Esok harinya."Mas hari ini aku mau ikut sama Bi Euis ke pasar, sambil belanja juga sama jajan cilor kesukaan aku," ujarku seraya meminta izin pada suamiku.Pagi ini aku begitu semangat walaupun semalam aku telah menangis. Setidaknya aku telah terbiasa menangis karena ibu mertua dan Kania."Baik sayang. Tapi kamu hati-hati ya, jaga bayi kita jangan sampai kenapa-napa," ujar Dio."Bayi yang mana Mas?" tanyaku heran.Aku mengerutkan dahi sambil memandang wajah suamiku yang semakin tampan itu, jujur saja entah mengapa aku semakin mencintainya. Biasanya juga aku selalu cuek terhadapnya. Namun, kini mendadak berubah seolah-olah ada yang aneh. Karisma suamiku begitu terpancar membuat dada ini berdetak tak karuan, rasanya aku seperti merasakan jatuh cinta lagi sesuai seperti pertama bertemu. Masa iya mau bucin lagi, padahal menikah sudah hampir mau 3 tahun lamanya."Mas duluan berangkat ya sayang," kata Dio sambil mencium pipiku di depan Bi Euis. Membuat Bi Euis yang melihatnya bergidik gel
"Harusnya aku yang bertanya, siapa kau? Berani mengikutiku, apa kita pernah kenal dan bertemu?" tanya Diki sambil menatap tajam diri ini.Perbuatannya hampir saja membuat jantung ini melayang terbang, untuk aku dengan cekatan menginjak kakinya dengan kakiku secara kencang."Bukankah kamu Diki -adik dari Dio dan anak dari Bu Sonia bukan?" tunjukku.Sungguh pria itu terkejut dengan ungkapanku barusan."Kamu siapa,mengapa kamu tau aku dan semua keluargaku?" tanya Diki sambil tercengang saat mendengan pemberianku barusan."Diki pulanglah, kakamu -Andio mencarimu, dan aku istri dari kakakmu itu," ungkapku bicara apa adanya.Saat mendengar itu badan Diki ketika yang sangar berubah menjadi melemah. Wajahnya tampak memelas, sepertinya da penyesalan yang terpendam di sana."Memangnya Kak Dio sudah menikah lagi? Aku tidak mau pulang," tolak Diki sambil melenggang."Sedah hampir 3 tahun kami menikah. Kenapa tidak mau pulang? Apa alasannya sehingga kamu tidak ingin pulang?" kataku sambil mengikut
"Selamat Bu Marisa anda dinyatakan hamil. Selamat ya Bu atas kehamilannya, saya ikut senang," ujar Dokter Parida."Apa Bu? Aku hamil?!," Aku Terlonjak kaget saat mendengar ujaran dokter yang saat ini berada di hadapanku. Mas Dio yang saat ini berada di sebelahku juga ikut gembira dengan kehamilan kami. Wajahnya terlihat berseri-seri.Mas Dio menggendong tubuhku yang ideal ini, walaupun terasa berat. Namun, lantaran dirinya merasa senang jadi ia tak menghiraukan beban berat badanku.Alhamdulillah, tak hentinya aku mengucap syukur atas apa yang ku gapai keinginan yang amat susah dijelaskan itu. Siapa sih yang tak ingin mempunyai seorang bayi terlahir dari rahimnya. Mungkin semua keluarga yang sudah menikah menginginkan itu.Aku tak hentinya memeluk suamiku sambil membentuk melengkung bibir ini, setelah sekian lama ku merasakan sesak dan derai air mata yang terasa nyeri kini aku merasakan berbeda sejak tahu kehamilanku. Aku menjadi wanita sempurna untuk suamiku, bahagia aku sangat bahagi
