Share

Bab 2. KECURIGAAN DEA

Penulis: Yunita
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-28 13:35:17

“Apa? Kamu barusan bilang apa De?” tanya Fitri serius menatap Dea.

“Sudahlah, intinya aku nggak suka Mbak Fitri memakai uang tanpa perhitungan. Pemborosan saja!”

“Mbak tanya sama kamu. Yang buat boros itu siapa De?”

“Masih nggak ngerasa juga ya Mbak? Sering masak ini, masak itu, bikin kue segala, apa itu nggak bikin boros?” tukas Dea dengan lancang.

“Loh..., memangnya kenapa? Toh, makanannya habis semua, nggak ada yang terbuang sia-sia?” timpal Fitri.

Dea memutar bola matanya malas. Tak lama ia pun berlalu meninggalkan Fitri seorang diri.

“Apaan si maksud si Dea?” gumam Fitri sembari menggaruk-garuk kepalanya bingung.

****

Sore hari Fitri sedang menyuapi Mentari di teras rumah, tiba-tiba seorang penjual baju berhenti dan menggelar dagangannya begitu saja di teras rumah Bu Aminah.

Sesekali memanggil para ibu-ibu dengan panggilan khasnya.

Tak lama para tetangga pun berbondong-bondong datang menghampiri si pedagang dan langsung memilih barang barang yang tergelar.

“Ini berapa Bang?”

“Lima puluh ribu.”

“Kalau yang ini?”

“Ah.... mahal sekali. Kalau yang ini berapa?”

“Yang ini berapa?”

“Yang ini berapaan?”

Suasana pun menjadi ramai, Fitri hanya berdiri santai di belakang.

Tak lama Dea pun datang, dengan cepat Dea memilih baju yang ia sukai.

Tiga baju telah berada di tangan, matanya sesekali menoleh ke arah Fitri seolah meminta perhatian.

“Mbak Dea banyak banget beli bajunya?" tanya seorang ibu-ibu berambut pirang.

“Hehehe...., iya Bu. Soalnya baju di lemari saya sudah pada jelek.”

“Oh begitu. Itu Mbaknya Mbak Dea nggak beli juga?” tanya Bu Rani menoleh kearah Fitri.

“Oh iya Bu, silahkan di pilih. Saya nanti saja,” jawab Fitri santai sembari melempar senyum.

“Mah, minum ...” pinta Mentari.

“Oh, iya mamah lupa bawa minumnya, sebentar mamah ambilkan dulu ya."

Firti berlalu ke dalam rumah, dengan cepat Dea menyenggol tangan Bu Rani.

“Mana mungkin dia beli baju, duit dari mana?” sindirnya.

Beberapa ibu-ibu yang jaraknya berdekatan pun akhirnya mendengar bisikan Dea, dan ikut menyimak.

“Lah, emang suaminya belum kerja juga ya Mbak Dea?”

“Belum, pusing saya jadinya. Semenjak ada dia pengeluaran membengkak terus.”

“Kasihan sekali Mbak Dea dan Mas Diki, jadi tambah repot kalau begitu?"

“Iyalah Bu, repot saya jadinya.”

Bu Rani dan yang lainnya mangut-mangut, lalu mereka seketika terdiam karena Fitri telah kembali.

****

Pagi hari, Dea dan Diki terlihat rapi sepertinya mereka akan menghadiri undangan Niken.

“Mbak, ini buat jajan Icha. Jangan lupa nanti jamnya makan siang suapi dia ya Mbak, dan waktunya tidur siang suruh Icha tidur.

Oya, jangan jajan sembarangan. Karena aku nggak biasain Icha makan begituan.” tutur Dea sembari menyodorkan uang lima ribu rupiah ke hadapan Fitri.

Fitri terdiam tak cepat mengambil uang pemberian Dea.

“Kenapa Mbak? Ini ambil! Apa kurang? Apa aku harus kasih jatah jajan buat Mentari juga ya?” hardik Dea.

Gilang dan Diki saat itu pun mendengar ucapan Dea, namun keduanya hanya terdiam dan langsung menoleh secara bersamaan ke arah Fitri.

“Dea. Jaga ucapan kamu! Tak sepantasnya kamu bicara seperti itu pada Fitri.”

Gilang ikut angkat bicara melihat istrinya diperlakukan kurang sopan oleh Dea adik iparnya.

“Loh, ada apa memangnya? Kita saling membutuhkan, kan? Jadi ya wajar saja aku minta tolong sama Mbak Fitri buat jaga dan ngurusin anak aku dong?”

“Ini bukan soal butuh-membutuhkan. Ini soal adab bicara kamu yang harus diperbaiki. Kamu tau sedang bicara dengan siapa? Dia kakak iparmu, dan dia istri saya, saya tidak terima kamu suruh-suruh Fitri seperti itu. Paham?”

