pernikahan tanpa tahu perasaan mereka.
Danesh dan Kenes berada di posisi kedua. Di mana pernikahan tidak dibarengi oleh perkenalan dan perasaan.
Untuk bisa mengawali keduanya, Danesh memilih dengan caranya sendiri. Mendekati dan menggali wujud Kenes secara pelan.
Jadi wajar saja kalau kode tubuh masih kaku menyampaikan perasaan. Baik suka atau tidak suka.
Sebagai lelaki, tentunya harus bisa menutupi kelemahan hubungan mereka berdua. Termasuk dari godaan receh para remaja. Danesh tidak ingin wanita yang tengah diperjuangkan mengalami hal tidak menyenangkan.
"Em ... kamu gak apa-apa kan?" tanya Danesh memastikan. Ia takut Kenes merasa malu atau minder. Karena ini adalah momen pertama bagi mereka.
"Aku gak apa-apa. Santai aja," jawab Kenes sebiasa mungkin. Padahal hatinya mungkin sudah berdarah dan perih.
"Syukurlah kalau begitu. Ya udah, kita makan di sini aja. Yang deket," titahnya lagi sambil mendekati penjual nasi goreng.
Kenes memperhatikan sekeliling. Ada banyak pasangan remaja dan sudah berkeluarga sedang makan bersama. Menikmati malam dengan orang-orang terkasih, sungguh hal sederhana tapi bahagia.
Cara mereka berinteraksi dengan pasangan sangat bertolak belakang dengan dirinya. Ia justru merasa tidak bersyukur bisa mendapat pria yang menurutnya lumayan dari segi mana pun.
Danesh memang pria yang tampan. Ia akui. Tapi ya itu ... ia masih belum menerima caranya menikah.
"Hei ... kamu liatin apa? Kamu pengen kayak mereka?" bisik Danesh yang membuat Kenes terkejut. Lamunannya membuyar seketika.
Saat Kenes berbalik, tanpa sengaja wajah mereka bertemu di jarak yang begitu dekat. Kenes berusaha menelan ludahnya sendiri. Ia mencoba menahan gejolak dalam dada yang mulai tak terkendali.
Sorot mata itu seperti memiliki magnet. Yang menarik untuk menatapnya terus menerus. Manik kehitaman itu ... mengingatkan mata milik Emran.
Lampu sudut kota yang bercahaya terang membuat wajah Danesh berubah menjadi lebih tampan. Senyum lesung pipinya semakin menambah pesonanya. Kenes baru menyadari kalau Danesh punya pesona lain di malam hari.
Seperti bulan yang hanya bersinar di malam hari. Sinarnya menyihir mata yang memandangnya. Kenes merasakan desiran aneh merasuk lebih dalam ke relung jiwa.
"Aku tampan, kan?" Danesh berbisik tepat di rungu wanita yang masih menatapnya tanpa berkedip. Ia tahu wanita di depannya sudah mulai terperangkap sihir cinta.
Anehnya, Kenes malah mengangguk sekali. Mengiakan ketampanan Danesh. Sungguh pengakuan yang sangat jujur. Namun, senggolan bahu dari seseorang langsung menyadarkan akalnya. Hingga kembali dalam mode kenyataan.
"Kamu kenapa senyum begitu? Deket-deket lagi ... jauhan dikit dari wajahku!" ucap Kenes sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia sadar dirinya telah berbeda.
"Haish! Bisa-bisanya mengakui kalau Danesh tampan. Pasti ia punya mantra untuk menyihirnya," gumamnya dalam hati.
Seketika tangan Danesh menggenggam erat jemari Kenes dan menuntunnya mencari tempat duduk. Melihatnya sok kuat, sok cuek, membuat hatinya sedikit sakit. Apa susahnya sih, jujur sama perasaan sendiri. Iya, gak?
Padahal tadi sangat jelas arti tatapan matanya. Namun, selalu saja berpaling dan menghindar. Ia mungkin masih membutuhkan waktu untuk memahami hatinya sendiri.
Kenes menurut ketika tangannya digandeng begitu saja. Ia tidak menolak meski akalnya sering bergejolak.
Kenes menatap sendok dan garpu dalam wadah. Ia ingin menjadi seperti mereka yang selalu berpasangan. Saling menjaga dan saling membutuhkan. Sedangkan dirinya? Berpasangan tapi belum bisa saling membutuhkan.
