Share

SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN
SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN
Author: Yunita

Bab 1. DI RENDAHKAN

Author: Yunita
last update Last Updated: 2022-07-27 22:33:24

“Mas, apa tidak sebaiknya Mas Gilang, dan Mbak Fitri cari kerja di kampung ini?” ucap Dea. Ia merasa risi, semenjak kedatangan keluarga Gilang Kakak iparnya, yang baru pindah dari kota sekitar dua minggu lalu.

Gilang dan Fitri, bersama satu anaknya yang berusia enam tahun, bernama Mentari. Sementara rumah yang mereka tinggali saat ini, hanya rumah berukuran kecil, itu pun milik Ibu mereka.

Meskipun demikian, Gilang dan keluarganya selalu terlihat santai. Membuat Dea merasa tidak nyaman.

“Kerja? Kerja apa Dea? Di desa ini, mata pencaharian penduduk rata-rata bertani. Mas Gilang, dan Mbak Fitri ini tidak bisa tani, ”jawab Fitri dengan santai.

“Ya sudah, kalau tidak bisa bertani, Mas Gilang bisa kerja bangunan, dan Mbak Fitri bisa berjualan.”

Fitri dan Gilang hanya saling tatap satu sama lain, keduanya melepas senyum ke arah Dea.

“Iya, iya. Nanti Mas nyari kerja,” jawabnya sembari meminum teh hangat yang ada di hadapannya.

Pagi hari, terlihat Ibu sedang duduk seorang diri, tangannya menggenggam sesuatu, seperti bulatan kain.

“Yuur,,,,, sayuuuurrr.”

Terdengar teriakan pedagang sayur di depan rumah.

“Fitri, tolong belikan ibu sayur, Nak.” pinta Ibu.

Fitri pun dengan sigap mendekat ke arah Ibu. Sementara Ibu berusaha membuka sesuatu yang ada di genggamannya.

Beberapa lembar uang kertas yang menggumpal terbungkus oleh kain lusuh. Ibu mencoba merapikannya pelan-pelan.

“Tidak perlu pakai uang Ibu, nanti habis. Biar Mbak Fitri yang belanja dengan uangnya Bu,” teriak Dea, yang diam-diam berdiri di dekat pintu masuk.

“Tidak apa -apa, pakai saja uang ibu ini.” Ibu menyodorkan sejumlah uang.

“Nanti kalau uang Ibu habis, Mas Diki yang repot,” timpal Dea sembari mendelik.

Fitri yang mulai memahami maksud dari ucapan Dea, segera menahan tangan Ibu.

“Benar apa kata Dea Bu, jadi baiknya Ibu simpan saja uang ini. Fitri juga masih ada uang belanja.”

“Tidak, tidak. Ibu mau kamu belanja pakai uang ini.”

Ibu menarik lengan Fitri dan memaksanya untuk menerima uang itu. Tak bisa menolak, dengan terpaksa Fitri pun menerima uang pemberian Ibu, dan bergegas mendatangi tukang sayur.

“Jadi berapa Bang?’’

“90 ribu Mbak.”

Fitri segera membayar belanjaannya. Saat ia kembali ke rumah, dari kejauhan wajah Dea terlihat begitu sinis dengan tangan melipat di depan dada, pandangannya tajam ke arah Fitri. Namun tak lama, Dea dengan cepat berlalu sebelum Fitri sampai di hadapannya.

Melihat Fitri yang belanja begitu banyak, membuat hati Dea semakin kesal. Pikirnya, Fitri mulai menghabiskan uang simpanan Ibu.

Beberapa jam berlalu, di setiap sudut ruangan tiba-tiba tercium aroma masakan yang begitu harum, membuat perut orang yang mencium aromanya akan merasa lapar. Begitu pun dengan Dea, dengan cepat bergegas menghampiri Fitri yang sibuk memasak.

“Masak apa Mbak?”

“Masak sayur bayam, dan goreng ayam saja, De. Kamu mau berangkat kerja ya?”

“Iya,” jawab Dea singkat. Matanya memandangi masakan yang sudah matang.

