Aku memandang kepergian Mas Jaka dan Yose. Ada rasakasihan, ketika orangtuanya lebih membelamu daripada ia. Namun, ini semua juga balasanatas kelakuan Mas Jaka yang lupa diri.Berkali-kali ia mengatakan khilaf, berusaha mengelakbahwa dirinya tak bersalah. Tapi entah kenapa tak ada rasa percaya lagi padanya.Mama, terduduk di sofa sambil menangis tersedu-sedu.Aku menatapnya iba, bukan mereka yang melakukan kesalahan. Tapi malah mereka yangharus menanggung penderitaan.Malang!Anak yang selama ini dibanggakan malah membuat sesuatuyang sangat mengecewakan.“Mama yang sabar ya, Ma. Jangan menangis terus, Mamajuga harus menghawatirkan kesehatan Mama saat ini,” ucapku sambil.memegang tangannya.“Mama nggak nyangka aja, Ra. Bagaimana mungkin Jakabisa melakukan kesalahan begini,” ucap Mama yang masih terus menangis.“Mama harus ingat, bagaimanapun juga Mas Jaka adalahanak Mama. Anak kandung Mama, mungkin ini ujian yang diberikan Tuhan buat ngetessampai mana batas kesabaran Ara, Ma,” jawabku.
BAB 20. Menggugat cerai!Semenjak kejadian semalam,tak ada lagi senyumsenyuman yang keluar dari wajah Mama, hanya ada tangisan dantangisan yang keluar dari bibirnya.Aku tahu tidak ada seorangibu yang tak sakit melihat anaknya menorehkan luka yang begitu dalam danmelakukan kesalahan tanpa bisa dimaafkan.Tapi walaupun begitu akutahu rasa Sayang Mama kepada Mas Jaka benar-benar sangat besar. Walaupun MasJaka membuat kesalahan, namun di dalam hati kecil Mama Mas Jaka tetap pangerankecilnya untuk selamanya.Banyak di luaran sana orangtua membela anaknya yang bersalah dan tak ingin membantu untuk merubah sifatanaknya. Tapi di sini, aku tak menemukan tabiat itu pada Mama dan Papa. Itulah mengapaaku sangat bersyukur memiliki mereka berdua. Sebenarnya aku merasa sempurnadisayangi oleh ayah dan ibu dan juga berdua mertuaku.Aku menatap Mama sendu didepan pintu kamar ini, sedangkan Nandini berdiri di sebelahku. Aku rapuhmelihat Mama kecewa begitu. Entahlah, tak habis pikir aku dengan Mas J
BAB 21 Kejutan!“Terimakasih banyak ya, Nan.Kamu selalu ada untukku,” ucapku menatapnya.“Untuk apa berterima kasih?Bukankah kamu menganggapku sebagai saudara perempuanmu?” jawab Nandini serayatersenyum.Aku menatapnya dengan senyumharu, ingin mengeluarkan air mata tapi aku takut dikatakan menangisi Mas Jaka.Ah, memang susah kalo begini.Aku hanya memandangnyadengan wajah yang sengaja diimut-imutkan.“Jangan kayak gitu mukanya,pengen muntah kalo lihat gitu,” ucap Nandini tertawa.Aku memberengut,memberitahukan bahwa aku sedang merajuk.“Lah, malah kayak gitu lagiwajahnya. Malah tambah jelek tau nggak sih,” ucap Nandini.“Terus aku harus gimana,NANDINIIII?!” tanyaku penuh penekanan.“Nah, gitu aja cakep taukalo lagi marah,” jawabnya asal-asalan.Aku kesal, sedangkan dia malahfokus menyetir mobil. Ah, benar-benar teman yang sangat menyenangkan. Rasayamempunyai teman yang sefrekuensi itu bukankah menyenangkan.“Kita kemana?” tanyaNandini.“Langsung ke butik aja deh,”jawabku.“Orang rumah