"Ini, Mas, mie gorengnya. Dua porsi, satu pedas, satunya lagi setengah pedas," ucap bapak penjual sembari meletakkan dua piring mie goreng di meja.
Suara benturan piring dan meja kembali mengalihkan pikiran Kenes.
"Makasih, Pak," jawab Danesh sopan.
Kenes melongo menatap piring dengan porsi mie goreng yang lumayan banyak untuk ukuran perempuan. Kalau tiap Minggu pergi ke sini, bisa dipastikan tubuhnya akan melar seperti bola bekel yang direndam minyak tanah.
"Kenapa diliatin? Ayo makan," titah Danesh sambil menggeser mie goreng pedas tepat di depan Kenes.
Ia sedikit tahu kalau Kenes suka makanan pedas. Sedangkan dirinya tidak terlalu suka.
"Tapi ini porsinya kebanyakan? Kalau gak habis sayang ...." Kenes menatap pria yang mungkin tidak pernah peduli akan timbangan. Bagi wanita mana pun, timbangan itu sangat penting. Bahkan bisa menentukan hidup dan mati. Lebay!
Danesh meletakkan sendok kembali ke piring. Lalu menatapnya lekat. Ia tahu, Kenes pasti takut tubuhnya berisi. Padahal, mau dia berisi atau tidak, perasaanya akan selalu sama. Eaaa ....
"Emang kenapa? Butuh tenaga banyak untuk menghadapi kehidupan. Apalagi kenyataan akan pernikahan kita. Kamu butuh tenaga ekstra untuk memikirkan hubungan ini mau dibawa ke mana. Kalau kamu takut berisi, aku siap menemani lari pagi. Dengan senang hati malah," ucap Danesh panjang lebar yang membuat Kenes merasa serba salah.
"Udah makan. Jangan banyak mikir ini itu. Aku tahu kamu lapar," imbuhnya lagi. Lalu kembali menyentuh sendok yang sempat ia lupakan.
Pria juga harus begitu. Tidak boleh melupakan sesuatu yang sudah dipegang sebelumnya. Termasuk janji Danesh yang telah disaksikan orang tua Kenes dan Tuhan akan menjadi suami yang patut dibanggakan.
Hampir lima belas menit keduanya sibuk saling menyantap mie goreng. Tidak ada yang bicara. Hanya suara denting sendok yang beradu mewakili perasaan keduanya.
Danesh menghabiskan makanannya lebih dulu. Kemudian meminum teh manis hangat untuk menutup makan malamnya.
Teh manis itu lagi-lagi membawa ingatan Kenes akan Emran. Kenapa ada banyak sekali persamaan antara Danesh dan Emran.
Matanya ... dan sekarang teh manis hangat.
Apa mungkin mereka kembar?
Danesh menatap Kenes yang terus melihat gelasnya. Apa dia kepedasan?
"Kamu mau minum?" tawarnya. Ia merasa heran melihat ekspresi Kenes.
Kenes tersadar sedang diperhatikan.
"Heh? Eh, iya. Mienya pedes banget," jawabnya sambil menarik napas dari bibirnya yang memerah. Bukan karena gincu tapi karena cabai.
"Ini minum punyaku. Teh manis hangat cukup manjur buat ngilangin pedas." Danesh menyodorkan gelasnya yang masih tersisa setengah.
Kenes meminumnya habis dalam sekali tegukan.
"Pelan-pelan, Ken-ken ...." Danesh mengambil tisu lalu mengelap bibir yang masih sedikit memerah. Lalu beralih mengusap keringat di kening karena kepedasan.
Kenes mematung mendapati perlakuan Danesh yang di luar dugaan. Apalagi tadi cara memanggil namanya. Sama seperti Emran yang sempat memberinya banyak gulali lewat panggilannya.
Pikirannya kini semakin tidak terkendali. Ingin bertanya tapi takut marah karena membahas pria lain di depannya. Ingin memendam tapi sudah terlanjur penasaran.
"Tadi kamu manggil aku apa?" tanya Kenes ragu. Cukup sudah ia menyimpan semua dugaannya.
Danesh menurunkan tangannya dan membuang tisu di piring.
"Ken-ken-kenes ... itu namamu, kan? Emang kenapa sih? Apa ada orang lain yang memanggil Ken-ken?" tanya Danesh seolah ingin tahu. Ia dapat melihat ada sesuatu yang berbeda di mata Kenes kala menyebut nama itu.
