"Bu, aku mau makan," rengek Tasya yang baru saja bangun tidur siang."Sebentar ya Nak. Ibu goreng nasi dulu.""Bu, aku bosen goreng nasi sama garam mulu aku mau kaya Laksmi -anak tetangga- dia makan telur setiap hari."Teriris sudah hati ini, mendengar keinginan yang sangat sederhana dari sang buah hati. Walaupun Tasya bukan darah daging Marisa sendiri tapi rasanya pilu, kecewa pada diri ini sebab belum bisa memberikan makanan yang bergizi. Ya Allah semoga saja Dio membawa rezeki yang banyak hari ini. Rasanya hati ini tak kuasa ingin melaksanakan keinginan Tasya.Wajar Tasya bicara begitu. Setiap kali sang anak ingin makan Marisa paling hanya menggoreng nasi dengan garam karena hanya itu yang bisa membuat makannya lahap.Sakit, jangan di tanya lagi, ketika seorang anak mempunyai keinginan tapi sebagai seorang belum bisa memberikannya yang terbaik. 'Maafkan Ibu, Nak. Ibu dan Papa belum bisa menjadi orang tua yang bisa membahagiakanmu seperti orang tua yang lainnya,' batin ini bergemu
Marisa hanya terdiam membisu melihat tingkah sang ibu, mengapa Bu Minah seperti senang melihat anaknya kesusahan. Bagai menari di atas penderitaan anaknya sendiri."Mar, apa kamu tidak bosan hidup dalam kemiskinan dan kelaparan. Ibu tahu Nak, kamu menjalani rumah tangga dengan suamimu selalu kekurangan. Apa kau tidak ingin menggugat cerai Dio. Percuma kau menikah tapi kau menderita seperti ini. Ibu sakit Nak melihat anak perempuan ibu kelaparan, kedinginan dan kekurangan," rintih Bu Minah menumpahkan isi hatinya begitu detail, sandiwaranya begitu sempurna memberi arahan yang memang salah.Bu Minah menatap anak cikalnya dengan penuh kasih sayang. Lalu Ia berbicara sambil melangkah mengelilingi kediaman Marisa yang berdiri lemah dengan kepala menunduk."Sudahlah Nak. Kau tinggalkan saja tukang cendol itu. Masih banyak lelaki diluar sana yang mau menikahimu. Memberimu makan dan baju yang layak, serta menjadikanmu perempuan berwibawa. Bukan seperti gembel begini," lirih Bu Minah mengolok-o
"Sayang Tante punya baju bagus banget loh. Kamu pake ya. Yuk ganti dengan yang bagus. Dan buang baju lusuh sudah tidak layak pakai ini," perintah Keke pada Tasya yang sedang berdiam diri di ruang tamu. Keke membawa gaun dres anak perempuan berwarna pink dengan tali pita di pinggang. Sangat cocok. Apalagi Tasya anak yang cantik dan manis menambah karismanya terpancar."Waw, bagus banget Tante," kata Tasya sambil melihat dirinya yang begitu cantik di pantulan kaca."Gimana kamu suka 'kan sayang. Kalau Tasya suka, Tasya pake aja. Tapi, Tasya janji ya jangan bilang-bilang kalau gaun ini dari Tante. Entar kalau ada yang nanya atau Ibu Marisa nanya. Tasya jawab aja dibeliin Papa," pesan sang Tante."Baik Tante. Aku suka banget soalnya," ucap Tasya sambil tersenyum sumringah dengan hadiah yang diberikan Tantenya itu."Ya sudah Tasya pake aja ya, gak usah diganti lagi. Tante mau mandi duluan. Daah anak manis," pamit Keke pada keponakan sambungnya itu.Keke melangkahkan kaki seraya pergi menja