Kali ini Gilang merasa sikap Dea sudah sangat keterlaluan pada istrinya, matanya membulat tajam, membuat Dea seketika tertunduk.

“Mas bilang apa? Kamu belajar sopan sedikit sama Mbak Fitri,” ucap Diki menyesali kejadian yang tak mengenakan.

Dea menatap Diki dengan tatapan kecewa, lalu ia pun beranjak pergi keluar rumah.

“Mbak Fitri, dan Mas Gilang, aku minta maaf atas sikap Dea ya? Nanti aku coba nasehatin lagi dia.”

“Iya, Ki. Tidak apa-apa, kedepannya Mas harap, kamu sebagai suami harus bisa didik dia lebih baik lagi “ ucap Gilang menepuk bahu adiknya.

“Iya Mas. Kalau begitu, aku berangkat dulu ya Mas, Mbak.”

Gilang dan Fitri pun mengangguk bersamaan.

“Mas, kenapa sikap Dea begitu ya? Sepertinya dia nggak suka dengan keberadaan kita di sini?” keluh Fitri.

Gilang tak langsung menjawab pertanyaan istrinya, perlahan ia menuntun Fitri dan mengajaknya duduk santai.

“Iya, Mas juga ngerasa begitu.”

“Apa mungkin ya Mas, pikirnya kita numpang hidup ke dia?”

“Hah? Apa iya? Ko bisa kamu nebak kesitu?”

“Ya, soalnya dia selalu protes kalau aku masak dan buat makanan, dia bilang jangan boros.”

Fitri dan Gilang saling tatap dan akhirnya mereka berdua terkekeh bersama.

“Hahahaha... Bisa jadi, bisa jadi, dia pikir kamu pakai uang dia,” ucap Gilang yang belum berhenti tertawa.

“Hihihi... Ada ada saja, jadi aku harus gimana dong Mas? Apa perlu aku unjuk uangku ke dia?”

“Apa? Hahahahah... Tidak, tidak sayang... Sudah biarkan saja.”

“Tapi nggak enak Mas, jadinya dia curigai aku terus.”

“Nanti Mas yang bilang sama Diki, bahwa kebutuhan kita di sini bukan dari uang dia.”

“Lang, rumah sepi banget, pada kemana?”

Tiba-tiba suara ibu terdengar dari arah belakang.

“Eh, Ibu. Diki sama Dea sedang ada acara di luar Bu. Anak-anak tuh, lagi pada main di luar.”

“Oooh iya. Lang, gimana kamu betah tinggal disini? Kalau kamu tidak betah, dan mau kembali ke Jakarta, tidak apa-apa, jangan mikirin ibu Lang.”

“Betah Bu, Mentari juga kelihatannya betah, Fitri juga. Gilang mau kembali ke Jakarta kalau bawa Ibu juga.”

“Hmm, kamu ini. Ibu nggak bisa tinggalin rumah ini Lang.”

“Iya Bu, tidak apa-apa. Rencananya Gilang juga mau cari rumah dekat-dekat sini, tapi sepertinya belum ada yang mau jual rumah, atau tanah ya Bu?”

“Iya Lang, di sini susah cari rumah.”

“Mamah, ayok kita jalan-jalan, kenapa selama di sini kita tidak pernah jalan-jalan?” Mentari tiba-tiba merengek.

“Mau jalan-jalan kemana sayang?”

“Kemana saja Mah, ke mall yuk mah?”

Bu Aminah seketika tertawa, mengingat di kampung nya tidak ada mall.

“Mana ada mall di sini Tari, ada juga toko Mang Ujang tuh, hihihi...”

Gilang dan Fitri pun ikut tertawa, sementara Tari mampak kesal, permintaannya menjadi bahan tertawaan.

Melihat putrinya ngambek, Fitri mengajak Gilang untuk pergi.

“Kemana Yang?”

“Kemana aja, yang penting jalan. Atau kita ke arah kota aja, barangkali ada mini market di sana Mas, sekalian kita beli kebutuhan bulanan.”

“Ooh, ya sudah. Ajak Ibu sekalian ya?’

“Iya dong, masa Ibu dan Icha mau di tinggal? Yuk Bu, ikut kami.”

“Kemana Fit?”

“Nurutin kemauan cucunya Ibu tuh,” ucap Fitri tersipu.

“Oalaah, ke warung Mang Ujangnya nggak jadi toh?” Bu Aminah terkekeh lagi.

“Ya sudah, Nenek siap-siap dulu ya?”

Ia pun beranjak ke kamarnya.

Semua anggota keluarga terlihat bersiap.

“Lah, Mas? Kita naik apa?" tanya Fitri kebingungan menatap Gilang.

“Iya juga ya? Ya sudah kita jalan dulu saja ke depan, nanti di depan kita pesan grab.”

Keluarga Gilang pun berjalan hingga berada di pinggir jalan raya. Ternyata pemesanan grab care di kampung tak semudah di kota, sampai beberapa menit berlalu mereka belum mendapatkan tumpangan.

