Share

Bab 6

Penulis: Dewi Jingga
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-05 15:42:33

Pagi-pagi sekali aku sudah terbangun untuk mandi besar sebelum shalat subuh. Seperti biasa, Mutia sudah tidak ada di sampingku. Kini hanya bunyi alarm dari jam kecil yang senantiasa membangunkanku. Aku pikir Mutia akan kembali seperti dulu, membangunkanku dengan segala tingkah anehnya setelah semalam kami mereguk kembali manisnya cinta. Ternyata tidak, dia tetap jadi Mutia yang sekarang. Aku merasa kami hanya hidup serumah tapi tetap dengan urusan masing-masing. Mutia, sepertinya aku rindu kita yang dulu.

Setelah mandi dan shalat, aku menyusul Mutia ke dapur. Aku tahu dia pasti berada di sana, kegiatan yang selalu dilakukannya selama menjadi istriku. Pagi-pagi menyiapkan sarapan dan segala kebutuhanku sebelum pergi ke kantor.

"Wah, sarapannya sudah siap." Aku berjalan mendekati Mutia.

Mutia hanya tersenyum tipis, lalu menatapku dari atas hingga bawah.

"Kenapa liatin aku sampe segitunya?" tanyaku heran.

"Enggak, kamu udah siap? Padahal ini masih pagi."

"Iya, ada yang harus di beresin dulu sebelum meeting dengan pimpinan besar perusahaan, gimana penampilanku hari ini menurut kamu?"

"Seperti biasa, kamu terlihat keren dan rapi." Mutia tersenyum tipis.

"Iya, donk, 'kan ini juga berkat kamu yang selalu sigap nyiapin baju kerja buat aku. Tapi beneran seperti biasa? Gak ada yang luar biasa gitu?" tanyaku menggoda.

"Nggak ada, mungkin nanti setelah bersama dengan istri barumu kamu bisa terlihat lebih luar biasa, Mas," ucapnya santai tanpa beban. Apa benar dia telah ikhlas melepaskan aku untuk menikah lagi.

Aku terdiam mendengar penuturan Mutia, tiba-tiba saja moodku menurun. Ada apa sebenarnya dengan diriku. Kemarin-kemarin aku begitu dingin padanya meskipun Mutia selalu berusaha dekat denganku, sampai-sampai aku merasa jenuh dan jengah dengan sikapnya. Aku dengan bangga menyakitinya, tapi saat ini melihat kepedulian Mutia yang tidak lagi sebesar dulu, aku merasa kecewa.

Ponselku berbunyi, menandakan ada chat yang masuk.

[ M❤️ : Mas, jemput aku, ya. Lagi males naik ojol.] Pesan dari Maura.

[Oke, sayang. Tunggu aku tiga puluh menit lagi, aku sarapan dulu.] Aku tersenyum membacanya, lalu dengan cepat membalas.

Kuletakan ponsel di atas meja makan. Mutia melirik ke arah benda pipih itu. Aku tau dia sedang mencurigai sesuatu, tatapannya menyelidik, tapi biarlah. Bukankah dia sudah tau tentang Maura dan sudah mengizinkan aku untuk menikahinya. Jadi untuk apa aku gelisah.

Cepat saja kuhabiskan sarapanku. Lalu dengan terburu-buru pergi untuk menjemput Maura setelah pamit pada Mutia.

Saat tiba di kediaman Maura, terlihat dari jauh dia sudah menunggu di depan gerbang dan melambaikan tangannya dengan senyum merekah. Ah, gadis itu benar-benar, dia mampu menaikan moodku hanya dengan melihat senyumannya.

"Pagi, sayang." Maura masuk kedalam mobil lalu mengecup pipiku sekilas.

"Pagi, udah siap untuk meeting hari ini?" tanyaku dengan senyuman lembut.

"Siap, dong. Mas, gimana Kak Mutia? Ini sudah lebih dari tiga hari, dia udah kasih jawaban, dong."

"Emmh, dia udah kasih jawabannya semalam." Aku mengangguk pelan.

"Terus? Dia gak mau di madu 'kan? Pasti dia memilih mundur 'kan, Mas?" tanyanya antusias.

