Kedua tangan Arlando terkepal di antara dua sisi tubuh. "Jadi, seperti inikah sifat aslimu?!""Apa maksudmu?!"Arlando menundukkan kepalanya sedikit, berbisik depan telinga Qeiza. "Untung saja, kita hanya terikat nikah kontrak! Ternyata, kau seorang pembangkang!"Qeiza tertegun.Senyum sinis tersungging di bibir Arlando, setelah itu pergi ke luar dari kamar."Nak!" Mami baru saja ke luar dari kamar diikuti papi."Apa mam?!" "Qeiza sudah pulang?!" tanya Mami. Arlando mengangguk, bersikap senormal mungkin agar kedua orangtuanya tidak curiga tadi habis bertengkar dengan istrinya."Baguslah kalau begitu!" ucap Mami senang."Ajak istrimu turun. Kita akan duduk di taman menikmati puding buatan mami mu," ajak papi. "Entah rasanya seperti apa!"Mami mendelik. "Tentu saja dijamin enak puding buatanku!" "O ya," ucap papi berlalu pergi meninggalkan istri dan putranya.Sementara di kamar, Qeiza sedang menggerutu sendiri melihat cermin yang ada di depannya. "Apa yang salah dengan bicaraku? Wa
Evan :"Hello."Qeiza :"Hello, tuan Evan. Ada apa?!"Arlando langsung melirik pada istri kontraknya begitu terdengar nama Evan.Evan :"Apa kamu sedang sibuk?!"Qeiza :"Ada apa?!"Evan :"Saya tidak bisa bicara di telepon. Bagaimana kalau kita bertemu di suatu tempat, tapi itu juga kalau tidak keberatan."Qeiza mengernyitkan alisnya merasa aneh dengan permintaan Evan.Evan :"Hello, Nyonya Meshach. Bagaimana?!" Qeiza :"Maaf, Tuan Evan. Saya tidak bisa. Kalau ada yang ingin dibicarakan, katakan sekarang saja!"Evan :"Nyonya jangan takut. Saya hanya ingin membicarakan tentang beberapa gaun yang ingin saya pesan."Qeiza :"Kalau begitu, besok saja datang ke butik. Untuk urusan pesanan gaun, bisa dibicarakan di butik."Evan :"Kenapa tidak sekarang saja?!"Qeiza :"Ini hari libur, butik tutup."Setelah itu Qeiza langsung menutup teleponnya. Tidak peduli, Evan mau tersinggung atau tidak.Arlando memperhatikan Qeiza dalam diamnya. "Evan? Evan siapa?! Apa Qeiza punya kekasih di luar san
Tawa Evan berderai mendapat sanjungan dari Gloria, sang mantan kekasih. "Apa aku tidak dipersilahkan duduk?!" "Silahkan, silahkan duduk," Evan langsung menunjuk pada sofa yang ada disudut ruangan. Dengan gaya mempesona dan sensual, Gloria duduk. "Bagaimana kabarmu?!" tanya Evan duduk di samping Gloria. "Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja!" jawab Gloria mengeluarkan bungkus rokok dari dalam tas tangannya."Kamu merokok?!" tanya Evan kaget."Kehidupan yang telah membuat semuanya berubah," jawab Gloria penuh teka teki. "Apa yang membuatmu sampai berubah?!" tanya Evan jadi penasaran. Gloria dengan santai menghembuskan asap rokok ke sembarang arah. "Banyak hal yang telah membuatku berubah.""O ya?!""Apa kamu mendengar tentang bangkrutnya perusahaan ayahku?!" tanya Gloria."Ya tentu saja. Perusahaan Ayahmu hancur setelah kita berpisah. Aku tidak mengerti, kenapa ayahmu sampai bisa kecolongan uang triliunan dari sekretaris pribadinya itu? Apa yang sebenarnya terjadi?!"Glori