“Mas Gilang? Mau kemana nih, bawa rombongan begini?" sapa Toni teman sekolahnya dulu.

“Eh Mas Toni. Ia nih mau ngajak jalan-jalan tapi nyari mobil di sini susah ya Mas?”

“Wah susah Mas kalau di sini. Pakai mobilku saja Mas, kebetulan tidak di pakai.”

"Beneran boleh Mas? Sebelumnya terimakasih banyak Mas, atas tawarannya kami terima.”

“Boleh, boleh Mas. Mari Mas ikut ke rumahku.”

Gilang menyuruh yang lainnya untuk menunggu sementara ia berjalan menuju rumah Toni.

Rumah Toni tak terlalu jauh, sekitaran lima belas menit Gilang telah sampai.

“Ini Mas, mobilnya.” ujar Toni sembari membuka sarung mobil, nampak sebuah mobil X*nia berwarna hitam.

“Ooh, iya Mas, jadi berapa biaya sewanya?”

“200 saja Mas.” jawab Toni.

“300 ribu! Enak aja 200 ribu. 300 ribu Mas." terdengar suara lain menimpali dari arah belakang Toni, yang ternyata istri Toni.

Gilang tersenyum menanggapinya, sementara Toni terlihat tidak enak hati.

“Tidak apa-apa Mas, aku bayar 300 ya?” Tiga lembar uang seratus ribu an di sodorkan ke Istrinya Toni.

“Ini Bu uangnya, kalau begitu aku pinjam ya Bu mobilnya.”

“Ingat ya Mas, jangan lebih dari 3 jam. Dan hati-hati bawanya jangan sampe mobilnya tergores. Dalamnya juga jangan sampai kotor,” tuturnya penuh khawatir.

“Baik Bu.”

“Dan juga, barang-barang di dalamnya jangan sampai ada yang hilang ya Mas?”

“Baik Bu.”

Kalau saja tidak sedang butuh, rasanya enggan meminjam mobil punya orang lain seperti ini. Namun tak ada jalan lain.

Gilang pun segera membawa mobil milik Toni menjemput keluarganya yang tengah menunggu.

Mereka mendatangi tempat hiburan anak-anak seadanya, meskipun permainan sederhana namun cukup membuat Mentari dan Icha senang. Sementara Fitri dan Bu Aminah berkeliling membeli kebutuhan rumah.

“Fitri, banyak sekali belanjaannya?”

“Tidak apa-apa Bu, keluarga di rumah kan banyak.”

“Berapa total semuanya Mbak?”

“Dua Juta, enam ratus ribu Bu.”

Fitri segera menyerahkan yang terlihat cukup tebal, sementara Bu Aminah menatapnya segan.

Setelah puas bermain, mereka pun kembali pulang.

*****

“Icha....? Bu....? Icha...? Pada kemana si ini orang?” teriak Dea yang baru tiba di rumah.

“Mungkin lagi ke ladang, De.”

“Apa? Icha di bawa ke ladang? Keterlaluan kakakmu itu Mas, aku nggak mau ya anak kita kepanasan di ladang! Kamu susul dia, cepat!”

“Kenapa si De, kamu gak bisa tenang? Mentari saja tidak masalah pergi ke ladang?”

“Mentari dan Icha ya jelaslah beda. Mentari itu emang harus siap prihatin ikut sama orang tuanya ke ladang, kalau icha janganlah, enak aja!”

“Kamu itu sebenarnya ada masalah apa si Dek sama keluarga Mas Gilang? Sikap kamu itu buat Mas malu tau De?”

“Sudah, sudah, jangan mikirin aku. Pikirin anak kamu yang lagi di bawa ke ladang. Cepat susul dia!’sentak Dea pada suaminya.

Diki membalikan tubuhnya, rasanya malas setiap hari selalu berdebat dengan Dea hanya karena hal sepele.

Baru saja sampai teras, terlihat Mentari dan Icha berlari menghampiri Diki dengan tawa bahagia

“Icha, Mentari? Kalian dari mana?’

“Jalan-jalan Om,”jawab Mentari.

“Ooh, jalan-jalan, om kira kemana.”

Tak lama di susul Bu Aminah, Fitri dan Gilang yang terlihat repot membawa belanjaan.

Semuanya melepas lelah di dalam rumah, belanjaan masih menumpuk di atas lantai.

“Ibu, belanja lagi?” tanya Dea dengan mata menoleh ke arah barang-barang.

“Iya, itu tadi Fitri yang beli."

“Lain kali kalau Ibu mau belanja titip aku aja Bu. Aku juga bisa.”

“Iya Dea,”jawab Ibu santai.

“Mamah, ini aku tadi di beliin boneka sama Uwa,” ucap Icha dengan wajah cerianya.

