"Apa tidak ada pasien?!" tanya Mami Arlando pada Armand."Tidak ada. Hari ini semua orang sehat," jawab Armand. "Aku bisa ikut dengan kalian, menjadi pengawal nona-nona cantik.""Ok! Kalau begitu kita pergi sekarang!" ajak Nyonya Tesa. "Armand nanti bisa bantu kita bawa barang belanjaan."Tidak membutuhkan waktu lama diperjalanan, mereka telah sampai di tempat tujuan, sebuah mall yang cukup punya nama. Qeiza tidak banyak bicara, kakinya hanya mengikuti ke mana mertuanya melangkah."Qei," Kris menyenggol lengan ketika berjalan di sampingnya. "Mmm," jawab Qei tetap melangkah mengikuti mertuanya dari belakang."Sebenarnya kita mau beli apa sih? Ke luar masuk toko dari tadi, tapi tidak ada yang dibeli," tanya Kris."I don't know, let's just follow where they go," jawab Qei pelan. "Jujur, aku lebih suka tinggal dibutik daripada ikut dengan mereka."Kris terkikik. "Hi-hi-hi. Putar-putar tidak karuan. Hampir setengah dari luas mall ini sudah kita lewati."Qeiza mengangguk. "Iya, kakiku sud
Armand berbisik, "ada apa Qei?!""Tidak ada, tidak ada apa-apa!" jawab Qei membuang muka menghindari pria itu, diambilnya juice jeruk untuk menghilangkan kegugupan."Setelah dari sini kita mau ke mana?!" tanya Tante Tesa."Langsung pulang," jawab Mami. Ponsel Qeiza bergetar, Arlando kembali menelepon. Tanpa basa basi, Arlando langsung menyemprot dengan kasar di telepon :"Di mana kamu?!"Qeiza menghela napas, andai tak ada mertua di depan, sudah dijawab dengan balik menyemprot :"Di rumah."Arlando :"Bohong! Aku sekarang di rumah."Qeiza :"Rumah mana?!"Arlando menjawab dengan galak :"Rumahmu!"Qeiza melihat Mami yang juga sedang melihatnya :"Aku sekarang di rumahmu bersama Mami. Kalau tidak percaya, bicara dengan Mami mu!"Qeiza memberikan ponselnya. "Apa?!" tanya Mami."Arlando tidak percaya aku sedang bersama Mami," jawab Qeiza. Mami :"Arlando, Mami sedang bersama istrimu."Arlando :"Ok."Mami :"Sebentar lagi, istrimu pulang. Baru pisah sebentar saja sudah uring-uringan!
"Aku tidak sakit, kenapa dibawa ke Dokter?!" tanya Qei tak mengerti."Kamu memang tidak sakit, tapi tetap harus ke Dokter!" seru Mama semakin ambigu. "Ayo, cepat, ganti bajumu! Semakin cepat, semakin bagus biar semuanya jelas!"Qeiza dan Papa semakin dibuat bingung dengan keinginan Mama."Lho, kok malah pada diam saja! Ayo!" Mama kembali menarik tangan suaminya. "Papa yang bawa mobil!"Dalam keadaan bingung, Papa tetap mengikuti kemauan Mama, sementara Qeiza kembali dipinta Mama segera ganti baju. "Ayo, Qeiza! Kenapa diam saja?!""Tunggu Ma, tunggu!" Qeiza menolak. "Aku tidak punya indra ke enam apalagi telepati yang tidak bisa membaca pikiran orang, jadi aku tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran Mama. Jelaskan padaku biar aku mengerti Ma.""Mama tidak bisa menjelaskan sekarang karena Mama juga tidak tahu," jawabnya. "Sekarang, kamu turuti saja apa yang Mama inginkan biar kita semua tahu!""Eh, tidak bisa!" tolak Qeiza. "Aku harus tahu, Mama mau mengajak kita ke mana?!""Ke Dokter
Qeiza ke luar dari kamar mandi, melirik sekilas pada Arlando. "Aduh, kenapa jadi canggung begini?!" bisik hati kecil Qeiza bicara sendiri. "Jantungku berdebar kencang," hal yang sama melanda Arlando, hatinya tak karuan. Qeiza berdiri depan cermin meja rias, menyisir rambut panjang hitam legamnya."Qei ,,,," Arlando membuka suara.SEER!Hati Qeiza berdesir begitu namanya dipanggil Arlando. Wajah merona merah begitu jelas terlihat dari pantulan cermin yang ada di depan."Qei," Arlando kembali memanggil.Qeiza membalikkan badan. "Apa?!" Arlando menunjuk dengan matanya pada gelas juice jeruk yang ada di atas meja. "Ibumu tadi membuat juice jeruk. Katanya, tadi kepalamu sakit."Qeiza menaruh sisir, datang mendekati Arlando. "Tadi Ibu mengantarkan juice ini?!" tanyanya untuk mengusir kecanggungan. Arlando mengangguk. "Iya."Setelah meneguk habis juicenya, Qeiza masih berdiri. Mau bicara, tapi terlihat ragu."Ada apa?!" tanya Arlando."Aku ,,, tadi, anu ,,,," tidak jelas Qeiza berucap."