"Kabarku baik, sangat baik," jawab papa Qeiza ramah. "Ke mana saja nak Damar. Lama tidak pernah main ke sini?!""Pastinya nak Damar ini sibuk, sekarang sudah jadi pengusaha sukses," puji Mama Qei. "Bukankah begitu nak Damar?!""Biasa saja tante," Damar merendah. "Pekerjaan rutin, pagi-pagi ke kantor. Malam, baru pulang. Begitulah setiap hari.""Bagus! Anak muda memang harus seperti itu! Rajin bekerja mencari rejeki untuk bekal hari tua," sambung papa Qei. "Ngomong-ngomong, ada apa perlu apa nak Damar dengan om?! Bikin penasaran saja."Damar pun mengatakan maksud dan tujuannya datang bertemu Papanya Qeiza yaitu mengajak kerjasama dalam proyek yang sudah dimenangkan perusahaannya. Tapi berhubung proyek itu sangat besar dan harus selesai dalam tempo yang singkat jadi membutuhkan perusahaan lain untuk membantu dalam pengerjaannya agar cepat selesai.Papa Qei manggut-manggut tanda mengerti dari setiap penjelasan yang Damar katakan. Begitu juga dengan Mama Qei, walaupun tidak tahu tentang u
TING!Pintu lift terbuka. Secepat kilat Sinta ke luar dari dalam lift dan langsung berlari mencari tempat persembunyian sehingga mengundang salah satu security yang kebetulan melihatnya jadi bertanya-tanya."Ya Tuhan, tolong aku. Jangan sampai si Damar mengejarku!" Sinta bersembunyi dibelakang mobil yang sedang diparkir."Neng Sinta!""Aaa!" Jantung Sinta hampir meloncat ke luar ketika bahunya dipegang dari belakang. "Ini saya neng!" Pria sudah umur ikut kaget dengan jeritan Sinta. "Pak Broto. Security di sini."Sinta mengelus dada. "Hampir copot jantung saya pak."Pak Broto menatap Sungai intens. "Ada yang bisa bapak bantu neng?!""Tidak ada pak." Dari arah lift, terlihat Damar baru saja ke luar. Sinta dengan cepat segera bersembunyi dibelakang mobil. Pak Broto melihat ke arah mana Sinta melihat. Terlihat pria yang sudah dikenalnya sebagai kekasih Ririn. Nyawa Sinta bagai diujung tanduk ketika Pak Broto malah menyapa Damar."Apa kabar Pak Damar?!" tanya Pak Broto ramah berjabat t
"Kau mau ke mana? Bukankah dapur ada di dalam?!" ucap Damar santai tersenyum manis."Minggir!" seru Sinta. "Tidak sopan meninggalkan tamu sendirian di rumah," gerutu Damar pura-pura.Sinta semakin jengkel dan kesal. Didorongnya Damar dengan kasar. "Minggir!"Damar pura-pura terjatuh ke sofa, kesakitan. "Aduh."Sinta tak peduli, kakinya segera melangkah ke arah pintu ke luar.Damar segera bangun kembali. "Eits, mau ke mana kau?! Kita belum selesai bicara." Sinta kembali mendorong tubuh Damar. "Minggir!"Kali ini Damar tak tinggal diam. Tangan besarnya mencengkeram tangan Sinta."Aww!" Sinta meringis. "Lepaskan!"Damar menarik Sinta dan menghempaskan nya ke atas sofa."Aww!" jerit Sinta merasakan tubuhnya melayang sampai punggungnya terhempas di sofa empuk."Sudah aku bilang, aku ingin minum. Kamu malah mau ke luar," Damar duduk dengan tenang seakan tidak terjadi apa-apa.Sementara Sinta segera merapikan kembali bathrobe nya yang tersibak sampai memperlihatkan pahanya yang mulus."Amb
"Bagaimana ini?!" Sinta memutar otak agar bisa lolos dari Damar.Ponsel ditutup, Damar kembali melihat pintu kamar. "Sialan!' umpatnya.Wajah Sinta menegang begitu melihat Damar mendekati pintu kamar. Jantungnya berdetak kencang seirama dengan suara sepatu Damar yang melangkah."Sialan perempuan yang satu ini!" umpat Damar."Gawat! Gue harus segera keluar dari sini!" Sinta mulai ambil ancang-ancang ketika Damar berdiri melihat gagang pintu. Damar kaget, pintu bisa terbuka ketika didorong. "Bisa dibuka?!" Secepat kilat, Damar masuk.Tanpa berpikir panjang, Sinta ke luar dari persembunyian nya. Tujuan utamanya menuju pintu ke luar. "Sinta!" Suara Damar begitu kencang memanggil namanya, tapi tidak menyurutkan Sinta untuk terus berlari menuju pintu ke luar."Berhenti!" teriak Damar. Sinta melihat ke belakang. Damar menatapnya bak elang yang siap menerkam anak ayam. "Berani kau melangkah, gue jamin hidupmu tamat detik ini juga!" ancam Damar.Sinta bersandar pada daun pintu, wajahnya