Sedangkan Keke menyaksikan sang Kakak yang di amuk oleh Bu Santi. Tampak ada kegembiraan di wajahnya karena rencananya untuk menjebak Tasya berhasil sempurna.Renca ini di lakukannya ialah supaya Marisa merasa miskin hidup bersama tukang cendol itu hingga akhirnya Marisa akan menyerah dan berpisah dengan Dio."Gimana, Bu. Rencana aku bagus 'kan?" tanyanya pada Bu Minah yang sama-sama sedang menyaksikan Marisa bersedih di balik dinding yang terbuat dari anyaman bambu."Bagus banget Ke. Setelah ini pasti Kakak kamu akan menyarah hidup di dalam kemiskinan dan kelaparan terus menerus dan akhirnya minta cerai deh sama si dekil," ucap Bu Minah."Ya sudah Ke. Ngapain kita masih disini, kita jalan-jalan beli bakso. Ibu sudah lapar lagi," ajak Bu Minah pada si bungsu kesayangannya.***"Bu,gimana kita jadi beli telur ke warung?" tanya Tasya."Jadi Sya." Marisa meraba selembar uang yang tinggal 10 ribu lagi di dalam sakunya. Mereka pun berlalu pergi untuk membeli telur dan berniat akan mengutan
'Apa Andio! Kenapa namanya sama dengan Mas Dio. Atau mungkin hanya kebetulan saja sama, tidak mungkin juga Mas Dio mengenali wanita paruh baya itu. Kelihatannya ia orang berada," batin Marisa menebak.Marisa menuntun lagi tangan mungil anaknya, dengan secepat mungkin segera pulang kerumah.Wanita Paruh baya itu menoleh kebelakang untuk melihat wajah Tasya barusan. Memastikan bahwa itu bukan Tasya cucunya yang telah hilang."Angga entah kenapa aku seperti bertemu dengan cucuku Tasya. Wajah anak kecil tadi memang mirip dengan Tasya cucuku. Apa jangan-jangan memang benar," kata wanita paruh baya memastikan."Tidak mungkin Kak Sonia. Dia bukan anak Dio. Nama Tasya di dunia bukan hanya yang tadi, kalau oun Tasya disini pasti bersama Dio bukan dengan wanita yang tadi," pungkas Angga adik kandung dari Omah Sonya."Tapi angga, ada sedikit perbedaan saat aku bertemu dengan anak kecil tadi. Rasanya seperti bertemu dengan cucuku sendiri," ungkap Omah Sonya."Mungkin Kakak hanya sedang merindukan
"Senang bertemu denganmu Marisa," kata Kania menatap dengan sorot tatapan yang susah diartikan. Terlihat kecut dan kecewa."Aku juga Kania senang bisa bertemu denganmu," jawab Marisa."Dio, Mar kalau gitu aku duluan ya, ada urusan mendadak soalnya," pamit Kania."Loh Kania. Baru juga kita ketemu kamu sudah mau pergi begitu saja. Semoga di lain waktu kita bisa kembali ya," ucap Marisa ramah."Iya."Kania lagi-lagi harus menerima kekecewaan di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Dulu dia harus dikalahkan dengan temannya Salsabila -istri pertama Dio, yang sudah bercerai 5 tahun yang lalu. Dan kali ini Kania harus dipertemukan dengan wanita lain lagi yang hadir mendampingi lelaki bertubuh ideal itu.Langkah kaki Kania begitu loyo, dengan perasaan yang amat kacau."Sial benar-benar sial! Lagi-lagi aku harus dikejutkan dengan istri barunya si Dio. Akan lebih sulit lagi untuk ku singkirkan. Semuanya bangsat!." Kania murka.Kania menoleh secara diam-diam memperhatikan dari kejauhan kediaman
Tujuan Kania mengunjungi rumah Marisa dan Dio, karena Kania ada maksud tertentu. Sehingga terpaksa harus terlihat baik dan ramah.Seketika membuat Keke terperangah saat kedatangan Marisa membawa seorang wanita yang tidak di kenalnya.'Kalau dilihat dari penampilannya sih itu pasti orang kaya, tapi siapa dia? Mana mungkin orang kaya mau berteman dengan Kak Marisa yang miskin ini,' batin Keke di balik kamar memperhatikan Kania. Keke segera menghampiri wanita yang sedang duduk di ruang tamu dengan Tasya. Keke melihat ada tas bagus yang di bawa oleh wanita itu. Seketika bibir Keke tersenyum sinis."Hai, aku Keke. Adik dari Kak Marisa. Kakak pasti orang kaya 'kan," tebak Keke pada Kania yang sedang menghempaskan pantatnya di kursi bambu yang sudan reod.Kania bertumpang kaki sambil sibuk dengan ponsel di tanganya. Sejenak Kania menyimpan ponselnnya lalu menoleh Keke."Owh. Aku Kania, memang aku orang kaya. Tapi aku bukan temen Kakakmu itu, Kakakmu tidak cocok harus berteman dengan aku, wan
