Qeiza tidak menyadari keberadaan Arlando yang sedang menatapnya intens. Tubuhnya asyik meliuk ke kanan ke kiri mengikuti irama musik yang ke luar dari bibirnya sendiri. Arlando seketika membalikkan tubuh ketika Qeiza membalikkan tubuh dan melihat padanya. "Arlando sedang apa kamu di sini?!" tanya Qeiza panik di antara suara gemericik air shower. "A-aku," Arlando menelan saliva. Pikirannya kosong tidak tahu harus apa dan bagaimana?!"Ke luaaar!" teriak Qeiza geram."I-iya," Arlando bagai kerbau dicocok hidung, langsung pergi ke luar dari kamar mandi. Qeiza meraih handuk yang tak jauh darinya. Tubuh basahnya langsung dililit handuk. "Apa si Arlando melihat semuanya?!" tanyanya pada diri sendiri. Arlando masih berdiri di depan pintu kamar mandi. Tangan kanannya meraba dada kiri merasakan jantungnya yang berdetak cepat. Bayangan tubuh Qeiza tanpa memakai sehelai benang menari-nari di pelupuk matanya. Pintu kamar terbuka. Qeiza ke luar dengan handuk melilit tubuhnya. Melihat Arlando
Disaat Qeiza masih memikirkan apa yang Arlando katakan barusan di telepon, Mita masuk dengan membawa setumpuk kain."Qei, bisa bantu aku mencarikan beberapa kain?!" tanya Mita menaruh semua kain di atas meja kosong."Kain untuk apa?!""Aku mau membuat gaun malam," jawab Mita. "Bantu aku cari yang cocok.""Dengan senang hati, aku bantu dirimu," ucap Qeiza antusias.Setelah itu, Qeiza membantu Mita memilih kain yang cocok untuk gaun malam yang akan dipakai untuk menghadiri acara annivesary kantor di mana tempat suaminya bekerja. ***Arlando baru saja sampai ke ruang kerja. Wajah kesalnya begitu kentara. "Bos." Sinta masuk dengan tangan membawa beberapa map. "Ada apa Sinta?!""Bos tidak lupa bukan, nanti sore kita ada pertemuan dengan Tuan Evan?!" tanya Sinta."Kamu saja yang tangani semua." "Lho kok begitu bos! Ini pertemuan penting, bos harus hadir," ujar Sinta."Kamu saja yang hadir!" "Bos ,,,." Sinta menyela."Kamu mau dipecat?!" Sinta langsung menutup mulut."Ke luar!" bentak A
Arlando kembali meneguk wine dalam gelas sampai habis tak bersisa. Senyum kepuasan terpancar jelas di wajah Evan dan Gloria. "Sudah cukup, saya tidak kuat minum banyak," tolak Arlando. "Saya juga tidak membawa sopir, sangat berbahaya jika menyetir dalam keadaan mabuk.""Itu bukan masalah. Tuan Meshach bisa memakai sopir saya," Evan menawarkan diri."Kenapa harus bingung memikirkan hal itu, bukankah ini hotel? Tuan Meshach bisa menginap di sini," ucap Gloria menimpali."Ide bagus!" seru Evan setuju sambil menuangkan lagi wine ke dalam gelas Arlando yang kosong. Tanpa mereka bertiga sadari, Qeiza sedang memperhatikan suaminya dari jarak beberapa meter. "Bukankah itu si Evan dan wanita itu ,,," Qeiza menatap tajam Gloria mengingat-ingat. "wanita itu yang kakinya keseleo dihotel pantai."Terlihat, Arlando bangun dari duduk. "Ini sudah larut malam, saya harus pulang."Gloria segera bangun dari duduk, tubuh Arlando yang limbung karena pengaruh wine segera dirangkulnya. "Biar saya antar