"Enggak apa-apa. Hanya mengingatkan seseorang yang pernah singgah sebentar," jawab Kenes lalu menatap ke arah lain.
"Oh. Kenapa singgahnya hanya sebentar? Cuma numpang ngopi kah?" tanyanya lagi.
Dada Kenes terasa nyeri. Waktu memang sungguh egois. Selalu berputar dengan caranya sendiri dan meninggalkan bekas ingatan. Ia berharap ada mesin waktu untuk menghentikan pertemuannya dengan Emran.
"Iya. Bukan numpang ngopi tapi ngeteh. Lagian juga dia udah nikah di hari yang sama dengan pernikahan kita." Kenes berusaha tidak menutupi apa pun.
Karena ia sadar, lambat laun kejujuran akan membuka jalan mana yang akan diambil.
Entah perpisahan atau melanjutkan hubungan yang terlanjur sudah ada ikatan.
Danesh merasa bersalah sudah bertanya tentang hal yang membuat wanita di depannya merasa sedih. Ia seharusnya tidak bertanya. Akan tetapi, ini memudahkan langkahnya harus mengambil sikap seperti apa nantinya.
"Ya udah. Yang lalu biarlah berlalu. Kita akan buat cerita baru. Meski caranya beda, tapi usaha akan menghasilkan hati yang sama. Aku percaya waktu akan memberikan kesempatan kita untuk bahagia. Gimana kalau kita jalan kaki mengelilingi Alun-Alun?" Danesh menawari sesuatu yang ingin Kenes lakukan sejak dulu.
Kenes dulu sempat punya keinginan berjalan kaki dengan pria yang akan menjadi suaminya. Sekarang akan terwujud, meski hatinya belum sepenuhnya menerima Danesh sebagai suaminya.
Danesh ingin membayar semua makanannya agar bisa segera jalan-jalan berdua bersama Kenes.
"Pak, semuanya berapa?" tanya Danesh.
Penjual mie goreng berbalik, melirik dua piring dan satu teh manis hangat. Air putih tidak masuk hitungan.
"Semuanya dua puluh lima ribu, Mas," jawab penjual mie dengan ramah.
Danesh segera merogoh saku celananya, membuka dompetnya dan menyerahkan uang pas. "Makasih, Pak."
"Sama-sama, Mas. Semoga kalau ke sini lagi sudah bertiga," ucapnya tanpa dosa.
Keduanya saling melirik menanggapi ucapan penjual mie. Danesh mengamini sebagai doa dalam hati. Akan tetapi, Kenes sepertinya merasa sedikit terkejut.
Danesh mengulurkan tangannya membantu Kenes berdiri. Ia hanya menatap tangan yang menggantung di depan wajahnya. Hatinya ragu mau menerima atau tidak.
"Buruan ... jadi jalan-jalan gak?" ucap Danesh membuyarkan pilihannya.
Kenes perlahan menempelkan tangannya dan mengenggam kuat agar bisa berdiri. Mereka hampir bertubrukan saat berhasil berdiri sejajar. Menyisakan jarak yang begitu dekat, sampai debar dalam dada terdengar hebat.
Danesh menatap lekat sepasang manik kehitaman yang masih tersirat banyak keraguan. Sedangkan Kenes mulai merasa tatapan Danesh persis seperti milik Emran. Nama mereka mungkin berbeda, tetapi dari sorot matanya terlihat nyata, sama.
"Cie ... udah berani pegangan dan tatap-tatapan. Bentar lagi pasti hatinya berjatuhan di taman cinta karena kasmaran."
"Entar habis pulang dari sini pasti akan terbayang dia seorang."
Mereka tersadar saat mendengar suara godaan dari para remaja yang sama. Kenes segera melepaskan pegangan tangannya. Harga dirinya lenyap seketika karena godaan yang tidak berm*ral.
Sementara Danesh menatap Kenes yang tersipu malu. Wajahnya yang merona kemerahan membuat Danesh ingin tertawa. Namun, ia tahan sebisa mungkin.
Ia merasa beruntung mengajak Kenes jalan-jalan malam ini. Ia jadi bisa melihat reaksi Kenes yang salah tingkah, lucu. Sama persis saat mereka bertemu pertama kali.
