Pecahan kaca berserakan hampir memenuhi seluruh lantai kamar. Ririn tak mau mendekati Damar."Cepat kemari!" Ririn menggelengkan kepala. "No! Aku tidak mau!"Damar menatap nyalang Ririn. "Brengsek kau! Selalu saja membantah keinginanku."Ririn beranjak pergi, menghindari Damar."Sialan kau!" teriak Damar galak. "Kembali! Ririn!" Tanpa berpikir panjang, Damar melangkahkan kaki di antara pecahan kaca yang berserakan di lantai."Lepaskan!" jerit Ririn, pergelangan tangannya dicengkeram Damar dengan kasar.Tanpa ampun, Damar menarik Ririn ke dalam kamar. "Kau slalu membuatku emosi!"Kedua bola mata Ririn melebar, kaki hanya beralas sandal rumah berkepala hello Kitty melewati pecahan kaca yang berserakan. Begitu juga dengan kedua kaki Damar, tanpa rasa takut menginjak pecahan kaca, melangkah walau hanya memakai sandal karet.BRUGHH! Tubuh Ririn dilempar ke atas kasur. "Aww," jerit Ririn, telentang kaget."Kau benar-benar menguji kesabaranku!" seru Damar mengangkat tangan kanan hendak m
"Ikut dengan kita cantik!" salah satu dari mereka memarkirkan motornya dan turun."Mau apa kalian?!" tanya Qeiza berusaha tetap tenang.Tawa terbahak ke luar dari empat orang pria yang mengepung Qeiza."Menurutmu?!" tanya salah satu dari mereka.Qeiza melihat sekeliling, tak ada satu orangpun. "Di sini memang benar-benar sepi. Gue harus cari akal agar bisa ke luar dari sini.""Bos Alex. Gadis ini lumayan cantik, bawa saja! Ha-ha-ha. Untuk menemani kita berpesta di markas!" seru orang bertubuh gempal dari atas sepeda motornya.Yang dipanggil Alex, pria yang turun dari sepeda motor. Berdiri tersenyum melihat Qeiza. "Kamu dengar apa yang dikatakan anak buahku?!" "Gue tidak ada urusan dengan kalian!" jawab Qeiza tegas. "Biarkan gue pergi!""He-he-he," Alex terkekeh. "Kau boleh pergi setelah selesai bermain dengan kita!"Kedua tangan Qeiza terkepal. Genderang perang telah ditabuhkan Alex.Alex kembali bicara, "saranku, lebih baik kamu menurut saja," ucapnya pelan. "Gue tidak ada urusan d
Arlando mendengus kesal. "Apa hubungannya perusahaan dengan ronde?! Memang semalam aku tidak bertinju! Tidak mungkinlah aku ber,,," Arlando tidak meneruskan kalimatnya, sekarang baru paham kenapa kedua orangtuanya bahkan si Bibi meledeknya. Mami terkikik, "dasar bodoh. Percuma sekolah tinggi-tinggi, begitu saja tidak mengerti."Arlando menghela napas."Tapi ngomong-ngomong, kenapa menantu kita belum pulang juga?!" tanya Mami. "Apa Qei bilang mau joging ke mana, Bi?!" "Tidak Nyonya!" Arlando kembali melihat jam yang melingkar di tangannya. "Sudah siang.""Coba telepon istrimu itu!" seru Papi."Ponselnya ada di kamar!" jawab Arlando. "Astaga! Istrimu tidak bawa ponselnya?! Itu sangat berbahaya, bagaimana kalau ada apa-apa di jalan?!" sekarang Mami yang terlihat cemas."Mungkin joging sekitaran dekat-dekat rumah! Makanya dia tidak bawa ponsel!" ujar Papi."Iya! Mami ini malah bikin pikiranku jadi memikirkan yang enggak-enggak!"Ketiga orang itupun mengobrol sambil menikmati secangkir
