"Hari ini Pak Dio sudah bisa pulang ya Bu," kata perawat sambil memberikan obat kepada Marisa.Marisa hanya berdiam diri dengan pikiran bingung mencerna ucapan perawat itu, "Bisa pulang, memangnya siapa yang sudah membayar biaya berobat suami saya, Sus?""Tadi seorang Bapak paruh baya yang membayar semuanya.""Pak Angga 'kah?""Mungkin Bu, beliau tidak memberitahukan namanya. Dia hanya membayar semuanya biaya pengobatannya Pak Dio. Gitu aja Bu setahu saya.""Ya sudah terimakasih ya, Sus." Marisa melenggang untuk melihat sang suami di kamarnya. Ada perasaan bahagia karena hari ini Dio sudah bisa pulang dan sudah pulih kembali.***"Dio, Paman senang kamu sudah sembuh dan bisa pulang sekarang. Paman harap kamu jaga diri baik-baik, jangan sampai kenapa-kenapa lagi. Takut membuat khawatir kedua istrimu," goda Paman Angga kenapa Dio."Paman ini, kedua istriku siapa. Istriku cuma satu. Aku tidak ingin mengikuti jejak Paman, dan tidak ada di kamus kehidupanku aku berpoligami," tampik Dio."Su
"Bu aku mohon jagain Mas Dio dulu ya, jangan sampai dia tahu kalau aku akan berdagang cendol menggantikannya hari ini, aku tidak mau kalau Mas Dio kecapean dulu, apalagi dia baru saja mulai pulih," kata Marisa sambil membersihkan wadah."Iya kamu tenang saja, suamimu tidak akan tahu. Yakin kamu mau jualan cendol?""Iya Bu. Kalau gak jualan gimana kita nanti sore makan,"ungkap Marisa terisak."Semoga saja dagangan kamu laris Mar. Andai saja suamimu bukan si Dio mungkin gak akan kesulitan seperti ini."Karena tak ingin mendengan ocehan Bu Minah, Marisa segera mengalihkan pembicaraan, "Aku sudah siapkan nasi sama telur dadar untuk Tasya dan Mas Dio. Aku pergi mulai berjualan dulu, Bu," pamit Marisa seraya menata rapi adonan cendolnya.Terpaksa wanita cantik itu harus menggantikan profesi suaminya berjualan cendol keliling hari ini. Karena beras sudah mulai habis sedangkan Ceu Esroh warung langganannya mana mungkin akan memberi bon lagi lantaran hutang Marisa yang sebelumnya belum terbayar
"Ibu, mau kemana pagi-pagi gini udah hedon aja?" tanya Keke pada sang bunda yang sudah terlihat rapi membawa tas besar juga tak lupa memakai mas KW melingkari tangan dan juga lehernya, sudah terlihat bak nyonya berduit."Anak kecil gak usah kope! Masalahnya ini urusan orang tua.""Kepo Bu, bukan kope. Ngomong aja udah kebalik sok sok'an pengen jadi orang tua yang baik dan benar," ledek Keke."Kamu itu, kalau bicara seenak dengkulmu! Sudah ah. Ibu mau pergi ke pasar belanja sayuran," kata Bu Minah sambil melangkah keluar."Wih belanja sayuran pake emas segala, Bu, gimana kalau ada yang rampog," ujar Keke yang sedang duduk di kursi luar teras rumah.Bu Minah tak menggubris ucapan Keke. Wanita paruh baya itu terus berjalan lenggak lenggok sambil sesekali mengibaskan emas KW pada kumpulan ibu-ibu yang sedang beraktifitas di pagi hari ini.Ibu-ibu itu berkumpul mengerumuni gerobak sayur Mang Kasno."Wah. Wah. Wah. Bu Minah pagi-pagi sudah ceria aja tuh, pake emas juga banyak bener daaah. Ma
