Ji Liong menatap gadis itu dengan tatapan tajam. Bai Xue Ling, nama yang baru saja ia dengar, mengaku berasal dari utara dan memiliki informasi penting tentang dirinya. Namun, pengakuan ini justru membuatnya semakin waspada.“Aku akan melindungimu,” ucap Ji Liong akhirnya, suaranya tegas namun dingin. “Tapi hanya sampai kita keluar dari desa ini. Setelah itu, aku yang akan memutuskan apakah kau pantas dipercaya atau tidak.”Bai Xue Ling mengangguk pelan, terlihat sedikit lega meski wajahnya tetap tegang. “Itu sudah cukup. Aku hanya ingin meninggalkan tempat ini dan kembali ke utara,” katanya.Ji Liong tidak membuang waktu lagi. Ia berbalik dan mulai melangkah, diikuti oleh Bai Xue Ling yang menjaga jarak beberapa langkah di belakangnya. Malam semakin pekat, dan suara binatang malam terdengar samar-samar di tengah keheningan.“Bagaimana kau bisa berada di tangan Sekte Lima Racun?” tanya Ji Liong, tanpa menoleh.“Aku diculik,” jawab Bai Xue Ling. “Orang-orang Sekte Lima Racun mendatangi
Ji Liong menoleh tajam ke arah suara yang tiba-tiba muncul. Suara itu tenang, namun mengandung wibawa yang luar biasa, membuat bulu kuduk Bai Xue Ling meremang. Sebelum ia sempat mencari sumbernya, seseorang telah berdiri di hadapan mereka, seperti muncul begitu saja dari ketiadaan.Biksu itu mengenakan jubah kuning khas Shaolin, dengan kepala yang bercahaya karena dicukur bersih. Tubuhnya tegap meskipun usianya tampak tak lagi muda. Wajahnya memancarkan ketenangan yang sulit dijelaskan, namun mata tuanya yang tajam seolah bisa menembus ke dalam jiwa.Bai Xue Ling segera mengenali siapa orang itu. “Biksu Kong Shan dari Shaolin,” gumamnya lirih, hampir seperti bicara pada dirinya sendiri. Dalam dunia persilatan, nama Kong Shan adalah nama besar. Tidak hanya karena posisinya sebagai ketua Shaolin Pai, tetapi juga karena ilmunya yang luar biasa.Bai Xue Ling segera memberi hormat, membungkukkan badan dengan penuh penghormatan. “Ketua Kong Shan, ini suatu kehormatan bagi kami bertemu lang
Di ujung negeri, terdapat sebuah desa yang ramai bernama Desa Hongye, atau Desa Daun Merah, sebuah desa yang terkenal dengan para pedagang serta peziarah yang sering datang untuk berdoa di kuil kuno. Suasana pagi itu cerah, sinar matahari menyinari setiap sudut desa, sementara penduduk bersiap dengan kegiatan sehari-hari mereka.Tak jauh dari desa itu terdapat sebuah gunung terpencil yang tersembunyi di antara kabut tebal, sepasang remaja, Ji Liong dan Hu Ling Lian berdiri di tengah hutan pinus yang sunyi. Pepohonan menjulang tinggi seakan menjadi saksi dari latihan mereka. Langit sore berwarna jingga kemerahan, memberikan suasana damai yang menipu.Hu Ling Lian, mengenakan pakaian latihan berwarna hijau zamrud, tengah duduk bersila dengan konsentrasi penuh. Kedua tangannya terangkat, perlahan mengatur aliran napas dan tenaga dalam. Udara di sekitarnya bergetar samar, tanda bahwa ia sedang melatih Sin Kang ilmu warisan keluarga Hu yang terkenal sebagai salah satu ilmu langka di dunia p