BAB 22. Sasaran Baru!“KURANG AJAR!” teriakku setelah berhasil keluar dari warungmakan tersebut.Aku benar-benar malu, dibuat oleh Ara. Bagaimana tidak, niatku memberikan ia pelajaran, tapi kenapa malah aku yang dapat imbasnya. Apakah mencintai suami orang suatu hal yang salah.Tidak, kan. Aku mencintainya dia juga mencintaiku. Ya, walaupun aku memang sering bermain dengan banyak lelaki. Tapi tidak sepenuhnya jiwa dan ragaku kuberikan. Ah, tapi sejujurnya aku memang tidak benar-benar mencintai Jaka, lelaki yang sebentar lagi akan berstatus menjadi mantan suami Ara.Apa sih yang membuat Ara begitu disayang orang banyak! Pikirku. Mengapa kebahagiaan selalu berpihak padanya.Di pinggir jalan ini, aku masih menghentakkan kaki kesal,bagaimana tidak! Ara benar-benar sudah melemparkan kotoran kepadaku.Lagian Ara sudah kaya, wanita berpendidikan. Lelaki manapunpasti akan tertarik menatapnya. Bahkan jika aku menjadi lelaki aku juga akanmenyukainya.Ah, apa-apaan aku ini! Mengapa aku malah m
Bab 23. POV Yose 2 ( MAS JAKA BERUBAH!)Saat masuk, aku sudah langsung mendapatkan tatapan tajamdari Mas Jaka. Biarlah, biar dia tau bahwa aku sekarang sedang marah padanya.“Ada apa dengan kau?!” bentak Mas Jaka padaku.“Kamu yang apa-apaan! Semaleman kamu aku tunggu! Kemanakamu, pasti tidur di tempat Ara, kan?” Tuduhku langsung padanya.“Kamu jangan asal nuduh! Aku tidur di sini, buat nenagundiri. Kamu ngapain sih, pakai ke sini segala. Eneg, tau nggak ngeliat mukamuterus!” bentak Mas Jaka lagi.Brak!“Enak aja kamu ngomong! Jangan bilang kamu nggak mautanggung jawab sama aku, denger ya, Mas. Kamu tu bentar lagi cerai sama Ara.Kalo bukan aku yang nampung kamu, terus siapa lagi?!” teriakku setelahmenggebrak meja kerjanya.“Halah! Banyak omong kamu tu ya! Pulang sana,” usir Mas Jakakepadaku.“Nggak mau! Aku ke sini udah jauh-jauh dan kamu seenak jidatkamu ngusir aku lagi!” teriakku padanya.“Terus maumu apa?!” ucapnya kesal.“Aku mau minta uang,” jawabku ketus lalu duduk di sofa ruang
BAB 24 Instrospeksi diri!POV Ara“Udah-udah saya nggak papa lanjutkan saja makan kalian,”ucapku pada mereka.Mereka lalu tetap melanjutkan makan mereka, bajuku hanyaterkena basah sedikit sisanya hanya dirambut dan juga, wajahku terasa lengket.Yose memang benar-benar tak tau malu. Kalo bukan karenaaturan negara, sudah kumusnahkan orang seperti Yose itu. Benar-benar sangatmenyebalkan.“Pesankan minum sama bakso lagi dong,” ucapku pada Nandini.“Oke bentar dulu,” jawabnya.Tak berselang lama akhirnya pesananku datang, akhirnyaperutku yang lapar bisa terisi kembali. Sebenarnya tadi aku kenyang saatmelihat wajah Yose. Tapi karena Yosenya sudah pergi jadi tak apalah, aku akan makan kembali.“Makan yang banyak, Bu. Biar bisa ngalahin pelakor,” ucapDina yang menatapku tanpa berkedip. Aku baru sadar, aku makan tanpa memikirkanmalu. Dari tadi diriku makan seperti orang yang kelihatan kelaparan.Benar-benar memalukan.“Nggak usah dilawan, nanti dia kalah sendiri kok.” Nandiniberucap sambil m
Dalam luka yang kau torehkan, namun tak mampu membuatkumelupakan sebuah perjuangan.Mungkin aku juga ikut andil dalam hancurnyarumah tangga ini, salahku adalah karena tak tegas padamu. Dan juga terlalumemberi kepercayaan berlebihan.Aku percaya takdir sekarang ingin bermain denganku. Mereka ingin melihat seberapa kuat aku menghadapi segala cobaan. Takdir ingin itu betapabesar usahaku untuk melupakan sebuah penghianatan. Takdir juga ingin aku belajar ikhlas, ikhlasmenerima segala kenyataan yang ada. Ikhlas tentang apa yang telah terjadi,bahkan juga ikhlas merelakan apa yang semestinya bukan milikku.Tak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Masing-masingorang punya batas kekurangan dan kelebihan. Setiap orang juga memiliki masalaluaku yakin Mas Jaka hanya salah mengambil jalan. Terlalu mengedepankan hak yang buruk,dia sudah terlanjur dikuasai oleh rayuan setan. Ah, sudahlah jika diceritakanmungkin juga tak akan selesai saat ini.Saat berpisah nanti aku hanya ingin dengan cara baik