"Dio! Mana ibu pinjam uang untuk belanja hari ini!," pinta sang mertua kepada Dio yang tak sengaja bertemu di tepi jalan.Bu Minah menengadahkan sebelah tangannya memaksa meminta uang kepada menantunya yang sedang berjualan cendol."Bu, Dio belum juga ada pembeli. Baru juga berangkat," tampik Dio."Heh Dio! Masa iya dari tadi kamu jualan kagak laku-laku sih! Dasar tidak berguna kamu jadi menantu! Bisanya cupa ngebebanin aja. Kalau saya gak belanja tiap hari mau makan apa kamu dan keluarga yang harmonis alias melarat ini! Bikin jengkel saja, kenapa gak ceraikan saja anak saya!" gerutu Bu Minah pada sang menantu.Dio hanya menundukan kepala sambil mencoba tak menggubris gerutu sang mertuanya itu."Iya maaf Bu. Abis mau gimana lagi kalau sekarang Dio memang belum ada pembeli," ungkap Dio sambil mengelap gerobaknya yang terlihat kotor."Kamu itu emang gak bisa diandalkan jadi menantu. Heran aku sama si Marisa, mau maunya menikah sama tukang cendol. Padahal anakku cantik gak sepadan sama s
Melihat tindakan Kania itu membuat Bu Sonia iba memandang air matanya yang tidak henti mengucur deras.Hampir saja Bu Sonia memaafkan Kania namun dengan tiba-tiba Salsa datang bersama pria yang saat itu bersama Kania, yaitu Hendra."Jangan biarkan Ibu memaafkan dia Bu, air mata Kania tidak tulus sama sekali. Itu hanyalah sandiwara semata," sahut Salsa."Diam kamu Salsa kamu tidak apa-apa dengan urusanku!" sentak Kania pada Salsa.Kania tercengang kala melihat Hendra sudah berada di samping Salsa. 'Mengapa Hendra ada disini? Untuk apa dia bersama Salsa?' batin Kania bertanya seraya ada rasa cemas di benaknya."Jangan kamu bilang aku tidak tau urusanmu Kania. Jelas aku sangat tahu betul siapa kamu dan anak siapa yang kamu kandung itu, dulu kamu menghancurkan hidup aku dengan memfitnah berselingkuh dengan Diki, sekarang tak akan ku biarkan kamu melakukan itu lagi pada siapapun Kania!" tunjuk Salsa pada perut Kania.Aku dan Mas Dio juga mertuaku merasa heran. Apa yang dimaksud Salsa sebe
"Mama." Suara seruan anak kecil membuyarkan lamunan Salsa yang sedang termenung duduk di kursi halaman rumahnya.Salsa menoleh ke arah suara anak yang memanggilnya Mama barusan."Tasya," sahut Salsa. Bibir wanita itu membentuk senyuman manis di bibirnya. Tak terkira sama sekali di benaknya bahwa dia akan di panggil Mama oleh anak yang selama ini di tinggalkannya bertahun-tahun.Tasya berlari untuk memeluk sang Mama. Begitu Salsa merentangkan tangan seraya memeluk dengan erat Sanga anak."Nak Mama kangen padamu," bisiknya kala memeluk Tasya. Air matanya begitu deras mengucur membasahi pipi.Dio sungguh terharu tatkala melihat Tasya dan Salsa saling berpelukan. Ternyata tidak ada yang bisa memisahkan ibu dan anak kandung. Berdosakah Dio kerana terlalu melarang Marisa untuk mendekatkan Salsa dan Tasya."Ma, jangan tinggalin Salsa lagi ya, Mama mending tinggal bareng aja sama Papa Dio dan Tasya disana juga ada Ibu Marisa. Pasti Mama betah." Keinginan anak itu begitu polos."Mama tidak bis