"Maaf, Ken ... aku memang Emran. Tapi aku ingin kamu menyadari sendiri. Sampai hatimu yakin akan perasaanmu."
-------***--------
Bersambung
SUAMI ONLINE 5Oleh: Kenong Auliya Zhafira Seseorang yang baru dikenal karena perjodohan terkadang membutuhkan sedikit kebohongan untuk memancing seberapa yakin hatinya akan hubungan yang ada. Kepekaan bisa saja goyah karena kenyataan yang ditampilkan berbeda dengan bayangan.Kenes masih tidak peka persamaan antara Emran dan Danesh. Padahal jelas-jelas nama pria yang menikahinya secara online adalah Danesh Emran.Wanita bisa menjadi makhluk pengingat terbaik soal kesalahan pria. Akan tetapi, terkadang kepekaannya bisa berkurang drastis hanya karena bingung antara yakin atau tidak.Kenes menjadi salah satunya, di mana ia tidak mampu mengumpulkan kepingan-kepingan ingatan hingga membentuk pembenaran yang sempurna.Dalam diam, Danesh berterima kasih pada remaja yang menggoda mereka. Ia jadi bisa tahu kalau Kenes merasa salah tingk
SUAMI ONLINE 6 Oleh: Kenong Auliya Zhafira Perasaan memang bisa hadir karena terbiasa berjumpa dan saling menggoda. Begitu juga cemburu. Ia bisa hadir tanpa melihat waktu dan tempat. Meskipun terkadang merasa kewalahan karena selalu hadir di saat akal hilang kesadaran. Kenes mulai merasa aneh melihat tatapan Silviana yang tertuju pada Danesh. Nada bicaranya seakan begitu mengenal suaminya. Akan tetapi, mendengar kejujuran Danesh yang tidak menyembunyikan statusnya membuat satu kebanggan tersendiri di hati Kenes. Mungkin seharusnya ia juga ikut membuka diri untuk kehadiran Danesh yang memang telah resmi menjadi pasangan hidupnya. Ia sudah menghilangkan julukan perawan tua darinya. Wajah Silviana nampak meredup mendengar jawaban Danesh. Ada binar yang memudar di sorot matanya. "Jadi kamu beneran menerima per
SUAMI ONLINE 7 Oleh: Kenong Auliya Zhafira Wanita merupakan makhluk paling benar di muka bumi. Wanita juga sebagian tulang rusuk dari pasangannya. Sebagai pria sekaligus suami, jangan pernah berharap akan ada pembelaan tentang rumah tangga dan perasaan. Apa yang kita lakukan bisa selalu salah di mata istri. Ada beberapa hal sensitif yang memicu emosi wanita, seperti handuk basah yang tertinggal di atas kasur, mengambil baju dengan asal, dan masih banyak lagi. Jiwa dan mental harus bersiaga setiap saat jika sewaktu-waktu mereka komplain. Seperti sekarang .... Danesh masih tidak percaya kalau apa yang ia lakukan menjadi kesalahan. Bibirnya masih kaku untuk menjawab pertanyaan sang wanita. "Jawab, Mas?! Ini baju-bajunya kenapa? Kok, malah berantakan?" Kene
SUAMI ONLINE 8AOleh: Kenong Auliya Zhafira Menikah karena perjodohan dengan cara online memang terkadang bisa menyisakan sedikit ketakutan serta keraguan. Kedua rasa itu akan selalu menyelimuti kalbu karena hati yang belum bisa berdamai dengan keadaan. Apalagi jika harus melakukan sesuatu yang belum diinginkan, termasuk ci*man. Kenes terpaku, nalarnya masih belum mencerna pertanyaan Danesh itu sesuatu yang hanya membutuhkan jawaban atau tindakan. Tubuhnya mulai berkeringat dingin. Ia belum siap sama sekali jika harus bersentuhan dengan hati yang bergej*lak karena cinta.Danesh dengan sabar menunggu jawaban dari Kenes. Ia sadar kalau pertanyaannya mungkin terlalu cepat di awal pendalaman karakter. Namun, ada rasa ingin menc*umnya agar bisa seperti pasangan sah yang lain. Hal ini juga yang tidak bisa ia lakukan saat menikah ka
