"Siapa yang mengizinkan, kamu, untuk masuk ke kamarku?!!?" tanya Aaron dengan suara yang memekakkan telinga.Raisa terjingkat kaget mendengar teriakkan Aaron barusan. Ia masuk ke kamar Aaron, karena tidak tahu dimana baju gantinya. Saat Aaron yang selalu datang ke rumah sakit dan menjemputnya pulang, ia hanya memakai pakaian santai yang di sediakan rumah sakit saja. Entah kemana perginya sisa baju yang ia bawa.Tidak ada baju untuknya sama sekali. Lalu, bagaimana ia bisa mengganti baju yang hanya ada melekat di badannya ini saja?"A---aku mau mencari baju ganti," jawab Raisa dengan suara gemetaran, sangat padu sekali dengan suara serak bekas tangisannya tadi.Aaron melangkah dengan cepat. Ia menarik tangan Raisa. Membawa gadis itu deng
"Lalu?" Raisa mengulangi lagi kata-kata singkat dari Aaron barusan."Iya, lalu? Kalau kamu jadi istriku artinya kau akan jadi ratu begitu? Apa kamu masih bermimpi?" Bibir Aaron ditarik sebelah membentuk senyuman yang mengejek. "Jangan salahkan aku untuk menciptakan neraka dalam rumah tangga ini. Kamu, Daddymu, dan kakakmu Isabella Raina Putri Abraham yang telah mengkhianati kepercayaanku.""Maksud, Mas apa? Mengkhianati kepercayaan? Aku tidak pern---""Aku ingin menikah dengan Raina!" potong Aaron sebelum Raisa bisa menyelesaikan ucapannya. "Tapi kini aku malah menikah denganmu!" Tunjuk Aaron menahan amarah yang telah menggumpal dalam hatinya. Meskipun Aaron tidak menampik jika Raisa juga cantik, dan malah ia merasa ada sedikit debaran saat melihat senyuman Raisa di hari pernikahan mereka kema
Tok.... tok.... tok....! Suara hak sepatunya beradu dengan kayu tua anakan tangga.Sampai di depan pintu kamarnya, wanita cantik itu memasukkan anak kuncinya. Ternyata, pintu tidak di kunci. Berarti dia masih belum tidur."Aku pulang!" kata Raisa begitu melongokkan kepalanya.Raina yang berdiri di dekat dengan jendela, menatapnya dan tersenyum. Raisa menjadi merasa aneh sendiri. Raina tersenyum? Namun Raisa malah menyalahkan dirinya sendiri yang terlalu curiga. Mungkin saja hari ini Raina bermaksud untuk berbuat baik. Dan itu tidak ada ruginya, bukan?Raisa mengunci pintu di belakangnya. Diletakkannya barang belanjaannya di atas meja. Raisa menunjukkan majalah yang baru dibelinya pada Raina.
Jerman, 20xx"Tapi kenapa harus aku...??" Suara yang naik beberapa oktaf itu mendominasi ruang kerja yang kini menjadi sunyi."Dia lebih baik dari pada lelaki berandalan yang membawa pengaruh buruk untuk kamu.""Daddy belum mengenal Theo dengan baik!!!" Lagi-lagi ego wanita berusia dua puluh dua tahun itu menolak untuk dinasehati.Laki-laki setengah abad itu menarik nafas pelan."Dulu kamu tidak seperti ini Raina. Semenjak kamu berteman dengan anak berandalan itu, sikapmu sekarang sudah tak ubahnya dengan gadis tak beradab. Coba kamu lihat adikmu Raisa, sekalipun ia tak pernah membantah apa yang Daddy katakan.""Raisa.... Raisa... Raisa..., kenapa bukan Raisa saja yang dinikahkan? Aku masih belum mau menika
"Lo mau ya, Sa. Gua beneran belum mau nikah...!""Tapi, kak. Aku masih belum menyelesaikan studiku," mohon Raisa agar Raina mau mengerti keadaannya untuk sekali ini saja. Ia belum pernah sekalipun menolak keinginan kakaknya, tapi untuk satu kali ini saja Raisa benar-benar memohon untuk dimengerti."Nggak bisa. Lo mesti harus nikah sama om-om itu. Gua nggak mau, dan Lo juga tau kan gua udah punya Theo?!" tolak Raina mentah-mentah ketika mendengar keinginannya malah dibantah."Tapi, kak. Kak Theo itu bukan orang yang baik. Benar kata Daddy, dia hanya akan membuat hid---""Jadi sekarang Lo udah nggak mau berpihak sama gue lagi???" potong Raina marah."Bukan gitu, kak. Aku---"