"Awalnya aku juga berpikir begitu."

"Maksudnya? Yang jelas, dong, Mas. Arrggh." Maura terlihat kesal.

"Mutia bersedia untuk dimadu, dia memilih untuk tetap bertahan. Meskipun dengan beberapa syarat," jawabku akhirnya.

Maura tidak lagi menyahut, aku menoleh padanya sekilas lalu kembali fokus ke jalanan. Dia melipat tangannya di depan dada dengan pipi yang mengembung, bibirnya yang cemberut membuatku semakin gemas saja.

"Kenapa cemberut gitu? Minta di gigit, ya?" Aku mencubit pipinya gemas.

"Aku jadi yang kedua dong?" Maura merengut.

"Bukannya dari awal kamu sudah setuju? Kenapa sekarang tiba-tiba jadi bete?"

"Aku pikir Kak Mutia akan mundur. Tidak banyak wanita yang bersedia dimadu. Ternyata dia tidak termasuk salah satunya."

"Tapi aku puas dengan pilihannya, karena aku juga belum benar-benar siap kehilangan Mutia."

"Maksud kamu apa, sih, Mas, ngomong gitu? Ya, sudah, jangan nikahi aku kalau tidak ingin kehilangannya." Maura kembali merajuk. Ah, aku salah bicara lagi.

"Bukan gitu maksudnya, ya 'kan kalo ada Mutia nanti ada yang nyiapin segala keperluan kita sebelum berangkat kantor. Jadi kamu tidak perlu repot." Aku menjawabnya asal, padahal sebelumnya aku tidak berniat seperti itu. Maafkan aku Mutia.

"Beneran?"

Aku hanya mengangguk, mataku tetap fokus ke depan.

"Mas, syarat yang di ajukan Kak Mutia apa?" Sepertinya Maura sudah tidak marah lagi sekarang.

"Aku belum tahu, dia belum mengatakannya. Tapi aku sudah terlanjur menyetujuinya apapun itu permintaan Mutia."

"Kamu gegabah, Mas. Gimana kalo ternyata itu merugikan kita?"

"Semoga tidak, aku tahu Mutia orangnya seperti apa. Dia wanita baik, tidak akan berani berbuat macam-macam apalagi sama suami sendiri," ucapku percaya diri.

"Kalo Kak Mutia wanita baik, lalu menurutmu aku wanita seperti apa?" tanyanya manja.

"Tentu saja kamu juga wanita terbaik yang sangat aku sayangi." Aku tersenyum manis padanya.

Sebuah senyuman mengembang di bibirnya yang sensual. Andai aku boleh mengecupnya, pasti sudah kulakukan dari kemarin-kemarin, tapi aku bukan laki-laki seperti itu. Aku ingin semuanya terjadi saat Maura sudah benar-benar halal untuk kusentuh.

*******

Hari ini semuanya berjalan dengan lancar, pemimpin besar puas dengan laporan yang aku buat.

Aku menjabat sebagai bendahara utama di sini dan Maura adalah salah satu staffku. Dulu saat pertama aku masuk di perusahaan ini, jabatanku hanya staff biasa. Karena kinerjaku yang semakin lama semakin membaik akhirnya aku naik jabatan. Ini semua tak lepas dari doa Mutia, dia berperan besar dalam kemajuan karirku. Semoga setelah aku menikahi Maura, jabatanku bisa naik lagi. Karena akan ada dua wanita hebat di sampingku yang selalu mendukungku.

Aku pulang dengan hati yang gembira.

"Mutia, Mas pulang." Aku berteriak memanggilnya, tapi tak ada jawaban.

"Mutia."

"Mutia, kamu dimana." Tetap tak ada jawaban. Aku melihatnya ke dapur, dia tidak ada di sana, tapi makanan sudah siap terhidang di meja makan.

Akhirnya aku masuk ke kamar, di dalam kamar mandi kudengar mutia seperti muntah-muntah. Aku buka pintunya.

"Mutia, kamu kenapa? Sakit?"