SUAMI ONLINE 8BOleh: Kenong Auliya ZhafiraDanesh bisa mengerti ketakutan itu. Ia hanya mengambil langkah yang sebisa mungkin masih memenuhi syarat sahnya pernikahan. Sebelumnya para orang tua juga sudah memikirkan hal ini sebelum pernikahan terjadi."Aku sempat mencari tahu sedikit di internet. Pernikahan online yang dihadiri wali dari perempuan dan calon suami juga para saksi bisa dinyatakan sah. Apalagi dilakukan di satu ruangan. Tapi nanti aku coba cari tahu lagi pada orang yang lebih ahli. Selama menunggu, aku tidak akan meminta hakku. Setidaknya sampai kamu benar-benar mau menerimaku sebagai belahan jiwamu," jawab Danesh dengan senyum khasnya.Kenes mengerutkan dahinya. Ia berpikir kalau pria di depannya sudah tahu kebenaran tentang pernikahan dua hari yang lalu. Namun, ia bersyukur Danesh mau memahami rasa takutnya. Apalagi dia mau memutuskan menunda hal yang menjad
SUAMI ONLINE 9Oleh: Kenong Auliya Zhafira Hubungan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan bisa menyisakan rasa sakit. Sakit yang mampu mengubah manusia menjadi pend*ndam. Padahal, dirinya hanya memerlukan kebesaran hati untuk menerima kenyataan.Pria itu masih saja menatap kemesraan wanita yang selalu menjadi incaran hidupnya. Ada rasa tidak rela kalau Kenes bisa bahagia, sedangkan dirinya masih saja meratapi lukanya. Di bawah pohon mangga, ia menyaksikan adegan yang membuat hatinya semakin lara.Kenes tidak pernah menyadari bahwa keinginannya untuk sendiri akan menyakit hati orang lain. Akan tetapi, bukan salahnya juga jika tidak bisa menerima mereka. Masalahnya adalah tentang hati. Hati akan memilih sendiri siapa yang membuatnya berada dalam kenyamanan.Begitu juga apa yang tengah ia rasak
SUAMI ONLINE 10AOleh: Kenong Auliya Zhafira Kecurigaan yang tidak ada buktinya bisa menjadi fitnah dan berujung kesalahpahaman. Kenes masih berusaha membuang jauh pikirannya tentang dia. Ia tidak berpikir negatif sebelum mendapatkan bukti. Dulu, ia sudah menjelaskan banyak alasan karena tidak bisa menerima hubungan yang pernah ditawarkan olehnya.Patah hati memang sakit, tetapi jika sampai membuatnya menjadi pengunt*t, itu cukup keterlaluan. Kenes tidak bisa membayangkan jika dia benar-benar melakukannya. Atau mungkin penolakan itu membekas begitu kuat?Kenes sudah pernah meminta maaf padanya saat malam purnama di depan warungnya. Bulan dan bintang yang menjadi saksinya. Malam itu, ia terlihat legowo dan bisa menerima keputusannya. Akan tetapi, dalamnya hati tidak ada yang tahu. Bisa saja ia terluka karen
SUAMI ONLINE 10BOleh: Kenong Auliya ZhafiraIya. Kan, Masnya nikah di ponsel. Saya kemarin yang nemenin Mbak Kenes. Kasian tiap hari liat Mbak Kenes pulang malam, nggak ada yang nyambut, nggak ada yang antar jemput. Tapi sekarang lumayan senang Mbak Kenes sudah punya orang yang selalu menemani. Saya turut bahagia untuk kalian. Masnya yang sering ngalah sama Mbak Kenes, ya?" pesan wanita itu setelah menceritakan kedetakan mereka.Danseh merasa tenang ada satu orang yang mengetahui statusnya dengan Kenes, setidaknya ada yang mendukungnya."Makasih, Bu, doanya. Insyaallah saya akan mencoba belajar memahami Kenes. Sekali lagi terima kasih untuk doa dan makanannya," jawab Danesh seraya menganggukkan kepala."Sama-sama, Mas. Salam buat Mbak Kenesnya. Saya pamit," ucapnya kemudian berlalu pergi.Hal semacam in
SUAMI ONLINE 44 C Last Episode Oleh: Kenong Auliya Zhafira Sementara di tempat prasmanan, Kenes melihat romantisnya Ratan mengambil banyak makanan untuk Silviana yang tengah merasakan ngidam. Ternyata ia bisa menjadi suami siaga. Meski pesonanya masih kalah jauh dibanding Danesh–suaminya. Setelah puas menikmati hidangan acara, Kenes memutuskan pulang. Apalagi Athalla terlihat mengantuk. Kasian kalau harus tidur dalam gendongan. Keduanya berpamitan, lalu meninggalkan acara. Danesh sengaja melajukan motor kecepatan sedang agar sampai ke rumah dengan cepat. Hanya sepuluh menit akhirnya mereka bisa menidurkan Athalla di kamar. Tubuh mungilnya menggeliat merasakan pergerakan. Suasana kamar yang sejuk membuat tidurnya kembali anteng. "Mas, tungguin ya ... aku mau ganti baju dulu," pinta Kenes sembari menuju ke lemari untuk