Setelah kepergian Bu Sonia dan Kania dari kamarku, aku duduk di tepi ranjang mematung sambil memikirkan ternyata kehamilan Kuntadi hanyalah bunga tidur semata.Aku menghembuskan nafas beberapa kali tatkala aku teringat yang tadi kualami ini alangkah terasa nyata. "Aku pikir beneran nyatanya hanya mimpi," gumamku sambil kecewa dengan apa yang terjadi.Ku cari te kehamilan yang tadi siang ku beli, untuk mengetes urine sekarang. Semoga saja impianku bisa jadi kenyataan kalau aku ingin segera mempunyai momongan dan secepatnya menjadi wanita sempurna untuk Mas Dio."Mana ya test pack nya kok gak ada, perasaan tadi aku simpan di atas nakas deh. Di mana ya?" Ku cari-cari tepack di seluruh laci dan basah juga lemari. Namun tak kunjung ketemu."Kok gak ada ya," gumamku sambil mengacak laci dan juga ranjang, takutnya jatuh pada ranjangku.Seketika pikiranku tertuju pada Kania yang tadi lancang masuk ke kamarku. Apa Kania mengambil tespack itu.Aku tertegun sejenak sambil memastikan dugaanku me
Aku memperlihatkan bukti sebuah tes kehamilan yang saat ini sedang di genggam tanganku begitu erat. Rasanya aku seperti tak percaya dengan semua ini, namun ini nyata adanya. Impianku selama ini telah kenyataan.Aku dan suamiku masih sibuk dengan pelukannya. Tak tersadar bahwa ada Kania juga. Kania melenggang sambil menghentakkan kakinya begitu kencang pada lantai, ia terlihat amat kesal denganku, kehamilannya ini mungkin akan menguntungkan untukku namun akan merugikan Kania. Sebab Dio kini akan lebih menyayangiku yang sedang hamil di banding istri keduanya.Kania masuk kedalam kamarnya sambil menutup pintu dengan begitu kasar.Bred!Suara pintu yang begitu nyaring, istri kedua Dio itu terlihat murka dengan apa yang telah terjadi.Kania ketar-ketir kebingungan dengan apa yang sedang menimpanya saat ini. Kemarin Kania mendengar jelas perbincangan Dio dan Marisa yang akan menceraikan Kania ketika Marisa telah hamil, dan kini semua itu telah kenyataan. Kania tampak tak tenang sambil ia be
Dio telah menyelesaikan sarapan paginya, kini pria itu beranjak dari duduknya melenggang pelan ke arahku, "Kamu jangan terlalu mendengar omongan orang ya sayang. Biarlah orang berbicara apapun tentang kehamilanku yang penting kamu sehat dengan si utun yang berada di perutmu itu," sahut Dio sambil mencium keningku.Aku bahagia sekali saat pria yang telah menemaniku selama 3 tahun itu kini telah berubah, lebih perhatian dan senantiasa membuat perasaanku tenang.Lagi-lagi Kania yang masih memakan sarapannya mendelikan mata, wajahnya begitu marah saat Dio mencium pipi ini. Ada rasa tidak enak juga, pasti nanti aku yang akan kena dengan ulahnya. Namun, aku tidak boleh takut dengan siapapun terutama maduku sendiri."Dio ibu mau bicara sekarang," sahut Bu Sonia sambil melenggang ke arah ruang utama di iringi dengan langkah Dio yang mengikutinya dari belakang.Alangkah terukir rasa penasaran di dalam lubuk hati ini, tapi tidak mungkin juga kalau aku menguping secara diam-diam. Kania pasti aka
"Aku berani sumpah Bu, kalau aku sama sekali tidak sengaja mendorong tubuh Kania, tadi dia yang menghalangi jalanku untuk masuk kedalam rumah." Dengan demikian aku mencoba menjelaskan pada mertuaku perihal kejadian yang sebenarnya.Walaupun hasilnya nihil sekali mertuaku tak mau mempercayaiku sama sekali."Lebih baik kamu pergi Dari sini Marisa! Kamu hanya membuat onar saja," sungut Bu Sonia sambil mencoba membangunkan tubuh Kania. Matanya begitu melotot seakan semuanya aku yang salah, padah jelas sekali, aku hanya korban dari fitnahan Kania.Dari pada aku terus berdiam disini, lebih baik aku pergi saja tinggalkan mereka, semuanya hanya percuma, Bu Sonia pasti tidak akan pernah mempercayaiku walaupun sudah kujelaskan, walaupun aku sudah bersimpuh lutut pun, semuanya percuma dan percuma.Aku melenggang ke arah kamarku yang tak jauh dari ruangan utama, kulihat Ayah Hadiman telah siaga di sama sambil menatapku yang sudah mulai berkaca-kaca."Kamu kenapa Mar, kenapa kamu sampai menangis
