Sesuatu yang selama bertahun-tahun tidak diketahui Bonita tiba-tiba dibeberkan dengan lancar oleh ayahnya sendiri. Hatinya yang terasa teramat sangat sakit karena perselingkuhan Benjamin, kini bertambah setelah mengetahui kenyataan mengenai hubungan orang tuanya dan keterlibatan neneknya yang menyebabkan sepasang kekasih berpisah.Nolan mengelus kepala Bonita dan merapikan helaian rambut anak gadisnya yang berantakan di sekitar telinga, "Aku menyayangimu, Boo. Hiduplah dengan bahagia dengan pria yang kamu cintai. Aku tidak akan menjodohkanmu dengan siapapun dan tidak akan memaksamu menikah. Aku tidak ingin membuat kesalahan yang sama seperti yang dilakukan ibuku."Bagai menelan pil pahit, Bonita terpaksa menumpahkan kegetiran hatinya pada Nolan, "Pria yang kucintai berselingkuh dariku. Aku tidak mungkin menjalani hidup dengannya.""Kali ini, berjuanglah. Jangan menjadi sepertiku, Boo. Aku begitu pengecut karena tidak mampu mempertahankan ibumu demi kamu dan Jeremy. Padahal kalian memil
"Berikan klarifikasi secepatnya! Aku tidak akan menerima alasan apapun lagi." Tegur Benjamin melalui sambungan telepon dengan Zayna.Setelah kehilangan jejak Bonita di persimpangan jalan, Benjamin pulang ke apartemennya. Dia cukup yakin Bonita pulang ke rumahnya, tapi Benjamin tidak berusaha mengejar. Kekasihnya itu tidak akan mengizinkannya masuk walau dia memohon atau bertahan di depan pintu demi mengharap sebuah belas kasihan. Kekasihnya tidak akan mudah luluh pada sikap kekanakan seperti itu dan Nolan tidak akan mampu melakukan apapun untuk mengubah pendirian anak gadisnya."Sudah kukatakan padamu, hal seperti itu tidak perlu ditanggapi. Berita itu akan hilang dengan sendirinya. Percayalah padaku." Ujar Zayna seraya menyentuh bibir cangkir berisi teh chamomile dengan jari. Kukunya baru selesai dimanikur dan diberi cat warna flamingo."Bagaimana mungkin berita itu menghilang dengan sendirinya jika kamu justru menambah berita baru?" tanya Benjamin seraya mengempaskan tubuh di sofa."
"Tentu. Paman bisa datang ke rumahku. Rumahku tidak jauh dari sini. Hanya berjarak satu blok." Tawar Benjamin seraya menunjuk ke arah rumahnya berada. Dia merasa tidak enak hati berlama-lama di rumah Zayna karena merasa Zayna baru saja menghindarinya.Paman Li mengusap kepala Benjamin dan menggiringnya menuju ruangan yang sebelumnya ditinggalkan oleh Zayna. Ruangan itu merupakan ruang keluarga yang berisi berbagai sofa yang nyaman dan sebuah meja di tengah. Ada banyak foto keluarga Zayna di dalam pigura yang dipajang di dinding, dengan sebuah ukulele di antaranya. Paman Li mendudukkan Benjamin di salah satu sofa dan duduk di sebelahnya, "Kita bicara di sini saja. Aku tidak akan menghabiskan banyak waktumu karena aku memiliki pekerjaan. Aku ingin meminta tolong jika kamu bersedia.""Apa yang bisa kubantu?""Kamu dan Zayna bersahabat dengan Mea, bukan?"Benjamin mengangguk."Aku ingin meminta tolong padamu untuk memperhatikan sikap Mea. Dia mungkin terlihat ramah dan menyenangkan, tapi p
