Setelah berbicara dengan orang tua Leon, Jessica menjadi bimbang. Sikap Tuan karl membuatnya merasa tidak enak hati karena semua masalah yang timbul bukan hanya karena kesalahan Leon semata.Jessica memberikan ponselnya kepada sang Papi sambil bertanya. "Papi dan Mami menginap di sini tidak?“Kalau boleh, Mami dan Papi mau menginap di sini,” kata Nyonya Alice. “Bololeh Mi, tapi apa Mami mau tidur di kamar Leon? Kalau mau biar aku bereskan dulu, tapi sepertinya rumah ini selalu bersih. Apa Mami mengirimkan orang untuk bersih-bersih di rumah ini?” Jessica bangun dari duduknya. Pandangannya menyapu setiap sudut rumahnya. Walau sudah lama ia tinggal, tapi tidak ada yang berubah di rumah itu.” Leon tidak mengizinkan siapa pun masuk ke rumah ini, selain Mami, Papi, dan Daniel.”“Lalu siapa yang membersihkan rumah ini? Bukannya Leon terbaring di rumah sakit selama berminggu-minggu?”“Daniel dan Julie yang membersihkan rumahmu. Daniel mempercayai Julie karena dia juga orang kepercayaanmu.
"Jess, kamu sedang apa?" tanya Tuan Jason yang masuk ke dalam kamar Leon tanpan disadari Jessica.Jessica terkejut, hingga laptop yang dipegangnya hampir jatuh.Ia menoleh, lalu tersenyum sebelum berkata. "Aku hanya meminjam laptop Leon sebentar. Apa Papi mau istirahat?" "Iya, Papi ingin tidur sebentar.""Ya sudah Papi istirahat saja, aku juga mau istirahat." Jessi kembali ke kamarnya untuk beristirahat.Dua jam kemudian, Nyonya Alice membangunkan anak dan suaminya untuk makan masakan kesukaan Jessica. Mereka berkumpul di meja makan yang sederhana. Rumah Jessica memang tidak terlalu besar, tapi nyaman untuk ditempati."Mami sangat senang bisa makan bersamamu lagi," ucap sang mami setelah mengunyah makanannya."Papi akan lebih senang lagi jika di sampingmu ada juniormu, Jess," timpal Tuan Jason. Nyonya Alice tersenyum sambil menitikan air mata bahagia. "Tuhan benar-benar memperkati keluarga kita.""Kenapa menangis di depan Jessi, dia sudah memberikan kita sebuah harapan dan sebentar
Jessica tidur begitu nyenyak di kamar Leon. Aroma tubuh laki-laki itu benar-benar menenangkan hati dan pikirannya, tapi tidak mengubah keputusannya.Pagi-pagi sekali, Jessica sudah bangun dan bersiap-siap kembali ke kota terpencil. Jessica memakai pakaian sederhana yang biasa dipakai oleh Renate, tapi kacamata dan tompelnya belum ia pakai. Ia khawatir Mami dan papinya tidak akan mengenalinya."Selamat pagi Mami, Papi." Jessica terlihat sangat bahagia saat keluar dari kamar Leon."Jess, kamu memakai baju siapa? Apa di lemarimu tidak ada pakaian yang nyaman untuk kamu pakai?" tanya Nyonya Alice kepada anaknya yang terasa aneh melihat Jessica berpakaian sangat sederhana dan terlihat seperti wanita zaman dulu."Di sana itu pedesaan, Mi, aku tidak bisa berpakaian seperti Jessica." Jessica duduk di depan kedua orang tuanya yang sejak tadi sudah menunggu di meja makan."Maksudmu?" Nyonya Alice bingung dengan ucapan anaknya. "Baju yang dipakai Jessica?" Ia mengulang ucapan anaknya."Ya, nam
Jessica tersenyum sambil mengangguk. "Aku memang masih mencintainya, Paman, tapi entah kenapa aku nyaman dengan kehidupanku yang sekarang. Tidak tahu sampai kapan, aku sangat nyaman hidup di pedesaan.""Kamu merasa nyaman tinggal di sana, tapi apa anakmu kelak akan merasa nyaman hidup tanpa seorang ayah?" Tuan Felix melirik Jessica yang hanya diam. "Jangan dipikirkan! Paman hanya bercanda. Walaupun anakmu tidak mempunyai seorang ayah, bukankah kakeknya masih ada di sini? Tuan Felix tersenyum sambil memukul dadanya dengan pelan."Kamu bener, Paman. Anakku dikelilingi orang-orang yang baik, orang-orang yang mencintainya, walaupun ia belum lahir ke dunia ini, tapi ia sudah mendapatkan kasih sayang yang berlimpah."Sepanjang perjalanan mereka berbicara panjang lebar hingga tak terasa perjalanan sudah ia tempuh dengan jarak yang jauh mereka telah sampai di kota terpencil di pedesaan yang asri.Paman Timo dan Bibi Delma sudah menyambutnya. Mereka begitu merindukan Renate, walaupun wanita ha
Setelah itu mereka mengobrol bersama menceritakan semua yang telah mereka lalui. Tuan Felix tidak bertanya tentang keluarga Alexa karena takut menyinggung perasaan wanita itu. Ia hanya berpesan kepada pasangan muda itu."Jangan pernah meninggalkan keluarga kalian, apapun yang kalian perbuat karena mereka pasti akan selalu menyayangimu."Mendengar ucapan Tuan Felix, Alex teringat kepada kakaknya yang terpaut beberapa tahun dengannya. Selama ini mereka selalu berkomunikasi, tapi sudah beberapa lama kakaknya belum menghubunginya lagi. Ia sangat merindukan saudaranya itu, tapi ia tidak berani menelepon, dia takut disuruh pulang dan takut disuruh bercerai dengan Victor.Sore pun tiba saatnya Tuan Felix kembali ke kota. "Paman pulang dulu, kalian baik-baik di sini. Jaga Renate, dia saudaramu juga," pesan Tuan Felix kepada Viktor."Kamu tenang saja, Paman. Selama ini memang Viktor dan Alexa yang selalu menjagaku. Aku tidak menyangka kalau dia keponakan yang Paman cari.""Paman pulang dulu."