Belum sempat Mas Eza berdiri lagi-lagi pukulan di layangkan ke tempatnya. Dan pelakunya adalah Mas Jaka. Aku berusaha melerai, tetapi tenaga Mas Jaka lebih kuat dariku. Saat ingin menampar Mas Eza kembali, aku segera berdiri dihadapan Mas Jaka. Sehingga membuat kepalan tangannya berhenti di udara.“Ini penyebab kamu ingin cerai, Hah?!” teriak Mas Jaka menggebu-gebu. “Apa maksudmu?” tanyaku dingin.“Tak usah berlaga sok suci, ternyata kau juga berselingkuh di belakangku. Tak salah jika aku meninggalkanmu!” bentaknya kembali lalu meludah tepat di sebelah kakiku. Mas Jaka berlalu pergi begitu saja, tanpa mendengarkan penjelasanku telebih dahulu. Dia benar-benar sudah terbakar api emosi tanpa bisa membedakan mana selingkuh dan yang bukan. Mas Jaka benar-benar berubah!Ya, wajar dia marah. Karena dia memang tidak pernah mengetahui bahwa Mas Eza adalah kakakku, bahkan saat menikah dulu Mas Eza tak hadir di pernikahanku. Tapi cara dia salah jika begitu, apalagi kata-kata terakhirnya be
***"Ini anak kita, Ara," jawab Jaka yang berbicara sendiri dengan dinding rumah sakit jiwa.Setelah hampir 8 bulan lamanya, Jaka divonis memiliki kelainan. Dia sekarang seperti orang gila yang berbicara sendiri."Aku di samping, anak kita di tengah, kamu di samping aku. Hihi," ucap Jaka yang masih tertawa dan berbicara sendiri. Kadang Jaka juga seperti orang yang sedih, menangis, lalu marah."Apa tidak ada cara yang lebih praktis agar anak saya segera sembuh?" tanya Sang Papa yang merasa hampir putus apa melihat Putra satu-satunya sekarang berada di rumah sakit jiwa. "Untuk saat ini masih diusahakan, Pa. Kami masih membantu dia untuk sedikit demi sedikit menjadi lebih baik lagi, hanya saja Pak Jaka sekarang sulit sekali diajak berkomunikasi. Kadang jika wajtunya tidur, kami ada pemeriksaan Pak Jaka masih saja bermain-main dengan bayangannya seolah-olah itu adalah ia dan kekasihnya.""Sebenarnya kami merasa berat untuk menyampaikan ini, Pak. Sepertinya Pak Jaka ini depresi berat karen
Sesampainya di rumah setelah mengucapkan salam, Reza langsung berlalu pergi tanpa menghiraukan orang tuanya yang menatap penuh dengan keheranan karena tak biasanya putra mereka bersikap seperti itu.Pandangan mereka kini beralih pada Ara yang juga masuk ke dalam rumah terlihat sangat lesu, tak seceria saat berangkat tadi."Abangmu kenapa?" tanya sang Ibu saat Ara baru saja mendudukkan diri di sofa."Patah hati, Bu. Ditinggal nikah sama Nandini," ujar Ara pelan. Mereka berdua lalu terdiam dan saling menatap dalam."Sudahlah, biarkan dulu abangmu sendiri menenangkan dirinya. Mungkin dia hanya terkejut karena wanita idamannya sebentar lagi menjadi milik orang lain." Faisal mencoba memberikan ketenangan karena melihat raut wajah khawatir dari dua wanita yang sangat berarti dalam hidupnya."Ara takut Abang melakukan hal yang nekat," ujarnya sambil memainkan jari."Seperti apa?""Hah?""Maksudmu seperti apa hal nekat itu, Nak?" tanya Faisal lagi sambil menatap dalam sang putri."Bunuh diri
