Pagi ini tepatnya pukul 8 pagi Marisa dan Dio serta keluarga sudah siap untuk dijemput dengan taxi online khusus dipesankan oleh Kania secara langsung. Dia memang baik sekali, Marisa dibuat takjub oleh wanita muda yang umurnya tidak jauh berbeda. "Dia baik sekali ya, sudah dipesankan taxi online untuk kita. Terus sudah diberi baju juga," puji Marisa untuk Tasya."Ya jelas lah Kania 'kan orang kaya Marisa. Jangankan untuk membeli barang-barang mahal, beli suami orang aja dia bisa," celetuk Bu Minah sambil membetulkan make upnya.Mendengar perkataan barusan Dio yang sedang duduk di belakang bersama Marisa jadi salah tingkah disertai dengan rasa gelisah. Bagaimana tidak ucapan Bu Minah seolah-olah menyindir menantunya sendiri.Namun, pria beranak satu itu mencoba untuk tenang dan tak menggubris sama sekali perkataan sang mertuanya itu."Ibu itu ada-ada saja, masa iya suami di jual belikan emangnya bakwan jagung apa," protes sang putri cikal."Marisa kamu itu jangan terlalu polos jadi p
"Stoooop!" cegah Kania. Datang Kania menjadi penengah saat Bu Minah dan seorang emak-emak telah asiknya beradu nyali. Disaksikan orang banyak bahkan semua tamu undangan menyaksikan seru aksi mereka."Bu Minah! Nyonya Lastri! Apa yang kalian lakukan. Kalian pikir ini ring tinju apa! Kalian seenaknya saja. Ini rumah saya! Sekaligus ini acara saya! Mengapa kalian berbuat ulah!" cerca Kania begitu kecewa saat mereka membuat onar dan hampir saja menghancurkan acara hari paling istimewanya."Ada apa Kania? Apa yang terjadi?" tanya Marisa yang baru saja datang karena suara Kania yang begitu nyaring."Kania dia yang duluan menghina saya dengan seenak jidatnya! Saya juga hanya manusia, punya hati punya perasaan," tunjuk Bu Minah pada Nyonya Lastri."Loh kok jadi saya yang salah! Emang dasar kamunya saja yang kampungan! Udah kampungan udik lagi!" jawab Nyonya Lastri tak mau kalah."Sudah! Sudah! Bu, aku mohon ini rumah Kania, dan Kania sedang mengadakan acara. Ibu jangan membuat onar seperti
"Maaf Kania kami tidak bisa berlama-lama, apalagi Tasya sudah tertidur pulas. Kami harus pulang sekarang,"pamit Marisa.Karena matahari telah terbenam dan alam semesta pun berubah menjadi gelap. Marisa dan Dio berencana untuk pulang di tengah acara yang masih panjang."Kamu itu, buru-buru banget sih Mar. Kenapa gak nginep aja disini bersama Keke dan Bu Minah," ajak Kania, memaksa."Tidak Kan. Aku dan Mas Dio harus pulang. Kami tidak enak dan tidak akan betah kalau tidur di rumah orang, sebab tidak terbiasa," tolak Marisa.Tidak ada yang bisa mencegah keinginan Marisa. Kania pun tidak ada pilihan lain selain mengiyakan.Dio membuka pintu utama, berniat hati akan keluar rumah untuk pulang.Ceklek!Daun pintu pun terbuka lebar. Marisa dan Dio keluar bersaamaan di iringi dengan Kania dan Bu Minah yang mengikuti dari belakang.Mendadak langkah Dio terhenti, matanya ikut terbelalak saat melihat pemandangan kaget di hadapannya. Mobil sedan berwarna hitam datang menghampiri rumah Kania. Mobil