Sinta masih menggerutu sendiri ketika Damar masuk mengambil ponsel untuk memesan makanan lewat online. Melihat sekilas padanya kemudian ke luar lagi.Tak membutuhkan waktu lama menunggu, makanan yang dipesan pun datang. Sinta ke luar dari kamar mencium wangi spaghetti bolognese kesukaannya, memakai saus daging cincang dengan paduan saus dan pasta tomat yang asam segar bisa juga diberi sedikit parutan keju di atasnya yang akan membuat rasanya lebih gurih.Damar pura-pura tidak melihat Sinta, mulutnya sibuk mengunyah spaghetti miliknya yang mengeluarkan aroma benar-benar menggugah selera.Sinta duduk di seberang meja makan, air liurnya seakan meleleh melihat Damar begitu lahapnya menyantap spaghetti. Habis sudah semua spaghetti yang ada di atas piring, semuanya telah berpindah ke perut. Damar membersihkan bibirnya dengan tisu diakhiri sendawa. Walau kepalanya masih terasa pening, masih ada pengaruh sisa-sisa minuman beralkohol, tapi tetap saja perutnya sangat lapar.Di atas meja masih
Damar menyeringai dengan sorot mata merah berselimut kabut gairah. Tubuh tinggi tegapnya hanya tertutup kaos saja sementara tubuh bagian bawah tidak tertutup sehelai benangpun, senjata kebanggaannya berdiri tegak bak tugu Monas. Sinta berusaha untuk bangun, menghindar Damar yang masih berdiri di tepi tempat tidur. "Brengsek kau! Gue sumpahin loe masuk neraka!" Damar tertawa terbahak. "Ha-ha-ha. Kita akan sama-sama masuk neraka! Jangan sok suci loe!" Setelah itu, Damar melepas kaos yang menempel di tubuh kekarnya. Sinta mencoba turun dari tempat tidur dari sisi lain, badannya terasa sakit apalagi kakinya terasa mati rasa karena tadi Damar memegang dan membuka kakinya cukup lama ketika sedang menghujam senjata andalannya ke dalam surga dunia miliknya.Damar bagai singa yang sedang memainkan hasil buruannya, tersenyum menyeringai melihat tubuh telanjang Sinta yang mencoba menjauh darinya. "Mau ke mana sayang? Permainan kita baru saja dimulai."Sinta berjalan tertatih menuju ke pintu k
"Bi, lihat siapa yang datang!" teriak Qei pada asisten rumah tangga ketika mendengar pintu bel rumahnya bunyi.Tak lama kemudian, Bibi datang. "Nyonya, ada tamu di depan.""Siapa?!" tanya Tuan rumah."Saya belum pernah melihatnya Tuan," jawab Bibi. "Laki-laki ganteng, he-he-he.""Bibi tidak tanya namanya?!" seru Qei.Bibi garuk-garuk kepala tak gatal. "He-he-he. Tidak neng, lupa.""Kalau ada tamu itu, biasakan tanya namanya Bi," seru Qei lagi."Iya neng, tadi Bibi lupa. Tamunya ganteng neng, bibi jadi lupa. He-he-he."Qei mencibir meledek. "Bibi genit!"Papa Qei pergi menemui tamu. Nampak pria dengan setelan jas sedang duduk di sofa empuk.Melihat Tuan rumah datang, Evan berdiri, tersenyum ramah menyambut. Papa Qei mencoba mengingat, siapa pria yang ada di depannya. "Saya yakin, Tuan pasti lupa dengan saya," ucapnya sambil mengulurkan tangan. "Maaf, Tuan. Maklum saya sudah tua, jadi ingatan saya tidak begitu tajam," jawab Papa Qei merendah menyambut uluran tangan Evan. "Saya Evan