Gloria tersenyum samar sambil membuang muka. "Dimana-mana, pria tetaplah sama," ucapnya dalam hati. "Hello!" seru Evan melihat Gloria hanya diam."Apa yang loe inginkan dari gue?!" tanya Gloria serius. "sebagai imbalannya.""Loe punya apa?" Evan malah balik bertanya, tersenyum sinis."Gue miskin, tidak punya uang. Tidak bisa membayar loe!" jawab Gloria. "Gue sudah menceritakan bagaimana kondisi gue semuanya pada loe!"Evan tertawa terbahak. "Ha-ha-ha. Jadi loe mau membayar gue pakai apa?!"Andai Gloria tidak memerlukan bantuan Evan, rasanya malas untuk berhubungan dengan Evan lagi. Alasan dulu pergi dari Evan dan minta putus, karena Evan terlalu sombong dengan apa yang dimilikinya.Evan bangun dari duduk. Dilihatnya jam tangan bermerk yang ada di tangan. "Gue sebentar lagi ada meeting penting. Kalau loe tidak ada urusan lain lagi, lebih baik kita bicarakan masalah loe itu lain kali."Gloria tidak mau. Langsung bangun dari duduk. "Lain waktu bagaimana? Setiap detik, video itu bisa men
Setelah puas saling melepas rindu. Arlando dan Qeiza duduk. Tak sedikitpun Arlando melepaskan tangan Qeiza. "Aku seperti mimpi kamu datang ke sini," ucap Arlando memandang lekat wajah Qeiza. "Kamu tahu, aku sangat merindukanmu." "Kalau kamu begitu sangat merindukan ku, kenapa tidak pernah datang atau telepon?!" "Keadaan yang membuatku tidak bisa menghubungi kamu," jawab Arlando. "Tapi diluar itu semua, aku memang sengaja tidak menghubungi kamu untuk menguji perasaanku." "Maksudnya?!" "Aku ingin memastikan perasaanku sendiri. Apa aku ini mencintai kamu atau perasaanku ini hanya karena kita terikat pernikahan kontrak itu?!" jelas Arlando. "Lalu, sekarang bagaimana perasaanmu?!" tanya Qeiza. Arlando semakin memegang erat jari jemari lentik tangan istrinya. "Aku takut kehilangan kamu. Dengan kita terpisah beberapa hari ini, aku seperti kehilangan arah. Tidak tahu lagi tujuanku ini sebenarnya apa." Qeiza tersenyum, hatinya sangat senang mendengar kata-kata yang begitu tu
Qeiza berbaring ditempat tidur. Wajahnya semakin pucat. "Qei," mama masuk dengan tangan membawa sesuatu.Qeiza tidak menjawab. "Apa bulan ini kamu datang bulan?!" tanya mama."Datang bulan?!" Qeiza tertegun dengan pikiran mengingat-ingat sudah dapat atau belum bulan ini."Ini!" Mama memberikan test pack. "Coba kamu cek."Qeiza perlahan bangun. "Cek apa?!" "Kapan terakhir kali kamu datang bulan?!" tanya mama.Qeiza terdiam, mengingat-ingat tapi tidak ingat. "Entahlah, aku tidak ingat."Mama duduk di tepi tempat tidur. "Apa kamu dan Arlando pernah ,,,"Dengan cepat Qeiza mengambil test pack yang ada di tangan mama. "Biar aku coba!" lalu dengan terburu-buru turun dari atas tempat tidur menuju kamar mandi.Di dalam kamar mandi, Qeiza sejenak berdiri termangu bersandar pada daun pintu. "Apa mungkin aku hamil? Kalau benar berarti aku mengandung anaknya Arlando," gumam Qeiza memegang perutnya yang masih rata. Qeiza melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menguji keakuratan test pac