"Mmm,,,," Arlando menarik tangan Qeiza yang menutup bibirnya. "Qei!" seru Arlando begitu mulutnya bebas."Sst!" Qeiza menempelkan jari telunjuk ke bibirnya sendiri. "Jangan berisik!"Arlando malah mendorong tubuh Qeiza agar menjauh. "Minggir. Kenapa kamu selalu menggodaku di tempat gelap dan sempit?!"Langkah mami terdengar berhenti di tangga. "Siapa itu?!" Qeiza menepuk jidatnya sendiri. "Kacau, kacau!""Mam," panggil Arlando. "Where are you?!"Mami menuruni tangga. "Kalian sedang apa dibawah tangga?!""Mam," dengan manja Arlando mendekati mami. "Qei yang menarikku ke bawah tangga."Hidung mami kembang kempis mencium badan Arlando. "Kamu mabuk?!""He-he. Hanya minum sedikit mam. Aku tidak mabuk," jawab Arlando."Papi bilang kamu ada pertemuan dengan Tuan Evan.""Iya!" jawab Arlando tegas. "Dia mengajakku minum.""Lalu?!""Entah apa yang sedang direncanakan si Evan. Tak hentinya memberi aku minum. Ingin rasanya aku melempar botol minuman pada mereka berdua," jelas Arlando dengan gera
Tawa terkikik manja ke luar dari ketiga wanita malam yang siap melayani Damar dengan pelayanan istimewa. "Tapi apa kamu sanggup menghadapi kami bertiga?!" "Loe menantang gue?!" tanya Damar mencolek ujung hidung wanita malam tersebut."Hi-hi-hi. Buktikan kalau kamu memang hebat," bisik wanita tersebut di depan telinga Damar. SEEER!Bagian telinga adalah bagian tubuh yang paling sensitif bagi Damar. Mendapat bisikan dari wanita tersebut, kontan saja aset kebanggaan Damar langsung bangun."Siapa nama loe?!" tanya Damar pada wanita tersebut. "Dewi," jawabnya manja. "Kamu boleh memanggilku dengan sayang, cinta atau darling. Hi-hi-hi," ucapnya manja semakin menggelayut manja di tangan Damar.Empuknya bukit kembar Dewi begitu terasa di tangan Damar sehingga semakin membangunkan aset kebanggan Damar yang masih tersembunyi di balik risleting celana panjangnya.Dua temannya terlihat tidak suka pada Dewi karena perhatian Damar telah teralihkan pada Dewi. Sehingga tak lama kemudian keduanya p
Kening Qeiza mengernyit. "Diundang acara apa?!" "Tuan Evan baru saja selesai membangun sebuah mansion pribadi di sebuah pulau. Kita berdua di undang datang ke mansion barunya.""Pulau?""Iya," Arlando mengangguk. "Kalau kamu mau, kita bisa datang ke sana."Qeiza terdiam. "Aku pikir anggap saja kita sedang berwisata ke pulau," sambung Arlando. "Kamu sendiri, apa mau pergi ke sana?!" Qeiza balik bertanya. "Terserah padamu." Arlando kembali menyerahkan pada Qeiza.Melihat Arlando masuk ke kamar mandi, Qeiza ke luar dari kamar. "Qei," panggil mami."Iya mam.""Belum tidur?!" "Belum," jawab Qei."Suami mu sudah pulang?!" tanya mami."Baru saja pulang, sekarang lagi di kamar mandi. Aku mau menyiapkan makan malam untuk Arlando."Mami tersenyum. "Istri teladan," pujinya. "Di dapur ada bibi, minta bibi menghangatkan makanan.""Iya mam," jawab Qeiza sambil berlalu pergi ke dapur.Arlando telah selesai membersihkan diri, wajahnya terlihat jauh lebih segar ketika Qeiza masuk dengan membawa
Kris terkikik sebelum bicara, "hi-hi-hi. Mungkin E itu Edan, Egan atau E,, busyet dah."Qeiza menatap tajam Kris, tak suka perkataannya dibecandain, "Aku serius!""Owalah, begitu saja ngambek!" Kris pergi meninggalkan Qeiza yang memasang wajah cemberut. "Sabar ndo, sabar!"Qeiza kembali melihat buket bunga yang ada di tangannya. "Kira-kira siapa sih E ini?!" Dengan pikiran yang diselimuti kebingungan, Qeiza membuang buket bunga tersebut. "Daripada jadi masalah, lebih baik aku buang saja.""Kenapa dibuang?!" tanya Mita baru saja masuk butik."Tidak jelas siapa pengirimnya, lebih baik dibuang saja," jawab Qeiza sambil berlalu pergi kembali ke ruang kerjanya.**"Sementara itu, jauh dari tempat Qeiza. Di dalam gedung pencakar langit, Evan sedang bersiap akan pergi. "Bos, semuanya sudah siap!" asisten sekaligus pengawal pribadinya baru saja masuk."Ok, Max!" Evan lalu pergi ke luar dari ruang kerjanya diikuti Max.Tak membutuhkan waktu lama, Evan dan Max telah sampai di sebuah bandara.