“Ya ampun Mbak ini apa-apaan si Mbak? Aku udah bilang kan ke Mbak, aku nggak suka pemborosan. Mbak enak di rumah aja, aku sama Mas Diki capek Mbak, kerja. Jadi, jangan pikir aku akan setuju dengan pengeluaran semua ini, sekalipun Mbak belikan Icha boneka. Aku bisa beliin Icha boneka yang lebih banyak dan mahal. Tapi pikirin dong Mbak, buat kebutuhan lain?”

“Kamu ngomong apa Dea?” tukas Gilang.

“Mas, aku mau kita pindah rumah! Biar mereka bisa mikir.” Dea tak menjawab pertanyaan Gilang, ia langsung bicara pada Diki, tanpa mempedulikan Gilang.

“Dea, itu Mas Gilang nanya.”ucap Diki.

“Tanya apa si? Masa belum paham juga? Jangan pikir aku nggak tau. Kalian beli ini, ini, ini, ini semua pakai uang Ibu kan? Dan uang Ibu itu uang dari Aku dan Mas Diki. Jelas sekarang?”

“Jaga ucapan kamu Dea! Kami beli semua ini pakai uang kami. Bukan uang Ibu, atau uang kamu.”

“Dea! Aku bilang juga apa? Mas itu pakai uangnya sendiri, bukan uang dari kita.”

Dea terdiam, namun tatapannya masih terlihat emosi.

“Heuh! Aku nggak percaya! Aku baru bisa percaya kalau kita pisah rumah. Silahkan hidup sendiri dengan keluarga kakak, jangan recoki keuangan kami di sini. Bisa nggak seperti itu? Paling-paling nanti sibuk datang kerumah kita nyari pinjaman.” tanpa segan Dea menantang Fitri dan Gilang.

Plak...

Dengan cepat tamparan keras Fitri mendarat di pipi Dea.

Bersambung

Bab terkait

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 3. MEMAKAI BARANG TANPA IZIN

    "Apa yang Mbak lakukan pada istriku?" hardik Diki menatap Fitri tajam."Jaga ucapan kamu ya De, kamu pikir kami penjilat? Seenak kata kamu tuduh kami memakai uang kamu!''"Buktikan! Buktikan kalau ucapanku salah. Kamu pikir aku nggak berani sama kamu?" Dengan cepat Dea menyerang Fitri. Diki dan Gilang mencoba memisahkan keduanya dengan memegangi istri mereka masing-masing."Sudah Sayang.... Sabar, jangan begini.""Dia terus terusan nuduh kita memakai uangnya Mas, pantang bagi aku di rendahkan seperti ini!'' jawab Fitri sambil terus meronta. "Nuduh? Siapa yang nuduh? Kalian memang memakai uangku, uang suamiku, orang -orang malas dan miskin seperti kalian memang pantas di rendahkan!" balas Dea yang sama tak mau kalah."Diki! Bawa istrimu ke kamar! Cepat!'"Baik, Mas." Dengan sedikit paksaan Diki menarik tubuh Dea dan masuk kedalam kamar.Sementara Gilang terus menenangkan Fitri. Beruntung Mentari dan Icha tidak menyaksikan keributan yang terjadi, saat melihat Dea yang mulai berkata

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-28
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 4. SOK KAYA

    "Mas, apa kamu tau sampai kapan kakakmu di kota?" tanya Dea."Hmmm, katanya cuma satu mingguan De.""Apa? Cuma satu minggu?"Diki mengangguk, dengan tatapan yang masih fokus ke layar laptop di hadapannya."Aku mau mereka tidak tinggal di sini Mas," keluh Dea."Loh, tidak bisa begitu De, mau tinggal dimana Mas Gilang kalau tidak k di sini?""Ya terserah mereka, bukankah ini rumah kamu ya Mas?""Ini rumah Ibu De.""Iya, tapi rumah ini jatah buat kamu kan?""Ibu belum membaginya.""Kalau begitu aku mau bicara sama Ibu supaya Ibu cepat membaginya.""Jangan De. Itu namanya tidak sopan.""Kalau tidak begitu, nanti bagaimana kalau tidak adil?""Tunggu saja nanti sampai Kak Gilang pulang. ya?"Dea terdiam, pikirannya menjadi tak tenang."Oya Mas, mana jatah buat Ibu bulan ini? Biar aku yang kasih."Diki segera merogoh tasnya, dan mengambil sebuah amplop berisi uang. "Berapa ini Mas?""Seperti biasa De, sejuta setengah.""Tambahin Mas, biar dua juta."Sekilas Diki menatap Dea aneh, biasanya D

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-29
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 5. Selalu Curiga

