"Aku berani sumpah Bu, kalau aku sama sekali tidak sengaja mendorong tubuh Kania, tadi dia yang menghalangi jalanku untuk masuk kedalam rumah." Dengan demikian aku mencoba menjelaskan pada mertuaku perihal kejadian yang sebenarnya.Walaupun hasilnya nihil sekali mertuaku tak mau mempercayaiku sama sekali."Lebih baik kamu pergi Dari sini Marisa! Kamu hanya membuat onar saja," sungut Bu Sonia sambil mencoba membangunkan tubuh Kania. Matanya begitu melotot seakan semuanya aku yang salah, padah jelas sekali, aku hanya korban dari fitnahan Kania.Dari pada aku terus berdiam disini, lebih baik aku pergi saja tinggalkan mereka, semuanya hanya percuma, Bu Sonia pasti tidak akan pernah mempercayaiku walaupun sudah kujelaskan, walaupun aku sudah bersimpuh lutut pun, semuanya percuma dan percuma.Aku melenggang ke arah kamarku yang tak jauh dari ruangan utama, kulihat Ayah Hadiman telah siaga di sama sambil menatapku yang sudah mulai berkaca-kaca."Kamu kenapa Mar, kenapa kamu sampai menangis
"Marisa mana sih? Mana hujan sudah mulai turun deras lagi. Dasar wanita, memang keras kepala. Gak sabaran juga, padahal tinggal nunggu beberapa menit saja," gerutu Dio sambil menyetir mobil matanya fokus pada tepi jalan mencari keberadaan istrinya yang nekat pergi sendiri berjalan kaki.Ada percikan rasa cemas di benaknya lantaran hujan deras mulai luruh dari langit.Saat Dio fokus dengan arah depan jalan, terlihat seorang wanita yang sedang mengayuh sepeda menarik perhatian Dio. Mata tak terkendalikan kini hanya fokus memandang wanita itu yang sekelebat berpapasan.Dio tercengang seketika, sambil matanya melotot.."Kenapa itu seperti Salsa, apa wanita hanya sekedar mirip?" gumam Dio sambil memandang kaca spion untuk mencermati wanita yang barusan berpapasan dengannya.Alangkah rasa penasaran Dio semakin memuncak saat hatinya begitu yakin bahwa yang dilihat oleh mata kepalanya sendiri adalah Salsa -sang mantan istri.Dio pun tak punya pilihan lain lagi selain memutar balikan arah mobi
"Duh kok hujan sih, jangan hujan dong. Aku belum sampai ke tempat tujuan. Jangan hujan, jangan hujan," gumamku sambil berjalan tergopoh lantaran hujan yang mulai turun deras.Mataku terus celingukan semoga saja aku menemukan orang yang kukenal. Dan andai orang itu mau menolongku untuk berteduh di bawah derasnya air hujan ini. Baju yang kupakai mulai basah membuat badanku terasa dingin seketika. Keinginanku yang begitu besar tak mampu ku kendalikan hingga aku nekat pergi dari rumah tanpa sepengetahuan Mas Dio.Ku usap wajahku yang tertimpa deraian air hujan ini, badanku sudah mulai menggigil kedinginan, kepalaku juga terasa pening. Aku mohon, jangan sampai aku jatuh disini, di derasnya air hujan ini, aku hanya ingin memeriksa apakah di dalam rahimku ada janin yang sejak lama ku nantikan. Tanganku mulai menyentuh kening yang terasa agak pusing.Tiba-tiba seseorang memayungi ku dari belakang sambil tangannya menyentuh bahuku yang telah basah kuyup karena air hujan."Apa yang sedang ka