"Emmh, euh ... sepertinya aku masuk angin, semalam kan kurang tidur." Mutia keluar dari kamar mandi melewatiku. Aku pun mengikutinya.

"Wajah kamu pucat, mau Mas kerokin?"

"Tidak perlu, Mas juga cape abis kerja. Nanti dikasih minyak angin juga sembuh." Tolaknya lembut. Dia berjalan ke arah lemari laci, membuka bagian paling atas. Lalu menyodorkan sebuah kertas yang bertulis tangan di sertai dua buah materai di bawahnya.

"Apa ini?" Aku bertanya karena bingung.

"Itu syarat yang aku ajukan, Mas. Dibaca dulu, kalo udah, langsung tanda tangan." jawabnya pelan sambil mengusap sisa air di bibirnya menggunakan lengan baju.

Aku membacanya dengan seksama, yang pertama dan kedua bisa aku pahami, tapi yang ketiga aku tidak menyangka dia akan berpikir begitu.

"Aku keberatan di poin nomor tiga."

"Sudah tidak bisa di rubah, Mas. Itu syarat yang terbaik untuk kita nantinya. Biar aku baca satu persatu dan akan aku jelaskan maksud dari setiap poinnya," pintanya.

Aku menyerahkan kertas itu pada Mutia.

"Syarat yang pertama, setelah resmi menikah dengan Maura, aku ingin rumah kita di pisah, tinggal sendiri-sendiri, tidak satu atap. Ini untuk menghindari adanya kecemburuan antara aku dan Maura."

"Padahal tadinya aku ingin kita bertiga tinggal bersama, tapi baiklah aku setuju."

"Yang kedua, Mas membagi waktu dengan adil untuk kami berdua. Satu minggu bersamaku dan satu minggu bersam Maura. Dengan aturan, selama berada di rumah Maura, Mas tidak boleh berkunjung ke rumahku apalagi sampai menginap. Kecuali dalam keadaan yang sangat darurat. Begitu pun sebaliknya, alasannya untuk bisa menghargai dan menikmati waktu saat bersamaku atau bersama Maura."

"Ya, aku paham. Setuju."

"Yang ketiga, setelah menikah dengan Maura, aku tidak ingin kamu menyentuhku selama dua bulan. Alasannya ...,"

"Aku tidak setuju apapun alasannya." Cepat kupotong pembicaraan Mutia.

"Mas, dengar dulu." Pinta Mutia

"Tidak."

"Mas." Mutia memelas, aku jadi tidak tega.

"Baiklah, jelaskan alasannya."

"Supaya kamu bisa menikmati kebersamaan dengan Maura, layaknya pengantin baru yang baru saja menikah. Hanya menyentuh istri yang baru di nikahinya. Kalau kamu tidur denganku, pasti tidak terasa nuansa pengantinnya."

"Tapi dua bulan terlalu lama, Mutia." Aku merengek seperti anak kecil.

"Kemarin kamu bisa bertahan sampai tiga bulan, Mas. Itu bukanlah hal yang mustahil, apalagi dengan adanya Maura, dua bulan tidak akan terasa lama." Alasannya masuk akal, tapi aku merasa ada sesuatu dibalik ketiga syarat yang dia ajukan. Sayangnya, aku tidak tahu apa maksudnya.

Bab terkait

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 7

    POV MutiaHari ini aku ada jadwal cek up, bertemu dengan Dokter Aldian Syahputra pukul sembilan pagi.Kalian jangan salah paham dulu, ternyata Dokter Aldian Syahputra itu adalah sepupu jauhku dari pihak almarhumah ibu yang aku ketahui hanya bernama Aldiansyah. Ternyata aku yang salah informasi.Memang turunannya sudah jauh, dan kami tinggal di kota yang berbeda membuat kami jarang bertemu satu sama lain, terakhir aku bertemu dengannya saat pternikahanku dengan Mas Putra dulu. Aku tidak tau dia berprofesi sebagai seorang dokter, aku juga terkejut saat pertama kali bertemu dengannya di rumah sakit. Dia dipindah tugaskan ke rumah sakit di daerahku sudah hampir enam bulan. Saat ini Aldiansyah adalah dokter yang menanganiku.Ini hari Minggu, hari libur kerja, tapi entah kenapa Dokter Aldian menjadwalkan aku cek up hari ini. Harusnya dia juga libur dan berjalan-jalan bersama keluarga atau pasangan. Aneh bukan? Sebelum pergi aku menyiapkan sarapan untuk Mas Putra, aku melihatnya masih tidur

