"Senang bertemu denganmu Marisa," kata Kania menatap dengan sorot tatapan yang susah diartikan. Terlihat kecut dan kecewa."Aku juga Kania senang bisa bertemu denganmu," jawab Marisa."Dio, Mar kalau gitu aku duluan ya, ada urusan mendadak soalnya," pamit Kania."Loh Kania. Baru juga kita ketemu kamu sudah mau pergi begitu saja. Semoga di lain waktu kita bisa kembali ya," ucap Marisa ramah."Iya."Kania lagi-lagi harus menerima kekecewaan di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Dulu dia harus dikalahkan dengan temannya Salsabila -istri pertama Dio, yang sudah bercerai 5 tahun yang lalu. Dan kali ini Kania harus dipertemukan dengan wanita lain lagi yang hadir mendampingi lelaki bertubuh ideal itu.Langkah kaki Kania begitu loyo, dengan perasaan yang amat kacau."Sial benar-benar sial! Lagi-lagi aku harus dikejutkan dengan istri barunya si Dio. Akan lebih sulit lagi untuk ku singkirkan. Semuanya bangsat!." Kania murka.Kania menoleh secara diam-diam memperhatikan dari kejauhan kediaman
Tujuan Kania mengunjungi rumah Marisa dan Dio, karena Kania ada maksud tertentu. Sehingga terpaksa harus terlihat baik dan ramah.Seketika membuat Keke terperangah saat kedatangan Marisa membawa seorang wanita yang tidak di kenalnya.'Kalau dilihat dari penampilannya sih itu pasti orang kaya, tapi siapa dia? Mana mungkin orang kaya mau berteman dengan Kak Marisa yang miskin ini,' batin Keke di balik kamar memperhatikan Kania. Keke segera menghampiri wanita yang sedang duduk di ruang tamu dengan Tasya. Keke melihat ada tas bagus yang di bawa oleh wanita itu. Seketika bibir Keke tersenyum sinis."Hai, aku Keke. Adik dari Kak Marisa. Kakak pasti orang kaya 'kan," tebak Keke pada Kania yang sedang menghempaskan pantatnya di kursi bambu yang sudan reod.Kania bertumpang kaki sambil sibuk dengan ponsel di tanganya. Sejenak Kania menyimpan ponselnnya lalu menoleh Keke."Owh. Aku Kania, memang aku orang kaya. Tapi aku bukan temen Kakakmu itu, Kakakmu tidak cocok harus berteman dengan aku, wan
"Dio! Mana ibu pinjam uang untuk belanja hari ini!," pinta sang mertua kepada Dio yang tak sengaja bertemu di tepi jalan.Bu Minah menengadahkan sebelah tangannya memaksa meminta uang kepada menantunya yang sedang berjualan cendol."Bu, Dio belum juga ada pembeli. Baru juga berangkat," tampik Dio."Heh Dio! Masa iya dari tadi kamu jualan kagak laku-laku sih! Dasar tidak berguna kamu jadi menantu! Bisanya cupa ngebebanin aja. Kalau saya gak belanja tiap hari mau makan apa kamu dan keluarga yang harmonis alias melarat ini! Bikin jengkel saja, kenapa gak ceraikan saja anak saya!" gerutu Bu Minah pada sang menantu.Dio hanya menundukan kepala sambil mencoba tak menggubris gerutu sang mertuanya itu."Iya maaf Bu. Abis mau gimana lagi kalau sekarang Dio memang belum ada pembeli," ungkap Dio sambil mengelap gerobaknya yang terlihat kotor."Kamu itu emang gak bisa diandalkan jadi menantu. Heran aku sama si Marisa, mau maunya menikah sama tukang cendol. Padahal anakku cantik gak sepadan sama s
"Apa kamu sudah lupa Mas. Kemarin kamu bilang aku dan Tasya jangan kesini karena panas matahari yang begitu terik! Tapi nyatanya apa?! Hari ini aku tidak kesini tapi kamu malah berduaan sama Kania, Mas," rintih Marisa kecewa."Mar, ini salah paham. Tadi aku dan Kania hanya bercanda saja tidak lebih." Dio menjelaskan."Iya Dio benar Mar. Mana mungkin juga aku bisa cinta dengan sahabat ku. Apalagi Dio sudah punya istri yaitu kamu." Kania mencoba meyakinkan."Bacot! Kalian semua memang pendusta yang hebat! Tepuk tangan yang meriah sudah melukai hati Kakaku ini," sahut Keke kembali memanaskan hati sang Kakak.Marisa melenggang kecewa. Ia pergi menjauh dari kediaman Dio dan Kania serta Keke masih nyerocos tak jelas."Mar!" panggil Dio.Tapi Marisa tak menghiraukan istrinya yang terus berlalu secepat mungkin. Ada rasa cemburu bercampur rasa kecewa dengan sang suami yang telah membohonginya.Andai saja Dio tak melarang Marisa mungkin tak akan sesakit itu.Marisa benar-benar dilanda frustasi.