“Mbak Fitri, beli ayamnya dua kilo?”

“Iya De, sengaja nanti sebagian mau di ungkep, kalau nanti ada yang mau, tinggal di goreng saja.”

“Dua kilo itu kebanyakan Mbak.”

“Ah, tidak apa-apa. Lagi pula kan Icha dan Mentari suka banget ayam goreng.”

“Iya, tapi aku selama ini tidak pernah masak sebanyak ini. Ingat Mbak, kita harus hemat.”

“Iya, iya. Oya, kamu sudah makan belum? Makan dulu sana, tadi Mbak sudah beli nasi uduk 5 bungkus, tuh, ada di meja makan.”

Dea mengalihkan pandangannya ke arah meja makan, terdapat beberapa bungkus nasi uduk dan gorengan di atas meja.

“Mbak beli nasi uduk juga?” tatapan Dea kali ini terlihat tidak ramah, namun Fitri bisa membalasnya dengan tersenyum sambil mengangguk.

“Iya ....” jawab Fitri santai.

Akhirnya Dea tak bisa lagi menyembunyikan perasaan kesalnya atas jawabannya Fitri.

(“ Boros sekali Mbak Fitri ini. Dia pikir kerja nggak capek apa? Aku yang kerja, dia yang enak -enak nikmatin hasilnya.”) gerutu Dea.

*****

“Mas, mulai sekarang, aku nggak mau, ngasih uang lagi ke Ibu. Rugi!” Ujar Dear pada suaminya.

“Astaghfirullah, kamu ini kenapa Dea? Ngasih uang ke orang tua ko rugi?”

“Ya rugilah Mas, kita yang kerja Mbak Fitri dan Mas Gilang yang nikmati hasilnya.”

“Maksud kamu itu, apa Dea?” tanya Diki kurang mengerti.

“Mas, Mbak Fitri itu aku lihat, setiap hari belanja sayur dan dagingnya selalu banyak, kamu tau nggak? Dari mana uang belanjanya itu?”

Diki menggelengkan kepalanya dan terlihat bingung.

“Uangnya dari mana lagi kalau bukan dari Ibu? Dan, Ibu dari mana lagi kalau bukan dari kita?” ucap Dea meyakinkan suaminya.

“Kamu ini berprasangka buruk terus sama keluarga kakak aku, De. Mas Gilang dan Mbak Fitri juga punya pegangan uang, De .”

“Ini kenyataan Mas. Aku lihat sendiri Ibu memberikan uangnya pada Mbak Fitri.”

Diki Sesaat Diki terdiam.

“Oh, kalau begitu nggak apa-apa De, Mbak Fitri kan, sekarang bantu kita jagain Icha.’’

“Gak! Pokoknya aku nggak mau ngasih uang lagi ke Ibu. Dan aku mau cari pengasuh buat Icha,” jawab Dea yang terlanjur kesal.

Diki hanya menghela nafas dan menggeleng gelengkan kepalanya.

Hari itu, Diki dan Dea bersiap-siap untuk berangkat kerja.

Dea bekerja sebagai guru honorer di Sekolah Dasar, sementara Diki sudah di angkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di sekolah yang sama.

Sementara hari itu Gilang tengah membantu Ibunya menanam jagung di ladang.

“Bu, seharusnya Ibu tidak usah capek capek lagi kerja begini, Ibu lebih baik istirahat saja di rumah,” tutur Gilang dengan tangan yang tetap fokus melubangi tanah menggunakan tongkat, sementara Bu Aminah yang memasuk-masukan biji jagung ke dalamnya.

“Kalau nggak ke ladang, badan ibu rasanya sakit semua Lang. Jadi tidak apa capek sedikit yang penting badan rasanya enteng.”

“Hmm, ya sudah, kalau begitu. Gilang cuma nggak mau Ibu kecapean.”

“Lang, uang yang dari kamu kemarin 5 juta sudah ibu simpan di Bank, buat biaya haji ibu.”

