Evan tak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah cantik Qeiza. Sementara yang dipandang merasa canggung dan kikuk. Berjuta prasangka akhirnya menggelayuti pikiran Qeiza tentang Evan. Di luar, lebih tepatnya di tempat parkir coffeshop, tempat di mana Qeiza ada di dalam. Damar baru saja ke luar dari mobil. "Kita makan di sini?!" tanya Sinta bergelayut manja di lengan Damar."Iya!" jawab Damar."Thank you sudah mengajakku makan siang. Kebetulan perutku lapar sekali.""Makanlah yang banyak. Kau perlu banyak tenaga untuk melayaniku malam ini!" seru Damar tanpa ekspresi menatap lurus ke depan."Apa?! Bukankan tadi kita sudah melakukannya?! Pinggangku saja masih sakit!" Protes Sinta."Tak ada penolakan! Kau tahu akibatnya bukan jika menolakku?!" ucap Damar, mengedarkan pandangan setelah berada di dalam coffeshop mencari tempat duduk yang strategis."Tahu begini, aku tadi tidak mau melayani mu di kantor!" gerutu Sinta. "Untung saja, tadi tidak ada yang melihat. Kau memang gila, benda tump
Mami datang menghampiri. "Kamu kenapa?!" Qeiza menggelengkan kepala. "Tidak kenapa-kenapa."Mami tidak percaya begitu saja. Menatap tajam wajah menantunya. "Kalian bertengkar?!"Lagi-lagi, Qeiza menggelengkan kepala.Mami menghela napas. "Kalau kalian bertengkar terus, kapan akan memberikan Mami cucu?!""Hah?""Iya, cucu! Kenapa kaget begitu? Wajar bukan kalau Mami minta cucu? Secara kalian berdua ini sudah lama menikah, sudah pantas punya anak," omel Mami pada menantunya."Baru juga menikah beberapa bulan.""Eh, jangan salah. Putrinya teman Mami, ada yang baru satu bulan menikah sudah hamil. Anaknya sekarang sudah belajar merangkak!" seru Mami tak mau kalah."Itukan putrinya teman Mami. Aku lain cerita Mam," ujar Qeiza.Pintu di belakang Qeiza terbuka, Arlando ke luar dengan wajah kusut. Melihat dua wanita yang berdiri depan pintu menatap pada dirinya."Nah, kebetulan kamu ke luar! Mami mau bicara penting denganmu," ucap Qeiza menyerahkan Mami pada suami kontraknya itu."Bicara apa
Bukan kenikmatan yang Sinta rasakan, tapi rasa sakit yang terus mendera disaat Damar menumbuk surga dunia miliknya tanpa jeda. Damar egois, kenikmatan hanya dirinya sendiri yang merasakan. Geraman panjangpun akhirnya didapatkan Damar. "Aagrrr,, gghh, hhh,, hss."Sinta merasa lega, benar-benar merasa lega. Rasa sakit kakinya pasti akan berakhir setelah Damar mendapatkan puncak surga dunianya. Tubuh Damar terkulai lemas dengan mata terpejam, menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja diraihnya setelah beberapa waktu yang cukup lama menumbuk surga dunia Sinta tanpa jeda.Perlahan Sinta menggeser tubuh, meraih selimut dengan sisa-sisa tenaga serta kaki yang terasa ngilu. "Sakit sekali. Si Damar pikir, gue ini balerina yang kakinya bisa lurus 180°. Dasar gila!" omel Sinta hanya berani dikatakan dalam hati.Setelah beberapa menit berlalu, Damar menggerakkan tubuhnya menghadap pada Sinta."Kenapa kamu selalu kasar saat kita sedang bercinta?!" tanya Sinta seolah tahu Damar sedang meliha