Di depan kediaman keluarga Hu, suasana semakin tegang. Ji Bao Oek menatap tajam ke arah Hu Chuan, seolah tak percaya bahwa penghinaan seterang ini bisa keluar dari seorang kepala keluarga besar yang terhormat. Sebelum ia sempat menanggapi, terdengar suara lembut namun tegas dari balik pintu."Dia memang cacat!"Suara itu terdengar tenang, namun menambah bara api dalam hati Ji Bao Oek. Sosok seorang gadis muncul dari balik pintu, mengenakan pakaian biru muda yang anggun. Rambutnya tergerai panjang, dan parasnya yang cantik serta penuh percaya diri membuat orang-orang sekitar terdiam sejenak. Ia adalah Hu Ling Lian, putri kebanggaan keluarga Hu yang menjadi alasan lamaran ini dilakukan.“Apa maksudmu, Hu Socia (nona Hu)?” Ji Bao Oek berbicara dengan nada lebih keras. Ia tidak terima putranya dihina, terutama di hadapan keluarga besar Hu dan para muridnya. Nada suaranya mengandung kemarahan yang tertahan, namun wajahnya masih berusaha tenang.Namun, Hu Ling Lian tetap tenang. Ia memandang
Setelah peristiwa memalukan di kediaman Pendekar Hu, Ji Bao Oek dan rombongannya kembali ke Kim Kiam Pay. Wajah-wajah muridnya tampak muram, menyiratkan luka batin yang mereka alami. Ji Bao Oek memutuskan untuk tidak lagi membahas kejadian itu, berharap agar perlahan peristiwa itu menghilang dari ingatan semua orang. Namun, harapan itu sirna. Entah siapa yang membocorkan aib mereka, kabar tentang kekalahan dan penghinaan yang diterima dari keluarga Hu menyebar cepat ke seluruh desa Hongye. Kabar tersebut menghancurkan Ji Liong. Setiap kali ia berjalan di sekitar desa, ia harus menghadapi pandangan mengejek dari orang-orang, sering kali diiringi bisikan-bisikan tajam yang menusuk batinnya. Beberapa warga bahkan terang-terangan mengatai dirinya sebagai pemuda yang tak berguna, tak lebih dari sampah. Kata-kata itu berulang kali terngiang dalam pikirannya, seperti racun yang perlahan-lahan merusak harga dirinya.Suatu hari, ketika Ji Liong berjalan di sekitar desa bersama adiknya, Ji Xi
Sosok bertopeng yang tinggi dan berotot mendekati Ji Liong dan Ji Xiu Yan yang tengah terduduk tak berdaya. Wajahnya yang tersembunyi di balik topeng hanya menampilkan sepasang mata tajam yang memancarkan sinar ejekan dan keangkuhan. Bibirnya menyeringai, dan tangannya terulur, nyaris menyentuh wajah Ji Xiu Yan yang pucat karena luka dan kelelahan. Di balik sisa-sisa kekuatannya, Xiu Yan menatapnya dengan tatapan penuh kebencian.Namun, sebelum tangan kotor itu berhasil menyentuhnya, Ji Liong dengan sisa-sisa tenaganya menepisnya sambil melepaskan pukulan yang ditujukan ke wajah pria bertopeng tersebut. Sayangnya, pukulan itu bahkan tidak menggores sedikit pun kulit lawan. Sebaliknya, pria bertopeng itu dengan santai mengayunkan lengan bajunya, menyentil tangan Ji Liong hingga pemuda itu terlempar ke tanah. Ji Liong terjatuh keras, merasa seluruh tubuhnya nyeri dan pandangannya berkunang-kunang.Melihat kakaknya tersungkur dengan mudah, Xiu Yan tidak bisa menahan amarahnya. Dengan sis
Beberapa hari setelah kejadian penyerangan, suasana di Perguruan Pedang Emas masih dibayangi kecemasan. Ji Bao Oek, sang ketua, akhirnya pulang setelah menyelesaikan urusannya di sebuah kota terdekat. Kedatangannya segera disambut dengan wajah lega oleh para murid dan pengurus perguruan. Mereka semua merasa lebih tenang, mengira bahwa kehadiran ketua mereka akan mampu menjaga kedamaian yang sempat terusik.Namun, ketika Ji Bao Oek menuruni tangga aula utama, tatapan matanya penuh kekhawatiran. Sebelum sempat menanyakan apa yang terjadi, Ji Xiu Yan, putrinya, sudah menghampirinya dengan wajah yang masih pucat. "Thia (ayah)... Kau harus mendengarkan ceritaku. Beberapa waktu lalu kami diserang. Lima orang berilmu tinggi menyerang perguruan ini dan nyaris membuat kami semua tewas."Mendengar hal ini, Ji Bao Oek langsung menajamkan pandangannya. Ia memandang putrinya dengan sorot penuh perhatian, seolah-olah ingin menangkap setiap detail dari cerita yang hendak disampaikan. "Teruskan, Yan-