Sebuah video tersebar di media sosial secepat badai angin di padang gurun. Di video itu, Zayna berbincang dengan wanita yang cukup terkenal bernama Bertha. Bertha merupakan pembuat konten blog kuliner yang selalu membagikan momen pencarian kulinernya. Mereka berdua baru saja selesai memberi ulasan makanan di sebuah restoran tepi pantai yang menyajikan kerang dan kepiting segar, dibubuhi dengan pembahasan tentang gosip Zayna dan Benjamin di sela percakapan."Bagian tubuh Benjamin mana yang paling kamu sukai?" tanya Bertha setelah menyesap espresso."Ap–apa?" tanya Zayna dengan nada tawa menggoda."Aku tahu di acara pembukaan hotel itu kalian menginap di kamar yang sama. Tidak mungkin tidak terjadi sesuatu, bukan? Lagi pula kalian sudah lama saling mengenal. Sudah berapa tahun sekarang?" tanya Bertha dengan ekspresi genit.Zayna menutup sebagian wajah dan terlihat malu. Namun, tawanya setengah tertahan dengan kepala menggeleng pelan."Beritahu aku. Apakah Benjamin memiliki tato?"Zayna m
"Apa yang harus kulakukan agar kamu memercayaiku, Boo?"Ada banyak hal yang menyeruak di permukaan pikiran Bonita. Namun, sesuatu yang bergolak di dalam hatinya tiba-tiba membuat bibirnya bergerak sendiri, "Menikahlah denganku.""Apa?" tanya Benjamin yang terkejut karena merasa yang didengar olehnya hanya mimpi.Hati Bonita sangat sakit saat mendapat tanggapan Benjamin tidak sesuai harapannya hingga suasana menjadi canggung, "Aku ... mengerti jika kamu ragu untuk menikah denganku. Aku tidak akan memaksa. Kamu memiliki hak untuk menikahi wanita manapun."Benjamin terdiam. Lamarannya pada wanita di hadapannya empat setengah tahun lalu baru saja terjawab. Namun, kekasihnya benar, dia memang ragu walau perasaan itu berusaha ditepis sejauh mungkin.Bonita bangkit dengan semua tenaga yang masih tersisa. Kakinya baru saja akan melangkah saat lengannya diraih oleh Benjamin."Beri aku waktu untuk memberitahu keluargaku, Boo."Bonita mengangguk lemah, "Tentu. Lebih baik sekarang kamu pulang untu
Bonita menatap keluar jendela saat mobil Jeep Benjamin melaju kencang hingga meninggalkan siluet bayang-bayang segala benda dan orang-orang yang mereka lewati. Dalam keheningan, dia memikirkan banyak hal hingga tatapannya tertambat pada cincin pertunangan hadiah Jenna yang menghiasi jari manisnya. Cincin itu sedikit kebesaran, walau tentu saja cantik dan menawan.Terasa ada yang mengganjal di hati Bonita. Dia tahu ada sesuatu, tapi tidak mampu menemukan sebab apa yang membuatnya terus merasa gelisah. Jika memang Zayna akan terus berusaha merebut Benjamin darinya, bukankah tindakannya sia-sia saja karena pertunangannya dengan Benjamin sudah dipublikasikan? Apakah Zayna akan mencari cara untuk menggagalkan pernikahannya dengan Benjamin?Ponsel di saku Bonita bergetar. Telepon dari Velica membuyarkan lamunannya. Hatinya terasa berat saat menerima telepon karena belum memberitahu rencana pernikahannya pada Velica. Seharusnya dia memberitahu Velica sebelum memublikasikan foto pertunangan de
Berita pertunangan Bonita membuat Maria cemburu dan merasa gagal memisahkan Bonita dari Benjamin. Maria sudah terlanjur merasa sangat senang saat mengetahui berita perselingkuhan Benjamin dengan Zayna. Walau sudah memiliki calon suami yang tampan dan kaya raya, hubungan Benjamin dan Bonita yang selalu terlihat mesra selama bertahun-tahun membuat Maria iri karena Tommy —calon suaminya, hampir selalu bersikap dingin.Semua biaya pernikahan sudah dilunasi oleh Tommy sebelum berita pertunangan Bonita sampai pada Maria. Tiba-tiba pikiran buruk menyusup hingga membuat Maria berniat membatalkan kerja sama dengan bridal Bonita untuk pernikahannya yang sudah dilunasi itu, tapi dia mengurungkan niat pada akhirnya karena Tommy pasti murka.Maria tahu betul berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan acara pernikahan. Tidak mungkin Bonita menikah lebih cepat dibanding dirinya walau Bonita memiliki bridal. Dia tahu semua slot gedung mewah yang kosong di musim itu tidak mungkin membuat Bon