“Allhamdulillah, iya Bu, tidak apa-apa simpan saja, untuk keperluan lain kalau Ibu butuh apa-apa, bilang saja ke aku atau ke Fitri, ya? Jangan sungkan Bu, Fitri juga tidak pernah keberatan.”

Bu Aminah mengangguk, senyuman bahagia mengembang di bibirnya.

“Allhamdulillah....” lirihnya.

Sepulang dari ladang, Gilang dan Ibunya di suguhi kue buatan Fitri.

“Kue apa ini Fit?”

“Brownis Bu, ayok Bu di coba. Tadi aku iseng-iseng buat kue, eh, ternyata anak-anak juga pada suka.”

Icha dan Mentari terlihat tengah menikmati kue buatan Fitri dengan wajah suka cita.

“Hmmm, enak Fit. Kamu pintar juga buat kue,” puji Bu Aminah. Setelah menikmati kue, Bu Aminah izin untuk istirahat ke kamarnya.

“Bund, buat Diki dan Dea di sisakan ya?”

“Tenang Mas, aku sudah amankan. Kebetulan aku buatnya cukup banyak.”

“Ah syukurlah, kalau begitu Mas ke kamar dulu ya, mau kerja,” bisik Gilang sembari tertawa menampakan barisan giginya yang tampak rapi.

“Iya, iya sana. Aku juga masih banyak kerjaan di belakang.” balas Fitri.

Fitri kembali ke dapur membereskan semua pekerjaan yang belum selesai.

“Assalamualaikum?”

Suara Dea yang baru saja datang dari sekolahan, di ikuti Diki dari belakangnya.

“Waalaikumsalam. Eh, sudah pulang?” sambut Fitri berdiri menyambut keduanya.

“Icha anak mamah makan apa? Ko belepotan begitu?”

“Makan kue Mah, kuenya enak banget.” jawab Icha dengan wajah polosnya.

“Oooh, kue dari mana sayang?”

“Dari uwa,” jawabnya sambil menoleh ke arah Fitri.

“Beli kue Mbak?”

“Enggak beli, tadi sengaja bikin.”

“Oh, ya sudah, itu tolong bersihkan mulut Ichanya ya Mbak, bajunya juga, kotor banget. “ jawab Dea dengan nada ketus. Kemudian keduanya langsung masuk ke dalam kamar.

“Kamu dengar sendiri kan Mas? Enak-enaknya dia bikin kue, dia pikir semua itu gak pake uang apa?”

“Apalagi sekarang sembako itu mahal.” Sambung Dea membanting tubuhnya ke atas ranjang.

“Mbak Fitri pakai uang pribadinya kali De.”

“Uang pribadi dari mana? Udah Dua Minggu mereka di sini, apa kamu lihat kakak kamu bekerja? Dari mana mereka dapat duit kalau nggak kerja?”

“Mah, Icha mau pup, Mah!” teriak Icha dari ruang keluarga.

“Iya nanti, minta tolong ke uwa dulu,” balas Dea dari dalam kamar.

“Maaah, icha mau pup mah...” teriaknya lagi.

“Ya ampun ke mana si Mbak Fitri? Ngurus anak segitu aja nggak mau?” gerutunya kesal.

“Ya sudah sana sama kamu saja. Kasian tuh Icha nunggu kelamaan.” ujar Diki.

“Mbak? Mbak Fitri? Tolong anter Icha ke kamar mandi dulu ya?” Dea berteriak memanggil Fitri dari balik pintu kamarnya.

“Lho, itu si Dea nggak salah nyuruh kamu yang?” tanya Gilang saat mendengar teriakan Dea.

“Sudah, tidak apa-apa. Mungkin dia capek baru pulang kerja.”

Fitri pun segera menghampiri Icha dan membawanya ke kamar mandi.

Sore hari selepas salat magrib, Gilang, Fitri dan Mentari, biasa dengan rutinitasnya meluangkan waktu beberapa menit untuk tadarus Quran di dalam kamar.

Setelah selesai mereka akan bergabung dengan anggota keluarga lain.

Sementara keluarga Diki dan Dea sudah berada di ruang keluarga menyaksikan film kesukaan mereka.