Badan Marisa seketika luruh kebawah, bersimpuh lutut di tanah, tepatnya di atas rumput halaman rumah Kania.Wanita cantik itu tampak lemas, dengan hati yang begitu nyeri. Air matanya terus mengalir tak terbendung lagi sejak mendengar semua yang dijelaskan Kania dan Nyonya Sonia yaitu ibu kandung dari suaminya.Marisa mencoba mencubit tangannya beberapa kali. Ia berharap semua yang terjadi hanya mimpi belaka. Namun, begitu wanita muda itu mencubit tangannya sekencang mungkin ternyata memang terasa sakit. Berarti yang saat ini iya lihat dan dengar bukan hanya mimpi semata, melainkan nyata."Ternyata semua ini bukan mimpi," gumamnya sambil menangis terisak-isak."Memang bukan mimpi! Semuanya nyata bahwa Dio anakku!" pekik Nyonya Sonia."Berarti Nyonya ini adalah besanku dong," sambar Bu Minah.Bu Minah pun tak percaya dengan kejadian malam ini. Ia masih syok dengan semua pengakuan Kania dan Nyonya Sonia tersebut.Alangkah terkejutnya Bu Minah dengan semua ini. Hatinya ikut campur aduk ant
Tok! Tok! Tok!Dio yang sedang mencuci wadah seketika terhenti, lantaran terganggu dengan suara ketukan pintu.Dio pun memilih untuk membuka pintu segera. Namun, Marisa lagi-lagi sudah keluar dari kamarnya bertujuan membuka pintu."Biar aku saja yang buka," kata Marisa sambil melenggang menuju pintu utama.Ceklek!Pintu pun terbuka lebar. Pagi ini Marisa dikejutkan dengan kedatangan Kania dan Nyonya Sonia -sang mertua.Sesaat Marisa terdiam saat tahu yang datang ternyata mama dari Dio. Marisa mencoba bersikap baik dan sopan. Marisa pun mengulurkan tangan seraya bertujuan ingin bersalaman dengan sang mertua. Namun, Nyonya Sonia cuek dan tidak menanggapi sama sekali uluran tangan Marisa."Ka-kania dan Ma-ma, silahkan masuk," ajak Marisa yang begitu gugup karena kedatangan tamu yang paling istimewa sekaligus mertua yang baru saja ketemu."Jadi ini kediaman Dio, dia singgah di rumah butut dan reod seperti ini. Kasihan sekali anakku, harus menderita begini. Pasti ini gara-gara kamu 'kan!" k
"Iya benar Dio, Nyonya Sonia benar. Lebih baik kamu pulang dan kembali seperti dulu menjalankan semua pekerjaan kamu yang sempat kamu tinggalkan begitu saja," tutur Kania membantu meyakinkan Dio.Dio hanya menatap wajah sang Ibu yang sudah lama ia tinggalkan. Begitupun dengan Nyonya Sonia ia berharap sang putra mau ikut pulang dengannya lagi setelah sekian lama berpisah."Aku terserah istriku dan Tasya Bu. Kalau saja Marisa mau pulang dengan aku, maka akupun akan ikut bersama kalian. Namun, jika sebaliknya, Marisa memilih diam disini, mungkin aku pun akan diam disini," jelas Dio.Bu Minah menghela nafas panjangnya saat mendengar penjelasan Dio barusan."Dio kalau hanya Marisa, itu masalah gampang nanti biar Ibu yang bujuk, asalkan, ya harus sama Ibu dan Keke juga. Kamu tahu 'kan, kalau istrimu itu keras kepala, dia tidak mau ikut kalau aku tidak dibawa," ujar Bu Minah. Sebenarnya ini adalah kesempatan Bu Minah untuk ia bisa ikut pulang ke rumah Dio yang sudah pasti terbayang megah dan
"Akhirnya kita jadi orang kaya juga Ke, tinggal di rumah mewah dan gede. Pokoknya gak kebayang banget sama Ibu. Dari semalam ibu gak bisa tidur memikirkan kita bakal makan enak dan hidup senang. Semuanya berkat Marisa -kakak kamu. Untung saja Marisa memilih Dio," ucap Bu Minah tak hentinya bersorak gembira sembari mengangungkan Dio.'Halah! Dulu aja di cemooh dan di hina malah mau di pisahkan dengan anaknya. Setelah tahu Dio orang kaya baru di unggul-unggulkan. Dasar manusia durjana, kalian lihat saja nanti aku akan akan menghancurkan senyuman ceria di wajahnya itu,' batin Kania bergemuruh kesal seraya memperhatikan tawa bahagia Bu Minah.Sedangkan Marisa hanya menatapn sedih rumah reod yang sudah tidak layak huni tersebut. Alngkah sedihnya seorang Marisa harus meninggalkan rumah yang sudah ditempatinya beberapa taun itu. Banyak kenangan bersama suaminya beresta Tasya. Suka maupun duka Marisa jalani di rumah reod itu. Menurut Marisa ini bukan hanya rumah butut saja melainkan istana bag