"Aku sudah menghubungi ibu Zayna dan memintanya menasehati putrinya, tapi sepertinya Zayna sangat keras kepala." Keluh Jenna melalui telepon dengan nada putus asa.Benjamin dan Bonita saling menatap. Telepon yang tersambung pada Jenna sudah diatur dengan suara yang diperbesar hingga mereka bisa mendengar dan berbincang dengan leluasa. Benjamin sudah memprediksi reaksi Zayna dan perkiraannya menjadi kenyataan, tapi hal itu tetap tidak bisa dibiarkan. Membiarkan Zayna bersikap sesuka hati akan membuat segalanya lebih rumit.Bonita merasa sedikit terganggu dengan telepon Jenna karena datang setelah Eddison meninggalkan bridal. Selama waktu yang berlalu setelah kepergian Eddison, Bonita dan Benjamin saling bercumbu untuk melepas rindu, juga meluapkan rasa cinta. Namun, suasana hati Bonita yang baru mencair, kembali gelisah karena kabar dari Jenna mengenai Zayna."Bolehkah aku meminta nomor telepon ibu Zayna? Mungkin dia akan mengerti jika aku menjelaskan apa yang terjadi." Ujar Bonita sete
Bermandi peluh dalam kenikmatan yang tidak terelakkan membuat Bonita dan Benjamin lupa segala yang terjadi di luar campervan. Sudah tidak terhitung berapa kali Jeremy mencoba menelepon pengantin baru yang menghilang di acara pernikahannya sendiri. Padahal dia sudah jauh-jauh datang mengitari setengah dunia demi menghadiri acara sakrat adiknya yang selalu bersikap seenaknya."Sudahlah, biarkan mereka berdua. Tidak akan terjadi apa-apa." Ujar Melissa yang mencoba membuat kemarahan Jeremy reda seraya menepuk punggung anak laki-laki mereka yang bernama Julian yang berada di pelukannya. "Bahkan jika terjadi sesuatu, mereka akan menemukan cara menyelesaikannya."Jeremy melirik ke arah Edith yang tersenyum simpul di sudut resort yang disewa sebagai tempat menginap selama menyiapkan acara pernikahan. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu dengan ibunya, perasaan benci yang dulu menggerogoti hatinya perlahan pudar."Edith tidak akan khawatir. Boo sudah membuktikan dirinya pantas berkeliling dunia
Cumbuan dalam dan hangat terjalin di antara sepasang suami istri yang baru saja menikah di altar yang dibangun di area air terjun yang dikelilingi kabut tipis. Keluarga dan sahabat kedua mempelai bersorak riang saat menyaksikan dua sejoli itu akhirnya bersatu dalam cinta setelah perjalanan panjang yang menghabiskan waktu bertahun-tahun dan jarak jauh hingga mengelilingi dunia.Hanya ada belasan orang di tengah dinginnya hawa pegunungan termasuk pengantin. Tempat yang tidak lazim untuk mengadakan pesta pernikahan tentu saja, tapi apapun akan dilakukan agar Bonita dan Benjamin yang sudah lama menjalin hubungan dalam ketidakpastian mampu melangkah ke jenjang pernikahan.Gaun dan jas yang dipakai mempelai pengantin merupakan gaun dan jas yang sudah mereka miliki sejak lama. Dekorasi altar pernikahan dibuat sederhana menggunakan bunga dan tanaman pohon lokal yang berada di sekitar lokasi pernikahan. Velica dan Melissa yang menyiapkannya selama beberapa hari. Sedangkan hidangan hangat yang m