Ketika Salsa memilih pulang saja karena Tasya sudah dibawa pergi oleh Bu Sonia. Begitu kejamnya wanita paruh baya itu hingga kini dia masih membenciku dan tidak mau memaafkan ku. Padahal aku dulu di jebak oleh Kania bukan keinginanku untuk berselingkuh dengan Diki -adik ipar Dio.Di tengah perjalan Salsa begitu lesu, anak kandungnya kini malah menjauh akibat dijauhkan oleh mertuanya itu. Bahkan Tasya pun tak merespon sama sekali pada Salsa.Entah harus melakukan apa lagi agar anak semata wayangnya itu tau dan aku menerima Salsa sebagai ibu kandungnya."Aku menyesal Nak, dulu telah meninggalkanmu dengan nenekmu yang jahat ini. Tapi kalau aku bawa kamu pergi dengan Mama. Aku takut tidak bisa merawatnya dan tidak bisa membahagiakannya. Setelah orang tuaku meninggal aku tidak tau harus bagaimana. Aku menyesal!" ungkap Salsa di sela perjalanan ia menangis histeris.Namun Salsa terus saja melangkah walaupun langkahnya begitu berat. Pada saat akan mengembang jalan Salsa melihat Sang anak yan
"Mas, a-aku boleh minta sesuatu dari kamu lagi?" ucap Kania ketika melihat Dio yang telah sibuk dengan laptop di hadapannya."Minta apa? Kalau untuk minta uang maaf aku tidak bisa kasih," sergah Dio.Belum juga Kania berbicara tapi Dio sudah terus terang berbicara seperti itu, seolah sudah tahu kalau Kania akan meminta uang."Mas, tapi aku sangat butuh uang itu sekarang, bolehkan aku minta lagi," bujuk Kania ketika Dio tidak mau memberinya."Kania, kemarin kamu minta uang. Dan sekarang kamu minta uang lagi, kamu pikir gampang cari uang tinggal manjat gitu, aku juga harus kerja keras untuk mendapatkan uang banyak!" gerutu Dio."Mas kok kamu pelit banget sih, aku ini sedang hamil anak kamu! Pengeluaran aku banyak harusnya kamu mengerti dengan keadaan aku yang saat ini berbadan dua!" Kania kembali menggerutu Dio balik."Pokoknya Mas sekarang tidak mau memberimu uang lagi, pengeluaran kamu sekarang semakin banyak tapi Mas tidak tahu uang itu kamu pakai untuk apa?!""Ya untuk keperluan aku
"Mana sih tuh orang jam segini masih belum datang juga! Katanya butuh duit! Malah gue yang harus nunggu!" gerutu Kania pada Hendri. Pria yang di tunggunya belum kunjung datang juga.Wanita itu terus saja celingukan sambil sesekali melirik ponsel untuk melihat jam.Salsa tak sengaja lewat melihat Kania sedang gelisah menunggu seseorang. Akhirnya Salsa berniat menemui Kania yang berada di restoran tersebut."Panik bener wajahnya," sindir Salsa ketika menghampiri Kania yang telah duduk di kursi dalam restoran tersebut.Kania menyimpan ponsel yang baru saja ia ambil. Kania menoleh ke arah Salsa. Wanita itu nampak kesal saat yang di tunggu Hendra yang datang malah musuh bebuyutannya."Heh ngapai Lo disini? Kasihan banget gak diakui sama anak sendiri emangnya enak. Makannya Lo jagain anak Lo dari bayi, biar gak di gondok sama si Marisa. Lo tu insaf jangan mesum mulu. Jadinya begini anak sendiri aja gak mau mengakui kalau Lo adalah ibu kandung yang udah ngelahirin dia. Kasihan, kasihan, kasi
Ting! Benda pipih yang yang tergeletak di atas meja terus saja berbunyi, namun tak ada satupun orang yang mengangkatnya. Entah ponsel siapa? Ku hampiri ponsel yang tersimpan di atas meja itu, memastikan. Dan ternyata adalah ponsel maduku sendiri.Awalnya aku tak ingin mengambilnya, apalagi harus diantarkan pada Kania, rasanya malas sekali. Namun suara deringan ponsel itu tak berhenti membuat berisik.Tak ada pilihan lain, tak ada salahnya kalau aku berikan ponsel miliknya Kania itu. Siapa itu memang telepon penting."Kania, Kania," seruku di balik pintu, namun tak ada sahutan sama sekali. Entah di mana keberadaan wanita itu. Kebetulan pintu kamarnya tidak tertutup rapat, apakah mungkin di dalam kamar mandi. Lalu ku memberanikan diri masuk ke dalam bilik kamarnya."Kalau ku angkat, takutnya penting. Apalagi nomornya dari nomor baru, tapi kalau dibiarkan suara dering nya cukup mengganggu," gumamku seraya mencari keberadaan maduku.Saat mata ini tak sengaja melihat ke halaman belakang