Evan tersenyum kecut menjawab pertanyaan Tuan Bram. "Semuanya sudah Tuhan yang mengatur," jawabnya ambigu.Tuan Bram tidak bertanya lagi perihal pribadi. Pembicaraan dialihkan pada hal lain membahas tentang berbagai macam proyek yang telah mereka selesaikan. Qeiza menguap beberapa kali, tak kuat menahan kantuk akhirnya pamit undur diri. "Putrimu sangat cantik Tuan Bram," tanpa sadar Evan memuji Qeiza.Arlando menoleh pada Evan, wajahnya terlihat tidak suka ada pria lain yang memuji istrinya. Evan menyadari kekeliruannya segera meralat. "Tuan Arlando sangat beruntung mempunyai istri yang cantik.""Melihat Arlando berwajah masam, Papa Qei segera angkat bicara. "Mereka berdua berteman dari kecil. Bisa dibilang sahabat dari kecil.""O ya?! Hebat, dari sahabat jadi istri," puji Evan kemudian melihat jam yang ada di tangan. "Ngomong-ngomong ini sudah larut malam. Saya jadi tidak enak sudah menganggu istirahat kalian.""He-he. Tidak apa-apa. Saya malah senang, Evan datang berkunjung ke ru
Setelah puas saling melepas rindu. Arlando dan Qeiza duduk. Tak sedikitpun Arlando melepaskan tangan Qeiza. "Aku seperti mimpi kamu datang ke sini," ucap Arlando memandang lekat wajah Qeiza. "Kamu tahu, aku sangat merindukanmu." "Kalau kamu begitu sangat merindukan ku, kenapa tidak pernah datang atau telepon?!" "Keadaan yang membuatku tidak bisa menghubungi kamu," jawab Arlando. "Tapi diluar itu semua, aku memang sengaja tidak menghubungi kamu untuk menguji perasaanku." "Maksudnya?!" "Aku ingin memastikan perasaanku sendiri. Apa aku ini mencintai kamu atau perasaanku ini hanya karena kita terikat pernikahan kontrak itu?!" jelas Arlando. "Lalu, sekarang bagaimana perasaanmu?!" tanya Qeiza. Arlando semakin memegang erat jari jemari lentik tangan istrinya. "Aku takut kehilangan kamu. Dengan kita terpisah beberapa hari ini, aku seperti kehilangan arah. Tidak tahu lagi tujuanku ini sebenarnya apa." Qeiza tersenyum, hatinya sangat senang mendengar kata-kata yang begitu tu
Qeiza berbaring ditempat tidur. Wajahnya semakin pucat. "Qei," mama masuk dengan tangan membawa sesuatu.Qeiza tidak menjawab. "Apa bulan ini kamu datang bulan?!" tanya mama."Datang bulan?!" Qeiza tertegun dengan pikiran mengingat-ingat sudah dapat atau belum bulan ini."Ini!" Mama memberikan test pack. "Coba kamu cek."Qeiza perlahan bangun. "Cek apa?!" "Kapan terakhir kali kamu datang bulan?!" tanya mama.Qeiza terdiam, mengingat-ingat tapi tidak ingat. "Entahlah, aku tidak ingat."Mama duduk di tepi tempat tidur. "Apa kamu dan Arlando pernah ,,,"Dengan cepat Qeiza mengambil test pack yang ada di tangan mama. "Biar aku coba!" lalu dengan terburu-buru turun dari atas tempat tidur menuju kamar mandi.Di dalam kamar mandi, Qeiza sejenak berdiri termangu bersandar pada daun pintu. "Apa mungkin aku hamil? Kalau benar berarti aku mengandung anaknya Arlando," gumam Qeiza memegang perutnya yang masih rata. Qeiza melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menguji keakuratan test pac
Tuan Meshach masih memandang heran pada putranya. Kopi begitu wangi kenapa dibilang bau busuk. Arlando bersandar pada sandaran sofa yang ada di sudut ruangannya. "Ada apa pi, pagi-pagi sudah keruanganku?! Memangnya papi tak ada pekerjaan lain.""Ada sekretaris, ada asisten pribadi, ngapain papi masih repot-repot urus pekerjaan," jawab Tuan Meshach sekenanya. "Juga ada kamu."Arlando mendelik. "Sombong!"Papi duduk di samping putranya. "Bagaimana istri kontrakmu? Papi sudah lama tidak mendengar kabarnya. Apa kalian berdua sering bertemu?!""Telepon saja sendiri. Kalian semua yang memisahkan aku dan istrik!" jawab Arlando kesal. "He-he," papi malah terkekeh melihat putranya. "Makanya jangan main-main dengan kami. Tahu sendirikan akibatnya apa?! Menikah kok kontrak, kayak rumah saja dikontrak," ledek papi.Arlando lagi-lagi mendelik. "Semuanya juga gara-gara papi yang keras kepala! Kalau papi tidak memaksaku, tidak mungkin pernikahan kontrak itu terjadi!""Lho, kok jadi papi yang disal