Hanya mengenakan handuk sebatas dada serta bagian bawah sampai setengah paha, Qeiza melangkah masuk ke dalam walk in closet. Melihat ke balkon berharap ada suami kontraknya sedang duduk, tapi harapannya kosong.Selesai mengenakan baju, Qeiza segera merias diri hanya dengan bedak tipis dan sedikit liptin agar bibirnya terasa lembab. Setelah itu, langsung ke luar dari kamar.Sepi, rumah masih sepi. Qeiza melangkahkan kakinya ke dapur."Si bibi biasanya ada di dapur," gumamnya pelan.Tapi sampai di dapur, Qeiza masih belum menemukan siapa pun."Di sinipun tak ada orang?!" akhirnya Qeiza hanya garuk-garuk kepala. "Pada ke mana sih mereka?!"Diam beberapa saat, Qeiza ke luar dari dapur. Kaki yang beralas sandal berkepala kelinci melangkah menyusuri lorong melewati ruangan demi ruangan dalam rumah suami kontraknya yang cukup besar itu."Aneh banget, ke mana sih orang-orang dalam rumah ini? Bahkan seekor semut pun tak aku temukan!" keluh Qeiza, mendadak bulu kuduknya meremang, suasana rumah
Qeiza menepuk dada berulang-ulang. Napasnya terasa sesak."Qei," Arlando panik. Cireng yang sedang dipegangnya segera ditaruh di atas meja. "Uhuhk ,,, uhuhk ,,,." Sepotong cireng hampir sebesar ibu jari tersangkut di tenggorokan. Tidak bisa masuk dan juga ke luar."Ya Tuhan, kamu tersedak!" Arlando menepuk punggung Qeiza berulang-ulang agar cireng bisa ke luar.Wajah Qeiza memerah lalu kemudian, sepotong cireng berhasil ke luar dari mulutnya ketika Arlando menepuk punggungnya dengan sedikit keras."Uhuhk ,,, uhukh!"Cireng yang tak berdosa, tapi hampir saja membawa petaka tergolek di atas lantai."Kamu selalu saja ceroboh!" seru Arlando, menatap cemas wajah Qeiza. "Dari kecil sampai sekarang tidak pernah berubah, makan apapun selalu tersedak!"Perlahan, napas Qeiza mulai teratur. Wajah kemerahannya berangsur normal kembali. Arlando mengambil gelas air putih. "Ini minumlah, pelan-pelan! Jangan sampai tersedak lagi!"Dalam sekejap, air satu gelas telah habis. "Leganya," Qeiza menaruh
Peluh membanjiri tubuh setelah keduanya mendapat pelepasan secara bersamaan. "Luar biasa," gumam Damar.Ririn menutup tubuh polosnya dengan selimut. "Sangat luar biasa," bisiknya. "Kamu memang hebat kalau sudah di atas ranjang."Damar bersandar di kepala tempat tidur. Tubuhnya dibiarkan tak tertutup apapun. Bahkan aset kebanggaannya sangat jelas terlihat, terkulai lemah setelah beberapa saat yang lalu memporak-porandakan surga dunia milik Ririn."Aku jadi lapar," ucap Ririn."Masaklah sesuatu. Aku juga lapar. Tadi siang, tidak sempat makan di kantor karena aku buru-buru datang ke sini.""Kenapa?" Ririn melilitkan selimut pada tubuh."Pake nanya lagi?!" "He-he," Ririn terkekeh. "Pasti, senjata kebanggannmu itu, sudah tidak tahan ingin bertempur.""Sekretarisku yang terus memancing diriku. Berjalan melenggok dengan rok mini ketatnya itu.""Tapi kamu sendiri yang menyukai cara berpakaian sekretaris mu itu. Bukankah, kamu pernah bilang, sekretarismu itu salah satu daya tarik untuk menar
Pecahan kaca berserakan hampir memenuhi seluruh lantai kamar. Ririn tak mau mendekati Damar."Cepat kemari!" Ririn menggelengkan kepala. "No! Aku tidak mau!"Damar menatap nyalang Ririn. "Brengsek kau! Selalu saja membantah keinginanku."Ririn beranjak pergi, menghindari Damar."Sialan kau!" teriak Damar galak. "Kembali! Ririn!" Tanpa berpikir panjang, Damar melangkahkan kaki di antara pecahan kaca yang berserakan di lantai."Lepaskan!" jerit Ririn, pergelangan tangannya dicengkeram Damar dengan kasar.Tanpa ampun, Damar menarik Ririn ke dalam kamar. "Kau slalu membuatku emosi!"Kedua bola mata Ririn melebar, kaki hanya beralas sandal rumah berkepala hello Kitty melewati pecahan kaca yang berserakan. Begitu juga dengan kedua kaki Damar, tanpa rasa takut menginjak pecahan kaca, melangkah walau hanya memakai sandal karet.BRUGHH! Tubuh Ririn dilempar ke atas kasur. "Aww," jerit Ririn, telentang kaget."Kau benar-benar menguji kesabaranku!" seru Damar mengangkat tangan kanan hendak m