Qeiza mengernyitkan alis. "Tapi, tapi apa?!" tanyanya."Aku belum mau ke luar dari hutan ini," jawab Regan. "Tidak bisa mengantarmu. Masih ada yang harus aku lakukan di hutan ini.""Oh, itu masalahnya. Tidak apa-apa! Tunjukkan saja arah jalan ke luar dari hutan ini.""Kamu yakin pergi sendiri?!" tanya Regan ragu. Qeiza mengangguk memasang wajah imut. "Iya, memangnya apa yang bisa aku kerjakan di hutan ini?!" Regan tersenyum menahan tawa, ternyata gadis yang ada di depannya sangat lucu. "Maksudku, tidak ikut berburu denganku sebentar saja.""No! No!" tolak Qeiza dengan cepat. "Ogah banget! Aku takut melihat binatang mati di depan mataku!"Akhirnya Regan memberitahu ke mana arah jalan ke luar pada Qeiza dengan memberikan informasi titik-titik penting agar tidak nyasar lagi. "Thank you, Dokter Regan," ucap Qeiza senang akhirnya bisa ke luar dari hutan."Sama-sama. Hati-hati, kalau nanti bertemu dengan babi ngepet lagi, lebih baik kamu bersembunyi, jangan menantangnya dengan saling ber
Dengan wajah diselimuti kebingungan, Arlando memeluk dan mengelus lembut punggung istri kontraknya. "Aku tidak mengerti, kenapa kamu menangis seperti ini? Ada apa Qei?!"Pak tua dan Didin melihat Arlando dan Qeiza dari jarak beberapa meter."Mungkin itu suaminya atau saudaranya," tebak pak tua. "Sepertinya gadis itu tersesat."Didin dalam hatinya juga bicara. "Gawat! Kalau gadis itu sampai menceritakan apa yang telah terjadi padanya, gue bisa dilaporkan ke polisi!Apalagi, gadis itu juga masih mengenali wajah gue. Sebaiknya gue pergi sebelum terkena masalah."Setelah itu, Didin menghidupkan sepeda motornya dan pergi begitu saja dengan sepeda motornya meninggalkan kepulan asap hitam.Qeiza sudah tenang. Diusapnya pipi yang basah oleh air mata. Arlando tersenyum. "Kamu kenapa? Aku bingung, kenapa kamu menangis seperti itu? Kamu itu seperti orang yang baru pulang dari perantauan bertahun-tahun tak pulang-pulang," canda Arlando.Qeiza melihat kemeja biru suami kontraknya basah, memaksakan
Kedua tangan Arlando terkepal di antara dua sisi tubuh. "Jadi, seperti inikah sifat aslimu?!""Apa maksudmu?!"Arlando menundukkan kepalanya sedikit, berbisik depan telinga Qeiza. "Untung saja, kita hanya terikat nikah kontrak! Ternyata, kau seorang pembangkang!"Qeiza tertegun.Senyum sinis tersungging di bibir Arlando, setelah itu pergi ke luar dari kamar."Nak!" Mami baru saja ke luar dari kamar diikuti papi."Apa mam?!" "Qeiza sudah pulang?!" tanya Mami. Arlando mengangguk, bersikap senormal mungkin agar kedua orangtuanya tidak curiga tadi habis bertengkar dengan istrinya."Baguslah kalau begitu!" ucap Mami senang."Ajak istrimu turun. Kita akan duduk di taman menikmati puding buatan mami mu," ajak papi. "Entah rasanya seperti apa!"Mami mendelik. "Tentu saja dijamin enak puding buatanku!" "O ya," ucap papi berlalu pergi meninggalkan istri dan putranya.Sementara di kamar, Qeiza sedang menggerutu sendiri melihat cermin yang ada di depannya. "Apa yang salah dengan bicaraku? Wa
Evan :"Hello."Qeiza :"Hello, tuan Evan. Ada apa?!"Arlando langsung melirik pada istri kontraknya begitu terdengar nama Evan.Evan :"Apa kamu sedang sibuk?!"Qeiza :"Ada apa?!"Evan :"Saya tidak bisa bicara di telepon. Bagaimana kalau kita bertemu di suatu tempat, tapi itu juga kalau tidak keberatan."Qeiza mengernyitkan alisnya merasa aneh dengan permintaan Evan.Evan :"Hello, Nyonya Meshach. Bagaimana?!" Qeiza :"Maaf, Tuan Evan. Saya tidak bisa. Kalau ada yang ingin dibicarakan, katakan sekarang saja!"Evan :"Nyonya jangan takut. Saya hanya ingin membicarakan tentang beberapa gaun yang ingin saya pesan."Qeiza :"Kalau begitu, besok saja datang ke butik. Untuk urusan pesanan gaun, bisa dibicarakan di butik."Evan :"Kenapa tidak sekarang saja?!"Qeiza :"Ini hari libur, butik tutup."Setelah itu Qeiza langsung menutup teleponnya. Tidak peduli, Evan mau tersinggung atau tidak.Arlando memperhatikan Qeiza dalam diamnya. "Evan? Evan siapa?! Apa Qeiza punya kekasih di luar san
