"Bi, lihat siapa yang datang!" teriak Qei pada asisten rumah tangga ketika mendengar pintu bel rumahnya bunyi.Tak lama kemudian, Bibi datang. "Nyonya, ada tamu di depan.""Siapa?!" tanya Tuan rumah."Saya belum pernah melihatnya Tuan," jawab Bibi. "Laki-laki ganteng, he-he-he.""Bibi tidak tanya namanya?!" seru Qei.Bibi garuk-garuk kepala tak gatal. "He-he-he. Tidak neng, lupa.""Kalau ada tamu itu, biasakan tanya namanya Bi," seru Qei lagi."Iya neng, tadi Bibi lupa. Tamunya ganteng neng, bibi jadi lupa. He-he-he."Qei mencibir meledek. "Bibi genit!"Papa Qei pergi menemui tamu. Nampak pria dengan setelan jas sedang duduk di sofa empuk.Melihat Tuan rumah datang, Evan berdiri, tersenyum ramah menyambut. Papa Qei mencoba mengingat, siapa pria yang ada di depannya. "Saya yakin, Tuan pasti lupa dengan saya," ucapnya sambil mengulurkan tangan. "Maaf, Tuan. Maklum saya sudah tua, jadi ingatan saya tidak begitu tajam," jawab Papa Qei merendah menyambut uluran tangan Evan. "Saya Evan
Evan tersenyum kecut menjawab pertanyaan Tuan Bram. "Semuanya sudah Tuhan yang mengatur," jawabnya ambigu.Tuan Bram tidak bertanya lagi perihal pribadi. Pembicaraan dialihkan pada hal lain membahas tentang berbagai macam proyek yang telah mereka selesaikan. Qeiza menguap beberapa kali, tak kuat menahan kantuk akhirnya pamit undur diri. "Putrimu sangat cantik Tuan Bram," tanpa sadar Evan memuji Qeiza.Arlando menoleh pada Evan, wajahnya terlihat tidak suka ada pria lain yang memuji istrinya. Evan menyadari kekeliruannya segera meralat. "Tuan Arlando sangat beruntung mempunyai istri yang cantik.""Melihat Arlando berwajah masam, Papa Qei segera angkat bicara. "Mereka berdua berteman dari kecil. Bisa dibilang sahabat dari kecil.""O ya?! Hebat, dari sahabat jadi istri," puji Evan kemudian melihat jam yang ada di tangan. "Ngomong-ngomong ini sudah larut malam. Saya jadi tidak enak sudah menganggu istirahat kalian.""He-he. Tidak apa-apa. Saya malah senang, Evan datang berkunjung ke ru
Damar melajukan mobilnya sangat kencang agar cepat sampai ditujuan. "Hati-hati!" teriak Nia mengingatkan. "Saya tidak mau mati konyol!"Damar tidak menggubris permintaan Nia. Kecepatan mobil malah ditambah lebih kencang."Kita mau ke mana?!" tanya Nia."Ke neraka!" sarkas Damar menjawab."Hah?!" CEKIIIT!Mobil tiba-tiba direm mendadak. Andai tidak memakai seatbelt, tubuh keduanya sudah dipastikan membentur dashboard yang ada di depan."Astaga!""Sialan! Loe ingin mati, hah?!" teriak Damar marah. Tanpa berpikir panjang, seatbelt yang melingkar di tubuhnya segera dibuka kemudian ke luar. Nia yang baru tersadar dari keterkejutannya, melihat di luar ada 4 orang bertopeng hitam menghadang mobil dengan sepeda motor.Damar tidak bisa membaca situasi, otaknya telah terpengaruh minuman. Dengan gayanya yang tengil, berdiri di depan salah satu dari mereka. "Astaga!" Mata Nia melebar begitu melihat salah satu dari mereka membawa samurai. "Mereka begal!"Damar mendongak menatap marah pada pria