"Ikut dengan kita cantik!" salah satu dari mereka memarkirkan motornya dan turun."Mau apa kalian?!" tanya Qeiza berusaha tetap tenang.Tawa terbahak ke luar dari empat orang pria yang mengepung Qeiza."Menurutmu?!" tanya salah satu dari mereka.Qeiza melihat sekeliling, tak ada satu orangpun. "Di sini memang benar-benar sepi. Gue harus cari akal agar bisa ke luar dari sini.""Bos Alex. Gadis ini lumayan cantik, bawa saja! Ha-ha-ha. Untuk menemani kita berpesta di markas!" seru orang bertubuh gempal dari atas sepeda motornya.Yang dipanggil Alex, pria yang turun dari sepeda motor. Berdiri tersenyum melihat Qeiza. "Kamu dengar apa yang dikatakan anak buahku?!" "Gue tidak ada urusan dengan kalian!" jawab Qeiza tegas. "Biarkan gue pergi!""He-he-he," Alex terkekeh. "Kau boleh pergi setelah selesai bermain dengan kita!"Kedua tangan Qeiza terkepal. Genderang perang telah ditabuhkan Alex.Alex kembali bicara, "saranku, lebih baik kamu menurut saja," ucapnya pelan. "Gue tidak ada urusan d
Setelah puas saling melepas rindu. Arlando dan Qeiza duduk. Tak sedikitpun Arlando melepaskan tangan Qeiza. "Aku seperti mimpi kamu datang ke sini," ucap Arlando memandang lekat wajah Qeiza. "Kamu tahu, aku sangat merindukanmu." "Kalau kamu begitu sangat merindukan ku, kenapa tidak pernah datang atau telepon?!" "Keadaan yang membuatku tidak bisa menghubungi kamu," jawab Arlando. "Tapi diluar itu semua, aku memang sengaja tidak menghubungi kamu untuk menguji perasaanku." "Maksudnya?!" "Aku ingin memastikan perasaanku sendiri. Apa aku ini mencintai kamu atau perasaanku ini hanya karena kita terikat pernikahan kontrak itu?!" jelas Arlando. "Lalu, sekarang bagaimana perasaanmu?!" tanya Qeiza. Arlando semakin memegang erat jari jemari lentik tangan istrinya. "Aku takut kehilangan kamu. Dengan kita terpisah beberapa hari ini, aku seperti kehilangan arah. Tidak tahu lagi tujuanku ini sebenarnya apa." Qeiza tersenyum, hatinya sangat senang mendengar kata-kata yang begitu tu
Qeiza berbaring ditempat tidur. Wajahnya semakin pucat. "Qei," mama masuk dengan tangan membawa sesuatu.Qeiza tidak menjawab. "Apa bulan ini kamu datang bulan?!" tanya mama."Datang bulan?!" Qeiza tertegun dengan pikiran mengingat-ingat sudah dapat atau belum bulan ini."Ini!" Mama memberikan test pack. "Coba kamu cek."Qeiza perlahan bangun. "Cek apa?!" "Kapan terakhir kali kamu datang bulan?!" tanya mama.Qeiza terdiam, mengingat-ingat tapi tidak ingat. "Entahlah, aku tidak ingat."Mama duduk di tepi tempat tidur. "Apa kamu dan Arlando pernah ,,,"Dengan cepat Qeiza mengambil test pack yang ada di tangan mama. "Biar aku coba!" lalu dengan terburu-buru turun dari atas tempat tidur menuju kamar mandi.Di dalam kamar mandi, Qeiza sejenak berdiri termangu bersandar pada daun pintu. "Apa mungkin aku hamil? Kalau benar berarti aku mengandung anaknya Arlando," gumam Qeiza memegang perutnya yang masih rata. Qeiza melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menguji keakuratan test pac