Tuan Meshach masih memandang heran pada putranya. Kopi begitu wangi kenapa dibilang bau busuk. Arlando bersandar pada sandaran sofa yang ada di sudut ruangannya. "Ada apa pi, pagi-pagi sudah keruanganku?! Memangnya papi tak ada pekerjaan lain.""Ada sekretaris, ada asisten pribadi, ngapain papi masih repot-repot urus pekerjaan," jawab Tuan Meshach sekenanya. "Juga ada kamu."Arlando mendelik. "Sombong!"Papi duduk di samping putranya. "Bagaimana istri kontrakmu? Papi sudah lama tidak mendengar kabarnya. Apa kalian berdua sering bertemu?!""Telepon saja sendiri. Kalian semua yang memisahkan aku dan istrik!" jawab Arlando kesal. "He-he," papi malah terkekeh melihat putranya. "Makanya jangan main-main dengan kami. Tahu sendirikan akibatnya apa?! Menikah kok kontrak, kayak rumah saja dikontrak," ledek papi.Arlando lagi-lagi mendelik. "Semuanya juga gara-gara papi yang keras kepala! Kalau papi tidak memaksaku, tidak mungkin pernikahan kontrak itu terjadi!""Lho, kok jadi papi yang disal
"Tidak usah ma!" karena kesal dengan mama, Qeiza tanpa sadar mengencangkan suaranya. "Aku sedang menyetir ma. Jangan mengganggu konsentrasiku!""Ok!" Setelah itu, Mama tidak bicara apa-apa lagi. Qeiza menghela napas, berurusan dengan mama lebih menjengkelkan dari berurusan dengan para pelanggan di butik yang minta diubah gaunnya menjadi ini itu ini itu.Rumah kediaman Qeiza sudah depan mata. Setelah melewati pintu pagar dan parkir depan rumah, Qeiza segera turun dari mobil. "Dasar bocah!" gumam Mama melihat putrinya hampir saja jatuh terantuk lantai keramik saking tergesa-gesanya melangkah masuk ke dalam rumah."Nyonya!" panggil Mang Ujang."Lho kok Mang Ujang ada di rumah. Bukannya tadi suruh ke bengkel betulin mobil.""Mobilnya masih di bengkel," Mang Ujang lalu mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku celana panjangnya. "Apa ini?!" tanya Mama Qeiza mengambil kertas yang diberikan Mang Ujang. "Nota.""Belum juga dibenerin mobilnya sudah minta nota! Aneh!" gerutu Mama Qeiza ma
Qeiza rasanya ingin menghilang saat itu juga supaya bisa menghindari tatapan semua orang yang sekarang sedang menatapnya. "Ya Tuhan, kenapa masalahnya jadi seperti ini? Aku merasa jadi seorang terdakwa kelas kakap yang akan dihukum vonis mati."Baik Arlando maupun Qeiza tidak bisa menghindari keinginan kedua orangtua masing-masing memisahkan mereka berdua karena buktinya cukup kuat yakni pernikahan kontrak mereka satu tahun. Qeiza pergi dengan mamanya meninggalkan rumah kediaman Meshach tanpa bisa Arlando cegah. Semuanya jadi rumit apalagi Arlando tidak bisa menjelaskan alasan apa sampai mereka berdua bisa terikat pernikahan kontrak. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Qeiza lebih banyak diam. Tatapannya tak beralih melihat ke luar jendela mobil. Mama Qeiza duduk disampingnya sampai tak berani untuk mengajak putrinya bicara.Tak membutuhkan waktu lama dalam perjalanan, Qeiza telah sampai di rumah. Kamar yang telah berbulan-bulan ditinggalkan sekarang ditempati kembali oleh pemilik
Pagi-pagi Qeiza sudah siap-siap berangkat ke butik. Walau semalam tidur sangat larut malam, tapi pagi-pagi sekali Qeiza sudah bangun. "Arlando!" Qeiza menepuk kaki suami kontraknya. "Bangun! Ini sudah siang!"Respon Arlando hanya menggeliat kecil, matanya sulit sekali untuk terbuka.Qeiza menggoyangkan tubuh Arlando. "Bangun! Katanya mau pergi ke kantor pagi-pagi."Ditunggu beberapa saat, tapi Arlando tidak bangun juga akhirnya Qeiza pergi ke luar dari kamar.Mami baru saja ke luar dari kamar. Setiap hari mami memang selalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan suaminya."Qeiza!" panggil mami melihat menantunya sedang menuruni tangga."Iya mi," jawab Qeiza berhenti ditengah-tengah tangga, melihat mertuanya."Mami ingin bicara denganmu!" Deg!Jantung Qeiza langsung berdetak cepat. Apalagi melihat mami begitu serius menatap pada dirinya."Kamu pasti sudah tahu tentang permasalahan yang sekarang terjadi," ucap Mami tanpa basa basi."Masalah apa mi?!" tanya Qeiza pura-pura.Tatapan mami