Mama hanya bisa menghela napas, jika putrinya sudah bilang tidak, maka itu adalah harga mutlak yang tidak bisa dibantah. "Aku dan Arlando baru menikah beberapa bulan. Menurutku wajar saja jika aku belum juga hamil," ucap Qeiza sedikit lunak. "Jika Tuhan sudah berkehendak, aku pasti hamil kok. Kalian tenang saja."Mama terdiam. Apa yang dikatakan putrinya memang ada benarnya juga. "O ya, Ma. Aku dan Arlando, besok akan pergi untuk menghadiri undangan dari klien Arlando. Karena mama ada di sini. Aku bilangnya sekarang saja.""Pergi ke mana?!" tanya mama."Ke pulau pribadi ma. Aku juga tidak tahu tempatnya di mana.""Pulau pribadi?!" tanya mama kaget. Qeiza mengangguk. "Iya.""Apa Arlando pernah ke sana?!" "Tidak tahu, tapi sepertinya belum," jawab Qeiza. Mama terdiam. Setelah mendengar putrinya akan pergi ke pulau pribadi, perasaannya jadi tidak enak."Aku bingung harus memakai gaun malam yang mana. Kata Arlando, acaranya akan diadakan malam hari.""Acara apa?!"Sejenak Qeiza terdi
Setelah puas saling melepas rindu. Arlando dan Qeiza duduk. Tak sedikitpun Arlando melepaskan tangan Qeiza. "Aku seperti mimpi kamu datang ke sini," ucap Arlando memandang lekat wajah Qeiza. "Kamu tahu, aku sangat merindukanmu." "Kalau kamu begitu sangat merindukan ku, kenapa tidak pernah datang atau telepon?!" "Keadaan yang membuatku tidak bisa menghubungi kamu," jawab Arlando. "Tapi diluar itu semua, aku memang sengaja tidak menghubungi kamu untuk menguji perasaanku." "Maksudnya?!" "Aku ingin memastikan perasaanku sendiri. Apa aku ini mencintai kamu atau perasaanku ini hanya karena kita terikat pernikahan kontrak itu?!" jelas Arlando. "Lalu, sekarang bagaimana perasaanmu?!" tanya Qeiza. Arlando semakin memegang erat jari jemari lentik tangan istrinya. "Aku takut kehilangan kamu. Dengan kita terpisah beberapa hari ini, aku seperti kehilangan arah. Tidak tahu lagi tujuanku ini sebenarnya apa." Qeiza tersenyum, hatinya sangat senang mendengar kata-kata yang begitu tu
Qeiza berbaring ditempat tidur. Wajahnya semakin pucat. "Qei," mama masuk dengan tangan membawa sesuatu.Qeiza tidak menjawab. "Apa bulan ini kamu datang bulan?!" tanya mama."Datang bulan?!" Qeiza tertegun dengan pikiran mengingat-ingat sudah dapat atau belum bulan ini."Ini!" Mama memberikan test pack. "Coba kamu cek."Qeiza perlahan bangun. "Cek apa?!" "Kapan terakhir kali kamu datang bulan?!" tanya mama.Qeiza terdiam, mengingat-ingat tapi tidak ingat. "Entahlah, aku tidak ingat."Mama duduk di tepi tempat tidur. "Apa kamu dan Arlando pernah ,,,"Dengan cepat Qeiza mengambil test pack yang ada di tangan mama. "Biar aku coba!" lalu dengan terburu-buru turun dari atas tempat tidur menuju kamar mandi.Di dalam kamar mandi, Qeiza sejenak berdiri termangu bersandar pada daun pintu. "Apa mungkin aku hamil? Kalau benar berarti aku mengandung anaknya Arlando," gumam Qeiza memegang perutnya yang masih rata. Qeiza melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menguji keakuratan test pac