Tuan Meshach masih memandang heran pada putranya. Kopi begitu wangi kenapa dibilang bau busuk. Arlando bersandar pada sandaran sofa yang ada di sudut ruangannya. "Ada apa pi, pagi-pagi sudah keruanganku?! Memangnya papi tak ada pekerjaan lain.""Ada sekretaris, ada asisten pribadi, ngapain papi masih repot-repot urus pekerjaan," jawab Tuan Meshach sekenanya. "Juga ada kamu."Arlando mendelik. "Sombong!"Papi duduk di samping putranya. "Bagaimana istri kontrakmu? Papi sudah lama tidak mendengar kabarnya. Apa kalian berdua sering bertemu?!""Telepon saja sendiri. Kalian semua yang memisahkan aku dan istrik!" jawab Arlando kesal. "He-he," papi malah terkekeh melihat putranya. "Makanya jangan main-main dengan kami. Tahu sendirikan akibatnya apa?! Menikah kok kontrak, kayak rumah saja dikontrak," ledek papi.Arlando lagi-lagi mendelik. "Semuanya juga gara-gara papi yang keras kepala! Kalau papi tidak memaksaku, tidak mungkin pernikahan kontrak itu terjadi!""Lho, kok jadi papi yang disal
"Tidak usah ma!" karena kesal dengan mama, Qeiza tanpa sadar mengencangkan suaranya. "Aku sedang menyetir ma. Jangan mengganggu konsentrasiku!""Ok!" Setelah itu, Mama tidak bicara apa-apa lagi. Qeiza menghela napas, berurusan dengan mama lebih menjengkelkan dari berurusan dengan para pelanggan di butik yang minta diubah gaunnya menjadi ini itu ini itu.Rumah kediaman Qeiza sudah depan mata. Setelah melewati pintu pagar dan parkir depan rumah, Qeiza segera turun dari mobil. "Dasar bocah!" gumam Mama melihat putrinya hampir saja jatuh terantuk lantai keramik saking tergesa-gesanya melangkah masuk ke dalam rumah."Nyonya!" panggil Mang Ujang."Lho kok Mang Ujang ada di rumah. Bukannya tadi suruh ke bengkel betulin mobil.""Mobilnya masih di bengkel," Mang Ujang lalu mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku celana panjangnya. "Apa ini?!" tanya Mama Qeiza mengambil kertas yang diberikan Mang Ujang. "Nota.""Belum juga dibenerin mobilnya sudah minta nota! Aneh!" gerutu Mama Qeiza ma
Qeiza rasanya ingin menghilang saat itu juga supaya bisa menghindari tatapan semua orang yang sekarang sedang menatapnya. "Ya Tuhan, kenapa masalahnya jadi seperti ini? Aku merasa jadi seorang terdakwa kelas kakap yang akan dihukum vonis mati."Baik Arlando maupun Qeiza tidak bisa menghindari keinginan kedua orangtua masing-masing memisahkan mereka berdua karena buktinya cukup kuat yakni pernikahan kontrak mereka satu tahun. Qeiza pergi dengan mamanya meninggalkan rumah kediaman Meshach tanpa bisa Arlando cegah. Semuanya jadi rumit apalagi Arlando tidak bisa menjelaskan alasan apa sampai mereka berdua bisa terikat pernikahan kontrak. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Qeiza lebih banyak diam. Tatapannya tak beralih melihat ke luar jendela mobil. Mama Qeiza duduk disampingnya sampai tak berani untuk mengajak putrinya bicara.Tak membutuhkan waktu lama dalam perjalanan, Qeiza telah sampai di rumah. Kamar yang telah berbulan-bulan ditinggalkan sekarang ditempati kembali oleh pemilik
Pagi-pagi Qeiza sudah siap-siap berangkat ke butik. Walau semalam tidur sangat larut malam, tapi pagi-pagi sekali Qeiza sudah bangun. "Arlando!" Qeiza menepuk kaki suami kontraknya. "Bangun! Ini sudah siang!"Respon Arlando hanya menggeliat kecil, matanya sulit sekali untuk terbuka.Qeiza menggoyangkan tubuh Arlando. "Bangun! Katanya mau pergi ke kantor pagi-pagi."Ditunggu beberapa saat, tapi Arlando tidak bangun juga akhirnya Qeiza pergi ke luar dari kamar.Mami baru saja ke luar dari kamar. Setiap hari mami memang selalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan suaminya."Qeiza!" panggil mami melihat menantunya sedang menuruni tangga."Iya mi," jawab Qeiza berhenti ditengah-tengah tangga, melihat mertuanya."Mami ingin bicara denganmu!" Deg!Jantung Qeiza langsung berdetak cepat. Apalagi melihat mami begitu serius menatap pada dirinya."Kamu pasti sudah tahu tentang permasalahan yang sekarang terjadi," ucap Mami tanpa basa basi."Masalah apa mi?!" tanya Qeiza pura-pura.Tatapan mami