SUAMI ONLINE 44 BLast EpisodeOleh: Kenong Auliya ZhafiraWanita yang tampah menahan air matanya menjawab penuh binar bahagia. "Wah, makasih, Mbak Bos!"Inilah yang membuat Yuyun bertahan di sini. Mempunyai juragan royal dan tidak pelit. Selain itu kepercayaan yang diberikan itu penuh totalitas. Kali ini mereka bisa bertemu dengan keadaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bahkan banyak kebaikan yang menyertai kehidupan mereka.Kebahagiaan mereka bertambah kali lipat kala mendapati kedatangan orang tua dan mertuanya. Mereka terlihat tengah berjalan memasuki warung. Setelah menangkap gerombolan orang yang dikenal, mereka menghampiri dengan binar penuh kerinduan.Athalla yang tengah anteng dalam gendongan mendadak tertawa mendapati ciuman bertubi-tubi dari kedua neneknya."Ibu ke sini, kok, nggak bilang
SUAMI ONLINE 44 ALast EpisodeOleh: Kenong Auliya ZhafiraMelihat orang yang telah lama tidak bertemu dengan penampilan berbeda pasti merasa terpesona. Apalagi jika itu mengarah hal lebih baik. Ditambah lagi itu adalah sesuatu yang memang menjadi kewajiban wanita muslim.Yuyun masih menatap takjub kecantikan Mbak Bosnya. Ada keinginan merayap ke hati jika nanti sudah siap lahir batin berpenampilan seperti wanita panutannya dalam bekerja.Rasa haru tersingkir untuk menyapa kehadiran pemilik warung seblak yang tiap hari bertambah ramai."Ya, Allah, Mbak Bos! Tambah cantik aja tidak bertemu berbulan-bulan. Dari tadi kenapa nggak bilang, malah diem aja!" protes Yuyun sambil melepaskan pelukan. Kemudian beralih menatap bayi mungil yang tengah memperhatikannya dengan seksama. Seperti ada rasa takut bertemu orang baru."Dika
SUAMI ONLINE 43 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraEnam bulan kemudian ....Athalla yang kini berusia enam bulan lebih terlihat menggemaskan. Momen terbaik perkembangan Athalla menjadi memori yang tidak akan terlupakan oleh keduanya. Bagaimana lelahnya begadang dan memahami tangisannya menjadi pengalaman melelahkan tapi membahagiakan.Mereka saling bahu membahu menjaga buah hati bergantian. Ketika Kenes membersihkan diri, maka Danesh bertugas menjaga anaknya. Mengajak bercanda dan bermain cilukba telah menjadi candu yang mengembalikkan rasa penat."Sayangnya Ayah, sekarang udah bisa ketawa ... bajunya juga bagus, jadi tambah ganteng," puji Danesh sembari menciumi perut Athalla. Suara tawanya terdengar begitu bahagia.Kenes yang baru selesai mandi menjadi gemas dengan tingkah suaminya. Ia s
SUAMI ONLINE 43 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMendapat menu sarapan lain dari biasanya, rasanya sedikit menurunkan nafsu makan. Hidup sekarang bukanlah seperti zaman orang tuanya. Di mana sudah banyak kemajuan di bidang teknologi dan ilmu kesehatan. Akan tetapi, sekarang harus disuguhkan kehidupan yang sama seperti ibunya dulu.Kenes menatap isi meja makan. Meski rasa masakan ibunya selalu menjadi juara di hati, tetapi jika harus menu seperti ini setiap hari dipastikan bosan.Sang ibu yang tiba-tiba berdiri di belakangnya mengamati gerak anaknya. Ia tahu kalau menu sarapannya pasti tidak sesuai selera."Kenapa hanya diliatin? Ayo, sarapan. Biar ASI kamu lancar," ucap wanita yang melahirkannya 32 tahun lalu.Kenes menoleh, menatap sang ibu. "Apa cuma ini, Bu? Masa sayur bening sama rebusan tempe?" keluhnya.