Aditya kembali sambil membawa 2 mangkuk bakso yang masih panas, pria itu mencari keberadaan Marisa yang tadi masih terdiam dan duduk disini."Kemana dia? Apa sudah pulang?" pikiran menebak sambil mencari Marisa yang entah kemana."Bu, apakah Ibu melihat wanita yang tadi sedang duduk disini?" tanya Aditya pada tukang warung, tangan pria itu menyangga 2 mangkuk bakso yang masih hangat itu."Tadi kalau gak salah ada laki-laki yang menjemputnya," jawab ibu-ibu tukang warung itu.Jawabannya sudah yakin lagi bahwa Dio yang menjemput Marisa.Terpaksa pria lajang itu harus menghabiskan 2 makngkuk bakso sendirian, ketika orang lain semangkok berdua tapi Aditya memakannya 2 makngkuk sekaligus sendiri. Rasanya pasti sedih untung pria yang tidak rakus seperti Aditya.Walaupun baksonya tidak habis semua, kini Adit harus pulang dengan rasa kecewa yang menyeruak dalam perasaan.Bagaimana tidak, mencintai istri orang begitu menyakitkan, apalagi yang yang kita Laguna sama sekali tak mencintai Adit kem
"Kalau Lo gak ngaku juga, gue Pastikan gue akan panggil Mas Dio kesini," ancamku agar Kania mau mengakui perbuatannya yang telah mengambil tes kehamilanku."Panggil saja sana!," ungkap Kania menantang ku."Okay, gue gak main-main sama ancaman gue, setelah semuanya terungkap bawa Lo hanya pura-pura hamil, gue yakin Mas Dio pasti akan menceraikan Lo Kania. Tau rasa!""Ada apa ini? Apa yang telah terjadi?!" tanya Dio tiba-tiba datang ketika aku baru saja membicarakannya."Mas, ternyata Kania mengambil tespackku yang ku simpan di dalam laci," tegasku menjelaskan."Apa?! Kok bisa Kania? Jadi kamu hanya pura-pura hamil gitu?""Nggak Mas, ini semua fitnah Marisa, mana mungkin aku pura-pura hamil, ya kalau tes kehamilan kamu hilang. Itu berarti kamu yang gak becus nyimpen. Jangan cari gara-gara gini dong Lo!" imbuhnya seakan aku yang salah.Di saat aku dan Kania saling beradu mulut dan bercekcok, Dio berusaha mendiamkannya."Begini saja besok kalian di periksa ke dokter kandungan, biar sama-s
"Iya benar kata Marisa Bu, Kania. Kemarin Aja Marisa yang hanya di tes dengan test pack tapi kalian tidak percaya. Maka dari itu biar adil Kania kamu harus ikut kita, lagi pula kalau memang benar kamu sedang hamil, apa salahnya tinggal ikut, ya kecuali kalau kamu …" Dio menghentikan bicaranya sambil meletakkan tangan di dada dan jari telunjuk menyentuh dagunya."Kecuali apa Dio?" sergah Bu Sonia."Kalau memang benar hamil kenapa juga harus takut Kania. Lagi pula kan kamu hamil beneran bukan bohongan 'kan?" sindirku"Jadi Lo gak percaya kalau gue hamil, oke gue ikut! Sekarang gue ganti dulu baju," sahut Kania dengan begitu kesal. Wanita itu telah terpengaruh dengan omongan ku hingga dia terpaksa ikut juga akhirnya. Aneh sekali, padahal kalau memang benar sedang hamil kenapa harus takut juga, tinggal di periksa ke dokter apa susahnya sih. "Ayo Mar, kita tunggu saja di mobil, lagi pula lama kalau harus nunggu disini."Aku dan suamiku lebih dulu melenggang, Mas Dio mengemudi mobil sedan
Tubuh Kania gemetar tak tenang, diiringi dengan perasaannya yang gelisah, raut wajahnya pun mulai tak tenang."Tenang ya Mbak, jangan gelisah seperti itu, sekarang Mbak Tatik nafas lalu hembuskan," ujar Dokter Andri pada Kania.Dokter Andi meletakan alat USG pada arah perut Kania.Degh! Jantung Kania berpacu hebat. Wanita itu memejamkan mata, karena tidak ada lagi harapan untuknya berbohong pada sang suami. Bahkan dia akan merasa malu sebab sudah berpura-pura hamil pada Dio dan keluarga Dio."Wah yang ini beda 1 bulan dengan wanita yang tadi," ucap Dokter Andri sambil mematikan dengan jelas ke arah gambar hasil USG perut Kania."Apa Dok?! Beda satu bulan gimana?" tanya Dio yang terkejut dengan ucapan sang Dokter."Sudah Bu," sahut Dokter Andri pada Kania. Dokter itu kembali duduk di kursinya."Selamat ya Pak, istri Bapak sedang hamil 4 Minggu, itu artinya baru 1 bulan. Jaga diri baik-baik jangan terlalu lelah dan banyak makan sayuran ya Bu," ujar Dokter Andri sambil meresepkan vitam