Setelah setengah jam menunggu Paman Angga kembali dengan wajah panik setengah cemas."Paman gimana? Apakah darah Paman dan Dio cocok?" tanya Kania antusias menunggu jawaban."Tidak cocok kania. Ini tidak sesuai harapan Paman.""Apa! Gak cocok! Lantas harus bagaimana dong Paman?""Paman juga tidak tahu Kan, mungkin kita harus cari orang yang golongan darahnya sama dengan Dio. Kalau mengandalkan darah Kak Hadiman rasanya tidak mungkin," jelas Paman Angga sambil menggelengkan kepalanya."Kania, coba kau cek darah kau siapa tahu cocok dengan Dio?" ujar Paman Angga."Mana mungkin Paman. Aku sangat takut dengan jarum suntikan, bahkan dari dulu aku belum pernah memegang atau menyentuh jarum," tampik Kania sambil bergidik."Ayolah Kania, ini untuk kesehatan Dio. Bukankah kau bahagia melihat Dio mu sehat lagi seperti semula. Ayolah siapa tahu cocok dengan golongan darah kau," paksa Paman Angga."Tapi, Paman. Aku takut."Paman Angga terus membujuk Kania yang ketakutan. Setelah beberapa menit akh
Bu Minah nampak celingak celinguk memperhatikan di sekeliling ruangan rumah sakit ini. Entah apa yang ia lakukan, namun sikapnya sedikit mengherankan.Bu Minah memutar knop pintu untuk bisa masuk ke dalam ruangan Dio, saat ini terlihat pria tangguh itu terbaring lemah dan belum sadarkan diri. Kedua mata masih terpejam dan jarum infusan menancap di tangan.Bu Minah melangkah pelan sambil bibirnya mengukir senyuman dengan rasa puas melihat menantu yang sangat dibencinya kini tidak berdaya."Malang sekali nasibmu Dio, belum juga tanganku bertindak, kau sudah tak berdaya seperti ini. Semoga saja kau secepatnya mati," ucap Bu Minah sambil menatap sinis wajah Dio yang masih belum sadarkan diri.Lantaran semua orang sedang tidak ada dan Marisa pun pergi untuk melaksanakan shalat ashar. Bu Minah mempunyai niatan buruk kepada sang menantunya itu.Dengan perlahan tangan Bu Minah mengulur ke arah kabel infusan. Bu Minah memutar penghalang infusan supaya air yang terus mengalir terhalang begitu sa
"Hari ini Pak Dio sudah bisa pulang ya Bu," kata perawat sambil memberikan obat kepada Marisa.Marisa hanya berdiam diri dengan pikiran bingung mencerna ucapan perawat itu, "Bisa pulang, memangnya siapa yang sudah membayar biaya berobat suami saya, Sus?""Tadi seorang Bapak paruh baya yang membayar semuanya.""Pak Angga 'kah?""Mungkin Bu, beliau tidak memberitahukan namanya. Dia hanya membayar semuanya biaya pengobatannya Pak Dio. Gitu aja Bu setahu saya.""Ya sudah terimakasih ya, Sus." Marisa melenggang untuk melihat sang suami di kamarnya. Ada perasaan bahagia karena hari ini Dio sudah bisa pulang dan sudah pulih kembali.***"Dio, Paman senang kamu sudah sembuh dan bisa pulang sekarang. Paman harap kamu jaga diri baik-baik, jangan sampai kenapa-kenapa lagi. Takut membuat khawatir kedua istrimu," goda Paman Angga kenapa Dio."Paman ini, kedua istriku siapa. Istriku cuma satu. Aku tidak ingin mengikuti jejak Paman, dan tidak ada di kamus kehidupanku aku berpoligami," tampik Dio."Su