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-06
  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 8

    Aku tidak habis pikir, syarat yang diajukan Mutia ternyata begitu memberatkan aku. Kenapa pula harus pisah rumah, padahal bisa saja mereka hidup satu atap dengan akur. Kemarin saja waktu di Cafetaria mereka baik-baik saja."Aku akan mengajukan banding atas syarat yang diberikan Mutia," gumamku.Pagi-pagi saat Mutia menyiapkan sarapan, aku mendekatinya."Mutia, bisa kita bicara?""Bicara saja, sambil aku menyiapkan makanan, ini sudah siang." Mutia tidak menoleh, tangannya masih sibuk dengan bahan makanan."Soal persyaratan itu." Dengan lemas aku mengatakannya."Kenapa? Bukankah semalam kamu setuju, sudah tanda tangan pula." Mutia menoleh lalu memicingkan matanya."Iya, tapi apa gak bisa kita bertiga hidup serumah saja. Jadi tidak perlu ada syarat yang kedua dan ketiga. Aku yakin, kok. Kalian bisa menjalaninya dengan baik, kamu dan Maura itu sama-sama wanita yang baik kalian berdua adalah wanita yang kusayangi." Aku membujuk."Tidak, keputusanku sudah bulat. Kalau kamu keberatan, aku si

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-07
  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 9

    Sesuai janjiku dengan Maura tadi siang saat di kantor, aku mampir dulu ke rumah Maura. Mumpung orang tuanya tidak ada.Sebenarnya kedua orang tua Maura tidak terlalu menyukaiku, entah apa alasannya. Padahal aku ini selain tampan juga sudah mapan secara materi. Tetapi tak masalah, yang penting Maura mencintaiku dan mau menikah denganku. Urusan Ibu dan Bapaknya bisa belakangan."Mas, langsung masuk aja, yuk." Maura menarik tanganku."Sabar, dong, Maura. Pelan-pelan aja, lagian mau kemana, sih, buru-buru banget." Aku tersenyum padanya. Maura sangat antusias dengan kedatanganku ke rumahnya, biasanya hanya di depan gerbang."Di luar panas, Mas. Aku udah kegerahan ini, pengen mandi," jawab Maura. Dia melangkah lebih dulu dan aku mengikutinya dari belakang."Duduk dulu, Mas. Mau dibikinin minum apa?" "Kopi boleh. Biar gak pusing lagi." Tak lama datanglah Maura dengan secangkir kopi di tangannya."Minum dulu, ya, Sayang. Aku mau mandi dulu, nanti habis mandi aku pijitin." Maura mengedipkan

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-09
  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 10

    "Mutia, kita bicara sebentar, boleh?" tanyaku pada Mutia yang sedang menggantung pakaian kerjaku, malam-malam begini belum habis juga pekerjaannya. Tentu saja dia tidak pernah lagi mengeluh akan kelelahan yang dialaminya, meskipun setelah seharian penuh dia mengerjakan pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya itu. Dapat kulihat saat ini Mutia begitu menikmati tugasnya sebagai ibu rumah tangga dan melayaniku sepenuh hatinya."Sebentar, ya, Mas. Aku selesaikan ini dulu." Dia menoleh lalu tersenyum.Sekitar sepuluh menit aku menunggu,akhirnya Mutia selesai dengan setumpuk pakaian itu."Mau bicara apa, Mas?" Dia duduk di atas ranjang di sampingku."Mas akan secepatnya melamar Maura. Kamu tidak keberatan bukan?" tanyaku. Aku mengamati setiap ekspresi yang muncul di wajah Mutia.Dia tidak langsung menjawabnya, hanya diam dan membisu, untuk beberapa saat tatapan itu nampak kosong."Ya, tentu saja, bukankah lebih cepat lebih baik, jangan menunda-nunda niat baik. Untuk waktu aku serahkan padam