"Sayang Ibu bawakan mangga muda untuk kamu," sapa Bu Sonia ketika ia baru saja pulang dari pasar.Kania nampak sumringah akhirnya yang di dambakan sejak kemarin terlaksana."Terimakasih ya Bu, ini buat aku aja Bu?""Buat kamu saja Kania, lalu buat siapa lagi?!" kata Ibu sewot tak menggubris diriku yang sedang mengepel lantai yang tidak jauh dari kediamannya.Aku fokus saja ngepel lantai sambil pura-pura tidak mendengar ucapan mereka. "Marisa, sini!" seru Kania.Awalnya aku masih fokus mengepel lantai dan tidak menggubris seruannya sama sekali."Heh Marisa sini, Lo budek atau gimana sih, gue panggil-panggil juga. Malah diam begitu," pekik Kania."Apa sih Lo berisik banget jadi orang, Lo gak liat apa gue lagi ngepel begini," hardikku melawan."Lo sekarang bikinin gue rujak, pokoknya yang pedas banget, gue mau sekarang secepatnya," titah Kania."Enak aja Lo nyuruh-nyuruh gue, kenapa gak Lo saja Sana sendiri. Manja banget," kataku tidak mau."Marisa pokoknya gue maunya sama Lo, Bu Marisa
Melihat tindakan Kania itu membuat Bu Sonia iba memandang air matanya yang tidak henti mengucur deras.Hampir saja Bu Sonia memaafkan Kania namun dengan tiba-tiba Salsa datang bersama pria yang saat itu bersama Kania, yaitu Hendra."Jangan biarkan Ibu memaafkan dia Bu, air mata Kania tidak tulus sama sekali. Itu hanyalah sandiwara semata," sahut Salsa."Diam kamu Salsa kamu tidak apa-apa dengan urusanku!" sentak Kania pada Salsa.Kania tercengang kala melihat Hendra sudah berada di samping Salsa. 'Mengapa Hendra ada disini? Untuk apa dia bersama Salsa?' batin Kania bertanya seraya ada rasa cemas di benaknya."Jangan kamu bilang aku tidak tau urusanmu Kania. Jelas aku sangat tahu betul siapa kamu dan anak siapa yang kamu kandung itu, dulu kamu menghancurkan hidup aku dengan memfitnah berselingkuh dengan Diki, sekarang tak akan ku biarkan kamu melakukan itu lagi pada siapapun Kania!" tunjuk Salsa pada perut Kania.Aku dan Mas Dio juga mertuaku merasa heran. Apa yang dimaksud Salsa sebe
"Mama." Suara seruan anak kecil membuyarkan lamunan Salsa yang sedang termenung duduk di kursi halaman rumahnya.Salsa menoleh ke arah suara anak yang memanggilnya Mama barusan."Tasya," sahut Salsa. Bibir wanita itu membentuk senyuman manis di bibirnya. Tak terkira sama sekali di benaknya bahwa dia akan di panggil Mama oleh anak yang selama ini di tinggalkannya bertahun-tahun.Tasya berlari untuk memeluk sang Mama. Begitu Salsa merentangkan tangan seraya memeluk dengan erat Sanga anak."Nak Mama kangen padamu," bisiknya kala memeluk Tasya. Air matanya begitu deras mengucur membasahi pipi.Dio sungguh terharu tatkala melihat Tasya dan Salsa saling berpelukan. Ternyata tidak ada yang bisa memisahkan ibu dan anak kandung. Berdosakah Dio kerana terlalu melarang Marisa untuk mendekatkan Salsa dan Tasya."Ma, jangan tinggalin Salsa lagi ya, Mama mending tinggal bareng aja sama Papa Dio dan Tasya disana juga ada Ibu Marisa. Pasti Mama betah." Keinginan anak itu begitu polos."Mama tidak bis