Nia yang memberi obat perangsang, Nia juga yang kewalahan dalam melayani nafsu liar Damar di atas ranjang. "Aaahh, hhh," Nia tak hentinya mendesah ketika senjata andalan Damar terus menerus menghentaknya tanpa jeda. "Ggrrh, hh," Damar menggeram nikmat. "hhh, aghh."Tubuh Nia bergetar hebat disertai teriakan tertahan ketika puncak kenikmatan telah berhasil diraihnya. Surga dunia miliknya berdenyut semakin menghimpit senjata andalan Damar. "Ahhh, aaahh, hhh."Sesaat Damar berhenti, senjata kebanggaannya segera dicabut. "Aww!" Nia kaget, belum juga selesai menikmati sisa-sisa puncak kenikmatannya, Damar dengan kasar membalikkan tubuh polosnya hingga menungging membelakangi tubuh Damar.BLEESH!Damar kembali menghujamkan senjata besarnya pada surga dunia Nia yang terlihat kemerahan dan mengkilap dari arah belakang. Lemas, tubuh Nia lemas. Andai pinggangnya tidak dipegang tangan Damar, tubuhnya pasti sudah terkulai di atas kasur."Layani diriku!" geram Damar berkata. "Bukankah ini yang
Seluruh bulu dalam setiap pori-pori kulit Arlando berdiri begitu merasakan jari tangannya menyentuh kecoa, antara geli, takut dan jijik bercampur menjadi satu. Secepat kilat menepiskan kecoa dari rambutnya. Sial bagi Qeiza, kecoa berkumis panjang itu malah terlempar ke baju tidurnya, alhasil Qeiza menjerit sekencang-kencangnya."OMG," seru Arlando melihat kecoa bergelantung manja di baju tidur Qeiza.Qeiza berteriak histeris, "Aaa! Ih, pergi, hush, hush." Antara takut dan geli, Qeiza berusaha menepiskan kecoa dari baju tidurnya dibarengi dengan tubuh yang berjingkrak-jingkrak berharap kecoa jatuh terlepas.PLUKH!Akhirnya, kecoa jatuh juga ke lantai kemudian secepat kilat pergi menyelusup ke kolong nakas kecil tempat menyimpan peralatan mandi. Qeiza masih berjingkrak-jingkrak dengan wajah merengek, takut dan geli bercampur jadi satu."Sudah pergi, kecoanya sudah pergi!" seru Arlando. "Pergi?" Qeiza tidak melihat kecoa lagi di baju tidurnya. Perasaannya langsung lega. "Ke mana kecoa
Semburat merah jambu menghias wajah Qeiza. Tangan yang digenggam Arlando segera ditariknya. "Apa-apaan sih kamu ini?!" Arlando kembali menarik tangan Qeiza. "Pokoknya, kamu janji padaku! Jangan bilang apapun pada orangtuamu!""Ih, apa-apaan sih kamu?!" Qeiza menarik kembali tangannya, jantungnya malah semakin berdetak cepat.Entah Arlando yang terlalu polos atau tidak tahu situasi, tangan Qeiza kembali ditariknya bahkan ditaruh di atas kepala. "Qei, janji padaku ya," pintanya memelas. "Demi persahabatan kita."Qeiza tertegun, tangannya sekarang berada di atas kepala Arlando. Kedua bola matanya menatap dalam iris mata hitam legam yang meminta agar jangan bilang apapun pada orangtuanya."Qei!" Arlando mencolek hidung mancung istri kontraknya. "Malah bengong.""Iya," jawab Qeiza pelan. "Good!" Arlando secara refleks menarik tubuh Qeiza ke dalam pelukan saking senangnya. "Kamu memang sahabatku yang the best!"Kedua bola mata Qeiza melebar. Kepalanya sampai membentur pangkal leher Arland
"Minggir!" Qeiza berontak, tubuhnya bergerak bagai cacing kepanasan. Dalam hati, Arlando ingin tertawa. Tubuhnya rasa geli karena Qeiza meliuk-liuk berontak di bawah kungkungannya."Minggir! Tubuhmu itu berat!" Qeiza berusaha mendorong dada Arlando dengan kedua tangannya yang terhimpit. Arlando memang sangat berniat untuk menjahili istri kontraknya itu. Tubuh kekarnya malah semakin ditekan ke bawah menghimpit tubuh Qeiza.Dada Qeiza sesak, tak lama kemudian batuk. "Uhukh, uhukh."Melihat istrinya tak berdaya, Arlando segera turun dari tubuh istrinya. "Rasain?!""Uhukh, uhuhk," Qeiza perlahan bangun sambil menepuk dadanya pelan. Arlando duduk di samping Qeiza."Dasar gila! Kamu mau membunuhku?!" galak Qeiza menatap Arlando."Kamu yang memulai," jawab Arlando tanpa rasa bersalah. "Siapa suruh memancingku!"Bantal yang ada di belakang tubuh, langsung Qeiza ambil kemudian dihantamkan pada tubuh suami kontraknya. BUKH!Arlando tidak siap mendapat serangan bantal, tubuhnya terjengkang k