Beberapa hari telah berlalu sejak penyerangan di kediaman Ji Bao Oek, namun bayang-bayang ancaman masih terasa menggelayuti seisi perguruan Kim Kiam Pay. Para murid senior dan tetua mulai berjaga lebih ketat, senantiasa waspada terhadap setiap gerakan mencurigakan. Para pendekar muda yang biasanya berlatih di pelataran utama kini berlatih dalam diam, setiap pukulan mereka mengandung ketegangan yang tak biasa, seolah-olah mereka tengah mempersiapkan diri menghadapi badai yang lebih besar. Di tengah hiruk pikuk persiapan itu, Ji Liong, putra tertua Ji Bao Oek, tampak sering melamun. Tubuhnya hadir di pelataran latihan, namun pikirannya seakan jauh terbang meninggalkan Kim Kiam Pay. Matanya kosong, menatap jauh ke arah gunung dan lembah di kejauhan, seakan mencari sesuatu yang tak bisa ia temukan. Ji Xiu Yan, adik angkatnya, menyaksikan perubahan pada Ji Liong dengan perasaan sedih yang dalam. Di benaknya, ia menduga bahwa kegalauan hati Ji Liong disebabkan oleh kegagalannya memena
Ji Liong menoleh tajam ke arah suara yang tiba-tiba muncul. Suara itu tenang, namun mengandung wibawa yang luar biasa, membuat bulu kuduk Bai Xue Ling meremang. Sebelum ia sempat mencari sumbernya, seseorang telah berdiri di hadapan mereka, seperti muncul begitu saja dari ketiadaan.Biksu itu mengenakan jubah kuning khas Shaolin, dengan kepala yang bercahaya karena dicukur bersih. Tubuhnya tegap meskipun usianya tampak tak lagi muda. Wajahnya memancarkan ketenangan yang sulit dijelaskan, namun mata tuanya yang tajam seolah bisa menembus ke dalam jiwa.Bai Xue Ling segera mengenali siapa orang itu. “Biksu Kong Shan dari Shaolin,” gumamnya lirih, hampir seperti bicara pada dirinya sendiri. Dalam dunia persilatan, nama Kong Shan adalah nama besar. Tidak hanya karena posisinya sebagai ketua Shaolin Pai, tetapi juga karena ilmunya yang luar biasa.Bai Xue Ling segera memberi hormat, membungkukkan badan dengan penuh penghormatan. “Ketua Kong Shan, ini suatu kehormatan bagi kami bertemu lang
Ji Liong menatap gadis itu dengan tatapan tajam. Bai Xue Ling, nama yang baru saja ia dengar, mengaku berasal dari utara dan memiliki informasi penting tentang dirinya. Namun, pengakuan ini justru membuatnya semakin waspada.“Aku akan melindungimu,” ucap Ji Liong akhirnya, suaranya tegas namun dingin. “Tapi hanya sampai kita keluar dari desa ini. Setelah itu, aku yang akan memutuskan apakah kau pantas dipercaya atau tidak.”Bai Xue Ling mengangguk pelan, terlihat sedikit lega meski wajahnya tetap tegang. “Itu sudah cukup. Aku hanya ingin meninggalkan tempat ini dan kembali ke utara,” katanya.Ji Liong tidak membuang waktu lagi. Ia berbalik dan mulai melangkah, diikuti oleh Bai Xue Ling yang menjaga jarak beberapa langkah di belakangnya. Malam semakin pekat, dan suara binatang malam terdengar samar-samar di tengah keheningan.“Bagaimana kau bisa berada di tangan Sekte Lima Racun?” tanya Ji Liong, tanpa menoleh.“Aku diculik,” jawab Bai Xue Ling. “Orang-orang Sekte Lima Racun mendatangi