"Bu aku mohon jagain Mas Dio dulu ya, jangan sampai dia tahu kalau aku akan berdagang cendol menggantikannya hari ini, aku tidak mau kalau Mas Dio kecapean dulu, apalagi dia baru saja mulai pulih," kata Marisa sambil membersihkan wadah."Iya kamu tenang saja, suamimu tidak akan tahu. Yakin kamu mau jualan cendol?""Iya Bu. Kalau gak jualan gimana kita nanti sore makan,"ungkap Marisa terisak."Semoga saja dagangan kamu laris Mar. Andai saja suamimu bukan si Dio mungkin gak akan kesulitan seperti ini."Karena tak ingin mendengan ocehan Bu Minah, Marisa segera mengalihkan pembicaraan, "Aku sudah siapkan nasi sama telur dadar untuk Tasya dan Mas Dio. Aku pergi mulai berjualan dulu, Bu," pamit Marisa seraya menata rapi adonan cendolnya.Terpaksa wanita cantik itu harus menggantikan profesi suaminya berjualan cendol keliling hari ini. Karena beras sudah mulai habis sedangkan Ceu Esroh warung langganannya mana mungkin akan memberi bon lagi lantaran hutang Marisa yang sebelumnya belum terbayar
Melihat tindakan Kania itu membuat Bu Sonia iba memandang air matanya yang tidak henti mengucur deras.Hampir saja Bu Sonia memaafkan Kania namun dengan tiba-tiba Salsa datang bersama pria yang saat itu bersama Kania, yaitu Hendra."Jangan biarkan Ibu memaafkan dia Bu, air mata Kania tidak tulus sama sekali. Itu hanyalah sandiwara semata," sahut Salsa."Diam kamu Salsa kamu tidak apa-apa dengan urusanku!" sentak Kania pada Salsa.Kania tercengang kala melihat Hendra sudah berada di samping Salsa. 'Mengapa Hendra ada disini? Untuk apa dia bersama Salsa?' batin Kania bertanya seraya ada rasa cemas di benaknya."Jangan kamu bilang aku tidak tau urusanmu Kania. Jelas aku sangat tahu betul siapa kamu dan anak siapa yang kamu kandung itu, dulu kamu menghancurkan hidup aku dengan memfitnah berselingkuh dengan Diki, sekarang tak akan ku biarkan kamu melakukan itu lagi pada siapapun Kania!" tunjuk Salsa pada perut Kania.Aku dan Mas Dio juga mertuaku merasa heran. Apa yang dimaksud Salsa sebe
"Mama." Suara seruan anak kecil membuyarkan lamunan Salsa yang sedang termenung duduk di kursi halaman rumahnya.Salsa menoleh ke arah suara anak yang memanggilnya Mama barusan."Tasya," sahut Salsa. Bibir wanita itu membentuk senyuman manis di bibirnya. Tak terkira sama sekali di benaknya bahwa dia akan di panggil Mama oleh anak yang selama ini di tinggalkannya bertahun-tahun.Tasya berlari untuk memeluk sang Mama. Begitu Salsa merentangkan tangan seraya memeluk dengan erat Sanga anak."Nak Mama kangen padamu," bisiknya kala memeluk Tasya. Air matanya begitu deras mengucur membasahi pipi.Dio sungguh terharu tatkala melihat Tasya dan Salsa saling berpelukan. Ternyata tidak ada yang bisa memisahkan ibu dan anak kandung. Berdosakah Dio kerana terlalu melarang Marisa untuk mendekatkan Salsa dan Tasya."Ma, jangan tinggalin Salsa lagi ya, Mama mending tinggal bareng aja sama Papa Dio dan Tasya disana juga ada Ibu Marisa. Pasti Mama betah." Keinginan anak itu begitu polos."Mama tidak bis
Ketika Salsa memilih pulang saja karena Tasya sudah dibawa pergi oleh Bu Sonia. Begitu kejamnya wanita paruh baya itu hingga kini dia masih membenciku dan tidak mau memaafkan ku. Padahal aku dulu di jebak oleh Kania bukan keinginanku untuk berselingkuh dengan Diki -adik ipar Dio.Di tengah perjalan Salsa begitu lesu, anak kandungnya kini malah menjauh akibat dijauhkan oleh mertuanya itu. Bahkan Tasya pun tak merespon sama sekali pada Salsa.Entah harus melakukan apa lagi agar anak semata