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-20
  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 11

    Saat tiba di rumah Maura, jantungku berdegup kencang. Padahal ini bukan yang pertama kali, tapi tetap saja hal seperti ini membuatku berdebar. Kulihat Mutia yang berdiri tegap di sampingku. Dia benar-benar tegar, ah, Mutiaku, kau memang luar biasa.Keluarga Maura sudah menyambut di depan pintu, terlihat ibu dan ayah dari Maura menyambut kedatangan kami dengan ramah. Sangat berbeda saat dulu aku datang untuk menjemput atau mengantar Maura. Terlihat sekali kalau mereka tidak menyukaiku. Aku sempat bingung dengan keadaan ini, bagaimana bisa keadaan berubah seratus delapan puluh derajat. Bahkan aku berpikir orang tuaku akan menghabisiku saat mereka tahu menantu kesayangannya telah aku campakkan, tapi ternyata tidak. Mereka setuju dengan keinginanku."Selamat datang, mari silakan masuk." Calon ayah mertuaku mempesilakan kami masuk.Kami semua duduk di sofa yang telah disiapkan."Kedatangan kami ke sini, untuk melamar anak Bapak yang bernama Maura untuk anak kami yang bernama Putra, apakah

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-20
  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 12

    Waktu begitu cepat berlalu, hari ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu, menikahi Maura merupakan satu impian yang saat ini sudah terwujud, kini kami sudah sah menjadi sepasang suami istri. Aku dan Maura berdiri di atas pelaminan, anehnya aku merasa kebahagian ini hanya milikku dan Maura saja. Tidak dengan keluarga kami. Ayah dan ibu mertuaku hanya menunjukan wajah datar, tidak seperti orang tua pada umumnya yang merasa terharu dan bangga ketika menikahkan anak gadis mereka. Seharusnya ayah dan ibu ikut berbahagia juga, karena ini adalah momen sakral untuk Maura, putri satu-satunya yang mereka miliki.Lalu saat aku mengalihkan pandangan pada kedua orang tua yang telah membesarkanku itu, semua tetap tak sesuai harapan. Ibu lebih banyak bersedih hari ini, sedangkan bapak hanya mampu menatap tajam ke arahku tanpa adanya garis senyum yang menghiasi bibirnya, beliau terlihat seperti sedang menahan amarah. Aku sungguh tidak mengerti dengan keadaan ini. Aku pikir mereka akan ikut bah

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-20
  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 13

    Acara tadi siang sungguh sangat melelahkan, membuat badanku terasa remuk. Termasuk hatiku yang tak karuan saat menyaksikan Mutia pergi bersama Aldiansyah. Mutia tidak pernah menatapku setajam itu, tatapannya selalu lembut, teduh dan menyejukan. Mutia juga tidak pernah berbicara sekeras itu padaku, bahkan saat aku mengatakan bahwa aku tak lagi mencintainya, dia tidak marah padaku, karena aku yakin Mutia sangat mencintaiku.'Semua gara-gara Aldiansyah si be**ngsek itu.' umpatku dalam hati.Bahkan setelah acara selesai, aku tidak lagi melihat Mutia di rumah Maura. Aku harus menemuinya dulu, jangan sampai mutia tergoda dan jatuh ke dalam pelukan pria modus itu. Aku yakin Aldiansyah bukanlah pria baik-baik. Lagi pula dari mana datangnya laki-laki itu, tiba-tiba saja datang di kehidupan Mutia.Maura masih di kamar mandi, aku berniat untuk menemui Mutia terlebih dahulu. Untuk menyelesaikan masalah tadi siang, aku tidak ingin dia salah paham dan membenciku.Baru saja aku melangkah hendak mera

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-20
  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 14