Tuan Meshach masih memandang heran pada putranya. Kopi begitu wangi kenapa dibilang bau busuk. Arlando bersandar pada sandaran sofa yang ada di sudut ruangannya. "Ada apa pi, pagi-pagi sudah keruanganku?! Memangnya papi tak ada pekerjaan lain.""Ada sekretaris, ada asisten pribadi, ngapain papi masih repot-repot urus pekerjaan," jawab Tuan Meshach sekenanya. "Juga ada kamu."Arlando mendelik. "Sombong!"Papi duduk di samping putranya. "Bagaimana istri kontrakmu? Papi sudah lama tidak mendengar kabarnya. Apa kalian berdua sering bertemu?!""Telepon saja sendiri. Kalian semua yang memisahkan aku dan istrik!" jawab Arlando kesal. "He-he," papi malah terkekeh melihat putranya. "Makanya jangan main-main dengan kami. Tahu sendirikan akibatnya apa?! Menikah kok kontrak, kayak rumah saja dikontrak," ledek papi.Arlando lagi-lagi mendelik. "Semuanya juga gara-gara papi yang keras kepala! Kalau papi tidak memaksaku, tidak mungkin pernikahan kontrak itu terjadi!""Lho, kok jadi papi yang disal
"Tidak usah ma!" karena kesal dengan mama, Qeiza tanpa sadar mengencangkan suaranya. "Aku sedang menyetir ma. Jangan mengganggu konsentrasiku!""Ok!" Setelah itu, Mama tidak bicara apa-apa lagi. Qeiza menghela napas, berurusan dengan mama lebih menjengkelkan dari berurusan dengan para pelanggan di butik yang minta diubah gaunnya menjadi ini itu ini itu.Rumah kediaman Qeiza sudah depan mata. Setelah melewati pintu pagar dan parkir depan rumah, Qeiza segera turun dari mobil. "Dasar bocah!" gumam Mama melihat putrinya hampir saja jatuh terantuk lantai keramik saking tergesa-gesanya melangkah masuk ke dalam rumah."Nyonya!" panggil Mang Ujang."Lho kok Mang Ujang ada di rumah. Bukannya tadi suruh ke bengkel betulin mobil.""Mobilnya masih di bengkel," Mang Ujang lalu mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku celana panjangnya. "Apa ini?!" tanya Mama Qeiza mengambil kertas yang diberikan Mang Ujang. "Nota.""Belum juga dibenerin mobilnya sudah minta nota! Aneh!" gerutu Mama Qeiza ma
Qeiza rasanya ingin menghilang saat itu juga supaya bisa menghindari tatapan semua orang yang sekarang sedang menatapnya. "Ya Tuhan, kenapa masalahnya jadi seperti ini? Aku merasa jadi seorang terdakwa kelas kakap yang akan dihukum vonis mati."Baik Arlando maupun Qeiza tidak bisa menghindari keinginan kedua orangtua masing-masing memisahkan mereka berdua karena buktinya cukup kuat yakni pernikahan kontrak mereka satu tahun. Qeiza pergi dengan mamanya meninggalkan rumah kediaman Meshach tanpa bisa Arlando cegah. Semuanya jadi rumit apalagi Arlando tidak bisa menjelaskan alasan apa sampai mereka berdua bisa terikat pernikahan kontrak. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Qeiza lebih banyak diam. Tatapannya tak beralih melihat ke luar jendela mobil. Mama Qeiza duduk disampingnya sampai tak berani untuk mengajak putrinya bicara.Tak membutuhkan waktu lama dalam perjalanan, Qeiza telah sampai di rumah. Kamar yang telah berbulan-bulan ditinggalkan sekarang ditempati kembali oleh pemilik
Pagi-pagi Qeiza sudah siap-siap berangkat ke butik. Walau semalam tidur sangat larut malam, tapi pagi-pagi sekali Qeiza sudah bangun. "Arlando!" Qeiza menepuk kaki suami kontraknya. "Bangun! Ini sudah siang!"Respon Arlando hanya menggeliat kecil, matanya sulit sekali untuk terbuka.Qeiza menggoyangkan tubuh Arlando. "Bangun! Katanya mau pergi ke kantor pagi-pagi."Ditunggu beberapa saat, tapi Arlando tidak bangun juga akhirnya Qeiza pergi ke luar dari kamar.Mami baru saja ke luar dari kamar. Setiap hari mami memang selalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan suaminya."Qeiza!" panggil mami melihat menantunya sedang menuruni tangga."Iya mi," jawab Qeiza berhenti ditengah-tengah tangga, melihat mertuanya."Mami ingin bicara denganmu!" Deg!Jantung Qeiza langsung berdetak cepat. Apalagi melihat mami begitu serius menatap pada dirinya."Kamu pasti sudah tahu tentang permasalahan yang sekarang terjadi," ucap Mami tanpa basa basi."Masalah apa mi?!" tanya Qeiza pura-pura.Tatapan mami