wayangnya itu tau dan aku menerima Salsa sebagai ibu kandungnya."Aku menyesal Nak, dulu telah meninggalkanmu dengan nenekmu yang jahat ini. Tapi kalau aku bawa kamu pergi dengan Mama. Aku takut tidak bisa merawatnya dan tidak bisa membahagiakannya. Setelah orang tuaku meninggal aku tidak tau harus bagaimana. Aku menyesal!" ungkap Salsa di sela perjalanan ia menangis histeris.Namun Salsa terus saja melangkah walaupun langkahnya begitu berat. Pada saat akan mengembang jalan Salsa melihat Sang anak yan
"Mas, a-aku boleh minta sesuatu dari kamu lagi?" ucap Kania ketika melihat Dio yang telah sibuk dengan laptop di hadapannya."Minta apa? Kalau untuk minta uang maaf aku tidak bisa kasih," sergah Dio.Belum juga Kania berbicara tapi Dio sudah terus terang berbicara seperti itu, seolah sudah tahu kalau Kania akan meminta uang."Mas, tapi aku sangat butuh uang itu sekarang, bolehkan aku minta lagi," bujuk Kania ketika Dio tidak mau memberinya."Kania, kemarin kamu minta uang. Dan sekarang kamu minta uang lagi, kamu pikir gampang cari uang tinggal manjat gitu, aku juga harus kerja keras untuk mendapatkan uang banyak!" gerutu Dio."Mas kok kamu pelit banget sih, aku ini sedang hamil anak kamu! Pengeluaran aku banyak harusnya kamu mengerti dengan keadaan aku yang saat ini berbadan dua!" Kania kembali menggerutu Dio balik."Pokoknya Mas sekarang tidak mau memberimu uang lagi, pengeluaran kamu sekarang semakin banyak tapi Mas tidak tahu uang itu kamu pakai untuk apa?!""Ya untuk keperluan aku
"Mana sih tuh orang jam segini masih belum datang juga! Katanya butuh duit! Malah gue yang harus nunggu!" gerutu Kania pada Hendri. Pria yang di tunggunya belum kunjung datang juga.Wanita itu terus saja celingukan sambil sesekali melirik ponsel untuk melihat jam.Salsa tak sengaja lewat melihat Kania sedang gelisah menunggu seseorang. Akhirnya Salsa berniat menemui Kania yang berada di restoran tersebut."Panik bener wajahnya," sindir Salsa ketika menghampiri Kania yang telah duduk di kursi dalam restoran tersebut.Kania menyimpan ponsel yang baru saja ia ambil. Kania menoleh ke arah Salsa. Wanita itu nampak kesal saat yang di tunggu Hendra yang datang malah musuh bebuyutannya."Heh ngapai Lo disini? Kasihan banget gak diakui sama anak sendiri emangnya enak. Makannya Lo jagain anak Lo dari bayi, biar gak di gondok sama si Marisa. Lo tu insaf jangan mesum mulu. Jadinya begini anak sendiri aja gak mau mengakui kalau Lo adalah ibu kandung yang udah ngelahirin dia. Kasihan, kasihan, kasi
Ting! Benda pipih yang yang tergeletak di atas meja terus saja berbunyi, namun tak ada satupun orang yang mengangkatnya. Entah ponsel siapa? Ku hampiri ponsel yang tersimpan di atas meja itu, memastikan. Dan ternyata adalah ponsel maduku sendiri.Awalnya aku tak ingin mengambilnya, apalagi harus diantarkan pada Kania, rasanya malas sekali. Namun suara deringan ponsel itu tak berhenti membuat berisik.Tak ada pilihan lain, tak ada salahnya kalau aku berikan ponsel miliknya Kania itu. Siapa itu memang telepon penting."Kania, Kania," seruku di balik pintu, namun tak ada sahutan sama sekali. Entah di mana keberadaan wanita itu. Kebetulan pintu kamarnya tidak tertutup rapat, apakah mungkin di dalam kamar mandi. Lalu ku memberanikan diri masuk ke dalam bilik kamarnya."Kalau ku angkat, takutnya penting. Apalagi nomornya dari nomor baru, tapi kalau dibiarkan suara dering nya cukup mengganggu," gumamku seraya mencari keberadaan maduku.Saat mata ini tak sengaja melihat ke halaman belakang