    Di pagi hari yang cerah, seorang wanita muda mendatangi rumah Bu Aminah. "Assalamualaikum?" Dea yang saat itu sedang berada di teras rumah, langsung menyambutnya dengan ramah. "Waalaikumsalam... Eh, Mbak Rini, tumben. Ada apa Mbak? Ayok, silahkan masuk.""Iya Mbak." jawab Rini sedikit kaku, lalu ia pun mengikuti langkah Dea menuju ruang tamu."Silahkan duduk.""Maaf Mbak Dea, saya dengar dari orang-orang, Mbak Dea sedang mencari pengasuh ya? Kalau benar, saya bersedia Mbak.""Ooh, iya benar. Boleh, kalau Mbak berminat.""Allhamdulillah, terimakasih Mbak Dea," ucapnya bersemangat. "Oya, bukannya Mbak Rini ini, anaknya ada yang di kelas lima ya?'""Benar Mbak, si Agus kelas lima.""Ooh, dia murid saya mbak, jadi jangan panggil saya, " Mbak "ya? Panggil aja Bu Guru,"ucap Dea dengan nada menekan. "Oh, iya Bu guru, maaf.""Begini Rin, kamu di rumah ini khusus buat jagain anak saya si Icha, jangan lupa jam makannya, jam tidur siangnya, dan jangan sampe Icha jajan sembarangan ya Rin."R

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 6. Hasutan Dea

    "Benar-benar nggak bisa di biarin tuh bocah, semakin hari semakin jadi aja songongnya."Fitri bergegas menuju rumah Bu Aminah, di ikuti langkah Gilang dari belakang. "Sabar Sayang, nasehatin saja dia, ingat jangan sampe kasar lagi," ucap Gilang yang terus mengikuti langkah Fitri.Saat tiba di rumah Bu Aminah, terlihat Dea tengah berbicara di ruang makan dengan Ibu mertuanya."Fit, ini kenapa di bawa kesini semuanya? Yang tadi pagi saja masih banyak," tutur Bu Aminah memegang mangkuk kaca berisi rendang."Sepertinya ada yang mau lagi Bu, sampe ngambilnya nggak bilang-bilang." Fitri menoleh ke arah Dea yang mematung. "Loh, siapa? Dea?""Siapa lagi Bu? Dia tuh emang punya ilmu tapi nggak pernah di pake ya? Main nyelonong ke rumah orang aja, ngambil makanan, apa nggak malu?" Hardik Fitri di hadapan wajah Dea. "Sudah yang, jangan begini. Mungkin Dea nggak tau.""Kalau nggak tau seharusnya dia nanya dong Mas, jangan begini caranya. Bukan masalah rendangnya, tapi dia udah nuduh aku kele

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-31
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 7. Kecurigaan yang Salah

    Malam itu, semua mata terjaga menunggu di dalam rumah Pak Agus, dan ada dua orang menunggu di rumah Mbok Inah, untuk menangkap sosok binatang yang di duga celeng itu. "Pak Agus, tadi aku liat Mas Gilang keluar Pak, dia jalan ke arah sana, keliatannya buru-buru," ucap seorang warga yang baru saja datang dengan napas tersengal-sengal. "Mau kemana dia?" jawab Pak Agus yang dijadikan ketua dalam penjebakan malam itu."Tidak tau Pak, kalau begitu malam ini kita harus benar-benar fokus, tangkap itu Celeng.""Oke! Kita tunggu aba-aba dari si Udi yang sedang menunggu di rumah Mbok Inah."Jam menunjukan pukul 1 malam. Kring..kring..kring... Suara ponsel Pak Agus berdering. Ia segera mengangkatnya dengan semangat."Si Udi!""Angkat!""Hallo Di? Gimana?""Suara binatang itu sudah terdengar Pak, tepatnya ada di belakang rumah Mbok Inah.""Oke, oke, kita menuju ke sana sekarang."Semua orang bersiap dari berbagai arah, hingga beberapa ekor anjing pun di turunkan untuk menangkap binatang yang me

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-03
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 8. Hukuman untuk Dea

    Part 8Tak begitu lama dua orang berpakaian rapi,ikut keluar dari mobil, mendekat dan mendampingi Gilang. Sementara itu, semua orang di pekarangan rumah menundukan kepala. "Loh, ko pada diam? Ada apa Pak? Coba jelaskan pada saya kenapa babi hutan ini ada di sini?""Pak Agus, jelaskan saja apa adanya pak!" teriak seorang lelaki dari arah belakang. Sontak membuat semua mata berpindah ke arah Pak Agus. "Pak Agus? Bisa Bapak jelaskan?""Anu Mas Gilang, anu, ...." Pak Agus terlihat gugup, karena dia yang telah menjadi ketua dari warga yang menuduh Gilang menjadi Celeng. "Sayang, tolong ambilkan minum, sepertinya Pak Agus ini kelelahan,"ucap Gilang pada Fitri yang sedari tadi menantikan penjelasan warga. Tak lama Fitri kembali dengan membawa segelas air bening, dan menyodorkannya pada Pak Agus. "Diminum dulu Pak, tenang saja Pak, suami saya tidak akan marah, Bapak tinggal jelaskan saja apa adanya.""Begini Mas Gilang, saya coba jelaskan dari awal, berawal dari laporan warga yang bany