"Iya, saya sangat setuju jeng!" seru Mama Qei. "Saya juga akan mencari tahu, kenapa putriku bisa-bisanya bertindak sampai sejauh itu. Sampai sekarang saya tak habis pikir, apa maksudnya Qeiza melakukan semua kebohongan ini." "Sama jeng, saya juga tak habis pikir dengan putraku itu. Kok bisa bohongi kita semua. Tapi terlepas dari itu semua, sebaiknya kita mencari tahu alasan yang sebenarnya kenapa sampai bisa terjadi pernikahan kontrak.""Jeng," Mama Qeiza menurunkan volume suara. "Qeiza dan putramu melakukan pernikahan kontrak, tapi mereka tidur dalam satu kamar. Bagaimana itu jeng?!"Mami Arlando tertegun. Apa yang dikatakan besannya benar, bahkan tadi pagi saat membangunkan putra dan menantunya mereka sedang tidur berpelukan. Lalu ,,, lalu, kepala mami jadi tambah pusing."Jeng," panggil Mama Qei melihat besannya hanya diam tertegun. "I-iya ,,,.""Mereka tidur dalam satu tempat tidur. Bagaimana jeng?" Mama Qeiza jadi khawatir. "Apa mereka telah ,,,,""Aduh, saya jadi tambah bingun
Arlando menggosok kedua mata. "Siapa sih yang buka jendela? Silau!" ucapnya bersuara serak ciri khas orang bangun tidur.Qeiza yang terlebih dahulu menyadari akan kehadiran mami segera menyenggol tubuh Arlando. "Mami ,,,"Mendengar kata mami, kesadaran Arlando langsung terkumpul sempurna. "Mami?!" Qeiza bangun. "Selamat pagi mami,' sapanya basa basi."Sudah siang masih tidur! Kalian tidak pergi bekerja?!" tanya mami."I-iya mam," jawab Qeiza gugup langsung turun dari atas tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Sementara Arlando kembali menarik selimut. "Aku masih mengantuk."Mami menarik selimut yang menutupi tubuh Arlando. "Bangun, ini sudah siang! Mami juga ingin bicara tentang pernikahan kontrakmu itu!"Deg!Jantung Arlando kaget. "Gawat! Pernikahan kontrak lagi yang mami bahas! Aku harus cari akal untuk menghindari mami," hati kecilnya bicara."Mami ingin bicara denganmu! Cepat bangun Arlando!" "Apa sih mami ini?! Pagi-pagi sudah marah-marah. Nanti kulitnya cepat keriput," u
Kediaman keluarga Meshach nampak sepi ketika Arlando dan Qeiza pulang. "Jam berapa?!" tanya Qeiza pada suaminya. "Sudah lewat dari tengah malam," bisik Arlando."Semua orang sudah tidur.""Baguslah," gumam Qeiza berjalan sangat hati-hati karena lampu ruang yang temaram.Klik!Lampu ruangan berubah terang, Qeiza hampir saja meloncat kaget. "Tuan muda, nyonya muda? Bibi pikir siapa," suara bibi memecah kesunyian. "Aduh bibi! Bikin kaget saja! Hampir copot jantungku!" "He-he, maaf nyonya. Bibi tidak bisa melihat dengan jelas, takutnya ada maling," bela bibi."Lampunya matiin lagi bi!" pinta Arlando kemudian menarik tangan Qeiza agar melanjutkan lagi langkahnya menuju kamar.Di dalam kamar, Qeiza langsung melepas sepatu high heelsnya. "Lelah banget, ingin cepat mandi dan tidur.""Aku duluan yang mandi!" Arlando buru-buru masuk ke kamar mandi. Qeiza menghempaskan tubuh di sofa. "Badan cape pikiran juga cape. Kenapa jadi seperti ini?!" gumamnya teringat kembali dengan pernikahan kontr