Ting nong!Suara bel rumah berbunyi, aku yang sedang mengepel lantai melenggang untuk membuka pintu tersebut, Kania yang saat ini sedang berasama mertuaku ikut serta akan membuka pintu, namun segera ku tahan. "Biar aku saja Kania," cegahku pada Kania yang hendak akan melenggang juga."Ya sudah sana Lo buka!" titah Kania sambil mendelikan mata.Kania serta Bu Sonia duduk kembali sambil melanjutkan perbincangannya. Aku segera melenggang untuk membuka pintu."Siapa ya?" gumamku seraya membuka pintu.Pada saat itu aku di kejutkan dengan kedatangan Salsabila, wanita itu berdiri di ambang pintu."Siang Mar? Tasya ada di rumah?" tanyanya."Ada kok, ada Bil. Kamu masuk saja kerumah, aku antarkan ke kamarnya," kataku sambil mempersilahkan wanita itu masuk kedalam rumah.Kami berjalan di depan serta Salsa mengikuti dari belakang. Ketika melihat Salsa Bu Sonia serta Kania terperangah. Reaksi mereka begitu susah diartikan. Mereka sepertinya amat kesal ketika melihat Salsa menginjakan kaki di ruma
"Ada apa Mas?""Bila mengapa kamu selalu muncul dimanapun aku berada," ungkap Dio."Mas bolehkah aku jujur padamu, sebenarnya aku mencarimu di setiap waktu. Aku mencari Tasya juga, karena bagaimanapun dia adalah anakku Mas, aku yang melahirkannya." Tatapan Bila begitu tulus.Aku dikejutkan dengan hal itu, ternyata Salsa mantan istri Mas Dio adalah Bila sahabat aku sendiri."Mas, jadi kalian…" ungkapku begitu terkejut tatkala melihat semua itu.Dio dan Salsa menoleh ke arahku bersamaan. Tak ada satu patah kata pun yang menjawab ungkapanku.Aku memberanikan diri untuk menghampiri kediaman Mas Dio dan Salsa, tangan mereka masih saling berpegangan."Mas Bila ini mantan istri kamu yang kamu bilang sudah mati itu?!" tanyaku membuat Bila seketika tercengang."Apa Mas, jadi selama ini kamu anggap aku ini sudah mati," kata Salsa menunjuk dirinya sendiri."Bil, jadi yang kamu maksud suami kamu yang entah dimana itu adalah Mas Dio suamiku juga?" Tebakku tercengang.Kami semua menjadi bimbang dan
"Tapi Bu, aku tidak tau apa-apa. Bahkan Bi Euis juga tahu aku tidak kemasukan bangkai cicak itu pada dalam rujak, mungkin bisa saja bangkai cicak itu terjatuh ketika aku dan Bi Euis sedang sibuk mengerjakan hal lainnya," elakku, semoga saja mertuaku tidak terlalu menyalahkan diri ini. Kalau saja dia tau bahwa aku sengaja, bisa-bisa aku lebih dibenci olehnya."Bohong! Jangan banyak ngelak kamu Marisa! Mana mungkin cicak ini jatuh sendiri tanpa dibantu oleh tangan seseorang. Saya tidak mau tau kamu harus dihukum seberat-beratnya. Hukuman yang pantas untukmu kamu lebih baik minggat dari rumah ini!" Telunjuk mertuaku mengarah jelas padaku.Sungguh aku terbelenggu tatkala mendengar ancaman itu, baru kali ini mertuaku semarah ini."Bu, tidak segampang itu. Aku tidak setuju kalau ibu mengusir Marisa dari sini, dan jika saja ibu mengusir istri pertamaku, maka aku sebagai suaminya akan ikut kemanapun Marisa pergi." Suara pria itu terdengar lantang. Mas Dio tak setuju jika aku pergi dari rumah