"Hentikan!" Tegur Bonita.Tawa Benjamin menggema di dinding batu. Poin-poin yang dituliskan Bonita sebagian besar masuk akal, walau ada poin yang menurutnya konyol, "Kamu yakin ingin tahu tentang itu? Kamu mungkin akan cemburu.""Aku tidak akan cemburu selama kamu jujur padaku. Aku tidak akan cemburu pada yang hal-hal sudah berlalu.""Baiklah." Ujar Benjamin seraya menggenggam tangan Bonita dan mengajaknya duduk di sofa. Tatapannya terpaku pada wanita yang paling bersinar di matanya itu, "Hanya agar segalanya jelas, apakah ini artinya aku diterima menjadi kekasihmu lagi?""Selama kamu memenuhi semua poin di kertas itu ..., maka: ya."Kecupan yang mendarat di bibir Bonita membuatnya terkejut dan canggung. Dia belum sempat berpikir lebih baik saat Benjamin meraih wajahnya seraya menggeser tubuh lebih dekat pada kekasih hatinya itu. Perlahan, Benjamin memimpin kecupan hingga berubah menjadi cumbuan lembut. Belum terbiasa bercumbu setelah bertahun-tahun berlalu, Bonita berusaha menyamakan
"Itu benar." Ujar Bonita dengan wajah tertunduk. Dia sudah memikirkan hal itu jutaan kali. Keputusan membatalkan pernikahan memang bukan hanya karena Mea. "Aku pergi mencari ibuku di hari seharusnya kita berkencan —di hari kamu bertemu Mea. Ibuku memberitahu semua yang terjadi dengan hubungannya dengan ayahku. Aku memang mencintaimu, tapi ... kupikir mungkin lebih baik jika aku kembali memikirkan apa landasanku jatuh cinta. Aku tidak tahu apakah cintaku padamu murni atau karena aku mencintai ide tentang jatuh cinta seperti yang dulu ibuku rasakan pada Frans."Angan Benjamin yang awalnya melayang, ditebas hingga roboh. Dia sadar harapannya masih ada, tapi alasan Bonita membatalkan pernikahan mereka membuatnya merasa hampa."Jujur saja, aku ragu apakah kamu benar-benar mencintaiku. Mencintai seseorang pada pandangan pertama terasa sangat sulit untuk kupercayai. Saat mengetahui tentang Mea, kupikir kamu hanya mencintaiku karena aku mungkin mirip dengannya.""Kalian sangat berbeda." Jelas
Semua jendela di rumah batu milik keluarga Tristan berteralis hingga membuat Bonita menyerah untuk kabur. Dia sudah mencari setiap sudut rumah yang sekiranya bisa dibuka, tapi tidak ada jalan untuk keluar. Dia sudah meminta tolong pada orang-orang yang lewat melalui jendela, tapi mereka semua mengabaikannya seolah tidak ingin memiliki masalah karena membantu tahanan.Bulan sabit muncul dengan cepat. Bonita memilih bersabar menunggu Tristan esok hari dan akan membuat perhitungan dengan pria itu karena menyekapnya bersama Benjamin walau perkataan Tristan tentang makanan dan kamar benar adanya.Benjamin sudah mandi dan berganti dengan pakaian yang ditemukannya dari dalam lemari. Dia meminta Bonita untuk mandi dan berganti pakaian sementara dia menghangatkan makanan yang ada di dalam kulkas, tapi Bonita terlalu kesal untuk menurut saat melihat semua pakaian wanita di lemari hanyalah gaun tidur seksi.Anting berlian dan gaun putih berenda masih membalut tubuh Bonita yang berbaring di tempat
"Apakah kamu sedang menggunakan metode yang sama seperti saat kamu meminta dekorasi bunga kesukaan Mea untuk tema pernikahan kita?" tanya Bonita dengan tatapan miris.Pertanyaan Bonita membuat tubuh Benjamin membeku. Dia tidak menyangka Bonita menaruh perhatian pada bunga itu hingga masih mengingatnya setelah bertahun-tahun berlalu."Kukira aku sudah menuliskan dengan jelas bahwa aku tidak sudi menjadi pengganti bagi wanita manapun.""Kamu tidak pernah menjadi pengganti wanita manapun, Boo.""Jangan!" Teriak Bonita penuh amarah seraya menunjuk ke wajah Benjamin. "Jangan memanggilku dengan sebutan itu! Aku tidak akan pernah mengizinkan kamu menyebutku seperti itu!""Baiklah. Akan kukatakan sekali lagi agar kamu mengerti. Kamu tidak pernah menjadi pengganti bagi wanita manapun, Bonita."Ujung jari Bonita terasa seolah terkena aliran listrik saat Benjamin menyebutkan namanya. Dia menurunkan telunjuknya dan menyilangkan lengan di depan dada untuk melindungi diri dari serangan yang mungkin