Setelah kepergian warga yang mencari Bu Minah. Kania pun kembali masuk kedalam mobil."Gimana Kania sudah aman 'kah? Apa warga sudah tak mencariku lagi?" tanya Bu Minah.Tangan Bu Minah begitu dingin dan gemetar. Alangkah ia sangat ketakutan."Semuanya sudah aman terkendali. Kalau saja tidak ada aku, entah apa yang terjadi pada Bu Minah. Bisa saja sudah di amuk atau di cabik-cabik dengan benda tajam yang mereka bawa," ujar Kania menakuti Bu Minah.Kania duduk tenang sambil menyetir mobil mengantarkan pulang Bu Minah kerumah Dio.Di tengah perjalanan Kania menanyakan tentang perjanjian Bu Minah yang membuat Kania tercengang."Gimana Bu dengan janji yang Ibu ucapkan tadi? Bukankah aku sudah selesai menolong Ibu dari amukan warga, otomatis aku sudah menolong nyawa Ibu. Dan sekarang aku mau Ibu bantu aku memenuhi keinginanku yang belum tercapai," tanya Kania sambil menatap Bu Minah dari kaca spion yang menempel di dalam mobil."Memangnya kamu mau dibantu apa Kania?""Masa sih! Ibu gak tahu
"Ini rumah kamu Kan?" tanya Dio seraya turun dari dalam mobil memandang heran rumah Kania."Iya. Ini rumah peninggalan alm. Nenek sama kakek aku dulu. Kita masuk saja ya. Kebetulan gak dikunci juga."Kania membuka pintu sambil masuk kedalam rumah mewah miliknya itu. Dio menghempaskan pantatnya di sopa yang terlihat empuk dan mahal."Aku harus membetulkan AC yang mana Kan?""Dioo, duduklah dulu, biar aku ambilkan minum sebentar. Baru juga sampai kerumah aku. Kayaknya kamu sudah tidak tahan ya," goda Kania.Dio hanya terdiam sambil bola matanya melihat langit-langit rumah Kania."Tunggu saja kamu disini, aku ambilkan minum dulu ya," pamit Kania seraya pergi ke dapur.Di dapur Kania bingung dengan serbuk obat yang diberikan Bu Minah yang harus di masukan kedalam minuman Dio. Kania bingung pungsi obat itu sebenarnya untuk apa. Tanpa basa basi lagi wanita itu langsung memasukan serbuk kedalam minuman Dio. Lalu di aduknya dengan sendok serata mungkin."Nih minum dulu, santai aja lagi," kta
"Alhamdulillah akhirnya laku semua juga cendolnya," ucap Marisa sambil memegang uang hasil jualan cendol hari ini.Marisa mengambil air aqua dari dalam gerobaknya. Agar bisa menghilangkan rasa dahaga di tenggorokannya.Niat hati akan meminum air tersebut karena sudah kehausan dan penat. Namun, seketika botol aqua tersebut jatuh tak terhingga. Air yang berada di dalam botol tersebut tumpah begitu saja tak tersisa."Astaghfirullah, ada apa ini? Mengapa perasaanku tidak enak," gumam Marisa sambil menatap botol aqua yang sudah kosong, "Semoga cuma perasaanku yang sedang tidak enak, dan tidak ada apa-apa yang menimpa keluargaku," kata Marisa mencoba menepis pikiran buruknya. Perihal perasaan yang tak enak mungkin hanya perasaan wanita itu saja.Kini Marisa kembali melihat uang yang sudah di simpan di dalam tasnya.Tak hentinya istri Dio itu mengucapkan kata syukur sambil senyum sumringah. Setidaknya bisa hatinya merasa lega lantaran bisa membeli beras untuk besok.Kania terperanjat dan seg
"Akh," ringis Marisa saat mencoba membangkitkan diri. Pria yang ditabraknya barusan memberi uluran tangan. Pria tampan berkulit putih dan bertubuh tinggi mempesona bak Dirly Idol itu memberi senyuman yang teramat manis. "Bangunlah biar aku bantu," kata pria tersebut sambil mencoba membantu wanita yang tak sengaja menabraknya.Tanpa menolak Marisa pun menyetujui bantuannya."Terimakasih Aditya, kau sudah membantuku.""Ada apa denganmu, kenapa kau seperti ketakutan dan kenapa malam begini masih beralari-lari?" tanya Aditya penasaran."Ini belum malam, baru jam 7 magrib.""Iya maksud aku itu," Aditya menatap tubuh Marisa dengan saksama dilihatnya dari ujung kaki sampai ujung rambut, "Kamu mau kemana dan dari mana? Mengapa kamu terlihat kelelahan seperti yang habis kerja kuli bangunan gitu?""Mata mu rabun atau gimana, masa iya. Aku kuli bangunan, proyek mana ada yang mau nerima? Cewe letoy kaya aku," gerutu Marisa. "Gak pa-pa letoy kerja, yang terpenting jangan letoy di kasur aja Mar,"