"Jadi bagaimana dengan gue, bro?!" seru Armand kesal melihat Arlando hendak pergi."Apanya yang bagaimana?!" celetuk Pak komisaris yang tak lain Daddy dari Arlando baru saja masuk.Armand langsung menyalami orang penting di perusahaan Gold Star."Sedang ngomongin apa kalian? Kelihatannya seru banget," tanya Tuan Meshach duduk di samping Armand.Arlando tertawa sebelum menjawab. "Ada yang sedang diultimatum."Tuan Meshach melihat Armand. "Siapa? Kamu? Diultimatum?!"Armand menghela napas. "Coba cerita dengan Om. Ada masalah apa?!" tanya Tuan Meshach. "Muka sampai rusak begitu. He-he-he."Arlando ikut terkekeh. Ingin ikut gobrol dengan sepupu dan Ayahnya, tapi meeting lebih penting dari cuma sekedar ngobrol.Melihat Arlando pergi ke luar dari ruangan. Armand menceritakan masalah yang sedang dialaminya saat ini. "Oh, jadi seperti itu," ucap Tuan Meshach manggut-manggut. "Iya, Om. Pusing kepalaku!" keluh Armand."Kenapa harus pusing?""Ya pusinglah Om," seru Armand. "Bagaimana caranya
Setelah puas saling melepas rindu. Arlando dan Qeiza duduk. Tak sedikitpun Arlando melepaskan tangan Qeiza. "Aku seperti mimpi kamu datang ke sini," ucap Arlando memandang lekat wajah Qeiza. "Kamu tahu, aku sangat merindukanmu." "Kalau kamu begitu sangat merindukan ku, kenapa tidak pernah datang atau telepon?!" "Keadaan yang membuatku tidak bisa menghubungi kamu," jawab Arlando. "Tapi diluar itu semua, aku memang sengaja tidak menghubungi kamu untuk menguji perasaanku." "Maksudnya?!" "Aku ingin memastikan perasaanku sendiri. Apa aku ini mencintai kamu atau perasaanku ini hanya karena kita terikat pernikahan kontrak itu?!" jelas Arlando. "Lalu, sekarang bagaimana perasaanmu?!" tanya Qeiza. Arlando semakin memegang erat jari jemari lentik tangan istrinya. "Aku takut kehilangan kamu. Dengan kita terpisah beberapa hari ini, aku seperti kehilangan arah. Tidak tahu lagi tujuanku ini sebenarnya apa." Qeiza tersenyum, hatinya sangat senang mendengar kata-kata yang begitu tu
Qeiza berbaring ditempat tidur. Wajahnya semakin pucat. "Qei," mama masuk dengan tangan membawa sesuatu.Qeiza tidak menjawab. "Apa bulan ini kamu datang bulan?!" tanya mama."Datang bulan?!" Qeiza tertegun dengan pikiran mengingat-ingat sudah dapat atau belum bulan ini."Ini!" Mama memberikan test pack. "Coba kamu cek."Qeiza perlahan bangun. "Cek apa?!" "Kapan terakhir kali kamu datang bulan?!" tanya mama.Qeiza terdiam, mengingat-ingat tapi tidak ingat. "Entahlah, aku tidak ingat."Mama duduk di tepi tempat tidur. "Apa kamu dan Arlando pernah ,,,"Dengan cepat Qeiza mengambil test pack yang ada di tangan mama. "Biar aku coba!" lalu dengan terburu-buru turun dari atas tempat tidur menuju kamar mandi.Di dalam kamar mandi, Qeiza sejenak berdiri termangu bersandar pada daun pintu. "Apa mungkin aku hamil? Kalau benar berarti aku mengandung anaknya Arlando," gumam Qeiza memegang perutnya yang masih rata. Qeiza melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menguji keakuratan test pac