Tawa Evan berderai mendapat sanjungan dari Gloria, sang mantan kekasih. "Apa aku tidak dipersilahkan duduk?!" "Silahkan, silahkan duduk," Evan langsung menunjuk pada sofa yang ada disudut ruangan. Dengan gaya mempesona dan sensual, Gloria duduk. "Bagaimana kabarmu?!" tanya Evan duduk di samping Gloria. "Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja!" jawab Gloria mengeluarkan bungkus rokok dari dalam tas tangannya."Kamu merokok?!" tanya Evan kaget."Kehidupan yang telah membuat semuanya berubah," jawab Gloria penuh teka teki. "Apa yang membuatmu sampai berubah?!" tanya Evan jadi penasaran. Gloria dengan santai menghembuskan asap rokok ke sembarang arah. "Banyak hal yang telah membuatku berubah.""O ya?!""Apa kamu mendengar tentang bangkrutnya perusahaan ayahku?!" tanya Gloria."Ya tentu saja. Perusahaan Ayahmu hancur setelah kita berpisah. Aku tidak mengerti, kenapa ayahmu sampai bisa kecolongan uang triliunan dari sekretaris pribadinya itu? Apa yang sebenarnya terjadi?!"Glori
Setelah puas saling melepas rindu. Arlando dan Qeiza duduk. Tak sedikitpun Arlando melepaskan tangan Qeiza. "Aku seperti mimpi kamu datang ke sini," ucap Arlando memandang lekat wajah Qeiza. "Kamu tahu, aku sangat merindukanmu." "Kalau kamu begitu sangat merindukan ku, kenapa tidak pernah datang atau telepon?!" "Keadaan yang membuatku tidak bisa menghubungi kamu," jawab Arlando. "Tapi diluar itu semua, aku memang sengaja tidak menghubungi kamu untuk menguji perasaanku." "Maksudnya?!" "Aku ingin memastikan perasaanku sendiri. Apa aku ini mencintai kamu atau perasaanku ini hanya karena kita terikat pernikahan kontrak itu?!" jelas Arlando. "Lalu, sekarang bagaimana perasaanmu?!" tanya Qeiza. Arlando semakin memegang erat jari jemari lentik tangan istrinya. "Aku takut kehilangan kamu. Dengan kita terpisah beberapa hari ini, aku seperti kehilangan arah. Tidak tahu lagi tujuanku ini sebenarnya apa." Qeiza tersenyum, hatinya sangat senang mendengar kata-kata yang begitu tu
Qeiza berbaring ditempat tidur. Wajahnya semakin pucat. "Qei," mama masuk dengan tangan membawa sesuatu.Qeiza tidak menjawab. "Apa bulan ini kamu datang bulan?!" tanya mama."Datang bulan?!" Qeiza tertegun dengan pikiran mengingat-ingat sudah dapat atau belum bulan ini."Ini!" Mama memberikan test pack. "Coba kamu cek."Qeiza perlahan bangun. "Cek apa?!" "Kapan terakhir kali kamu datang bulan?!" tanya mama.Qeiza terdiam, mengingat-ingat tapi tidak ingat. "Entahlah, aku tidak ingat."Mama duduk di tepi tempat tidur. "Apa kamu dan Arlando pernah ,,,"Dengan cepat Qeiza mengambil test pack yang ada di tangan mama. "Biar aku coba!" lalu dengan terburu-buru turun dari atas tempat tidur menuju kamar mandi.Di dalam kamar mandi, Qeiza sejenak berdiri termangu bersandar pada daun pintu. "Apa mungkin aku hamil? Kalau benar berarti aku mengandung anaknya Arlando," gumam Qeiza memegang perutnya yang masih rata. Qeiza melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menguji keakuratan test pac