"Marisa mana sih? Mana hujan sudah mulai turun deras lagi. Dasar wanita, memang keras kepala. Gak sabaran juga, padahal tinggal nunggu beberapa menit saja," gerutu Dio sambil menyetir mobil matanya fokus pada tepi jalan mencari keberadaan istrinya yang nekat pergi sendiri berjalan kaki.Ada percikan rasa cemas di benaknya lantaran hujan deras mulai luruh dari langit.Saat Dio fokus dengan arah depan jalan, terlihat seorang wanita yang sedang mengayuh sepeda menarik perhatian Dio. Mata tak terkendalikan kini hanya fokus memandang wanita itu yang sekelebat berpapasan.Dio tercengang seketika, sambil matanya melotot.."Kenapa itu seperti Salsa, apa wanita hanya sekedar mirip?" gumam Dio sambil memandang kaca spion untuk mencermati wanita yang barusan berpapasan dengannya.Alangkah rasa penasaran Dio semakin memuncak saat hatinya begitu yakin bahwa yang dilihat oleh mata kepalanya sendiri adalah Salsa -sang mantan istri.Dio pun tak punya pilihan lain lagi selain memutar balikan arah mobi
Melihat tindakan Kania itu membuat Bu Sonia iba memandang air matanya yang tidak henti mengucur deras.Hampir saja Bu Sonia memaafkan Kania namun dengan tiba-tiba Salsa datang bersama pria yang saat itu bersama Kania, yaitu Hendra."Jangan biarkan Ibu memaafkan dia Bu, air mata Kania tidak tulus sama sekali. Itu hanyalah sandiwara semata," sahut Salsa."Diam kamu Salsa kamu tidak apa-apa dengan urusanku!" sentak Kania pada Salsa.Kania tercengang kala melihat Hendra sudah berada di samping Salsa. 'Mengapa Hendra ada disini? Untuk apa dia bersama Salsa?' batin Kania bertanya seraya ada rasa cemas di benaknya."Jangan kamu bilang aku tidak tau urusanmu Kania. Jelas aku sangat tahu betul siapa kamu dan anak siapa yang kamu kandung itu, dulu kamu menghancurkan hidup aku dengan memfitnah berselingkuh dengan Diki, sekarang tak akan ku biarkan kamu melakukan itu lagi pada siapapun Kania!" tunjuk Salsa pada perut Kania.Aku dan Mas Dio juga mertuaku merasa heran. Apa yang dimaksud Salsa sebe
"Mama." Suara seruan anak kecil membuyarkan lamunan Salsa yang sedang termenung duduk di kursi halaman rumahnya.Salsa menoleh ke arah suara anak yang memanggilnya Mama barusan."Tasya," sahut Salsa. Bibir wanita itu membentuk senyuman manis di bibirnya. Tak terkira sama sekali di benaknya bahwa dia akan di panggil Mama oleh anak yang selama ini di tinggalkannya bertahun-tahun.Tasya berlari untuk memeluk sang Mama. Begitu Salsa merentangkan tangan seraya memeluk dengan erat Sanga anak."Nak Mama kangen padamu," bisiknya kala memeluk Tasya. Air matanya begitu deras mengucur membasahi pipi.Dio sungguh terharu tatkala melihat Tasya dan Salsa saling berpelukan. Ternyata tidak ada yang bisa memisahkan ibu dan anak kandung. Berdosakah Dio kerana terlalu melarang Marisa untuk mendekatkan Salsa dan Tasya."Ma, jangan tinggalin Salsa lagi ya, Mama mending tinggal bareng aja sama Papa Dio dan Tasya disana juga ada Ibu Marisa. Pasti Mama betah." Keinginan anak itu begitu polos."Mama tidak bis