Seorang Pria berdiri di tengah medan, mengenakan jubah hijau panjang bergaris keemasan. Baju yang berkilauan dalam cahaya bulan. Wajahnya bersih dan bersinar, dengan mata tajam yang memandang penuh wibawa. Ia memetik harpa kecilnya sekali lagi, menciptakan suara menghentak yang bergema di seluruh puncak gunung."AAARRGGHH!" Teriakan kesakitan menggema saat semua anggota Sekte Lima Racun, kecuali Raja Racun, roboh. Darah mengalir dari telinga mereka, lalu tewas seketika. Hewan-hewan beracun di sekitar mulai meleleh dan lenyap seperti asap, meninggalkan bau busuk yang menyengat.Para anggota Butong Pai yang masih tersisa memandang dengan takjub. Beberapa dari mereka mengenali pria itu dan berseru dengan nada kagum dan ketakutan, "De-Dewa Harpa!"Ji Liong, yang masih memeluk tubuh Xiu Yan, menoleh ke arah pria itu. Matanya memandang penuh waspada. "Siapa kau?" tanyanya dengan nada tegas.Pria itu hanya tersenyum tipis. "Aku hanyalah seorang pengelana yang kebetulan lewat," jawabnya denga
"Bedebah!" seru Raja Racun dengan wajah memerah oleh amarah. Matanya memicing menatap Ji Liong yang berdiri di hadapannya dengan tenang. "Anak muda, aku rasa ilmu yang kau gunakan bukan dari Butong Pai! Hari ini, kami berurusan dengan Butong Pai. Orang luar, silakan minggir!"Ji Liong mendengus pelan, lalu tersenyum dingin. "Raja Racun, kau sungguh bodoh tak berpengetahuan. Ilmu yang kugunakan ini jelas jurus dari Butong Pai. Apakah kau terlalu buta untuk mengenalinya?" Ia sengaja memancing amarah Raja Racun, ingin melihat sampai sejauh mana tokoh sesat ini akan bertindak.Raja Racun menggertakkan giginya. Perkataan Ji Liong berhasil menusuk egonya. Ia mengayunkan seruling panjang di tangannya dengan gerakan penuh amarah. "Kalau begitu, aku akan menguji sejauh mana kehebatan jurusmu!"Ia meniup seruling nya. Nada melengking tajam segera mengisi udara, diikuti gerakan menyeramkan dari ratusan binatang beracun yang mulai merayap dari segala arah. Ular berbisa, kalajengking besar, laba-l
Oey Bun berdiri dengan wajah merah padam, matanya dipenuhi amarah yang membara. "Bedebah!" makinya, suaranya gemetar penuh kebencian. "Apa hebatnya Butong Sin Kang dan Thay Kek Kun, hari ini akan ku kubur ilmu itu dengan kematianmu dan orang-orang Butong di tempat ini."Ji Liong hanya tersenyum sinis, suaranya terdengar tegas dan penuh ejekan. "Hahaha…, Jangankan membunuhku, keluar dari Butong dengan utuh saja sudah mustahil bagimu!" Oey Bun, yang semakin kesal, tidak lagi peduli dengan kata-kata Ji Liong. Dengan tangan terkepal, ia berteriak keras, “Semua orang, serang! Jangan biarkan seorang pun hidup keluar dari sini!” Tanpa ragu, ia memberi perintah untuk melumatkan Ji Liong dan membalas semua penghinaan yang telah diterimanya.Segera, dua ratus orang dari Butong Pai bergerak maju, menutup seluruh arena. Serangan mereka datang dari segala penjuru, tak ada satu pun yang bisa lolos. Para murid Butong Pai, yang selama ini merasa terhormat dengan ilmu mereka, kini bersiap untuk mengh
Oey Bun menatap Ji Liong dengan tatapan campuran antara kemarahan dan keterkejutan. Dalam hati, ia membatin, "Bagaimana bisa anak muda ini memiliki tenaga sakti sekuat itu? Butong Sin Kang yang ia gunakan bahkan lebih murni daripada milik Yuan Yun! Apakah dia sebenarnya seorang tokoh besar yang menyamar?"Namun, sebelum pikirannya melayang lebih jauh, suara Ji Liong membentak, membuyarkan lamunannya. “Oey Bun! Apa kau sudah kehilangan nyali? Atau kau baru sadar bahwa mulut besarmu tidak sebanding dengan kemampuanmu?”Bentakan itu menggema, membuat para murid Butong Pai yang berkumpul di sekeliling arena mulai berbisik-bisik. “Siapa sebenarnya pemuda ini?” tanya seorang murid muda. “Ilmu Butong Sin Kang yang dimilikinya… bahkan kekuatannya melebihi Guru Besar Yuan Yun.”Di sisi lain arena, Li Jao Yen, wakil ketua Butong Pai sekaligus guru dari Ji Bao Oek, mendekati muridnya itu. Wajahnya penuh tanda tanya, namun ia tetap menjaga ketenangannya. Dengan suara rendah, ia bertanya, “Bao Oek