"Iya, saya sangat setuju jeng!" seru Mama Qei. "Saya juga akan mencari tahu, kenapa putriku bisa-bisanya bertindak sampai sejauh itu. Sampai sekarang saya tak habis pikir, apa maksudnya Qeiza melakukan semua kebohongan ini." "Sama jeng, saya juga tak habis pikir dengan putraku itu. Kok bisa bohongi kita semua. Tapi terlepas dari itu semua, sebaiknya kita mencari tahu alasan yang sebenarnya kenapa sampai bisa terjadi pernikahan kontrak.""Jeng," Mama Qeiza menurunkan volume suara. "Qeiza dan putramu melakukan pernikahan kontrak, tapi mereka tidur dalam satu kamar. Bagaimana itu jeng?!"Mami Arlando tertegun. Apa yang dikatakan besannya benar, bahkan tadi pagi saat membangunkan putra dan menantunya mereka sedang tidur berpelukan. Lalu ,,, lalu, kepala mami jadi tambah pusing."Jeng," panggil Mama Qei melihat besannya hanya diam tertegun. "I-iya ,,,.""Mereka tidur dalam satu tempat tidur. Bagaimana jeng?" Mama Qeiza jadi khawatir. "Apa mereka telah ,,,,""Aduh, saya jadi tambah bingun
Arlando menggosok kedua mata. "Siapa sih yang buka jendela? Silau!" ucapnya bersuara serak ciri khas orang bangun tidur.Qeiza yang terlebih dahulu menyadari akan kehadiran mami segera menyenggol tubuh Arlando. "Mami ,,,"Mendengar kata mami, kesadaran Arlando langsung terkumpul sempurna. "Mami?!" Qeiza bangun. "Selamat pagi mami,' sapanya basa basi."Sudah siang masih tidur! Kalian tidak pergi bekerja?!" tanya mami."I-iya mam," jawab Qeiza gugup langsung turun dari atas tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Sementara Arlando kembali menarik selimut. "Aku masih mengantuk."Mami menarik selimut yang menutupi tubuh Arlando. "Bangun, ini sudah siang! Mami juga ingin bicara tentang pernikahan kontrakmu itu!"Deg!Jantung Arlando kaget. "Gawat! Pernikahan kontrak lagi yang mami bahas! Aku harus cari akal untuk menghindari mami," hati kecilnya bicara."Mami ingin bicara denganmu! Cepat bangun Arlando!" "Apa sih mami ini?! Pagi-pagi sudah marah-marah. Nanti kulitnya cepat keriput," u
Kediaman keluarga Meshach nampak sepi ketika Arlando dan Qeiza pulang. "Jam berapa?!" tanya Qeiza pada suaminya. "Sudah lewat dari tengah malam," bisik Arlando."Semua orang sudah tidur.""Baguslah," gumam Qeiza berjalan sangat hati-hati karena lampu ruang yang temaram.Klik!Lampu ruangan berubah terang, Qeiza hampir saja meloncat kaget. "Tuan muda, nyonya muda? Bibi pikir siapa," suara bibi memecah kesunyian. "Aduh bibi! Bikin kaget saja! Hampir copot jantungku!" "He-he, maaf nyonya. Bibi tidak bisa melihat dengan jelas, takutnya ada maling," bela bibi."Lampunya matiin lagi bi!" pinta Arlando kemudian menarik tangan Qeiza agar melanjutkan lagi langkahnya menuju kamar.Di dalam kamar, Qeiza langsung melepas sepatu high heelsnya. "Lelah banget, ingin cepat mandi dan tidur.""Aku duluan yang mandi!" Arlando buru-buru masuk ke kamar mandi. Qeiza menghempaskan tubuh di sofa. "Badan cape pikiran juga cape. Kenapa jadi seperti ini?!" gumamnya teringat kembali dengan pernikahan kontr