Ting nong!Suara bel rumah berbunyi, aku yang sedang mengepel lantai melenggang untuk membuka pintu tersebut, Kania yang saat ini sedang berasama mertuaku ikut serta akan membuka pintu, namun segera ku tahan. "Biar aku saja Kania," cegahku pada Kania yang hendak akan melenggang juga."Ya sudah sana Lo buka!" titah Kania sambil mendelikan mata.Kania serta Bu Sonia duduk kembali sambil melanjutkan perbincangannya. Aku segera melenggang untuk membuka pintu."Siapa ya?" gumamku seraya membuka pintu.Pada saat itu aku di kejutkan dengan kedatangan Salsabila, wanita itu berdiri di ambang pintu."Siang Mar? Tasya ada di rumah?" tanyanya."Ada kok, ada Bil. Kamu masuk saja kerumah, aku antarkan ke kamarnya," kataku sambil mempersilahkan wanita itu masuk kedalam rumah.Kami berjalan di depan serta Salsa mengikuti dari belakang. Ketika melihat Salsa Bu Sonia serta Kania terperangah. Reaksi mereka begitu susah diartikan. Mereka sepertinya amat kesal ketika melihat Salsa menginjakan kaki di ruma
"Ada apa Mas?""Bila mengapa kamu selalu muncul dimanapun aku berada," ungkap Dio."Mas bolehkah aku jujur padamu, sebenarnya aku mencarimu di setiap waktu. Aku mencari Tasya juga, karena bagaimanapun dia adalah anakku Mas, aku yang melahirkannya." Tatapan Bila begitu tulus.Aku dikejutkan dengan hal itu, ternyata Salsa mantan istri Mas Dio adalah Bila sahabat aku sendiri."Mas, jadi kalian…" ungkapku begitu terkejut tatkala melihat semua itu.Dio dan Salsa menoleh ke arahku bersamaan. Tak ada satu patah kata pun yang menjawab ungkapanku.Aku memberanikan diri untuk menghampiri kediaman Mas Dio dan Salsa, tangan mereka masih saling berpegangan."Mas Bila ini mantan istri kamu yang kamu bilang sudah mati itu?!" tanyaku membuat Bila seketika tercengang."Apa Mas, jadi selama ini kamu anggap aku ini sudah mati," kata Salsa menunjuk dirinya sendiri."Bil, jadi yang kamu maksud suami kamu yang entah dimana itu adalah Mas Dio suamiku juga?" Tebakku tercengang.Kami semua menjadi bimbang dan
"Tapi Bu, aku tidak tau apa-apa. Bahkan Bi Euis juga tahu aku tidak kemasukan bangkai cicak itu pada dalam rujak, mungkin bisa saja bangkai cicak itu terjatuh ketika aku dan Bi Euis sedang sibuk mengerjakan hal lainnya," elakku, semoga saja mertuaku tidak terlalu menyalahkan diri ini. Kalau saja dia tau bahwa aku sengaja, bisa-bisa aku lebih dibenci olehnya."Bohong! Jangan banyak ngelak kamu Marisa! Mana mungkin cicak ini jatuh sendiri tanpa dibantu oleh tangan seseorang. Saya tidak mau tau kamu harus dihukum seberat-beratnya. Hukuman yang pantas untukmu kamu lebih baik minggat dari rumah ini!" Telunjuk mertuaku mengarah jelas padaku.Sungguh aku terbelenggu tatkala mendengar ancaman itu, baru kali ini mertuaku semarah ini."Bu, tidak segampang itu. Aku tidak setuju kalau ibu mengusir Marisa dari sini, dan jika saja ibu mengusir istri pertamaku, maka aku sebagai suaminya akan ikut kemanapun Marisa pergi." Suara pria itu terdengar lantang. Mas Dio tak setuju jika aku pergi dari rumah