💕 Tuhan, jangan biarkan aku takut akan perpisahan. Tapi ajarkan aku melepaskan dengan penuh keikhlasan. *** Pov. Reyhan Dalam satu tarikan nafas, dokter Reva menjawab, "Telah ditemukan sel CIN di dalam serviks bu Rengganis, dan kankernya sudah sampai stadium lanjut yang harus mendapat penanganan segera!" Ya Allah ... Seolah ada kekuatan dahsyat yang mencabut jantungku sampai benar-benar terlepas dari rongga dada. Tangan Rengganis tampak basah dan gemetar. Dia pasti tampak lebih terpukul daripada aku. "Lalu, apa yang harus kami lakukan, Dok?" tanya Rengganis. Suaranya terdengar bergetar menahan tangis. "Status penyakitnya sudah masuk stadium 2. Ada beberapa pilihan untuk bu Rengganis." Aku mendengarkan dengan seksama. 'Pasti diantara ketiga cara itu.' "Pertama, operasi histerektomi radikal*. Pilihan ini bisa diambil jika bu Rengganis ikhlas untuk tidak mempunyai anak lagi. Kedua, kemoradiasi. Masalahnya di daerah ini radiasi kanker di ruang onkologi hanya tersedia di rumah sa
💕 Kemarilah Sayang, mari kita hadapi cobaan yang datang dengan bersama-sama. Karena akan terlalu berat jika kamu yang menghadapi badai ujian ini sendirian.***Pov. Reyhan."Sayang, ada yang perlu aku tunjukkan padamu," kata Rengganis sambil membuka jilbab instannya perlahan dengan sekali tarikan tangan. Dan hatiku semakin mencelos melihat rambut Rengganis yang semula lebat, kini menjadi rontok dan membuat sebagian kulit kepalanya terlihat."Apa aku ... terlihat buruk?" tanya Rengganis. Matanya menampakkan luka yang dalam.Aku yang sempat terkejut sekilas sekarang menguasai diri.Beberapa hari ini memang aku jarang menemaninya dirawat, karena aku merapel dinas UGD untuk menabung libur dan cuti bergantian dengan teman yang lain. Aku hanya menemaninya saat hari pertama melakukan kemoterapi.Dan besok hari terakhirnya melakukan kemoterapi untuk minggu ini. "Sayang, kamu tahu kan dari dulu aku tidak menikahimu karena fisikmu. Aku menikahimu karena sifat penyayang dan periangmu. Jadi sep
pov Reyhan💕 Aku memang tidak bisa berjanji untuk menyeberangi lautan hanya dengan berenang, tapi aku bisa berjanji untuk selalu mencintaimu.***'Hahaha, rasain Lu. Kapokmu kapan San? Bakal dikeroyok disini. Makanya jangan seenak sendiri. Kalau untuk sekedar bertemu sih boleh. Bukan untuk membawanya pergi ataupun untuk memintaku kembali,' batinku sambil memandang wajah Sandrina yang memucat."Mas, dia kok kesini saat anak-anak datang kemari?" tanya Rengganis kearahku."Iya. Memang aku yang merencanakan hal ini, Nis."Aku lalu menceritakan semua percakapan kami di kantin rumah sakit."Wah, kamu nggak tahu malu ya masih mau mendekati Reyhan setelah apa yang terjadi."Mami terus merepet pada Sandrina yang seolah membeku di depan pintu kamar rawat inap Rengganis."Mi, ada anak-anak. Tolong jangan bicara kasar dan keras. Ganis tahu kalau Mami mungkin gemas dan kesal pada Sandrina, tapi menurut Ganis lebih baik kita bicarakan baik-baik sekarang. Apa Ganis bisa ditinggal sebentar dengan ma
pov Reyhan.💕 Karena pernikahan itu bukan hanya tentang cinta saja, tapi tentang kesetiaan terhadap pasangan dan tidak peduli pada perubahan fisik apa yang akan terjadi pada pasangan kita.***Jujur saja sekarang aku merasa bahagia walaupun terbersit sedikit rasa ketakutan di hati jika ada salah satu sel kanker yang lolos dari kemoterapi dan suatu saat bisa kembali mengganas."Tapi ingat ya, harus tetap kontrol 3 bulan atau 6 bulan sekali untuk benar-benar memastikan sel kankernya mati dan tidak berkembang lagi. Jangan lupa ya Bu."Aku dan Rengganis mengangguk. Lalu mengucapkan terimakasih sebelum berpamitan dengan dokter Reva."Sayang, kamu dengar sendiri kan tadi apa kata dokter Reva? Kali ini jangan menyepelekan kontrol dan memeriksakan kondisi kamu. Takutnya ada sel kanker yang tidak terkena kemoterapi dan bisa mengganas lagi." Aku menggandeng tangan Rengganis saat menuruni tangga rumah sakit. Rengganis mengangguk dan tersenyum. "Sekarang aku akan lebih memperhatikan kesehatank