Tuan Meshach masih memandang heran pada putranya. Kopi begitu wangi kenapa dibilang bau busuk. Arlando bersandar pada sandaran sofa yang ada di sudut ruangannya. "Ada apa pi, pagi-pagi sudah keruanganku?! Memangnya papi tak ada pekerjaan lain.""Ada sekretaris, ada asisten pribadi, ngapain papi masih repot-repot urus pekerjaan," jawab Tuan Meshach sekenanya. "Juga ada kamu."Arlando mendelik. "Sombong!"Papi duduk di samping putranya. "Bagaimana istri kontrakmu? Papi sudah lama tidak mendengar kabarnya. Apa kalian berdua sering bertemu?!""Telepon saja sendiri. Kalian semua yang memisahkan aku dan istrik!" jawab Arlando kesal. "He-he," papi malah terkekeh melihat putranya. "Makanya jangan main-main dengan kami. Tahu sendirikan akibatnya apa?! Menikah kok kontrak, kayak rumah saja dikontrak," ledek papi.Arlando lagi-lagi mendelik. "Semuanya juga gara-gara papi yang keras kepala! Kalau papi tidak memaksaku, tidak mungkin pernikahan kontrak itu terjadi!""Lho, kok jadi papi yang disal
"Tidak usah ma!" karena kesal dengan mama, Qeiza tanpa sadar mengencangkan suaranya. "Aku sedang menyetir ma. Jangan mengganggu konsentrasiku!""Ok!" Setelah itu, Mama tidak bicara apa-apa lagi. Qeiza menghela napas, berurusan dengan mama lebih menjengkelkan dari berurusan dengan para pelanggan di butik yang minta diubah gaunnya menjadi ini itu ini itu.Rumah kediaman Qeiza sudah depan mata. Setelah melewati pintu pagar dan parkir depan rumah, Qeiza segera turun dari mobil. "Dasar bocah!" gumam Mama melihat putrinya hampir saja jatuh terantuk lantai keramik saking tergesa-gesanya melangkah masuk ke dalam rumah."Nyonya!" panggil Mang Ujang."Lho kok Mang Ujang ada di rumah. Bukannya tadi suruh ke bengkel betulin mobil.""Mobilnya masih di bengkel," Mang Ujang lalu mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku celana panjangnya. "Apa ini?!" tanya Mama Qeiza mengambil kertas yang diberikan Mang Ujang. "Nota.""Belum juga dibenerin mobilnya sudah minta nota! Aneh!" gerutu Mama Qeiza ma
Qeiza rasanya ingin menghilang saat itu juga supaya bisa menghindari tatapan semua orang yang sekarang sedang menatapnya. "Ya Tuhan, kenapa masalahnya jadi seperti ini? Aku merasa jadi seorang terdakwa kelas kakap yang akan dihukum vonis mati."Baik Arlando maupun Qeiza tidak bisa menghindari keinginan kedua orangtua masing-masing memisahkan mereka berdua karena buktinya cukup kuat yakni pernikahan kontrak mereka satu tahun. Qeiza pergi dengan mamanya meninggalkan rumah kediaman Meshach tanpa bisa Arlando cegah. Semuanya jadi rumit apalagi Arlando tidak bisa menjelaskan alasan apa sampai mereka berdua bisa terikat pernikahan kontrak. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Qeiza lebih banyak diam. Tatapannya tak beralih melihat ke luar jendela mobil. Mama Qeiza duduk disampingnya sampai tak berani untuk mengajak putrinya bicara.Tak membutuhkan waktu lama dalam perjalanan, Qeiza telah sampai di rumah. Kamar yang telah berbulan-bulan ditinggalkan sekarang ditempati kembali oleh pemilik
Pagi-pagi Qeiza sudah siap-siap berangkat ke butik. Walau semalam tidur sangat larut malam, tapi pagi-pagi sekali Qeiza sudah bangun. "Arlando!" Qeiza menepuk kaki suami kontraknya. "Bangun! Ini sudah siang!"Respon Arlando hanya menggeliat kecil, matanya sulit sekali untuk terbuka.Qeiza menggoyangkan tubuh Arlando. "Bangun! Katanya mau pergi ke kantor pagi-pagi."Ditunggu beberapa saat, tapi Arlando tidak bangun juga akhirnya Qeiza pergi ke luar dari kamar.Mami baru saja ke luar dari kamar. Setiap hari mami memang selalu bangun pagi untuk menyiapkan sarapan suaminya."Qeiza!" panggil mami melihat menantunya sedang menuruni tangga."Iya mi," jawab Qeiza berhenti ditengah-tengah tangga, melihat mertuanya."Mami ingin bicara denganmu!" Deg!Jantung Qeiza langsung berdetak cepat. Apalagi melihat mami begitu serius menatap pada dirinya."Kamu pasti sudah tahu tentang permasalahan yang sekarang terjadi," ucap Mami tanpa basa basi."Masalah apa mi?!" tanya Qeiza pura-pura.Tatapan mami