Tuan Meshach masih memandang heran pada putranya. Kopi begitu wangi kenapa dibilang bau busuk. Arlando bersandar pada sandaran sofa yang ada di sudut ruangannya. "Ada apa pi, pagi-pagi sudah keruanganku?! Memangnya papi tak ada pekerjaan lain.""Ada sekretaris, ada asisten pribadi, ngapain papi masih repot-repot urus pekerjaan," jawab Tuan Meshach sekenanya. "Juga ada kamu."Arlando mendelik. "Sombong!"Papi duduk di samping putranya. "Bagaimana istri kontrakmu? Papi sudah lama tidak mendengar kabarnya. Apa kalian berdua sering bertemu?!""Telepon saja sendiri. Kalian semua yang memisahkan aku dan istrik!" jawab Arlando kesal. "He-he," papi malah terkekeh melihat putranya. "Makanya jangan main-main dengan kami. Tahu sendirikan akibatnya apa?! Menikah kok kontrak, kayak rumah saja dikontrak," ledek papi.Arlando lagi-lagi mendelik. "Semuanya juga gara-gara papi yang keras kepala! Kalau papi tidak memaksaku, tidak mungkin pernikahan kontrak itu terjadi!""Lho, kok jadi papi yang disal
"Tidak usah ma!" karena kesal dengan mama, Qeiza tanpa sadar mengencangkan suaranya. "Aku sedang menyetir ma. Jangan mengganggu konsentrasiku!""Ok!" Setelah itu, Mama tidak bicara apa-apa lagi. Qeiza menghela napas, berurusan dengan mama lebih menjengkelkan dari berurusan dengan para pelanggan di butik yang minta diubah gaunnya menjadi ini itu ini itu.Rumah kediaman Qeiza sudah depan mata. Setelah melewati pintu pagar dan parkir depan rumah, Qeiza segera turun dari mobil. "Dasar bocah!" gumam Mama melihat putrinya hampir saja jatuh terantuk lantai keramik saking tergesa-gesanya melangkah masuk ke dalam rumah."Nyonya!" panggil Mang Ujang."Lho kok Mang Ujang ada di rumah. Bukannya tadi suruh ke bengkel betulin mobil.""Mobilnya masih di bengkel," Mang Ujang lalu mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku celana panjangnya. "Apa ini?!" tanya Mama Qeiza mengambil kertas yang diberikan Mang Ujang. "Nota.""Belum juga dibenerin mobilnya sudah minta nota! Aneh!" gerutu Mama Qeiza ma
Qeiza rasanya ingin menghilang saat itu juga supaya bisa menghindari tatapan semua orang yang sekarang sedang menatapnya. "Ya Tuhan, kenapa masalahnya jadi seperti ini? Aku merasa jadi seorang terdakwa kelas kakap yang akan dihukum vonis mati."Baik Arlando maupun Qeiza tidak bisa menghindari keinginan kedua orangtua masing-masing memisahkan mereka berdua karena buktinya cukup kuat yakni pernikahan kontrak mereka satu tahun. Qeiza pergi dengan mamanya meninggalkan rumah kediaman Meshach tanpa bisa Arlando cegah. Semuanya jadi rumit apalagi Arlando tidak bisa menjelaskan alasan apa sampai mereka berdua bisa terikat pernikahan kontrak. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Qeiza lebih banyak diam. Tatapannya tak beralih melihat ke luar jendela mobil. Mama Qeiza duduk disampingnya sampai tak berani untuk mengajak putrinya bicara.Tak membutuhkan waktu lama dalam perjalanan, Qeiza telah sampai di rumah. Kamar yang telah berbulan-bulan ditinggalkan sekarang ditempati kembali oleh pemilik
Pagi-pagi Qeiza sudah siap-siap berangkat ke butik. Walau semalam tidur sangat larut malam, tapi pagi-pagi sekali Qeiza sudah bangun. "Arlando!" Qeiza menepuk kaki suami kontraknya. "Bangun! Ini sudah siang!"Respon Arlando hanya menggeliat kecil, matanya sulit sekali untuk terbuka.Qeiza menggoyangkan tubuh Arlando. "Bangun! Katanya mau pergi ke kantor pagi-pagi."Ditunggu beberapa saat, tapi Arlando tidak bangun juga akhirnya Qeiza pergi ke luar dari kamar.Mami baru saja ke luar dari kamar. Setiap hari mami memang selalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan suaminya."Qeiza!" panggil mami melihat menantunya sedang menuruni tangga."Iya mi," jawab Qeiza berhenti ditengah-tengah tangga, melihat mertuanya."Mami ingin bicara denganmu!" Deg!Jantung Qeiza langsung berdetak cepat. Apalagi melihat mami begitu serius menatap pada dirinya."Kamu pasti sudah tahu tentang permasalahan yang sekarang terjadi," ucap Mami tanpa basa basi."Masalah apa mi?!" tanya Qeiza pura-pura.Tatapan mami