Oey Bun tersenyum licik. Ia yang awalnya terlihat terdesak, kini mulai menekan. “Yuan Yun, kau memang tangguh,” katanya sambil mengibaskan tangannya, mempertebal asap racun di sekitarnya. “Tapi tidak ada manusia yang bisa melawan Hei Tik Ciang Kang-ku untuk waktu lama. Racun ini telah menyebar di tubuhmu. Semakin kau menggunakan tenaga dalam, semakin cepat racun itu merasuk ke jantungmu.”Mendengar itu, para murid Butong yang menyaksikan mulai panik. Li Jao Yen mengepalkan tangan, tetapi ia tahu bahwa turut campurnya hanya akan memperburuk keadaan.Yuan Yun mengatupkan giginya, mencoba mengerahkan tenaga sakti untuk menekan racun itu. Ia memutar tongkatnya dalam pola yang lebih defensif, tetapi serangan Oey Bun semakin agresif. Dengan gerakan seperti bayangan, Oey Bun berhasil menembus pertahanan Yuan Yun dan melancarkan sebuah serangan telapak ke bahunya. Yuan Yun terhuyung ke belakang, dan tongkatnya hampir terlepas dari genggamannya.“Guru Besar!” teriak Li Jao Yen dengan suara nya
Li Jao Yen tidak bisa lagi menahan diri. Dengan seruan keras, ia mengerahkan tenaga saktinya, kedua telapak tangannya menyala kehijauan, menandakan tenaga sakti khas Butong Pai. “Rasakan ini, Tapak Angin Puyuh Butong!”Ia melontarkan serangan telapak jarak jauh yang terlihat seperti badai angin bergemuruh, melesat deras menuju Oey Bun. Suara serangan itu menderu seperti amukan badai, menggetarkan tanah dan membuat dedaunan berguguran di sekitarnya. Para murid Butong di belakangnya terpana oleh kekuatan serangan itu, kekuatan yang hanya dikuasai oleh segelintir tokoh senior di perguruan mereka.Namun, Oey Bun hanya tersenyum sinis. Ia berdiri tak bergerak hingga serangan itu hampir tiba. Lalu dengan satu kibasan lengan yang tampak malas, ia menciptakan gelombang udara yang langsung menghancurkan badai tenaga sakti milik Li Jao Yen. Serangan yang penuh daya itu lenyap begitu saja, seolah tidak pernah ada.Semua yang ada di sana terdiam, mulut mereka ternganga. Para murid Butong yang seb
Li Jao Yen segera memberi perintah untuk membawa salah satu murid yang terkena racun ke balai pengobatan. Semua dilakukan tertutup hanya beberapa orang guru saja yang melihatnya. Ji Liong berdiri di tengah, dihadapkan pada seorang murid tampaknya biasa saja tidak ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Pemuda itu menarik nafas dalam lalu berkata, “Saya tidak yakin ini bisa dilakukan tanpa situasi seperti tadi. Makhluk itu hanya muncul ketika racunnya aktif, dan saya tidak tahu bagaimana cara memancingnya keluar tanpa memicu kondisi berbahaya.”Yuan Yun mengangguk, lalu berkata kepada para tetua, “Kita tidak punya pilihan selain mencoba. Jika tidak, lebih banyak murid akan kehilangan nyawa.”“Baik guru besar.” Ji Liong kemudian mendekati murid yang akan menjadi ujicoba kemampuannya “Siap?” tanya Ji Liong sambil menatap murid itu.Murid itu mengangguk, meski terlihat gugup. Ji Liong mengangkat pedangnya perlahan, mengarahkan ujungnya ke arah dada murid tersebut. Semua orang menahan nafas