Sepanjang jalan Nandini hanya bisa menangis tanpa mengeluarkan suara. Air matanya hanya dibiarkan jatuh begitu saja membasahi pipi."Apa yang kau tangisi?" tanya Gibran dingin, tak suka melihat tingkah Nandini yang menurutnya begitu berlebihan."Cengeng!" ejeknya lagi. Nandini hanya diam tak menjawab sepatah kata pun dari Gibran yang menyebalkan."Percuma saja kau menangis, tak akan bisa mengubah segalanya. Seminggu lagi pernikahan kita, persiapkan dirimu untuk itu semua." Gibran berbicara tanpa menoleh sedikit pun pada Nandini."Bisa kita hentikan semuanya. Kamu dan aku tidak saling mencintai, bahkan kita memiliki pasangan masing-masing. Ayo kita sepakat untuk menolak perjodohan yang menyakitkan ini, Gibran," ucap Nandini memohon pada Gibran agar ia mengubah keputusan untuk menikah dengannya."Aku tidak mau!" tegas Gibran."Kenapa, bukankah kita tak saling mencintai. Bukankah kamu sudah bilang, semua ini dilakukan hanya untuk mengembangkan perusahan dan memberi peruntungan bagi orang
Tentang cinta kitaSaat sedang duduk bersantai di kafe, mata Nandini tak sengaja menatap seseorang yang sudah ditunggunya dari tadi. Tiba-tiba perasaan sesak mendera dirinya saat tak sengaja menatap sosok lelaki yang pernah memberikan warna dalam kehidupannya.“Kamu terlihat lebih bahagia saat tidak bersama denganku,” kata Nandini dengan senyum yang samar. Dari jauh Ara melambaikan tangannya pada sosok sahabat yang selama ini sudah ditunggu olehnya.Nandini balas melambaikan tangannya pada Ara. Lalu, tak berapa lama Ara dan Reza sekarang berada di depan Nandini. “Hey, apa kabar?” tanya Ara langsung memeluk Nandini dengan penuh rasa rindu.“Aku baik, bagaimana denganmu, Ara?” tanya Nandini balik. Ia menatap Ara dari atas hingga bawah. Begitu takjub dengan penampilan Ara yang sekarang.“Kamu semakin cantik dengan penampilanmu yang sekarang.” Nandini memegang lengan Ara.“Ma Syaa Allah, alhamdulillah aku baik, Nan. Terima kasih atas pujiannya, aku langsung meleyot dengar pujian yang kamu
Ina menangis tersedu menatap wajah Yose yang memucat. Ia memegang tangan sang anak, berharap dapat menyalurkan energi hangat padanya."Kenapa semua ini bisa menimpamu, Nak. Astaghfirullah, perbuatan apa yang sudah kamu lakukan, sampai-sampai Allah SWT memberikan hukuman yang begitu berat untukmu," ujar Ina mencium punggung tangan Yose berkali-kali.Ia benar-benar terkejut mengetahui bahwa sang anak tidak akan bisa kembali seperti semula lagi. Bahkan bisa juga karena salah satu masalah ini Yose akan mengalami frustasi hingga membuatnya gila.Ina tidak tahu bagaimana pergaulan Yose selama di kota. Bahkan, Ina pun tak tahu bahwa Yose menjadi simpanan om-om besar dan juga orang ke tiga dalam rumah tangga orang lain.Di kampung, Ina tak pernah berhenti mendoakan yang terbaik untuk putrinya. Berdoa agar Allah SWT menjaga putrinya di mana pun ia berada.Namun sayang, seribu kali sayang. Ia harus menelan saliva pahit saat mengetahui bahwa kehidupan Yose jauh berbanding terbalik dengan apa yan
"Dek, are you ok?" tanya Eza saat melihat Ara yang daritadi hanya menundukkan kepalanya."Ara baik-baik aja, kok. Ya sudah, kalo gitu Ara mau istirahat di kamar saja, capek!" ucap Ara berniat segera berlalu pergi dari ruang tengah ini."Dek, sebentar duduk dulu. Ada yang ingin Abang bicarakan padamu," ucap Eza sambil menatap manik mata milik Ara.Ara lalu memilih untuk duduk kembali ke sofa dan menatap abangnya dengan raut wajah yang tak dapat diartikan."Kenapa, Bang?" tanya Ara sedikit penasaran."Bagaimana dengan rencanamu yang ingin pergi ke London, apakah jadi?" tanya Eza pada Ara yang terlihat bingung memikirkan sesuatu."Sepertinya enggak jadi, Bang. Lagipula Ara kan udah dapat kerjaan, Nandini yang merekomendasikan tempat kerja itu pada Ara. Jadi, mungkin sekarang akan fokus pada pekerjaan itu saja," ucap Ara setelah menimbang-nimbang untuk memutuskan."Baiklah. Apapun keputusanmu, Abang setuju saja. Selagi itu dalam hal baik dan positif, oh ya satu lagi. Kamu tidak perlu terl