“Mah, aku mau kue bikinan uwa lagi.” Rengek Icha.

“Oh, sebentar Mamah ambilkan.”

Dea bergegas membuka kulkas, dan membawa semua sisa kue yang terlihat masih cukup banyak ke hadapan putrinya.

“Nih, Cha. Dan yang ini sisanya kamu simpan di kamar mamah ya?”

Icha mengangguk beranjak pergi menuruti perintah Mamahnya.

“Lho De, ko kuenya di bawa ke kamar kita semua? Itu kuenya masih banyak lho? Punya. Mbak Fitri,” ujar Diki.

“Kenapa memangnya Mas? Itu kan kue aku. Ya bagaimana aku.”

“Itu kue Mbak Fitri, De.”

“Iya, tapi pakai duit aku.” jawab Dea dengan nada penekanan.

Diki terdiam, ia tak ingin mendebat Dea karena Dea tak akan pernah mau kalah.

*****

Pagi hari menjelang.

Fitri tengah sibuk mencuci, di bantu suaminya Gilang. Mereka terlihat begitu kompak dalam hal pekerjaan rumah.

Tiba-tiba Dea mendatangi mereka dengan membawa satu bak penuh baju kotor keluarganya.

“Mbak, ini sekalian ya!” ucapnya dan langsung menyimpan bak di hadapan Fitri. Kemudian dengan santainya ia kembali ke depan.

“Kenapa dia jadi nyuruh kamu yang?’’ tanya Gilang mengerenyitkan keningnya.

“Entahlah Mas, mungkin dia nggak ada waktu buat nyuci.”

“Ya, tapi jangan seenaknya begitu, nyuruhnya kaya ke pembantu aja. Nggak enak aja dengernya.”

“Sudah tidak apa-apa Mas, sekali ini aja kita cuci in baju mereka, besok-besok enggak usah.”

“Bener ya! Awas ya, kalau kamu besok nyuci lagi baju mereka. Nanti biar Mas tegur dia.”

“Sudah, ah.” jawab Fitri sedikit mencubit bahu suaminya.

*****

“Andi, bagaimana keadaan perusahaan? Ada masalah?”

“Allhamdulillah semuanya berjalan baik-baik saja Pak.”

“Syukurlah. Nanti siang kita adakan zoom meeting untuk membahas proyek yang baru saja kita dapatkan kemarin.”

“Siap Pak Gilang,” jawab Andi salah seorang karyawan yang dipercaya oleh Gilang untuk memegang perusahaannya di luar kota.

Tidak banyak orang tau, Gilang adalah seorang pembisnis handal. Beberapa perusahaan ia pegang. Bahkan Bu Aminah sekalipun tidak pernah tau pekerjaan anak tertuanya itu, iya hanya tau Gilang menjadi seorang pembisnis yang setiap bulannya mengirim uang sebesar 5 juta untuk pegangannya.

Bu Aminah, meminta agar Gilang pindah ke kampung menemaninya yang semakin tua, keberadaan Dea dan Diki tak bisa di andalkan, menurut sang Ibu, bahkan Icha di titipkan pada Bu Aminah selama mereka berdua bekerja.

Gilang pernah meminta agar Bu Aminah pindah ke kota dan tinggal bersamanya, tepat pada saat Gilang sudah mampu membeli rumah yang cukup besar dan mewah.

Namun dengan lembut Bu Aminah menolak, alasannya ia tak mau meninggalkan rumah peninggalan dari suaminya.

Tak ada pilihan lain, Gilang pun memutuskan pindah ke kampung bersama anak dan isterinya untuk menemani sang Ibu.

Mereka rela meninggalkan harta kekayaan di kota, berupa rumah megah dan kendaraan mewah yang tidak bisa ia bawa ke kampung karena rumah Bu Aminah tidak memiliki garasi.

Namun di mata orang sekitar, Gilang dan keluarganya tidak ayal hanya sekelompok orang yang menumpang hidup di rumah Bu Aminah, dan menikmati gaji adiknya yang saat ini jelas terlihat bekerja.