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-10
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   bab 9 Iri Hati

    Part 9Sepulangnya dari kantor polisi, Diki merasa gelisah memikirkan keadaan Dea, ia takut Dea berbuat nekad mencelakai diri dan bayinya. "Aku harus bicara pada Mbak Fitri, agar ia segera mencabut tuntutannya. Tapi bagaimana kalau Mbak Fitri masih tak mau melakukannya?" tanya hati Diki semakin gelisah. Pagi hari Diki mendatangi rumah kakaknya, berniat untuk menyampaikan maksud dan tujuan, tentang kebebasan Dea. "Ki, sudah sarapan? Ikut sarapan sana sama Mas mu, Icha juga baru bangun tidur tuh, sama Tari."Terlihat Gilang dan anak-anak tengah menikmati sarapan pagi. "Iya Mbak," jawab Diki masih tetap berdiri didekat pintu dapur. Wajahnya terlihat bingung."Ada apa Ki? Ada masalah?""Euu, tidak Mbak. Hmmm.... ""Ki? Ada apa?" tanya Fitri penasaran."Anu Mbak, ada yang mau aku omongin sama Mbak.""Soal apa?""Dea Mbak.""Kenapa dengan Dea? Minta bebas? Heuh!" Fitri berlalu meninggalkan Diki, namun dengan cepat Diki menyusulnya. "Mbak, aku mohon Mbak, kasihanilah Dea Mbak, kasih kes

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-11
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 10. Ancaman Dea

    Sepulang dari sekolah Diki tak menemukan istrinya di rumah. Ia mencoba mencari ke rumah Fitri namun hanya ada Icha saja yang tengah bermain dengan Mentari."Cha, liat Mamah tidak?"Icha menggeleng acuh, karena fokus dengan mainannya. "Dea gak ada di rumah Ki, Mbak juga nggak liat dia kemana.""Iya Mbak, dari tadi aku tunggu di rumah belum datang juga. ""Kamu sudah makan belum Ki? Makan dulu gih, Mas Gilang juga barusan makan.""Mas Gilang kemana Mbak?""Ada di ruang kerjanya, sudah sana makan, kakak siapin ya?" tawar Fitri "Tidak Mbak, tadi aku udah makan mie instan.""Hmmm, istrimu ini gimana si Ki, udah nggak gak kerja tapi nggak ak sempat masak buat suami.""Mungkin lagi malas Mbak.""Ya sudah, kamu sabar ya ngadepin Dea, mungkin dia lagi mual bau masakan. Kalau kamu lapar makan saja di sini.""Iya Kak, terimakasih. Kalau gitu, aku pulang kak."Fitri mengangguk dan Diki pun berlalu. Tak berselang lama, Dea datang dengan wajah berbinar. Di tangannya terlihat membawa beberapa pap

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-19

Bab terbaru

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 28 Pengkhianat yang sesungguhnya

    Cukup jauh keduanya baru menemukan pom mini, Bastian langsung membeli bensin yang di masukan kedalam botol, setelah selesai mereka pun kembali ke jembatan."Ayok cepat isikan!" seru Fitri. Bastian langsung menurutinya, tak lama motor Fitri pun kembali menyala. " Alhamdulillah.... nyala. Makasih ya?""Oke! Silahkan kamu duluan hati-hati. "Fitri mengangguk dan melepas senyum sebelum berlalu meninggalkan Bastian. ***"Ya Allah... kamu dari mana sayang? Jam segini baru sampe rumah?" tanya Gilang dengan penuh kekhawatiran, sementara Fitri hanya menatapnya sekilas lalu berlalu ke arah kamar.Gilang merasa ada yang aneh dari sikap istrinya, ia mengikuti Fitri kedalam kamar dan memastikan bahwa Fitri baik-baik saja."Kamu baik-baik saja kan Bu?""Ponsel mu nggak aktif, aku khawatir nunggu kamu, sebenarnya kamu dari mana?"Gilang menodong Fitri dengan pertanyaannya. Fitri terlihat terdiam, sesekali terlihat ia mengatur nafasnya. "Aku dari kantor mu, dan kamu pergi, dari mana kamu Mas?"F