"Iya, saya sangat setuju jeng!" seru Mama Qei. "Saya juga akan mencari tahu, kenapa putriku bisa-bisanya bertindak sampai sejauh itu. Sampai sekarang saya tak habis pikir, apa maksudnya Qeiza melakukan semua kebohongan ini." "Sama jeng, saya juga tak habis pikir dengan putraku itu. Kok bisa bohongi kita semua. Tapi terlepas dari itu semua, sebaiknya kita mencari tahu alasan yang sebenarnya kenapa sampai bisa terjadi pernikahan kontrak.""Jeng," Mama Qeiza menurunkan volume suara. "Qeiza dan putramu melakukan pernikahan kontrak, tapi mereka tidur dalam satu kamar. Bagaimana itu jeng?!"Mami Arlando tertegun. Apa yang dikatakan besannya benar, bahkan tadi pagi saat membangunkan putra dan menantunya mereka sedang tidur berpelukan. Lalu ,,, lalu, kepala mami jadi tambah pusing."Jeng," panggil Mama Qei melihat besannya hanya diam tertegun. "I-iya ,,,.""Mereka tidur dalam satu tempat tidur. Bagaimana jeng?" Mama Qeiza jadi khawatir. "Apa mereka telah ,,,,""Aduh, saya jadi tambah bingun
Arlando menggosok kedua mata. "Siapa sih yang buka jendela? Silau!" ucapnya bersuara serak ciri khas orang bangun tidur.Qeiza yang terlebih dahulu menyadari akan kehadiran mami segera menyenggol tubuh Arlando. "Mami ,,,"Mendengar kata mami, kesadaran Arlando langsung terkumpul sempurna. "Mami?!" Qeiza bangun. "Selamat pagi mami,' sapanya basa basi."Sudah siang masih tidur! Kalian tidak pergi bekerja?!" tanya mami."I-iya mam," jawab Qeiza gugup langsung turun dari atas tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Sementara Arlando kembali menarik selimut. "Aku masih mengantuk."Mami menarik selimut yang menutupi tubuh Arlando. "Bangun, ini sudah siang! Mami juga ingin bicara tentang pernikahan kontrakmu itu!"Deg!Jantung Arlando kaget. "Gawat! Pernikahan kontrak lagi yang mami bahas! Aku harus cari akal untuk menghindari mami," hati kecilnya bicara."Mami ingin bicara denganmu! Cepat bangun Arlando!" "Apa sih mami ini?! Pagi-pagi sudah marah-marah. Nanti kulitnya cepat keriput," u
Kediaman keluarga Meshach nampak sepi ketika Arlando dan Qeiza pulang. "Jam berapa?!" tanya Qeiza pada suaminya. "Sudah lewat dari tengah malam," bisik Arlando."Semua orang sudah tidur.""Baguslah," gumam Qeiza berjalan sangat hati-hati karena lampu ruang yang temaram.Klik!Lampu ruangan berubah terang, Qeiza hampir saja meloncat kaget. "Tuan muda, nyonya muda? Bibi pikir siapa," suara bibi memecah kesunyian. "Aduh bibi! Bikin kaget saja! Hampir copot jantungku!" "He-he, maaf nyonya. Bibi tidak bisa melihat dengan jelas, takutnya ada maling," bela bibi."Lampunya matiin lagi bi!" pinta Arlando kemudian menarik tangan Qeiza agar melanjutkan lagi langkahnya menuju kamar.Di dalam kamar, Qeiza langsung melepas sepatu high heelsnya. "Lelah banget, ingin cepat mandi dan tidur.""Aku duluan yang mandi!" Arlando buru-buru masuk ke kamar mandi. Qeiza menghempaskan tubuh di sofa. "Badan cape pikiran juga cape. Kenapa jadi seperti ini?!" gumamnya teringat kembali dengan pernikahan kontr