****

“Baju siapa nih? Bagus juga. Kayanya punya Mbak Fitri. Aneh, Mbak Fitri bajunya bagus- bagus dan bermerk semua ya? Hmmm, pantas saja miskin, seleranya tinggi, sementara penghasilan nggak punya.” celetuk Dea dalam hatinya.

Karena penasaran dan tertarik ia pun segera mencoba satu persatu pakaian milik Fitri, dan hasilnya terlihat begitu cocok di tubuh Dea.

Sampai ia merasa ingin memiliki barang tersebut.

“Waaah, pas. Cocok banget di aku. Oke! aku pakai baju ini saja buat acara besok,” ucapnya sambil memutar tubuhnya di depan cermin.

“Maah..., ada tamu,” teriak Icha dari luar kamar.

“Ya, sebentar.”

Dea segera menemui tamunya dengan pakaian milik Fitri.

“Eh, Niken. Ayo masuk!”

“Dea kamu pangling banget, sumpah ini bajunya bagus loh.” Niken berkomentar baik, hingga Dea merasa puas dengan tampilannya.

“Ah, masa si Ken?”

“Iya, pasti belinya bukan di pasar, iya kan?”

“Ya bukanlah, masa baju begini di pasar? Mana ada Ken.” Jawab Dea sambil terkekeh.

“Terus, di mana belinya?” Niken pun turut penasaran.

“Di Butik, Ken. Kamu mau? Nanti deh, aku antar. Kamu siapin saja duitnya yang banyak .

“Hahahah, siap, siap... Oya, ini aku mau ngasih surat undangan buat acara besok acara aku dan Joe, kalau nggak ada surat ini, kita kamu enggak bisa masuk gedung, di simpan ya baik-baik.”

“Ooh, begitu? Oke deh. Bener nih nggak main dulu?”

“Enggak usah Dea. Ya sudah aku pamit ya?”

“Oke...”

Dea terus tersenyum dan melihat penampilannya yang baru saja di puji Niken. Sementara itu dari balik dinding ada dua pasang mata yang menatapnya.

“Kenapa Dea pakai baju kamu yang?” bisik Gilang dari arah belakang.

“Enggak tau Mas. Mungkin dia suka baju itu.”

“Tapi nggak sopan kalau dia pakai baju orang tanpa izin pemiliknya. Biar nanti ku tegur dia!”

Gilang bergerak untuk menghampiri Dea, namun dengan cepat Fitri melarangnya.

“Jangan Mas, biar aku saja. Ya?”

“Ya sudah, sekalian kamu nasehatin dia soal adab.”

Gilang tampak kesal melihat sikap Dea yang semakin hari, semakin tak menghargai dan merendahkan keberadaan keluarganya di rumah Ibu.

“Ehmmm, De. Kamu pakai baju siapa?”

Mendengar suara yang menegurnya sontak membuat Dea terperanjat.

“Mbak Fitri?”

“Kamu suka baju itu?’’

“Ya, aku suka dan akan memakainya untuk acara besok,” jawab Dea santai tanpa bersalah.

“Boleh, tapi baiknya kamu izin dulu sama yang punyanya.”

“Lho, kenapa aku harus izin sama Mbak?’

“Itu baju miilk Mbak, De?”

“Ooh, jadi harus izin ya? Ingat nggak Mbak? Selama ini Mbak juga makan dari gaji suami aku Mas Diki. Pakai kebutuhan keluarga Mbak juga semua itu pakai uang dari suami aku. Mbak mau apa-apa, mau bikin apa-apa, juga pakai uang suami aku, apa Mbak izin dulu sama aku dan Mas Diki?”

Dea begitu lancang mengungkapkan uneg-unegnya selama ini.

Sementara Fitri hanya bisa menatap Dea dengan wajah kebingungan.