    Apa yang sedang kamu rasakan saat ini, Mutia?Benarkah tak ada rasa sesalmu telah bertahan dan membiarkanku membagi kasih?**********Aku masih di sini, duduk di dalam mobil dengan kaca terbuka, memandangi Mutia dari kejauhan. Aku tersenyum sendiri. Untuk apa aku melakukan ini, padahal Mutia adalah istriku, aku bisa menatapnya dari dekat sepuasnya, sebisa yang aku mau. Akhir-akhir ini aku merasa cintaku untuk Mutia tumbuh kembali. Jika ada yang bertanya sejak kapan, maka jawabanya sejak Mutia tidak lagi peduli padaku, sejak dia berhenti cerewet, berhenti membangunkanku, berhenti bertanya apa aku sudah makan. Aku merasa bahwa aku tidak bisa kehilangan dia. Aku butuh perhatiannya. Lalu dengan Maura? Dia tetap istri yang kusayangi, saat ini aku hanya sedang kecewa padanya. Aku benar-benar tak berkedip, kulihat mutia berganti posisi. Sebelah tangannya bertumpu pada pagar, sebelahnya lagi memegangi perutnya. Tubuhnya sedikit membungkuk, kulihat dia seperti sedang kesakitan.Aku keluar d

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-20

Bab terbaru

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Ekstra Part 3

    POV 3 (AUTHOR)Setelah tragedi panas yang terjadi pada malam itu, Putra sibuk mengurus perceraiannya dengan Maura.Siapa sangka seorang Putra yang jumawa dan mengaku bangga karena memiliki dua istri, kini harus menjadi duda dua kali dari dua perempuan yang berbeda, dan hal itu terjadi dalam waktu berdekatan. Apalagi yang bisa dia banggakan sekarang? Istri pertamanya yang memiliki hati seluas samudera serta kebaikan dan ketulusan yang tiada batas, telah di sia-siakannya. Hingga takdir harus membawanya untuk pergi dan tidak akan pernah kembali. Hanya penyeselan lah yang dia dapat.Lalu Maura, wanita cantik yang selalu dia puja akan kemolekan wajah dan tubuhnya, nyatanya tidaklah sebaik yang dia kira, tidaklah setulus sangkaannya. Kisah masa lalunya yang kelam dan belum usai, membuat kehidupan pernikahan mereka berakhir pula dengan perceraian.Setelah semua kehancuran yang terjadi pada kehidupannya, Putra memutuskan untuk kembali tinggal bersama orang tuanya. Rumah yang sempat dia belik

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Ekstra Part 2

    Aku pulang kerumah saat hari sudah hampir larut. Sepertinya Ayah dan Ibu menemani Maura selama aku sibuk dengan urusan Mutia. Tidak mungkin mereka meninggalkan Maura sendiri.Aku hendak membuka pintu, sebelum akhirnya kudengar Ayah berteriak dengan lantangnya."Maura, apa benar yang dikatakan laki-laki itu? Bagaimana mungkin dia mengaku sebagai Ayah dari anak yang jelas-jelas terlahir dari pernikahan kamu dan Putra." Dapat kutangkap kali ini Ayah benar-benar sedang emosi.Bahkan, aku yang baru saja mendengarnya pun ikut merasa panas. Apakah benar anak itu bukan darah dagingku? Hatiku terus bertanya-tanya. Kuurungkan niatku untuk masuk, aku ingin mendengar jawaban pasti dari Maura."Ayah, maafkan aku. Aku juga tidak tahu siapa ayah dari bayiku. Karena ... karena aku ...." Maura tak melanjutkan ucapannya."Karena apa Maura? Apa kau sudah berzina dengan lelaki itu sebelum kamu menikah dengan Putra?" Kini Ibu pun ikut berteriak pada putrinya."Ibu ... maafkan Maura. Maura salah." Kali in