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 27 Kehamilan 2 Dea

    "Jangan Ge' Er kamu! Aku kenal suamiku, dia tidak serendah itu!" Hardik Fitri. "Oya? Jadi Mbak mau bukti, serendah apa suami mbak di hadapan aku?""Hmmm, sebentar!" Dea mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, lalu membuka-buka galerinya. "Kita pernah menikmati malam bersama berdua, nih." Ucapnya dengan semangat menunjukkan photo saat keadaan Gilang tengah tak sadar. Fitri membuang muka, seakan jijik melihat photo yang Dea unjukkan pada dirinya."Oya, satu lagi yang harus Mbak tau, sebenarnya aku capek jadi kekasih gelap kakak iparku sendiri, dari itu aku memutuskan untuk memberitahu Mbak juga hal ini.'' sambungnya. Dea menyodorkan testpack di atas meja tepat di hadapan Fitri. "Itu hasil hubungan kami selama ini. Maafin aku ya Mbak." ujar Dea menatap lekat wajah Fitri."Apa ini? Kamu?" Bola mata Fitri seketika membesar saat menatap barang bergaris dua di hadapannya. Bagai petir menyambar dirinya, Ingin menjerit saat itu juga, namun ia menahannya sekuat tenaga. "Ya, itulah yang s

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 26 Pura-pura Mengalah

    "Bagaimana dia bisa hamil? Aku sama sekali tidak sadar melakukannya.""Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku katakan pada Fitri?"Pertanyaan satu persatu memenuhi isi kepala Gilang, kegelisahannya kembali muncul. "Pak, rapat hari ini sudah bisa di mulai?" tanya Rendi yang menyembulkan kepalanya ke ruangan Gilang. "Rendi, rapat kita tunda.""Di tunda lagi pak?""Ya, saya sedang tidak fokus hari ini.""Baik Pak. Apa pak Gilang sedang sakit?""Ya, sepertinya begitu, saya izin pulang cepat." ucap Gilang terburu-buru meninggalkan ruangan. Gilang menaiki mobilnya melaju dengan kecepatan sedang. tak lama berselang, Fitri yang baru sampai kantor suaminya, sekilas melihat sebuah mobil yang ia kenali melaju keluar."Mas Gilang? Mau kemana dia?" tanya Fitri penasaran. Dengan cepat ia pun mengikuti mobil Gilang dari belakang. "Apa sebaiknya aku telepon Mas Gilang?""Ah, tidak. Sebaiknya aku ikuti saja, di jam kerja mau kemana dia?" bisik hati Fitri gelisah. Gilang menuju kesebuah

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 25 Pemecatan Dea

    Dea masih mematung di hadapan Gilang, ia tak tau apa yang harus di lakukannya. sementara ia tak pernah melakukan kesalahan. Hatinya menjadi kesal dan ingin berontak, namun ia tersadar siapa kah dirinya?"Baik, jika itu kemauan kalian, aku akan keluar dari kantor ini." Ucap Dea tegas sembari berlalu.Fitri tersenyum miring, semenjak kejadian malam itu, Fitri tak mau dekat dengan mantan adik iparnya itu. "Alhamdulillah... terima kasih ya Mas," lembut suara Fitri menolehkan ke arah Gilang. Gilang merasa bahagia, karena sikap Fitri telah kembali hangat, apapun akan ia lakukan demi keharmonisan rumah tangganya. "Iya, sayang .."Dea bergegas masuk ruangannya dengan mata merah padam dan nafas naik turun. "Ada apa De? serius banget keliatannya?" tanya Rina penasaran. "Gila, gue di pecat, Rin.""Serius?""Ya, dan gue yakin ini keinginan Fitri, Bukan Mas Gilang."Rina mendekat dan berdiri di hadapan Dea seakan masih tak percaya. "Kamu serius?""Iya Rin. Sekarang juga aku harus beresin bar

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 24 Mungkinkah bertahan

    Hari berganti hari, sikap Fitri perlahan berubah tak seperti biasanya, wanita berkulit putih itu lebih banyak diam. Ia tau keadaan rumah tangganya sedang tidak baik. melihat sikap Gilang yang begitu lembut akhir-akhir ini, Fitri berniat untuk melupakan kejadian malam itu. Namun entah mengapa, selalu saja ada rasa sesak yang menyelimuti pikirannya. "Apa yang harus aku lakukan? Bertanya detail kah pada Mas Gilang tentang malam itu? Atau aku pura-pura tak tau dan melupakanny? Ya Allah... mengapa berat sekali memaafkannya..." lirihnya dengan mata memandang ke arah langit. "Bu, ada tamu...." ucap Bibi mendekatnke arah Fitri yang duduk di pinggir kolam."Siapa Bi?""Katanya teman Ibu, saya lupa nggak tanya nama.""Baik Bi. "Fitri beranjak menemui tamunya. Perempuan berambut sebahu terlihat duduk di teras rumah. "Assalamualaikum?'"Waalaikumsalam... Fitri...."Keduanya terlihat terkesima, dan pada akhirnya saling berpelukan. Dia Nisa, teman kuliah Fitri dulu di kebidanan. Suasana ber