"Marisa," seru Dio membuyarkan pikiran Marisa yang sedang termenung sejenak.Marisa segera menghampiri kediaman Dio serta Bapak mertuanya -Pak Hadiman. Tak lupa juga ia mencium tangan mertuanya itu."Ini Marisa Yah, dia istri aku. Aku sudah menikah dengan Marisa sudah hampir dua tahun," Dio memperkenalkan sang istri pada Pak Hadiman."Selamat datang Nak, semoga kau betah disini. Tinggal bersama kami," sahut Pak Hadiman menyambut kedatangan sang menantu barunya begitu nyaman."Terimakasih Yah, insyaallah saya akan betah disini Yah."Tiba-tiba Dio menatap nyalang foto keluarga yang terpampang di dinding ruang tamu. Padahal hanya keluarga biasa. Namun, lelaki itu menatapnya begitu serius hingga matanya tidak berkedip sama sekali. Terlihat dari sorot matanya, bahwa Dio sedang merasa kesal."Maaf Yah, aku tinggal duluan. Kami sudah cape, aku dan Marisa akan beristirahat," pamit Dio seraya membawa barang-barang yang ia bawa. Sambil melenggang ke kamar Marisa melihat foto keluarga Dio. Dan
Melihat tindakan Kania itu membuat Bu Sonia iba memandang air matanya yang tidak henti mengucur deras.Hampir saja Bu Sonia memaafkan Kania namun dengan tiba-tiba Salsa datang bersama pria yang saat itu bersama Kania, yaitu Hendra."Jangan biarkan Ibu memaafkan dia Bu, air mata Kania tidak tulus sama sekali. Itu hanyalah sandiwara semata," sahut Salsa."Diam kamu Salsa kamu tidak apa-apa dengan urusanku!" sentak Kania pada Salsa.Kania tercengang kala melihat Hendra sudah berada di samping Salsa. 'Mengapa Hendra ada disini? Untuk apa dia bersama Salsa?' batin Kania bertanya seraya ada rasa cemas di benaknya."Jangan kamu bilang aku tidak tau urusanmu Kania. Jelas aku sangat tahu betul siapa kamu dan anak siapa yang kamu kandung itu, dulu kamu menghancurkan hidup aku dengan memfitnah berselingkuh dengan Diki, sekarang tak akan ku biarkan kamu melakukan itu lagi pada siapapun Kania!" tunjuk Salsa pada perut Kania.Aku dan Mas Dio juga mertuaku merasa heran. Apa yang dimaksud Salsa sebe
"Mama." Suara seruan anak kecil membuyarkan lamunan Salsa yang sedang termenung duduk di kursi halaman rumahnya.Salsa menoleh ke arah suara anak yang memanggilnya Mama barusan."Tasya," sahut Salsa. Bibir wanita itu membentuk senyuman manis di bibirnya. Tak terkira sama sekali di benaknya bahwa dia akan di panggil Mama oleh anak yang selama ini di tinggalkannya bertahun-tahun.Tasya berlari untuk memeluk sang Mama. Begitu Salsa merentangkan tangan seraya memeluk dengan erat Sanga anak."Nak Mama kangen padamu," bisiknya kala memeluk Tasya. Air matanya begitu deras mengucur membasahi pipi.Dio sungguh terharu tatkala melihat Tasya dan Salsa saling berpelukan. Ternyata tidak ada yang bisa memisahkan ibu dan anak kandung. Berdosakah Dio kerana terlalu melarang Marisa untuk mendekatkan Salsa dan Tasya."Ma, jangan tinggalin Salsa lagi ya, Mama mending tinggal bareng aja sama Papa Dio dan Tasya disana juga ada Ibu Marisa. Pasti Mama betah." Keinginan anak itu begitu polos."Mama tidak bis