"Jika kau masih tak bisa diberitahu, lebih baik kita pulang saja sekarang. Aku tidak ingin jika harus terlibat dalam permasalahanmu lagi. Jika kau masih ingin di sini, setidaknya jaga emosi dan ucapanmu di tempat orang lain!" tegas Anton sambil menatap sang anak dengan tatapan tajam."Maafkan, Jaka, Pa. Ya sudah kalo begitu Jaka ingin masuk ke dalam bersama Papa," ujarnya menunduk dan merapikan jasnya.Jantungnya berdetak kencang saat menginjak rumah Ara, karena ini adalah kali kedua ia menginjak rumah ini setelah sempat pernah adu selisih dengan Ara dan juga mantan mertuanya.Sedangkan Eza di belakang menatap Jaka dengan pandangan yang tak dapat diartikan. Ia takut Jaka akan melakukan hal konyol lagi yang bisa saja membahayakan nyawa mereka yang berada dalam rumah ini.**"Bagaimana kabar, Ayah?" tanya Jaka dengan perasaan gelisah. Karena sekarang ia merasa sedang diintimidasi. Bahkan tatapan-tatapan mereka yang berada di dalam sini serasa sedang mengulitinya."Baik," jawab Faisal si
"Ara."Panggilan dari sebuah suara membuat Ara berhenti bernapas beberapa detik. Helaan napasnya terdengar berat."Dia lagi," gumam Ara nyaris tak terdengar."Bagaimana kabarmu? Kulihat sekarang kau semakin berisi dan terlihat lebih bahagia," ujar Jaka tanpa memedulikan tatapan tajam yang dilontarkan Eza padanya. Sekarang ia hanya memfokuskan pandangannya pada Ara.Wanita yang hampir membuatnya gila dan penuh akan segala obsesi yang tak bisa dikendalikan."Mau apa kau ke sini?" tanya Eza dengan wajah datar. Tangannya mengepal erat, bahkan sekarang napasnya pun tak beraturan. Terlihat terengah-engah.Baru saja tadi ia merasakan suasana yang baik-baik saja, tenang, damai tanpa ada gangguan sedikit pun. Setelah kehadiran Jaka, semuanya berubah menjadi panas dan tegang."Ara," panggil Jaka lembut tanpa menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan oleh Eza.Karena memang dari awal kedatangannya bukan untuk bertemu dengan Eza, melainkan melihat wanita yang dulu dan hingga saat ini masih memen
"Kau sadar tidak Jaka, caramu seperti ini hanya akan menyakiti dirimu sendiri. Aku sudah lelah mengikuti segala kemauanmu, padahal kau baru saja tahu bahwa mamamu sudah pergi meninggalkan kita untuk selamanya. Jika mamamu mendengar kabar berita ini, dia juga pasti akan sangat sedih melihatmu begitu berambisi.""Pa, aku tidak berambisi. Aku hanya ingin memperbaiki semuanya bersama Ara. Aku tau aku salah, aku bahkan tidak mengelaknya. Namun, apakah salah jika aku mencoba untuk berubah dan menata semuanya agar kembali menjadi rapi?" tanya Jaka pada sang Papa. Semangatnya ketika ingin bertemu dengan Ara tadi hilang begitu saja saat mendengar penuturan dari sang Papa."Hentikan semua ini, Jaka! Kau lupa, baru beberapa hari ini kau membuat masalah pada Ara. Kau menyalahkan segalanya atas kematian mamamu pada Ara. Padahal jelas, mamamu pergi karena semua terjadi atas kecerobohanmu. Karena keras kepalamu yang hanya menuruti ego semata, tanpa memikirkan sebab apa yang akan terjadi ke depannya.