Saat Marisa dan Dio melangkah masuk kedalam rumah. Marisa disambut kaget dengan beberapa cemilan dan beberapa makanan mahal sudah terpampang banyak aneka rupa di meja kayu ruang tamu. Bu Minah dan Keke -sang adik sedang disibukkan dengan cemilannya."Bu, ibu belanja makanan sebanyak ini dari mana?" tanya Marisa."Ya beli dong! Masa iya, Ibu nyuri! Walaupun Ibu gak punya tapi gak jelata-jelata amat kaya suami kamu!" ledek Bu Minah sambil mendelikan mata."Memangnya Ibu punya uang dari mana sebanyak ini? Bukankah uang hasil penjualan rumah sudah habis tak tersisa?""Marisaaaa! Gak usah kepo deh. Mau dari mana Ibu punya uang. Itu bukan urusanmu, urus saja suamimu dan anak tirimu jangan ngurusin Ibu. Yang terpenting Ibu tidak nyolong duit tetangga apalagi jadi babi ngepet," tutur Bu Minah tegas."Gimana hari ini? Kamu pasti merasa senang bukan?" sindir Bu Minah pada Dio. Sejenak Dio tercengang dengan pertanyaan sang mertua kejamnya itu.Deg!Jantung Dio berdetak kencang tak karuan.'Maksu
Melihat tindakan Kania itu membuat Bu Sonia iba memandang air matanya yang tidak henti mengucur deras.Hampir saja Bu Sonia memaafkan Kania namun dengan tiba-tiba Salsa datang bersama pria yang saat itu bersama Kania, yaitu Hendra."Jangan biarkan Ibu memaafkan dia Bu, air mata Kania tidak tulus sama sekali. Itu hanyalah sandiwara semata," sahut Salsa."Diam kamu Salsa kamu tidak apa-apa dengan urusanku!" sentak Kania pada Salsa.Kania tercengang kala melihat Hendra sudah berada di samping Salsa. 'Mengapa Hendra ada disini? Untuk apa dia bersama Salsa?' batin Kania bertanya seraya ada rasa cemas di benaknya."Jangan kamu bilang aku tidak tau urusanmu Kania. Jelas aku sangat tahu betul siapa kamu dan anak siapa yang kamu kandung itu, dulu kamu menghancurkan hidup aku dengan memfitnah berselingkuh dengan Diki, sekarang tak akan ku biarkan kamu melakukan itu lagi pada siapapun Kania!" tunjuk Salsa pada perut Kania.Aku dan Mas Dio juga mertuaku merasa heran. Apa yang dimaksud Salsa sebe
"Mama." Suara seruan anak kecil membuyarkan lamunan Salsa yang sedang termenung duduk di kursi halaman rumahnya.Salsa menoleh ke arah suara anak yang memanggilnya Mama barusan."Tasya," sahut Salsa. Bibir wanita itu membentuk senyuman manis di bibirnya. Tak terkira sama sekali di benaknya bahwa dia akan di panggil Mama oleh anak yang selama ini di tinggalkannya bertahun-tahun.Tasya berlari untuk memeluk sang Mama. Begitu Salsa merentangkan tangan seraya memeluk dengan erat Sanga anak."Nak Mama kangen padamu," bisiknya kala memeluk Tasya. Air matanya begitu deras mengucur membasahi pipi.Dio sungguh terharu tatkala melihat Tasya dan Salsa saling berpelukan. Ternyata tidak ada yang bisa memisahkan ibu dan anak kandung. Berdosakah Dio kerana terlalu melarang Marisa untuk mendekatkan Salsa dan Tasya."Ma, jangan tinggalin Salsa lagi ya, Mama mending tinggal bareng aja sama Papa Dio dan Tasya disana juga ada Ibu Marisa. Pasti Mama betah." Keinginan anak itu begitu polos."Mama tidak bis