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 23 Keputusan Fitri

    "Cerai?" Gilang menatap mata wanita yang selama ini menemaninya, begitu menakutkan kata itu dalam pikiran Gilang. Perlahan bibirnya tersenyum tipis. Pandangannya menunduk di hadapannya Fitri, di raihnya jemari Fiitri dengan lembut. "Mas tau kamu sering bercanda in Mas. Tapi untuk kata itu Mas mohon jangan kita jadikan candaan sayang ... "Fitri terdiam, ia merasa sedang tak bercanda mengapa Gilang menganggapnya sedang bercanda? "Mas sangat takut, meskipun hanya sekedar mendengar," tuturnya dengan mata yang tak berani menatap wajah Fitri. Perlahan Fitri melepaskan genggaman tangan Gilang. "Aku serius Mas, dan tidak sedang bercanda. Aku mau pisah saja dari kamu,"Kini Gilang menanggahkan kepalanya, matanya nampak berkaca-kaca. "Salah aku apa sayang? Tidak! aku tidak mau kita bercerai.""Apa tidak merayakan ulang tahun kamu anggap itu kesalahan besar? sambungnya. Sementara itu Fitri nampak gemetar menahan amarahnya."Kamu ini kenapa si Mas, jangan hanya keputusan cerai ada padam

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 22 Hancurnya hati Fitri

    Fitri membekap mulut dengan kedua tangannya, hatinya benar-benar hacur, ia ingin berontak memaki suaminya, namun tenaganya tak tersisa lagi, Fitri hanya mampu menggeser badannya ke arah ruang tamu dan menangis sesegukan. "Apa yang kamu lakukan Mas? Kamu manusia kejam!" Ucapnya dalam hati dengan airmata yang terus berderai. Beberapa menit Fitri bersimpuh di lantai, ia tengah mengumpulkan tenaganya untuk bangkit, dan membangunkan suaminya. Perlahan Fitri kembali ke dalam kamar, matanya merah menyoroti dua insan yang tengah tidur bertelanjang dada, detak jantungnya semakin cepat. Kesedihannya dengan cepat berganti menjadi amarah. ingin rasanya saat itu juga, ia membun*h keduanya. Beruntung hati dan pikirannya masih bisa di tenangkan, Fitri beberapa menit dengan susah payah mengendalikan emosinya yang menggebu-gebu dengan ucapan dzikir. Perlahan kakinya bergerak ke arah belakang, melangkah perlahan demi perlahan, lalu dengan cepat beranjak keluar rumah, dan menuju mobilnya lalu berl

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 21 Jebakan Dea

    Dea meringkuk di meja kerjanya, merasakan pusing dan lemasnya badan. Jam menunjukan pukul lima sore. Sementara itu Gilang tengah bersiap untuk pulang, membereskan semua berkas-berkas di mejanya. ia pun keluar dan langsung mengarah keruangan Dea. Terlihat Dea tengah tertidur di kursinya. tok...tok...tok..."De? Kamu belum pulang?" Ucap Gilang. "Mas, badan aku lemas. Tolong pesankan taksi untukku,"jawabnya dengan mata sayup."Kamu masih sakit De?""Aku rasa aku sudah baikkan Mas, tapi hari ini badanku lemas banget, kepalaku pusing.""Kamu yakin pulang pakai taksi?"Dea mengangguk, meskipun hatinya berharap Gilang yang mengantarnya. "Baiklah, sebentar Mas pesankan taksinya,"ujar Gilang, merogoh ponselnya di dalam saku. Dengan cepat Dea beranjak dari tempat duduknya. Dan tiba-tiba... Brukk... tubuhnya ambruk ke lantai, membuat Gilang terkejut panik. "Dea? Asstagfirallah....""Rend! Rendi... kemari Rend!"Seakan tak ingin sendirian, Gilang segera meminta pertolongan pada Rendi, den

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 20. Kehamilan Dea

    "Kenapa aku tidak tau Dea kena musibah Mas?""Maaf Bu, Dea sendiri yang melarangnya memberitahumu, Dea takut kamu jadi ikut sibuk." "Apa yang terjadi?""Entahlah, motifnya masih jadi tanda tanya, pulang lembur di tengah jalan dia di berhentikan beberapa orang laki-laki, dan Dea terjatuh dari motor.""Serem banget si Mas, kalau bisa Dea jangan sampai ikut lembur-lemburan begitu Mas, diakan cewek, rawan pulang sendirian.""Iya Bu, sudah Mas sampaikan ke Dea.""lalu....""Lalu apa?""Apa kamu setiap hari menjemput dan memgantarkan Dea?" tanya Fitri dengan serius. "Tidak, yang benar saja, masa aku setiap hari jadi supirnya? Kalau tadi itu, aku sekalian mau ambil berkas penting didia, ternyata dia ikut sekalian." jawab Gilang menutupi kebenarannya. Kini hati Fitri cukup tenang, dan langsung menpercayai penjelasan Gilang. "Mas, minta maaf ya, atas kejadian di ruangan tadi, tadinya Mas mau sarapan di kantin, tapi nggak enak sama niat baik Dea yang bawain bekal ke ruangan tadi. ""Iya Mas

DMCA.com Protection Status