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Ekstra Part 1

    Di sinilah aku berada, duduk termenung di samping gundukan tanah merah yang masih basah. Bunga segar bertaburan di atasnya.Kupeluk nisan yang bertuliskan nama Mutiara. Tak ada lagi air mata yang keluar, namun rasa sakit ini masih saja terbenam dalam hatiku. Ini lebih perih dari saat aku mendengar tiga kali ketukan palu hakim yang secara sah memutus hubunganku dengan Mutiara. Aku telah kehilangan Mutiara untuk selamanya. Yang lebih membuatku terluka, adalah kenangannya yang masih saja membekas dalam ingatan."Putra, ayo kita pulang, Nak." Dapat kurasakan jemari ibu menyentuh lembut bahuku."Tidak, Bu. Biarkan aku di sini, Mutia harus tahu bahwa aku belum benar-benar siap untuk kehilangannya. Masih banyak kesalahan dan dosa yang belum aku tebus pada Mutia." Tanganku tak hentinya mengusap nisan Mutia."Terlambat Putra, ini benar-benar sudah terlambat. Biarkan saja semuanya seperti ini. Ibu yakin, dia telah memaafkanmu. Hatinya yang seluas samudra, tidak akan mampu menyimpan dendam unt

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 39 (END)

    Tanpa berpikir panjang, aku segera pergi dari ruang persalinan Maura. Tak kuhiraukan lagi teriakannya yang memanggil namaku. Karena saat ini, pikiranku hanya tertuju pada Mutia.Semoga Mutia dalam keadaan baik-baik saja.*********Hatiku sedikit lega, karena Maura sudah melahirkan dengan selamat. Beban pikiranku sedikit berkurang. Namun, belum juga sepenuhnya tenang, karena aku belum tahu apa yang terjadi pada Mutia saat ini.Terakhir, saat melihat kondisi Mutia yang memburuk pagi tadi, mau tak mau prasangka buruk menguasai hati dan pikiranku. Aku mengemudi dengan kecepatan sedang, ini sudah hampir sore, jalanan pun lumayan macet.Setelah perjalanan yang cukup panjang, aku akhirnya sampai di Panti Asuhan Pelita Bunda. Baru saja tiba, bahkan aku belum turun dari mobil, jantungku tiba-tiba berpacu dengan cepat. Hatiku benar-benar dipenuhi perasaan takut, takut kehilangan Mutiara sepenuhnya. Takut tak lagi bisa memandang teduh wajahnya yang mampu mengobati rasa rinduku akan hadirnya.Ak

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 38

    "Putra, bagaimana Maura?" Ayah langsung bertanya begitu aku keluar dari ruangan. Ibu pun langsung berdiri dan menatap ke arahku menanti jawaban."Belum, Yah. Masih pembukaan empat. Putra mau memberitahu Ayah dan Ibu dulu, karena tadi belum sempat." ********Aku menghubungi nomor telepon Bapak. Tak berselang lama , panggilan pun terhubung."Assalamu'akaikum, Pak."[Wa'alaikumsalam warohmatulloh.] Terdengar Bapak menjawab salam dengan suara sendu."Pak, maaf Putra baru sempat menghubungi. Sekarang Putra sedang di rumah sakit, Maura mau melahirkan. Baru pembukaan empat, kalau bisa Ibu dan Bapak datang kesini. Putra ingin kalian menyaksikan kelahiran cucu kalian." Dengan sedikit gugup aku menjelaskannya pada Bapak. Selain karena khawatir pada keadaan Maura yang sedang berjuang di ruang persalinan, juga pikiranku melayang pada kondisi Mutia, mantan istriku yang saat ini sedang di bawa ke rumah sakit oleh Aldiansyah. Mungkin saat ini mereka sudah sampai. Sungguh aku ingin tahu bagaimana ke

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 37

    Sudah hampir dua bulan aku terjebak dalam situasi seperti ini. Setiap seminggu sekali aku selalu menyempatkan waktu untuk melihat kondisi Mutia. Walau hanya mampu dari jauh, tapi itu sudah cukup mengobati kerinduanku. Meskipun terkadang aku tidak beruntung karena Mutia sedang tidak berada di luar.Sesekali aku akan membelikan sebuah hadiah kecil untuknya yang biasa aku titip kepada anak panti yang sedang bermain di dekat pagar. Tentu saja Mutia tidak akan tahu bahwa itu dariku.Seperti hari ini, aku datang membawa sebuah coklat untuk Mutia. Aku berharap bisa melihat wajahnya lagi hari ini. Sudah hampir setengah jam, tapi aku belum melihat dimana keberadaan Mutia. Namun, aku melihat beberapa orang anak yang terlihat begitu panik. Tidak lama kemudian terlihat Aldiansyah datang dengan tergesa-gesa memasuki panti, ada beberapa anak yang menangis juga. Entah apa yang sedang terjadi di dalam sana, tapi hal itu membuatku sangat khawatir terhadap kondisi Mutia.Atau jangan-jangan? Mutia? A