"Tidak usah ma!" karena kesal dengan mama, Qeiza tanpa sadar mengencangkan suaranya. "Aku sedang menyetir ma. Jangan mengganggu konsentrasiku!""Ok!" Setelah itu, Mama tidak bicara apa-apa lagi. Qeiza menghela napas, berurusan dengan mama lebih menjengkelkan dari berurusan dengan para pelanggan di butik yang minta diubah gaunnya menjadi ini itu ini itu.Rumah kediaman Qeiza sudah depan mata. Setelah melewati pintu pagar dan parkir depan rumah, Qeiza segera turun dari mobil. "Dasar bocah!" gumam Mama melihat putrinya hampir saja jatuh terantuk lantai keramik saking tergesa-gesanya melangkah masuk ke dalam rumah."Nyonya!" panggil Mang Ujang."Lho kok Mang Ujang ada di rumah. Bukannya tadi suruh ke bengkel betulin mobil.""Mobilnya masih di bengkel," Mang Ujang lalu mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku celana panjangnya. "Apa ini?!" tanya Mama Qeiza mengambil kertas yang diberikan Mang Ujang. "Nota.""Belum juga dibenerin mobilnya sudah minta nota! Aneh!" gerutu Mama Qeiza ma
Qeiza rasanya ingin menghilang saat itu juga supaya bisa menghindari tatapan semua orang yang sekarang sedang menatapnya. "Ya Tuhan, kenapa masalahnya jadi seperti ini? Aku merasa jadi seorang terdakwa kelas kakap yang akan dihukum vonis mati."Baik Arlando maupun Qeiza tidak bisa menghindari keinginan kedua orangtua masing-masing memisahkan mereka berdua karena buktinya cukup kuat yakni pernikahan kontrak mereka satu tahun. Qeiza pergi dengan mamanya meninggalkan rumah kediaman Meshach tanpa bisa Arlando cegah. Semuanya jadi rumit apalagi Arlando tidak bisa menjelaskan alasan apa sampai mereka berdua bisa terikat pernikahan kontrak. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Qeiza lebih banyak diam. Tatapannya tak beralih melihat ke luar jendela mobil. Mama Qeiza duduk disampingnya sampai tak berani untuk mengajak putrinya bicara.Tak membutuhkan waktu lama dalam perjalanan, Qeiza telah sampai di rumah. Kamar yang telah berbulan-bulan ditinggalkan sekarang ditempati kembali oleh pemilik
Pagi-pagi Qeiza sudah siap-siap berangkat ke butik. Walau semalam tidur sangat larut malam, tapi pagi-pagi sekali Qeiza sudah bangun. "Arlando!" Qeiza menepuk kaki suami kontraknya. "Bangun! Ini sudah siang!"Respon Arlando hanya menggeliat kecil, matanya sulit sekali untuk terbuka.Qeiza menggoyangkan tubuh Arlando. "Bangun! Katanya mau pergi ke kantor pagi-pagi."Ditunggu beberapa saat, tapi Arlando tidak bangun juga akhirnya Qeiza pergi ke luar dari kamar.Mami baru saja ke luar dari kamar. Setiap hari mami memang selalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan suaminya."Qeiza!" panggil mami melihat menantunya sedang menuruni tangga."Iya mi," jawab Qeiza berhenti ditengah-tengah tangga, melihat mertuanya."Mami ingin bicara denganmu!" Deg!Jantung Qeiza langsung berdetak cepat. Apalagi melihat mami begitu serius menatap pada dirinya."Kamu pasti sudah tahu tentang permasalahan yang sekarang terjadi," ucap Mami tanpa basa basi."Masalah apa mi?!" tanya Qeiza pura-pura.Tatapan mami