Bersambung.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Helmy Abdullah
jujur saya suka dngn alur ceritanya, tapi juga jujur saya tak membuka lagi part yang terkunci . terlalu mahal menurut saya . 1 part harus menggunakan 24 bonus/ koin sangat mahal . untuk masukan bagi penulis , lihat dn baca di penulis lain mereka menggunakan bonus / koin yang jauh lebih murah.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 2. KECURIGAAN DEA

    “Apa? Kamu barusan bilang apa De?” tanya Fitri serius menatap Dea. “Sudahlah, intinya aku nggak suka Mbak Fitri memakai uang tanpa perhitungan. Pemborosan saja!” “Mbak tanya sama kamu. Yang buat boros itu siapa De?” “Masih nggak ngerasa juga ya Mbak? Sering masak ini, masak itu, bikin kue segala, apa itu nggak bikin boros?” tukas Dea dengan lancang. “Loh..., memangnya kenapa? Toh, makanannya habis semua, nggak ada yang terbuang sia-sia?” timpal Fitri.Dea memutar bola matanya malas. Tak lama ia pun berlalu meninggalkan Fitri seorang diri. “Apaan si maksud si Dea?” gumam Fitri sembari menggaruk-garuk kepalanya bingung. **** Sore hari Fitri sedang menyuapi Mentari di teras rumah, tiba-tiba seorang penjual baju berhenti dan menggelar dagangannya begitu saja di teras rumah Bu Aminah.Sesekali memanggil para ibu-ibu dengan panggilan khasnya. Tak lama para tetangga pun berbondong-bondong datang menghampiri si pedagang dan langsung memilih barang barang yang tergelar. “Ini berapa Ba

    Last Updated : 2022-07-28
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 3. MEMAKAI BARANG TANPA IZIN

    "Apa yang Mbak lakukan pada istriku?" hardik Diki menatap Fitri tajam."Jaga ucapan kamu ya De, kamu pikir kami penjilat? Seenak kata kamu tuduh kami memakai uang kamu!''"Buktikan! Buktikan kalau ucapanku salah. Kamu pikir aku nggak berani sama kamu?" Dengan cepat Dea menyerang Fitri. Diki dan Gilang mencoba memisahkan keduanya dengan memegangi istri mereka masing-masing."Sudah Sayang.... Sabar, jangan begini.""Dia terus terusan nuduh kita memakai uangnya Mas, pantang bagi aku di rendahkan seperti ini!'' jawab Fitri sambil terus meronta. "Nuduh? Siapa yang nuduh? Kalian memang memakai uangku, uang suamiku, orang -orang malas dan miskin seperti kalian memang pantas di rendahkan!" balas Dea yang sama tak mau kalah."Diki! Bawa istrimu ke kamar! Cepat!'"Baik, Mas." Dengan sedikit paksaan Diki menarik tubuh Dea dan masuk kedalam kamar.Sementara Gilang terus menenangkan Fitri. Beruntung Mentari dan Icha tidak menyaksikan keributan yang terjadi, saat melihat Dea yang mulai berkata

    Last Updated : 2022-07-28
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 4. SOK KAYA

    "Mas, apa kamu tau sampai kapan kakakmu di kota?" tanya Dea."Hmmm, katanya cuma satu mingguan De.""Apa? Cuma satu minggu?"Diki mengangguk, dengan tatapan yang masih fokus ke layar laptop di hadapannya."Aku mau mereka tidak tinggal di sini Mas," keluh Dea."Loh, tidak bisa begitu De, mau tinggal dimana Mas Gilang kalau tidak k di sini?""Ya terserah mereka, bukankah ini rumah kamu ya Mas?""Ini rumah Ibu De.""Iya, tapi rumah ini jatah buat kamu kan?""Ibu belum membaginya.""Kalau begitu aku mau bicara sama Ibu supaya Ibu cepat membaginya.""Jangan De. Itu namanya tidak sopan.""Kalau tidak begitu, nanti bagaimana kalau tidak adil?""Tunggu saja nanti sampai Kak Gilang pulang. ya?"Dea terdiam, pikirannya menjadi tak tenang."Oya Mas, mana jatah buat Ibu bulan ini? Biar aku yang kasih."Diki segera merogoh tasnya, dan mengambil sebuah amplop berisi uang. "Berapa ini Mas?""Seperti biasa De, sejuta setengah.""Tambahin Mas, biar dua juta."Sekilas Diki menatap Dea aneh, biasanya D