SUAMI ONLINE 42Oleh: Kenong Auliya ZhafiraKekuatan memberi senyum pada pasangan kadang bisa menjadi penyemangat diri sendiri untuk terus berjuang melawan ribuan luka. Melihat pasangan menangis bukan hal yang ingin dilihatnya saat ini.Kekuatan itu mampu memberi sugesti positif untuk tetap bertahan menghadapi berbagai macam keadaan. Walaupun dalam kondisi terlara sekali pun.Kenes yang mulai menemukan kembali kekuatannya langsung fokus pada arahan Bu Rose. Tekadnya berjuang perlahan membara demi kehidupan yang didambakan keluarga. Memiliki buah hati sebagai penerus adalah imipan bagi setiap perempuan. Sedangkan dirinya hanya tinggal selangkah lagi untuk mendapatkan malaikat kecil."Sekali lagi ya, Mbak ... tarik napas dalam ... lalu mengejan." Bu Rose tidak lelah memberi arahan.Kenes menghirup napas sedalam mu
SUAMI ONLINE 41Oleh: Kenong Auliya ZhafiraMerasakan sakit luar biasa pertama kali karena proses spesial menjadi seorang ibu merupakan pertaruhan hidup dan mati. Di mana harus berjuang memberikan kehidupan baru tanpa memedulikan kehidupannya sendiri.Kenes tengah merasakan awal perjuangan itu. Perut yang semakin terasa kencang dan sakit dalam durasi lebih lama membuat perasaan tidak menentu. Apalagi ditambah tidak ada orang yang dikenal melewati depan rumahnya.Kepala Kenes sudah dipenuhi berbagai pikiran buruk. Daripada menunggu orang lain, lebih baik ia masuk mengambil ponsel dan menghubungi sang suami. Namun, baru saja berbalik rungunya mendengar suara yang cukup dikenalnya."Mbak Kenes ... Mbak Kenes ... Mbak, nggak apa-apa? Apa perutnya sakit?" Bu Hesti mengelus lengan wanita di
SUAMI ONLINE 40Oleh: Kenong Auliya ZhafiraDebaran dada akan selalu mewarnai jika berbicara soal hubungan. Rasa semakin bergelora dan tidak menentu meski hanya lewat tatapan mata. Momen indah dalam rumah tangga yang tidak akan pernah habis memberikan sensasi istimewa untuk sebuah keharmonisan.Kenes tahu betul jika prianya kini ingin membuktikan ucapannya. Senyum itu terlihat nyata, menyiratkan satu gairah cinta. Akan tetapi, semua itu tertahan karena keadaan yang tidak lagi sama seperti dulu. Ada sesuatu yang lebih membuatnya berharga dari apa pun. Namun, sorot matanya seolah mengunci setiap gerakannya.Pria di depannya kian mendekat, hingga embusan napasnya terasa hangat menerpa wajah. Kenes menggenggam erat bajunya ketika bibir yang sering menyesap manis madu hampir menempel di atas bibirnya.Danesh t
SUAMI ONLINE 39 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraKenes mengerutkan dahi, memikirkan ucapan wanita yang seperti ibunya sendiri. "Em ... kalau perutnya ke bawah pertanda itu kah? Memang bulan ini udah sembilan bulan jalan," terangnya sembari menatap wajah Bu Hesti yang terlihat jelas guratan kerutan di matanya.Bu Hesti mengangguk sebagai jawaban. Banyak doa terselip dalam malamnya untuk kesehatan keluarga kecil Mbak Kenes. Sedetik kemudian, Bu Hesti berjalan mendekat sambil membisikkan sesuatu. "Satu rahasia lagi biar bayinya mau cepat keluar," ucapnya.Wanita yang masih bingung itu menatap Bu Hesti penuh tanda tanya. Rahasia apa yang sebenarnya dimaksud olehnya. "Ra--rahasia? A--apa?" tanya Kenes terbata."Berhubungan. Sekalian sebagai tanda kalau sang ayah menengok keadaan bayinya," jawab Bu Hesti lalu tersenyum ja