💕 Tuhan, maaf bila saya harus egois, tapi bila memang saya harus berpisah dengan orang yang saya sayangi, tolong tangguhkan lah.***Aku dan Rengganis memasuki pelataran parkiran RSUD Candimulyo dengan hati berdebar. Dan saat terlihat laki-laki dengan seragam polisi di depan UGD, kami langsung berlari ke arahnya.Sekarang masih jam 10 pagi. Dan setelah polisi mengabari kecelakaan yang menimpa papi dan mami, aku langsung bersiap berangkat ke lokasi rumah sakit seperti yang disebutkan oleh polisi."Pak, kami keluarga dari korban kecelakaan keluarga pak Roni, bagaimana keadaan orang tua saya?""Setelah dibawa ke rumah sakit ini dan dipastikan kondisinya, dengan berat hati saya mengatakan bahwa ayah Anda meninggal di lokasi kejadian dan ibu Anda ada di ruang operasi sekarang."Aku terkejut setengah mati. Rengganis segera merengkuh pundakku. "Innalilahi wa innailaihi roji'un, Papi, Mami ...." Aku tidak dapat menahan air mata yang melesak untuk luruh membasahi pipi."Lalu kenapa bisa ter
pov Reyhan🌹Kenapa garam rasanya asin?🌹 Karena yang manis itu cuma kamu.***Bi Ijah terdiam sejenak seraya berpikir. "Sebenarnya kejadian kekerasan yang dialami oleh Nyonya berlangsung sejak sebulan yang lalu."Aku dan Rengganis mendelik. "Kenapa baru jujur sekarang, Bi?"Bi Ijah menghela nafas. "Awalnya saya tidak tahu dengan perbuatan mbak Dila. Lalu saya tahu tentang perbuatan mbak Dila saat saya pamit ke pasar ...,""Ke pasar? Kok bisa ketahuan?""Iya, karena dompet saya tertinggal di rumah, makanya saya kembali ke rumah. Tapi saya terkejut saat melihat mbak Dila telepon seseorang sambil menyuapi Ibu. Terus pas Ibu makannya tersedak dan berhamburan, mbak Dila marah-marah, lalu meminta Ibu untuk makan sendiri."Rengganis memandangku. "Mas, biar Mami di sini saja, agar aku mudah merawat nya."Aku menghela nafas. "Aku kasihan Mami, Mas. Aku tidak percaya lagi untuk menyerahkan Mami agar diasuh oleh orang lain lagi walaupun orang itu tenaga medis," sambung Rengganis lagi.Aku terd
pov Reyhan.🌹Sekuat apapun hati seseorang, jika dihadapkan dengan perpisahan dengan orang yang disayang, mau tak mau akan jatuh air dari matanya.***Aku berlari ke arah Rengganis yang mulai tersungkur ke lantai ruang tengah!"Sayang! Buka mata kamu!" Aku memeluk Rengganis dan meletakkan kepalanya di pangkuanku."Ada apa dengan Rengganis, Rey?" tanya bunda yang keluar dari kamarnya dan mendekati kami.Sementara mami pun dengan susah payah menggunakan tongkat penyangganya mendekati kami."Reyhan juga tidak tahu Bunda. Tadi Rengganis baru saja mengantarkan mami untuk fisioterapi dan tiba-tiba pingsan. Tolong panggilkan kang Asep agar mengantarkan kami ke rumah sakit. Saya curiga kanker serviks nya kambuh lagi."Bunda mengangguk dan segera berlari keluar memanggil kang Asep.***"Dokter Reyhan, dengan berat hati saya sampaikan berdasarkan hasil pemeriksaan darah, CT scan, dan MRI, kanker mbak Rengganis mengamuk lagi dan menyerang rahimnya sehingga harus segera diangkat. Kabar buruk lai
pov Reyhan.🌹Sejak mengenal mu aku harus memutuskan untuk banyak belajar. Belajar mencintaimu dan menjadi ibu yang baik untuk anak-anak kita kelak.***Erick maju mendekat dan mencengkeram kerah bajuku. Bersiap untuk mendaratkan pukulannya lagi.Namun aku tidak lagi membiarkan diriku menjadi samsak. Aku segera bangkit dan mendaratkan tinjuku pada pipi Erick.Buaaagh!Kena! Erick terpelanting dan nyaris menabrak kaki meja di kamar rawat inap."Ayo berdiri kamu! Kebetulan aku lagi bete banget dan ingin mendapatkan pelampiasan. Untung kamu datang, aku bisa melampiaskan kekesalanku. Ayo kita lanjutkan! Berdiri kamu!"Aku berdiri menghadap Erick dan memasang kuda-kuda. Mengulurkan tangan kananku kearahnya dengan menggerak-gerakkan keempat jariku."Awas kamu Reyhan! Kamu telah membuat Rengganisku menderita!" Erick terpancing dan seketika berdiri menghadapiku. Dia juga memasang kuda-kuda. "Berhenti kalian!"Teriakan Rengganis tidak mampu menghentikan kami untuk saling melampiaskan kekesa