Ketika Salsa memilih pulang saja karena Tasya sudah dibawa pergi oleh Bu Sonia. Begitu kejamnya wanita paruh baya itu hingga kini dia masih membenciku dan tidak mau memaafkan ku. Padahal aku dulu di jebak oleh Kania bukan keinginanku untuk berselingkuh dengan Diki -adik ipar Dio.Di tengah perjalan Salsa begitu lesu, anak kandungnya kini malah menjauh akibat dijauhkan oleh mertuanya itu. Bahkan Tasya pun tak merespon sama sekali pada Salsa.Entah harus melakukan apa lagi agar anak semata wayangnya itu tau dan aku menerima Salsa sebagai ibu kandungnya."Aku menyesal Nak, dulu telah meninggalkanmu dengan nenekmu yang jahat ini. Tapi kalau aku bawa kamu pergi dengan Mama. Aku takut tidak bisa merawatnya dan tidak bisa membahagiakannya. Setelah orang tuaku meninggal aku tidak tau harus bagaimana. Aku menyesal!" ungkap Salsa di sela perjalanan ia menangis histeris.Namun Salsa terus saja melangkah walaupun langkahnya begitu berat. Pada saat akan mengembang jalan Salsa melihat Sang anak yan
"Mas, a-aku boleh minta sesuatu dari kamu lagi?" ucap Kania ketika melihat Dio yang telah sibuk dengan laptop di hadapannya."Minta apa? Kalau untuk minta uang maaf aku tidak bisa kasih," sergah Dio.Belum juga Kania berbicara tapi Dio sudah terus terang berbicara seperti itu, seolah sudah tahu kalau Kania akan meminta uang."Mas, tapi aku sangat butuh uang itu sekarang, bolehkan aku minta lagi," bujuk Kania ketika Dio tidak mau memberinya."Kania, kemarin kamu minta uang. Dan sekarang kamu minta uang lagi, kamu pikir gampang cari uang tinggal manjat gitu, aku juga harus kerja keras untuk mendapatkan uang banyak!" gerutu Dio."Mas kok kamu pelit banget sih, aku ini sedang hamil anak kamu! Pengeluaran aku banyak harusnya kamu mengerti dengan keadaan aku yang saat ini berbadan dua!" Kania kembali menggerutu Dio balik."Pokoknya Mas sekarang tidak mau memberimu uang lagi, pengeluaran kamu sekarang semakin banyak tapi Mas tidak tahu uang itu kamu pakai untuk apa?!""Ya untuk keperluan aku
"Mana sih tuh orang jam segini masih belum datang juga! Katanya butuh duit! Malah gue yang harus nunggu!" gerutu Kania pada Hendri. Pria yang di tunggunya belum kunjung datang juga.Wanita itu terus saja celingukan sambil sesekali melirik ponsel untuk melihat jam.Salsa tak sengaja lewat melihat Kania sedang gelisah menunggu seseorang. Akhirnya Salsa berniat menemui Kania yang berada di restoran tersebut."Panik bener wajahnya," sindir Salsa ketika menghampiri Kania yang telah duduk di kursi dalam restoran tersebut.Kania menyimpan ponsel yang baru saja ia ambil. Kania menoleh ke arah Salsa. Wanita itu nampak kesal saat yang di tunggu Hendra yang datang malah musuh bebuyutannya."Heh ngapai Lo disini? Kasihan banget gak diakui sama anak sendiri emangnya enak. Makannya Lo jagain anak Lo dari bayi, biar gak di gondok sama si Marisa. Lo tu insaf jangan mesum mulu. Jadinya begini anak sendiri aja gak mau mengakui kalau Lo adalah ibu kandung yang udah ngelahirin dia. Kasihan, kasihan, kasi
Ting! Benda pipih yang yang tergeletak di atas meja terus saja berbunyi, namun tak ada satupun orang yang mengangkatnya. Entah ponsel siapa? Ku hampiri ponsel yang tersimpan di atas meja itu, memastikan. Dan ternyata adalah ponsel maduku sendiri.Awalnya aku tak ingin mengambilnya, apalagi harus diantarkan pada Kania, rasanya malas sekali. Namun suara deringan ponsel itu tak berhenti membuat berisik.Tak ada pilihan lain, tak ada salahnya kalau aku berikan ponsel miliknya Kania itu. Siapa itu memang telepon penting."Kania, Kania," seruku di balik pintu, namun tak ada sahutan sama sekali. Entah di mana keberadaan wanita itu. Kebetulan pintu kamarnya tidak tertutup rapat, apakah mungkin di dalam kamar mandi. Lalu ku memberanikan diri masuk ke dalam bilik kamarnya."Kalau ku angkat, takutnya penting. Apalagi nomornya dari nomor baru, tapi kalau dibiarkan suara dering nya cukup mengganggu," gumamku seraya mencari keberadaan maduku.Saat mata ini tak sengaja melihat ke halaman belakang