Di rumah sakit Leon sedang menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Keadaan Leon semakin membaik, tapi ingatannya belum sepenuhnya kembali. Ia tidak mengingat tentang kecelakaan itu."Hans, apa kamu ingat dengan wanita tua ini?" Nyonya Roweena bertanya sambil memegangi dadanya.Leon tersenyum sebelum menjawabnya. "Saya masih ingat kalau kamu adalah ibu saya. Saya hanya tidak bisa mengingat kejadian setelah kecelakaan itu, tapi saya masih mengingat semuanya.""Wajar saja kalau kamu tidak mengingat kejadian setelah kecelakaan karena setelah peristiwa itu kamu baru bangun lagi," jelas Dokter Jacob."Dokter, berapa lama lagi saya harus di sini? Saya harus pergi mencari Liebe. Dia ingin saya menjemputnya.""Apa kamu lupa dengan saya?" tanya dokter Jacob kepada sahabatnya."Anda seorang dokter kan?" tanya bLeon sambil menatap wajah Dokter Jacob."Bukan. Saya bukan seorang dokter." Dokter Jacob merasa kesal karena hanya dia yang dilupakan Leon. "Saya hanya perawat di sini." "Apa kau marah pada s
"Saya tidak tahu karena saya tidak bertemu dengan Jessica," jawab Nyonya Roweena.Tidak lama kemudian Daniel dan Julie datang untuk menjenguk Leon."Daniel, cepatlah kemari!" Leon menyuruh Daniel cepat menghampirinya.Daniel dengan cepat melangkah menghampiri tuannya. "Apa kabar, Tuan? Saya sangat senang melihat Anda baik-baik saja.""Terima kasih," jawab Leon dengan cepat. "Saya ingin bertanya apa benar yang dikatakan Dokter Jacob kalau perut Jessica semakin membesar?"Daniel dan Julie saling tatap, ia tidak tahu harus berbicara apa kepada bosnya."Perut Nona Jessi memang sudah membesar, Tuan Hans." Julie yang menjawab pertanyaan Leon. "Apa kamu juga bertemu dengannya saat dia mengunjungi saya?" tanya Leon kepada sekretaris kekasihnya."Iya, Tuan, saya bertemu dengan Nana Jessica di sini, di rumah sakit ini."Leon beralih menatap asistennya. "Daniel, kenapa kamu tidak mencegah Jessica?""Maafkan saya, Tuan. Saya sudah berjanji kepada Tuan Felix untuk mengikuti Nona ataupun mengusik
"Tuan, apa Anda yakin ingin pergi ke sana? Tuan masih sangat lemah." Daniel mengkhawatirkan kondisi tuannya yang baru sadar dari koma."Saya akan segera sembuh, Daniel. Besok juga saya keluar dari sini, saya akan meminum obat sebanyak-banyaknya."'Astaga, kalau dia minum obat banyak-banyaknya, apa dia tidak akan cepat mati?' kata Julie dalam hatinya.Seminggu kemudian setelah Leon bangun dari koma. Laki-laki itu sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya. Ia memaksakan diri untuk pergi, walaupun badannya belum pulih benar, tapi CEO tampan itu berusaha terlihat baik-baik saja di depan semua orang."Daniel, ayo kita berangkat sekarang." Leon berjalan lebih dulu."Baik, Tuan." Daniel berjalan cepat menyusul tuannya untuk membukakan pintu mobil."Mungkin perjalanan kita membutuhkan banyak waktu, apa Tuan yakin akan pergi?" tanya Daniel lagi setelah membukakan pintu mobil untuk Leon."Kamu sedang mengkhawatirkan atau sedang meremehkan saya, Daniel?" Ucapan Leon benar-benar membuat Daniel me