    Last Updated : 2022-07-29
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 5. Selalu Curiga

    Di pagi hari yang cerah, seorang wanita muda mendatangi rumah Bu Aminah. "Assalamualaikum?" Dea yang saat itu sedang berada di teras rumah, langsung menyambutnya dengan ramah. "Waalaikumsalam... Eh, Mbak Rini, tumben. Ada apa Mbak? Ayok, silahkan masuk.""Iya Mbak." jawab Rini sedikit kaku, lalu ia pun mengikuti langkah Dea menuju ruang tamu."Silahkan duduk.""Maaf Mbak Dea, saya dengar dari orang-orang, Mbak Dea sedang mencari pengasuh ya? Kalau benar, saya bersedia Mbak.""Ooh, iya benar. Boleh, kalau Mbak berminat.""Allhamdulillah, terimakasih Mbak Dea," ucapnya bersemangat. "Oya, bukannya Mbak Rini ini, anaknya ada yang di kelas lima ya?'""Benar Mbak, si Agus kelas lima.""Ooh, dia murid saya mbak, jadi jangan panggil saya, " Mbak "ya? Panggil aja Bu Guru,"ucap Dea dengan nada menekan. "Oh, iya Bu guru, maaf.""Begini Rin, kamu di rumah ini khusus buat jagain anak saya si Icha, jangan lupa jam makannya, jam tidur siangnya, dan jangan sampe Icha jajan sembarangan ya Rin."R

    Last Updated : 2022-07-31
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 6. Hasutan Dea

    "Benar-benar nggak bisa di biarin tuh bocah, semakin hari semakin jadi aja songongnya."Fitri bergegas menuju rumah Bu Aminah, di ikuti langkah Gilang dari belakang. "Sabar Sayang, nasehatin saja dia, ingat jangan sampe kasar lagi," ucap Gilang yang terus mengikuti langkah Fitri.Saat tiba di rumah Bu Aminah, terlihat Dea tengah berbicara di ruang makan dengan Ibu mertuanya."Fit, ini kenapa di bawa kesini semuanya? Yang tadi pagi saja masih banyak," tutur Bu Aminah memegang mangkuk kaca berisi rendang."Sepertinya ada yang mau lagi Bu, sampe ngambilnya nggak bilang-bilang." Fitri menoleh ke arah Dea yang mematung. "Loh, siapa? Dea?""Siapa lagi Bu? Dia tuh emang punya ilmu tapi nggak pernah di pake ya? Main nyelonong ke rumah orang aja, ngambil makanan, apa nggak malu?" Hardik Fitri di hadapan wajah Dea. "Sudah yang, jangan begini. Mungkin Dea nggak tau.""Kalau nggak tau seharusnya dia nanya dong Mas, jangan begini caranya. Bukan masalah rendangnya, tapi dia udah nuduh aku kele

    Last Updated : 2022-07-31
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 7. Kecurigaan yang Salah

    Malam itu, semua mata terjaga menunggu di dalam rumah Pak Agus, dan ada dua orang menunggu di rumah Mbok Inah, untuk menangkap sosok binatang yang di duga celeng itu. "Pak Agus, tadi aku liat Mas Gilang keluar Pak, dia jalan ke arah sana, keliatannya buru-buru," ucap seorang warga yang baru saja datang dengan napas tersengal-sengal. "Mau kemana dia?" jawab Pak Agus yang dijadikan ketua dalam penjebakan malam itu."Tidak tau Pak, kalau begitu malam ini kita harus benar-benar fokus, tangkap itu Celeng.""Oke! Kita tunggu aba-aba dari si Udi yang sedang menunggu di rumah Mbok Inah."Jam menunjukan pukul 1 malam. Kring..kring..kring... Suara ponsel Pak Agus berdering. Ia segera mengangkatnya dengan semangat."Si Udi!""Angkat!""Hallo Di? Gimana?""Suara binatang itu sudah terdengar Pak, tepatnya ada di belakang rumah Mbok Inah.""Oke, oke, kita menuju ke sana sekarang."Semua orang bersiap dari berbagai arah, hingga beberapa ekor anjing pun di turunkan untuk menangkap binatang yang me