Ketika Salsa memilih pulang saja karena Tasya sudah dibawa pergi oleh Bu Sonia. Begitu kejamnya wanita paruh baya itu hingga kini dia masih membenciku dan tidak mau memaafkan ku. Padahal aku dulu di jebak oleh Kania bukan keinginanku untuk berselingkuh dengan Diki -adik ipar Dio.Di tengah perjalan Salsa begitu lesu, anak kandungnya kini malah menjauh akibat dijauhkan oleh mertuanya itu. Bahkan Tasya pun tak merespon sama sekali pada Salsa.Entah harus melakukan apa lagi agar anak semata wayangnya itu tau dan aku menerima Salsa sebagai ibu kandungnya."Aku menyesal Nak, dulu telah meninggalkanmu dengan nenekmu yang jahat ini. Tapi kalau aku bawa kamu pergi dengan Mama. Aku takut tidak bisa merawatnya dan tidak bisa membahagiakannya. Setelah orang tuaku meninggal aku tidak tau harus bagaimana. Aku menyesal!" ungkap Salsa di sela perjalanan ia menangis histeris.Namun Salsa terus saja melangkah walaupun langkahnya begitu berat. Pada saat akan mengembang jalan Salsa melihat Sang anak yan
"Mas, a-aku boleh minta sesuatu dari kamu lagi?" ucap Kania ketika melihat Dio yang telah sibuk dengan laptop di hadapannya."Minta apa? Kalau untuk minta uang maaf aku tidak bisa kasih," sergah Dio.Belum juga Kania berbicara tapi Dio sudah terus terang berbicara seperti itu, seolah sudah tahu kalau Kania akan meminta uang."Mas, tapi aku sangat butuh uang itu sekarang, bolehkan aku minta lagi," bujuk Kania ketika Dio tidak mau memberinya."Kania, kemarin kamu minta uang. Dan sekarang kamu minta uang lagi, kamu pikir gampang cari uang tinggal manjat gitu, aku juga harus kerja keras untuk mendapatkan uang banyak!" gerutu Dio."Mas kok kamu pelit banget sih, aku ini sedang hamil anak kamu! Pengeluaran aku banyak harusnya kamu mengerti dengan keadaan aku yang saat ini berbadan dua!" Kania kembali menggerutu Dio balik."Pokoknya Mas sekarang tidak mau memberimu uang lagi, pengeluaran kamu sekarang semakin banyak tapi Mas tidak tahu uang itu kamu pakai untuk apa?!""Ya untuk keperluan aku
"Mana sih tuh orang jam segini masih belum datang juga! Katanya butuh duit! Malah gue yang harus nunggu!" gerutu Kania pada Hendri. Pria yang di tunggunya belum kunjung datang juga.Wanita itu terus saja celingukan sambil sesekali melirik ponsel untuk melihat jam.Salsa tak sengaja lewat melihat Kania sedang gelisah menunggu seseorang. Akhirnya Salsa berniat menemui Kania yang berada di restoran tersebut."Panik bener wajahnya," sindir Salsa ketika menghampiri Kania yang telah duduk di kursi dalam restoran tersebut.Kania menyimpan ponsel yang baru saja ia ambil. Kania menoleh ke arah Salsa. Wanita itu nampak kesal saat yang di tunggu Hendra yang datang malah musuh bebuyutannya."Heh ngapai Lo disini? Kasihan banget gak diakui sama anak sendiri emangnya enak. Makannya Lo jagain anak Lo dari bayi, biar gak di gondok sama si Marisa. Lo tu insaf jangan mesum mulu. Jadinya begini anak sendiri aja gak mau mengakui kalau Lo adalah ibu kandung yang udah ngelahirin dia. Kasihan, kasihan, kasi
Ting! Benda pipih yang yang tergeletak di atas meja terus saja berbunyi, namun tak ada satupun orang yang mengangkatnya. Entah ponsel siapa? Ku hampiri ponsel yang tersimpan di atas meja itu, memastikan. Dan ternyata adalah ponsel maduku sendiri.Awalnya aku tak ingin mengambilnya, apalagi harus diantarkan pada Kania, rasanya malas sekali. Namun suara deringan ponsel itu tak berhenti membuat berisik.Tak ada pilihan lain, tak ada salahnya kalau aku berikan ponsel miliknya Kania itu. Siapa itu memang telepon penting."Kania, Kania," seruku di balik pintu, namun tak ada sahutan sama sekali. Entah di mana keberadaan wanita itu. Kebetulan pintu kamarnya tidak tertutup rapat, apakah mungkin di dalam kamar mandi. Lalu ku memberanikan diri masuk ke dalam bilik kamarnya."Kalau ku angkat, takutnya penting. Apalagi nomornya dari nomor baru, tapi kalau dibiarkan suara dering nya cukup mengganggu," gumamku seraya mencari keberadaan maduku.Saat mata ini tak sengaja melihat ke halaman belakang