Ketika Salsa memilih pulang saja karena Tasya sudah dibawa pergi oleh Bu Sonia. Begitu kejamnya wanita paruh baya itu hingga kini dia masih membenciku dan tidak mau memaafkan ku. Padahal aku dulu di jebak oleh Kania bukan keinginanku untuk berselingkuh dengan Diki -adik ipar Dio.Di tengah perjalan Salsa begitu lesu, anak kandungnya kini malah menjauh akibat dijauhkan oleh mertuanya itu. Bahkan Tasya pun tak merespon sama sekali pada Salsa.Entah harus melakukan apa lagi agar anak semata wayangnya itu tau dan aku menerima Salsa sebagai ibu kandungnya."Aku menyesal Nak, dulu telah meninggalkanmu dengan nenekmu yang jahat ini. Tapi kalau aku bawa kamu pergi dengan Mama. Aku takut tidak bisa merawatnya dan tidak bisa membahagiakannya. Setelah orang tuaku meninggal aku tidak tau harus bagaimana. Aku menyesal!" ungkap Salsa di sela perjalanan ia menangis histeris.Namun Salsa terus saja melangkah walaupun langkahnya begitu berat. Pada saat akan mengembang jalan Salsa melihat Sang anak yan
"Mas, a-aku boleh minta sesuatu dari kamu lagi?" ucap Kania ketika melihat Dio yang telah sibuk dengan laptop di hadapannya."Minta apa? Kalau untuk minta uang maaf aku tidak bisa kasih," sergah Dio.Belum juga Kania berbicara tapi Dio sudah terus terang berbicara seperti itu, seolah sudah tahu kalau Kania akan meminta uang."Mas, tapi aku sangat butuh uang itu sekarang, bolehkan aku minta lagi," bujuk Kania ketika Dio tidak mau memberinya."Kania, kemarin kamu minta uang. Dan sekarang kamu minta uang lagi, kamu pikir gampang cari uang tinggal manjat gitu, aku juga harus kerja keras untuk mendapatkan uang banyak!" gerutu Dio."Mas kok kamu pelit banget sih, aku ini sedang hamil anak kamu! Pengeluaran aku banyak harusnya kamu mengerti dengan keadaan aku yang saat ini berbadan dua!" Kania kembali menggerutu Dio balik."Pokoknya Mas sekarang tidak mau memberimu uang lagi, pengeluaran kamu sekarang semakin banyak tapi Mas tidak tahu uang itu kamu pakai untuk apa?!""Ya untuk keperluan aku
"Mana sih tuh orang jam segini masih belum datang juga! Katanya butuh duit! Malah gue yang harus nunggu!" gerutu Kania pada Hendri. Pria yang di tunggunya belum kunjung datang juga.Wanita itu terus saja celingukan sambil sesekali melirik ponsel untuk melihat jam.Salsa tak sengaja lewat melihat Kania sedang gelisah menunggu seseorang. Akhirnya Salsa berniat menemui Kania yang berada di restoran tersebut."Panik bener wajahnya," sindir Salsa ketika menghampiri Kania yang telah duduk di kursi dalam restoran tersebut.Kania menyimpan ponsel yang baru saja ia ambil. Kania menoleh ke arah Salsa. Wanita itu nampak kesal saat yang di tunggu Hendra yang datang malah musuh bebuyutannya."Heh ngapai Lo disini? Kasihan banget gak diakui sama anak sendiri emangnya enak. Makannya Lo jagain anak Lo dari bayi, biar gak di gondok sama si Marisa. Lo tu insaf jangan mesum mulu. Jadinya begini anak sendiri aja gak mau mengakui kalau Lo adalah ibu kandung yang udah ngelahirin dia. Kasihan, kasihan, kasi
Ting! Benda pipih yang yang tergeletak di atas meja terus saja berbunyi, namun tak ada satupun orang yang mengangkatnya. Entah ponsel siapa? Ku hampiri ponsel yang tersimpan di atas meja itu, memastikan. Dan ternyata adalah ponsel maduku sendiri.Awalnya aku tak ingin mengambilnya, apalagi harus diantarkan pada Kania, rasanya malas sekali. Namun suara deringan ponsel itu tak berhenti membuat berisik.Tak ada pilihan lain, tak ada salahnya kalau aku berikan ponsel miliknya Kania itu. Siapa itu memang telepon penting."Kania, Kania," seruku di balik pintu, namun tak ada sahutan sama sekali. Entah di mana keberadaan wanita itu. Kebetulan pintu kamarnya tidak tertutup rapat, apakah mungkin di dalam kamar mandi. Lalu ku memberanikan diri masuk ke dalam bilik kamarnya."Kalau ku angkat, takutnya penting. Apalagi nomornya dari nomor baru, tapi kalau dibiarkan suara dering nya cukup mengganggu," gumamku seraya mencari keberadaan maduku.Saat mata ini tak sengaja melihat ke halaman belakang