"Iya, saya sangat setuju jeng!" seru Mama Qei. "Saya juga akan mencari tahu, kenapa putriku bisa-bisanya bertindak sampai sejauh itu. Sampai sekarang saya tak habis pikir, apa maksudnya Qeiza melakukan semua kebohongan ini." "Sama jeng, saya juga tak habis pikir dengan putraku itu. Kok bisa bohongi kita semua. Tapi terlepas dari itu semua, sebaiknya kita mencari tahu alasan yang sebenarnya kenapa sampai bisa terjadi pernikahan kontrak.""Jeng," Mama Qeiza menurunkan volume suara. "Qeiza dan putramu melakukan pernikahan kontrak, tapi mereka tidur dalam satu kamar. Bagaimana itu jeng?!"Mami Arlando tertegun. Apa yang dikatakan besannya benar, bahkan tadi pagi saat membangunkan putra dan menantunya mereka sedang tidur berpelukan. Lalu ,,, lalu, kepala mami jadi tambah pusing."Jeng," panggil Mama Qei melihat besannya hanya diam tertegun. "I-iya ,,,.""Mereka tidur dalam satu tempat tidur. Bagaimana jeng?" Mama Qeiza jadi khawatir. "Apa mereka telah ,,,,""Aduh, saya jadi tambah bingun
Arlando menggosok kedua mata. "Siapa sih yang buka jendela? Silau!" ucapnya bersuara serak ciri khas orang bangun tidur.Qeiza yang terlebih dahulu menyadari akan kehadiran mami segera menyenggol tubuh Arlando. "Mami ,,,"Mendengar kata mami, kesadaran Arlando langsung terkumpul sempurna. "Mami?!" Qeiza bangun. "Selamat pagi mami,' sapanya basa basi."Sudah siang masih tidur! Kalian tidak pergi bekerja?!" tanya mami."I-iya mam," jawab Qeiza gugup langsung turun dari atas tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Sementara Arlando kembali menarik selimut. "Aku masih mengantuk."Mami menarik selimut yang menutupi tubuh Arlando. "Bangun, ini sudah siang! Mami juga ingin bicara tentang pernikahan kontrakmu itu!"Deg!Jantung Arlando kaget. "Gawat! Pernikahan kontrak lagi yang mami bahas! Aku harus cari akal untuk menghindari mami," hati kecilnya bicara."Mami ingin bicara denganmu! Cepat bangun Arlando!" "Apa sih mami ini?! Pagi-pagi sudah marah-marah. Nanti kulitnya cepat keriput," u
Kediaman keluarga Meshach nampak sepi ketika Arlando dan Qeiza pulang. "Jam berapa?!" tanya Qeiza pada suaminya. "Sudah lewat dari tengah malam," bisik Arlando."Semua orang sudah tidur.""Baguslah," gumam Qeiza berjalan sangat hati-hati karena lampu ruang yang temaram.Klik!Lampu ruangan berubah terang, Qeiza hampir saja meloncat kaget. "Tuan muda, nyonya muda? Bibi pikir siapa," suara bibi memecah kesunyian. "Aduh bibi! Bikin kaget saja! Hampir copot jantungku!" "He-he, maaf nyonya. Bibi tidak bisa melihat dengan jelas, takutnya ada maling," bela bibi."Lampunya matiin lagi bi!" pinta Arlando kemudian menarik tangan Qeiza agar melanjutkan lagi langkahnya menuju kamar.Di dalam kamar, Qeiza langsung melepas sepatu high heelsnya. "Lelah banget, ingin cepat mandi dan tidur.""Aku duluan yang mandi!" Arlando buru-buru masuk ke kamar mandi. Qeiza menghempaskan tubuh di sofa. "Badan cape pikiran juga cape. Kenapa jadi seperti ini?!" gumamnya teringat kembali dengan pernikahan kontr