Ting nong!Suara bel rumah berbunyi, aku yang sedang mengepel lantai melenggang untuk membuka pintu tersebut, Kania yang saat ini sedang berasama mertuaku ikut serta akan membuka pintu, namun segera ku tahan. "Biar aku saja Kania," cegahku pada Kania yang hendak akan melenggang juga."Ya sudah sana Lo buka!" titah Kania sambil mendelikan mata.Kania serta Bu Sonia duduk kembali sambil melanjutkan perbincangannya. Aku segera melenggang untuk membuka pintu."Siapa ya?" gumamku seraya membuka pintu.Pada saat itu aku di kejutkan dengan kedatangan Salsabila, wanita itu berdiri di ambang pintu."Siang Mar? Tasya ada di rumah?" tanyanya."Ada kok, ada Bil. Kamu masuk saja kerumah, aku antarkan ke kamarnya," kataku sambil mempersilahkan wanita itu masuk kedalam rumah.Kami berjalan di depan serta Salsa mengikuti dari belakang. Ketika melihat Salsa Bu Sonia serta Kania terperangah. Reaksi mereka begitu susah diartikan. Mereka sepertinya amat kesal ketika melihat Salsa menginjakan kaki di ruma
"Ada apa Mas?""Bila mengapa kamu selalu muncul dimanapun aku berada," ungkap Dio."Mas bolehkah aku jujur padamu, sebenarnya aku mencarimu di setiap waktu. Aku mencari Tasya juga, karena bagaimanapun dia adalah anakku Mas, aku yang melahirkannya." Tatapan Bila begitu tulus.Aku dikejutkan dengan hal itu, ternyata Salsa mantan istri Mas Dio adalah Bila sahabat aku sendiri."Mas, jadi kalian…" ungkapku begitu terkejut tatkala melihat semua itu.Dio dan Salsa menoleh ke arahku bersamaan. Tak ada satu patah kata pun yang menjawab ungkapanku.Aku memberanikan diri untuk menghampiri kediaman Mas Dio dan Salsa, tangan mereka masih saling berpegangan."Mas Bila ini mantan istri kamu yang kamu bilang sudah mati itu?!" tanyaku membuat Bila seketika tercengang."Apa Mas, jadi selama ini kamu anggap aku ini sudah mati," kata Salsa menunjuk dirinya sendiri."Bil, jadi yang kamu maksud suami kamu yang entah dimana itu adalah Mas Dio suamiku juga?" Tebakku tercengang.Kami semua menjadi bimbang dan
"Tapi Bu, aku tidak tau apa-apa. Bahkan Bi Euis juga tahu aku tidak kemasukan bangkai cicak itu pada dalam rujak, mungkin bisa saja bangkai cicak itu terjatuh ketika aku dan Bi Euis sedang sibuk mengerjakan hal lainnya," elakku, semoga saja mertuaku tidak terlalu menyalahkan diri ini. Kalau saja dia tau bahwa aku sengaja, bisa-bisa aku lebih dibenci olehnya."Bohong! Jangan banyak ngelak kamu Marisa! Mana mungkin cicak ini jatuh sendiri tanpa dibantu oleh tangan seseorang. Saya tidak mau tau kamu harus dihukum seberat-beratnya. Hukuman yang pantas untukmu kamu lebih baik minggat dari rumah ini!" Telunjuk mertuaku mengarah jelas padaku.Sungguh aku terbelenggu tatkala mendengar ancaman itu, baru kali ini mertuaku semarah ini."Bu, tidak segampang itu. Aku tidak setuju kalau ibu mengusir Marisa dari sini, dan jika saja ibu mengusir istri pertamaku, maka aku sebagai suaminya akan ikut kemanapun Marisa pergi." Suara pria itu terdengar lantang. Mas Dio tak setuju jika aku pergi dari rumah