Ting nong!Suara bel rumah berbunyi, aku yang sedang mengepel lantai melenggang untuk membuka pintu tersebut, Kania yang saat ini sedang berasama mertuaku ikut serta akan membuka pintu, namun segera ku tahan. "Biar aku saja Kania," cegahku pada Kania yang hendak akan melenggang juga."Ya sudah sana Lo buka!" titah Kania sambil mendelikan mata.Kania serta Bu Sonia duduk kembali sambil melanjutkan perbincangannya. Aku segera melenggang untuk membuka pintu."Siapa ya?" gumamku seraya membuka pintu.Pada saat itu aku di kejutkan dengan kedatangan Salsabila, wanita itu berdiri di ambang pintu."Siang Mar? Tasya ada di rumah?" tanyanya."Ada kok, ada Bil. Kamu masuk saja kerumah, aku antarkan ke kamarnya," kataku sambil mempersilahkan wanita itu masuk kedalam rumah.Kami berjalan di depan serta Salsa mengikuti dari belakang. Ketika melihat Salsa Bu Sonia serta Kania terperangah. Reaksi mereka begitu susah diartikan. Mereka sepertinya amat kesal ketika melihat Salsa menginjakan kaki di ruma
"Ada apa Mas?""Bila mengapa kamu selalu muncul dimanapun aku berada," ungkap Dio."Mas bolehkah aku jujur padamu, sebenarnya aku mencarimu di setiap waktu. Aku mencari Tasya juga, karena bagaimanapun dia adalah anakku Mas, aku yang melahirkannya." Tatapan Bila begitu tulus.Aku dikejutkan dengan hal itu, ternyata Salsa mantan istri Mas Dio adalah Bila sahabat aku sendiri."Mas, jadi kalian…" ungkapku begitu terkejut tatkala melihat semua itu.Dio dan Salsa menoleh ke arahku bersamaan. Tak ada satu patah kata pun yang menjawab ungkapanku.Aku memberanikan diri untuk menghampiri kediaman Mas Dio dan Salsa, tangan mereka masih saling berpegangan."Mas Bila ini mantan istri kamu yang kamu bilang sudah mati itu?!" tanyaku membuat Bila seketika tercengang."Apa Mas, jadi selama ini kamu anggap aku ini sudah mati," kata Salsa menunjuk dirinya sendiri."Bil, jadi yang kamu maksud suami kamu yang entah dimana itu adalah Mas Dio suamiku juga?" Tebakku tercengang.Kami semua menjadi bimbang dan
"Tapi Bu, aku tidak tau apa-apa. Bahkan Bi Euis juga tahu aku tidak kemasukan bangkai cicak itu pada dalam rujak, mungkin bisa saja bangkai cicak itu terjatuh ketika aku dan Bi Euis sedang sibuk mengerjakan hal lainnya," elakku, semoga saja mertuaku tidak terlalu menyalahkan diri ini. Kalau saja dia tau bahwa aku sengaja, bisa-bisa aku lebih dibenci olehnya."Bohong! Jangan banyak ngelak kamu Marisa! Mana mungkin cicak ini jatuh sendiri tanpa dibantu oleh tangan seseorang. Saya tidak mau tau kamu harus dihukum seberat-beratnya. Hukuman yang pantas untukmu kamu lebih baik minggat dari rumah ini!" Telunjuk mertuaku mengarah jelas padaku.Sungguh aku terbelenggu tatkala mendengar ancaman itu, baru kali ini mertuaku semarah ini."Bu, tidak segampang itu. Aku tidak setuju kalau ibu mengusir Marisa dari sini, dan jika saja ibu mengusir istri pertamaku, maka aku sebagai suaminya akan ikut kemanapun Marisa pergi." Suara pria itu terdengar lantang. Mas Dio tak setuju jika aku pergi dari rumah