"Iya, saya sangat setuju jeng!" seru Mama Qei. "Saya juga akan mencari tahu, kenapa putriku bisa-bisanya bertindak sampai sejauh itu. Sampai sekarang saya tak habis pikir, apa maksudnya Qeiza melakukan semua kebohongan ini." "Sama jeng, saya juga tak habis pikir dengan putraku itu. Kok bisa bohongi kita semua. Tapi terlepas dari itu semua, sebaiknya kita mencari tahu alasan yang sebenarnya kenapa sampai bisa terjadi pernikahan kontrak.""Jeng," Mama Qeiza menurunkan volume suara. "Qeiza dan putramu melakukan pernikahan kontrak, tapi mereka tidur dalam satu kamar. Bagaimana itu jeng?!"Mami Arlando tertegun. Apa yang dikatakan besannya benar, bahkan tadi pagi saat membangunkan putra dan menantunya mereka sedang tidur berpelukan. Lalu ,,, lalu, kepala mami jadi tambah pusing."Jeng," panggil Mama Qei melihat besannya hanya diam tertegun. "I-iya ,,,.""Mereka tidur dalam satu tempat tidur. Bagaimana jeng?" Mama Qeiza jadi khawatir. "Apa mereka telah ,,,,""Aduh, saya jadi tambah bingun
Arlando menggosok kedua mata. "Siapa sih yang buka jendela? Silau!" ucapnya bersuara serak ciri khas orang bangun tidur.Qeiza yang terlebih dahulu menyadari akan kehadiran mami segera menyenggol tubuh Arlando. "Mami ,,,"Mendengar kata mami, kesadaran Arlando langsung terkumpul sempurna. "Mami?!" Qeiza bangun. "Selamat pagi mami,' sapanya basa basi."Sudah siang masih tidur! Kalian tidak pergi bekerja?!" tanya mami."I-iya mam," jawab Qeiza gugup langsung turun dari atas tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Sementara Arlando kembali menarik selimut. "Aku masih mengantuk."Mami menarik selimut yang menutupi tubuh Arlando. "Bangun, ini sudah siang! Mami juga ingin bicara tentang pernikahan kontrakmu itu!"Deg!Jantung Arlando kaget. "Gawat! Pernikahan kontrak lagi yang mami bahas! Aku harus cari akal untuk menghindari mami," hati kecilnya bicara."Mami ingin bicara denganmu! Cepat bangun Arlando!" "Apa sih mami ini?! Pagi-pagi sudah marah-marah. Nanti kulitnya cepat keriput," u
Kediaman keluarga Meshach nampak sepi ketika Arlando dan Qeiza pulang. "Jam berapa?!" tanya Qeiza pada suaminya. "Sudah lewat dari tengah malam," bisik Arlando."Semua orang sudah tidur.""Baguslah," gumam Qeiza berjalan sangat hati-hati karena lampu ruang yang temaram.Klik!Lampu ruangan berubah terang, Qeiza hampir saja meloncat kaget. "Tuan muda, nyonya muda? Bibi pikir siapa," suara bibi memecah kesunyian. "Aduh bibi! Bikin kaget saja! Hampir copot jantungku!" "He-he, maaf nyonya. Bibi tidak bisa melihat dengan jelas, takutnya ada maling," bela bibi."Lampunya matiin lagi bi!" pinta Arlando kemudian menarik tangan Qeiza agar melanjutkan lagi langkahnya menuju kamar.Di dalam kamar, Qeiza langsung melepas sepatu high heelsnya. "Lelah banget, ingin cepat mandi dan tidur.""Aku duluan yang mandi!" Arlando buru-buru masuk ke kamar mandi. Qeiza menghempaskan tubuh di sofa. "Badan cape pikiran juga cape. Kenapa jadi seperti ini?!" gumamnya teringat kembali dengan pernikahan kontr