"Aku tidak memercayai ramalan.""Hidupmu pasti membosankan." Celoteh Tristan dengan langkah menjauh. Dia mengeluarkan ponsel dari saku dan menerima telepon dengan mata bersinar. "Aku akan mengantarnya. Tunggu saja di sana dan siapkan penampilan terbaikmu.""Kamu bekerja untuk teater?" tanya Bonita asal saja karena menganggap penampilan yang Tristan sebutkan ada hubungannya dengan itu.Tristan tertawa seraya mengembalikan ponsel ke saku, "Tidak. Aku memiliki perkebunan buah di daerah barat. Dekat dengan tempat tinggal ibuku.""Wah, aku merasa tersanjung karena mengenal orang penting." Ujar Bonita dengan senyum simpul."Percuma saja karena kamu sudah menolak ajakan kencanku.""Haruskah aku menyesal?" sindir Bonita."Seharusnya ya, tapi tidak. Kamu sudah memiliki kekasih. Aku tidak akan merebut wanita manapun demi kesenangan pribadi."Bonita menatap Tristan lekat, "Aku bisa mengenalkanmu dengan Velica. Dia sahabatku. Dia sudah lama melajang sejak sebelum aku berkeliling dunia. Tertarik un
"Itu kekasihmu?" tanya pria asing itu dengan tatapan tertambat pada foto di samping kemudi campervan Bonita. Ingatan pria itu timbul tenggelam saat mencoba kembali menatap wajah Bonita lebih serius.Bonita tidak menanggapi. Dia tahu foto yang dimaksud pria asing itu merupakan foto Benjamin. Foto itu memang sudah lama tertempel di sana."Lupakan candaanku tentang menjadi kekasihmu. Aku tidak bersungguh-sungguh.""Aku tidak akan menerima ajakan kencanmu walaupun kamu bersungguh-sungguh.""Tenang saja, aku tidak akan menghitung makan siang yang kutawarkan tadi sebagai kencan. Restoran itu berjarak dua jam dari sini, tapi sebaiknya kamu memiliki pakaian yang sedikit pantas untuk makan di tempat yang berkelas."Bonita tersenyum lebar, "Kurasa ini saat yang tepat untuk memakai gaun kesukaanku lagi.""Kamu memiliki gaun?" tanya pria asing itu dengan sudut mata memicing."Tentu saja. Sebetulnya aku mewarisi bridal keluarga. Aku berpakaian seperti ini," ujar Bonita seraya menunjuk kaus dan cela
Minggu, bulan, tahun demi tahun berganti. Keinginan Benjamin untuk menemukan Bonita tidak pernah surut. Dia sudah benar-benar melupakan Mea. Di hatinya hanya ada Bonita. Wanita-wanita lain yang menggodanya selama di perjalanan mencari mantan tunangannya bahkan tidak ada seorang pun yang mampu membuat hatinya berpaling walau hanya seperseribu detik.Satu yang dipelajari Benjamin dari petualangan mencari kekasih hatinya, yaitu dia yakin mereka akan dipertemukan di saat yang lebih tepat. Itu sebabnya dia bersabar dengan apapun yang terjadi di hidupnya. Jika memang harus menempuh dunia ratusan keliling pun, dia sanggup asalkan pada akhirnya dia bisa bertemu dengan Bonita.Namun, Benjamin tidak tahu Bonita menghindari tempat-tempat yang pernah mereka bahas bersama. Bonita lebih memilih pergi ke tempat lain sementara Benjamin mencarinya di tempat-tempat yang dulu pernah menjadi calon destinasi bulan madu mereka. Benjamin menatap kanguru dari kejauhan di Australia, saat Bonita berpesta deng