"Lalu?" Raisa mengulangi lagi kata-kata singkat dari Aaron barusan."Iya, lalu? Kalau kamu jadi istriku artinya kau akan jadi ratu begitu? Apa kamu masih bermimpi?" Bibir Aaron ditarik sebelah membentuk senyuman yang mengejek. "Jangan salahkan aku untuk menciptakan neraka dalam rumah tangga ini. Kamu, Daddymu, dan kakakmu Isabella Raina Putri Abraham yang telah mengkhianati kepercayaanku.""Maksud, Mas apa? Mengkhianati kepercayaan? Aku tidak pern---""Aku ingin menikah dengan Raina!" potong Aaron sebelum Raisa bisa menyelesaikan ucapannya. "Tapi kini aku malah menikah denganmu!" Tunjuk Aaron menahan amarah yang telah menggumpal dalam hatinya. Meskipun Aaron tidak menampik jika Raisa juga cantik, dan malah ia merasa ada sedikit debaran saat melihat senyuman Raisa di hari pernikahan mereka kema
"Siapa yang mengizinkan, kamu, untuk masuk ke kamarku?!!?" tanya Aaron dengan suara yang memekakkan telinga.Raisa terjingkat kaget mendengar teriakkan Aaron barusan. Ia masuk ke kamar Aaron, karena tidak tahu dimana baju gantinya. Saat Aaron yang selalu datang ke rumah sakit dan menjemputnya pulang, ia hanya memakai pakaian santai yang di sediakan rumah sakit saja. Entah kemana perginya sisa baju yang ia bawa.Tidak ada baju untuknya sama sekali. Lalu, bagaimana ia bisa mengganti baju yang hanya ada melekat di badannya ini saja?"A---aku mau mencari baju ganti," jawab Raisa dengan suara gemetaran, sangat padu sekali dengan suara serak bekas tangisannya tadi.Aaron melangkah dengan cepat. Ia menarik tangan Raisa. Membawa gadis itu deng
Ting! Tong!Aaron membunyikan bel. Raisa sedikit heran, kenapa suaminya itu harus membunyikan bel di rumahnya sendiri? Rasa heran Raisa akhirnya terjawab saat pintu itu akhirnya terbuka.Seorang wanita membuka pintu dengan memakai baju tidur seksi. Baju tidur merah maroon berenda di bagian dada itu mencetak dalaman yang juga berwarna merah maroon menyala, sebab dari pinggirannya saja sudah terlihat lapisan merah itu. Wajah wanita itu terlihat syok saat melihat Aaron datang membawa Raisa."Mas Aaron, dia.... siapa?" tanya gadis itu dengan ragu."Dia maid baru di rumah ini," jawab Aaron dengan nada merendahkan Raisa.Bagaikan petir di tengah gelapnya malam, dada Raisa seketika be
"Lo mau ya, Sa. Gua beneran belum mau nikah...!""Tapi, kak. Aku masih belum menyelesaikan studiku," mohon Raisa agar Raina mau mengerti keadaannya untuk sekali ini saja. Ia belum pernah sekalipun menolak keinginan kakaknya, tapi untuk satu kali ini saja Raisa benar-benar memohon untuk dimengerti."Nggak bisa. Lo mesti harus nikah sama om-om itu. Gua nggak mau, dan Lo juga tau kan gua udah punya Theo?!" tolak Raina mentah-mentah ketika mendengar keinginannya malah dibantah."Tapi, kak. Kak Theo itu bukan orang yang baik. Benar kata Daddy, dia hanya akan membuat hid---""Jadi sekarang Lo udah nggak mau berpihak sama gue lagi???" potong Raina marah."Bukan gitu, kak. Aku---"
Jerman, 20xx"Tapi kenapa harus aku...??" Suara yang naik beberapa oktaf itu mendominasi ruang kerja yang kini menjadi sunyi."Dia lebih baik dari pada lelaki berandalan yang membawa pengaruh buruk untuk kamu.""Daddy belum mengenal Theo dengan baik!!!" Lagi-lagi ego wanita berusia dua puluh dua tahun itu menolak untuk dinasehati.Laki-laki setengah abad itu menarik nafas pelan."Dulu kamu tidak seperti ini Raina. Semenjak kamu berteman dengan anak berandalan itu, sikapmu sekarang sudah tak ubahnya dengan gadis tak beradab. Coba kamu lihat adikmu Raisa, sekalipun ia tak pernah membantah apa yang Daddy katakan.""Raisa.... Raisa... Raisa..., kenapa bukan Raisa saja yang dinikahkan? Aku masih belum mau menika
Tok.... tok.... tok....! Suara hak sepatunya beradu dengan kayu tua anakan tangga.Sampai di depan pintu kamarnya, wanita cantik itu memasukkan anak kuncinya. Ternyata, pintu tidak di kunci. Berarti dia masih belum tidur."Aku pulang!" kata Raisa begitu melongokkan kepalanya.Raina yang berdiri di dekat dengan jendela, menatapnya dan tersenyum. Raisa menjadi merasa aneh sendiri. Raina tersenyum? Namun Raisa malah menyalahkan dirinya sendiri yang terlalu curiga. Mungkin saja hari ini Raina bermaksud untuk berbuat baik. Dan itu tidak ada ruginya, bukan?Raisa mengunci pintu di belakangnya. Diletakkannya barang belanjaannya di atas meja. Raisa menunjukkan majalah yang baru dibelinya pada Raina.