Ketika Salsa memilih pulang saja karena Tasya sudah dibawa pergi oleh Bu Sonia. Begitu kejamnya wanita paruh baya itu hingga kini dia masih membenciku dan tidak mau memaafkan ku. Padahal aku dulu di jebak oleh Kania bukan keinginanku untuk berselingkuh dengan Diki -adik ipar Dio.Di tengah perjalan Salsa begitu lesu, anak kandungnya kini malah menjauh akibat dijauhkan oleh mertuanya itu. Bahkan Tasya pun tak merespon sama sekali pada Salsa.Entah harus melakukan apa lagi agar anak semata wayangnya itu tau dan aku menerima Salsa sebagai ibu kandungnya."Aku menyesal Nak, dulu telah meninggalkanmu dengan nenekmu yang jahat ini. Tapi kalau aku bawa kamu pergi dengan Mama. Aku takut tidak bisa merawatnya dan tidak bisa membahagiakannya. Setelah orang tuaku meninggal aku tidak tau harus bagaimana. Aku menyesal!" ungkap Salsa di sela perjalanan ia menangis histeris.Namun Salsa terus saja melangkah walaupun langkahnya begitu berat. Pada saat akan mengembang jalan Salsa melihat Sang anak yan
"Mas, a-aku boleh minta sesuatu dari kamu lagi?" ucap Kania ketika melihat Dio yang telah sibuk dengan laptop di hadapannya."Minta apa? Kalau untuk minta uang maaf aku tidak bisa kasih," sergah Dio.Belum juga Kania berbicara tapi Dio sudah terus terang berbicara seperti itu, seolah sudah tahu kalau Kania akan meminta uang."Mas, tapi aku sangat butuh uang itu sekarang, bolehkan aku minta lagi," bujuk Kania ketika Dio tidak mau memberinya."Kania, kemarin kamu minta uang. Dan sekarang kamu minta uang lagi, kamu pikir gampang cari uang tinggal manjat gitu, aku juga harus kerja keras untuk mendapatkan uang banyak!" gerutu Dio."Mas kok kamu pelit banget sih, aku ini sedang hamil anak kamu! Pengeluaran aku banyak harusnya kamu mengerti dengan keadaan aku yang saat ini berbadan dua!" Kania kembali menggerutu Dio balik."Pokoknya Mas sekarang tidak mau memberimu uang lagi, pengeluaran kamu sekarang semakin banyak tapi Mas tidak tahu uang itu kamu pakai untuk apa?!""Ya untuk keperluan aku
"Mana sih tuh orang jam segini masih belum datang juga! Katanya butuh duit! Malah gue yang harus nunggu!" gerutu Kania pada Hendri. Pria yang di tunggunya belum kunjung datang juga.Wanita itu terus saja celingukan sambil sesekali melirik ponsel untuk melihat jam.Salsa tak sengaja lewat melihat Kania sedang gelisah menunggu seseorang. Akhirnya Salsa berniat menemui Kania yang berada di restoran tersebut."Panik bener wajahnya," sindir Salsa ketika menghampiri Kania yang telah duduk di kursi dalam restoran tersebut.Kania menyimpan ponsel yang baru saja ia ambil. Kania menoleh ke arah Salsa. Wanita itu nampak kesal saat yang di tunggu Hendra yang datang malah musuh bebuyutannya."Heh ngapai Lo disini? Kasihan banget gak diakui sama anak sendiri emangnya enak. Makannya Lo jagain anak Lo dari bayi, biar gak di gondok sama si Marisa. Lo tu insaf jangan mesum mulu. Jadinya begini anak sendiri aja gak mau mengakui kalau Lo adalah ibu kandung yang udah ngelahirin dia. Kasihan, kasihan, kasi
Ting! Benda pipih yang yang tergeletak di atas meja terus saja berbunyi, namun tak ada satupun orang yang mengangkatnya. Entah ponsel siapa? Ku hampiri ponsel yang tersimpan di atas meja itu, memastikan. Dan ternyata adalah ponsel maduku sendiri.Awalnya aku tak ingin mengambilnya, apalagi harus diantarkan pada Kania, rasanya malas sekali. Namun suara deringan ponsel itu tak berhenti membuat berisik.Tak ada pilihan lain, tak ada salahnya kalau aku berikan ponsel miliknya Kania itu. Siapa itu memang telepon penting."Kania, Kania," seruku di balik pintu, namun tak ada sahutan sama sekali. Entah di mana keberadaan wanita itu. Kebetulan pintu kamarnya tidak tertutup rapat, apakah mungkin di dalam kamar mandi. Lalu ku memberanikan diri masuk ke dalam bilik kamarnya."Kalau ku angkat, takutnya penting. Apalagi nomornya dari nomor baru, tapi kalau dibiarkan suara dering nya cukup mengganggu," gumamku seraya mencari keberadaan maduku.Saat mata ini tak sengaja melihat ke halaman belakang