Ting nong!Suara bel rumah berbunyi, aku yang sedang mengepel lantai melenggang untuk membuka pintu tersebut, Kania yang saat ini sedang berasama mertuaku ikut serta akan membuka pintu, namun segera ku tahan. "Biar aku saja Kania," cegahku pada Kania yang hendak akan melenggang juga."Ya sudah sana Lo buka!" titah Kania sambil mendelikan mata.Kania serta Bu Sonia duduk kembali sambil melanjutkan perbincangannya. Aku segera melenggang untuk membuka pintu."Siapa ya?" gumamku seraya membuka pintu.Pada saat itu aku di kejutkan dengan kedatangan Salsabila, wanita itu berdiri di ambang pintu."Siang Mar? Tasya ada di rumah?" tanyanya."Ada kok, ada Bil. Kamu masuk saja kerumah, aku antarkan ke kamarnya," kataku sambil mempersilahkan wanita itu masuk kedalam rumah.Kami berjalan di depan serta Salsa mengikuti dari belakang. Ketika melihat Salsa Bu Sonia serta Kania terperangah. Reaksi mereka begitu susah diartikan. Mereka sepertinya amat kesal ketika melihat Salsa menginjakan kaki di ruma
"Ada apa Mas?""Bila mengapa kamu selalu muncul dimanapun aku berada," ungkap Dio."Mas bolehkah aku jujur padamu, sebenarnya aku mencarimu di setiap waktu. Aku mencari Tasya juga, karena bagaimanapun dia adalah anakku Mas, aku yang melahirkannya." Tatapan Bila begitu tulus.Aku dikejutkan dengan hal itu, ternyata Salsa mantan istri Mas Dio adalah Bila sahabat aku sendiri."Mas, jadi kalian…" ungkapku begitu terkejut tatkala melihat semua itu.Dio dan Salsa menoleh ke arahku bersamaan. Tak ada satu patah kata pun yang menjawab ungkapanku.Aku memberanikan diri untuk menghampiri kediaman Mas Dio dan Salsa, tangan mereka masih saling berpegangan."Mas Bila ini mantan istri kamu yang kamu bilang sudah mati itu?!" tanyaku membuat Bila seketika tercengang."Apa Mas, jadi selama ini kamu anggap aku ini sudah mati," kata Salsa menunjuk dirinya sendiri."Bil, jadi yang kamu maksud suami kamu yang entah dimana itu adalah Mas Dio suamiku juga?" Tebakku tercengang.Kami semua menjadi bimbang dan
"Tapi Bu, aku tidak tau apa-apa. Bahkan Bi Euis juga tahu aku tidak kemasukan bangkai cicak itu pada dalam rujak, mungkin bisa saja bangkai cicak itu terjatuh ketika aku dan Bi Euis sedang sibuk mengerjakan hal lainnya," elakku, semoga saja mertuaku tidak terlalu menyalahkan diri ini. Kalau saja dia tau bahwa aku sengaja, bisa-bisa aku lebih dibenci olehnya."Bohong! Jangan banyak ngelak kamu Marisa! Mana mungkin cicak ini jatuh sendiri tanpa dibantu oleh tangan seseorang. Saya tidak mau tau kamu harus dihukum seberat-beratnya. Hukuman yang pantas untukmu kamu lebih baik minggat dari rumah ini!" Telunjuk mertuaku mengarah jelas padaku.Sungguh aku terbelenggu tatkala mendengar ancaman itu, baru kali ini mertuaku semarah ini."Bu, tidak segampang itu. Aku tidak setuju kalau ibu mengusir Marisa dari sini, dan jika saja ibu mengusir istri pertamaku, maka aku sebagai suaminya akan ikut kemanapun Marisa pergi." Suara pria itu terdengar lantang. Mas Dio tak setuju jika aku pergi dari rumah