"Iya, saya sangat setuju jeng!" seru Mama Qei. "Saya juga akan mencari tahu, kenapa putriku bisa-bisanya bertindak sampai sejauh itu. Sampai sekarang saya tak habis pikir, apa maksudnya Qeiza melakukan semua kebohongan ini." "Sama jeng, saya juga tak habis pikir dengan putraku itu. Kok bisa bohongi kita semua. Tapi terlepas dari itu semua, sebaiknya kita mencari tahu alasan yang sebenarnya kenapa sampai bisa terjadi pernikahan kontrak.""Jeng," Mama Qeiza menurunkan volume suara. "Qeiza dan putramu melakukan pernikahan kontrak, tapi mereka tidur dalam satu kamar. Bagaimana itu jeng?!"Mami Arlando tertegun. Apa yang dikatakan besannya benar, bahkan tadi pagi saat membangunkan putra dan menantunya mereka sedang tidur berpelukan. Lalu ,,, lalu, kepala mami jadi tambah pusing."Jeng," panggil Mama Qei melihat besannya hanya diam tertegun. "I-iya ,,,.""Mereka tidur dalam satu tempat tidur. Bagaimana jeng?" Mama Qeiza jadi khawatir. "Apa mereka telah ,,,,""Aduh, saya jadi tambah bingun
Arlando menggosok kedua mata. "Siapa sih yang buka jendela? Silau!" ucapnya bersuara serak ciri khas orang bangun tidur.Qeiza yang terlebih dahulu menyadari akan kehadiran mami segera menyenggol tubuh Arlando. "Mami ,,,"Mendengar kata mami, kesadaran Arlando langsung terkumpul sempurna. "Mami?!" Qeiza bangun. "Selamat pagi mami,' sapanya basa basi."Sudah siang masih tidur! Kalian tidak pergi bekerja?!" tanya mami."I-iya mam," jawab Qeiza gugup langsung turun dari atas tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Sementara Arlando kembali menarik selimut. "Aku masih mengantuk."Mami menarik selimut yang menutupi tubuh Arlando. "Bangun, ini sudah siang! Mami juga ingin bicara tentang pernikahan kontrakmu itu!"Deg!Jantung Arlando kaget. "Gawat! Pernikahan kontrak lagi yang mami bahas! Aku harus cari akal untuk menghindari mami," hati kecilnya bicara."Mami ingin bicara denganmu! Cepat bangun Arlando!" "Apa sih mami ini?! Pagi-pagi sudah marah-marah. Nanti kulitnya cepat keriput," u
Kediaman keluarga Meshach nampak sepi ketika Arlando dan Qeiza pulang. "Jam berapa?!" tanya Qeiza pada suaminya. "Sudah lewat dari tengah malam," bisik Arlando."Semua orang sudah tidur.""Baguslah," gumam Qeiza berjalan sangat hati-hati karena lampu ruang yang temaram.Klik!Lampu ruangan berubah terang, Qeiza hampir saja meloncat kaget. "Tuan muda, nyonya muda? Bibi pikir siapa," suara bibi memecah kesunyian. "Aduh bibi! Bikin kaget saja! Hampir copot jantungku!" "He-he, maaf nyonya. Bibi tidak bisa melihat dengan jelas, takutnya ada maling," bela bibi."Lampunya matiin lagi bi!" pinta Arlando kemudian menarik tangan Qeiza agar melanjutkan lagi langkahnya menuju kamar.Di dalam kamar, Qeiza langsung melepas sepatu high heelsnya. "Lelah banget, ingin cepat mandi dan tidur.""Aku duluan yang mandi!" Arlando buru-buru masuk ke kamar mandi. Qeiza menghempaskan tubuh di sofa. "Badan cape pikiran juga cape. Kenapa jadi seperti ini?!" gumamnya teringat kembali dengan pernikahan kontr