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 36

    "Thanks, udah mau datang," ucapku pada Aldiansyah yang saat ini tengah duduk di hadapanku. Kami bertemu di sebuah Cafe dekat rumah sakit tempat Aldiansyah praktek. Menyempatkan untuk bertemu di jam makan siang."Hmm, it's okay. Ada apa?" Tanpa basa basi Aldiansyah langsung bertanya."Emmh, ini ... perihal Mutia.""Aku sudah menduganya. Kenapa? Jangan lagi mengganggunya. Saat ini kehidupannya sudah lebih membaik." Nada bicaranya terkesan ketus. Aku tahu dia tidak menyukaiku, karena aku pun sempat merasakan hal itu pada dirinya. Akan tetapi saat ini, tak ada lagi alasanku membencinya, dia telah berjasa besar dalam kehidupan Mutia, mantan istriku yang posisinya sama sekali belum tergantikan di hatiku."Syukurlah, aku lega mendengarnya. Emmh, sebenarnya aku ingin bertemu Mutia. Bisakah kamu memberi tahu dimana dia berada saat ini. Aku sudah mencoba mencarinya, tapi nihil. Usahaku tidak membuahkan hasil." Aku berharap Aldiansyah mengabulkan keinginanku."Hhhh, untuk apa? Kedatanganmu hanya

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 35

    Rasanya permasalahan dalam hidupku tidak pernah selesai. Belum lama ini perceraianku dengan Mutia yang sangat berpengaruh dengan keadaanku sekarang, Maura yang tidak ingin melakukan pekerjaan apapun termasuk mengurusi semua kebutuhanku. Lalu pagi ini, aku di tegur oleh atasan, SP (Surat Peringatan) satu pun keluar. Pasalnya ini bukan pertama kalinya aku melakukan kesalahan di kantor. Aku memang sering datang terlambat karena bangun kesiangan, penampilanku yang lebih sering terlihat berantakan karena barang-barang keperluan untuk aku bekerja harus kusiapkan sendiri. Belum lagi pekerjaanku yang sering terbengkalai, karena lebih sering melamun memikirkan nasibku setelah perginya Mutia dari kehidupanku.Aku tidak pernah membayang nasib pernikahanku akan menjadi seperti ini. Jujur saja, aku sangat merindukan Mutia. Hingga aku memutuskan untuk mampir sebentar ke rumahnya.Tidak, aku tidak akan benar-benar singgah. Hanya lewat saja, lalu memandangi rumah yang penuh dengan kenangan manis itu

  • SISA CINTA UNTUK ISTRIKU   Bab 34

    POV MAURAAktifitasku setiap pagi, ya hanya duduk-duduk saja. Karena Mas Rakha selalu menyuruh Bi Jumi untuk datang ke rumah kami setiap dua hari sekali untuk beres-beres rumah. Aku sangat enggan melakukan kegiatan itu, karena hanya akan membuat jari dan kuku yang aku rawat jadi rusak. Biarkan saja, toh kalau Mas Putra risih dengan keadaan rumah yang berantakan dia akan mencari pembantu untukku. Dan perkiraanku terbukti benar, Bi Jumi lah yang selalu datang untuk membereskan rumah kami. Apalagi setelah dinyatakan hamil oleh dokter, rasanya aku hanya ingin bermalas-malasan saja. Tidur seharian di rumah tanpa melakukan apapun.Pagi ini setelah Mas Putra berangkat bekerja, seperti biasa aku duduk sambil menonton TV dan makan cemilan. Mas Putra selalu sarapan di kantor. Kalau aku gampang, tinggal pesen makanan delivery saja. Seperti hari ini, sambil menunggu bubur ayam yang sudah aku pesan datang, aku makan cemilan terlebih dahulu.Lalu sesaat kemudian terdengar suara ketukan pintu dari

DMCA.com Protection Status