Ting nong!Suara bel rumah berbunyi, aku yang sedang mengepel lantai melenggang untuk membuka pintu tersebut, Kania yang saat ini sedang berasama mertuaku ikut serta akan membuka pintu, namun segera ku tahan. "Biar aku saja Kania," cegahku pada Kania yang hendak akan melenggang juga."Ya sudah sana Lo buka!" titah Kania sambil mendelikan mata.Kania serta Bu Sonia duduk kembali sambil melanjutkan perbincangannya. Aku segera melenggang untuk membuka pintu."Siapa ya?" gumamku seraya membuka pintu.Pada saat itu aku di kejutkan dengan kedatangan Salsabila, wanita itu berdiri di ambang pintu."Siang Mar? Tasya ada di rumah?" tanyanya."Ada kok, ada Bil. Kamu masuk saja kerumah, aku antarkan ke kamarnya," kataku sambil mempersilahkan wanita itu masuk kedalam rumah.Kami berjalan di depan serta Salsa mengikuti dari belakang. Ketika melihat Salsa Bu Sonia serta Kania terperangah. Reaksi mereka begitu susah diartikan. Mereka sepertinya amat kesal ketika melihat Salsa menginjakan kaki di ruma
"Ada apa Mas?""Bila mengapa kamu selalu muncul dimanapun aku berada," ungkap Dio."Mas bolehkah aku jujur padamu, sebenarnya aku mencarimu di setiap waktu. Aku mencari Tasya juga, karena bagaimanapun dia adalah anakku Mas, aku yang melahirkannya." Tatapan Bila begitu tulus.Aku dikejutkan dengan hal itu, ternyata Salsa mantan istri Mas Dio adalah Bila sahabat aku sendiri."Mas, jadi kalian…" ungkapku begitu terkejut tatkala melihat semua itu.Dio dan Salsa menoleh ke arahku bersamaan. Tak ada satu patah kata pun yang menjawab ungkapanku.Aku memberanikan diri untuk menghampiri kediaman Mas Dio dan Salsa, tangan mereka masih saling berpegangan."Mas Bila ini mantan istri kamu yang kamu bilang sudah mati itu?!" tanyaku membuat Bila seketika tercengang."Apa Mas, jadi selama ini kamu anggap aku ini sudah mati," kata Salsa menunjuk dirinya sendiri."Bil, jadi yang kamu maksud suami kamu yang entah dimana itu adalah Mas Dio suamiku juga?" Tebakku tercengang.Kami semua menjadi bimbang dan
"Tapi Bu, aku tidak tau apa-apa. Bahkan Bi Euis juga tahu aku tidak kemasukan bangkai cicak itu pada dalam rujak, mungkin bisa saja bangkai cicak itu terjatuh ketika aku dan Bi Euis sedang sibuk mengerjakan hal lainnya," elakku, semoga saja mertuaku tidak terlalu menyalahkan diri ini. Kalau saja dia tau bahwa aku sengaja, bisa-bisa aku lebih dibenci olehnya."Bohong! Jangan banyak ngelak kamu Marisa! Mana mungkin cicak ini jatuh sendiri tanpa dibantu oleh tangan seseorang. Saya tidak mau tau kamu harus dihukum seberat-beratnya. Hukuman yang pantas untukmu kamu lebih baik minggat dari rumah ini!" Telunjuk mertuaku mengarah jelas padaku.Sungguh aku terbelenggu tatkala mendengar ancaman itu, baru kali ini mertuaku semarah ini."Bu, tidak segampang itu. Aku tidak setuju kalau ibu mengusir Marisa dari sini, dan jika saja ibu mengusir istri pertamaku, maka aku sebagai suaminya akan ikut kemanapun Marisa pergi." Suara pria itu terdengar lantang. Mas Dio tak setuju jika aku pergi dari rumah