    Last Updated : 2022-08-03
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 8. Hukuman untuk Dea

    Part 8Tak begitu lama dua orang berpakaian rapi,ikut keluar dari mobil, mendekat dan mendampingi Gilang. Sementara itu, semua orang di pekarangan rumah menundukan kepala. "Loh, ko pada diam? Ada apa Pak? Coba jelaskan pada saya kenapa babi hutan ini ada di sini?""Pak Agus, jelaskan saja apa adanya pak!" teriak seorang lelaki dari arah belakang. Sontak membuat semua mata berpindah ke arah Pak Agus. "Pak Agus? Bisa Bapak jelaskan?""Anu Mas Gilang, anu, ...." Pak Agus terlihat gugup, karena dia yang telah menjadi ketua dari warga yang menuduh Gilang menjadi Celeng. "Sayang, tolong ambilkan minum, sepertinya Pak Agus ini kelelahan,"ucap Gilang pada Fitri yang sedari tadi menantikan penjelasan warga. Tak lama Fitri kembali dengan membawa segelas air bening, dan menyodorkannya pada Pak Agus. "Diminum dulu Pak, tenang saja Pak, suami saya tidak akan marah, Bapak tinggal jelaskan saja apa adanya.""Begini Mas Gilang, saya coba jelaskan dari awal, berawal dari laporan warga yang bany

    Last Updated : 2022-08-10
  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   bab 9 Iri Hati

    Part 9Sepulangnya dari kantor polisi, Diki merasa gelisah memikirkan keadaan Dea, ia takut Dea berbuat nekad mencelakai diri dan bayinya. "Aku harus bicara pada Mbak Fitri, agar ia segera mencabut tuntutannya. Tapi bagaimana kalau Mbak Fitri masih tak mau melakukannya?" tanya hati Diki semakin gelisah. Pagi hari Diki mendatangi rumah kakaknya, berniat untuk menyampaikan maksud dan tujuan, tentang kebebasan Dea. "Ki, sudah sarapan? Ikut sarapan sana sama Mas mu, Icha juga baru bangun tidur tuh, sama Tari."Terlihat Gilang dan anak-anak tengah menikmati sarapan pagi. "Iya Mbak," jawab Diki masih tetap berdiri didekat pintu dapur. Wajahnya terlihat bingung."Ada apa Ki? Ada masalah?""Euu, tidak Mbak. Hmmm.... ""Ki? Ada apa?" tanya Fitri penasaran."Anu Mbak, ada yang mau aku omongin sama Mbak.""Soal apa?""Dea Mbak.""Kenapa dengan Dea? Minta bebas? Heuh!" Fitri berlalu meninggalkan Diki, namun dengan cepat Diki menyusulnya. "Mbak, aku mohon Mbak, kasihanilah Dea Mbak, kasih kes

    Last Updated : 2022-08-11

Latest chapter

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 28 Pengkhianat yang sesungguhnya

    Cukup jauh keduanya baru menemukan pom mini, Bastian langsung membeli bensin yang di masukan kedalam botol, setelah selesai mereka pun kembali ke jembatan."Ayok cepat isikan!" seru Fitri. Bastian langsung menurutinya, tak lama motor Fitri pun kembali menyala. " Alhamdulillah.... nyala. Makasih ya?""Oke! Silahkan kamu duluan hati-hati. "Fitri mengangguk dan melepas senyum sebelum berlalu meninggalkan Bastian. ***"Ya Allah... kamu dari mana sayang? Jam segini baru sampe rumah?" tanya Gilang dengan penuh kekhawatiran, sementara Fitri hanya menatapnya sekilas lalu berlalu ke arah kamar.Gilang merasa ada yang aneh dari sikap istrinya, ia mengikuti Fitri kedalam kamar dan memastikan bahwa Fitri baik-baik saja."Kamu baik-baik saja kan Bu?""Ponsel mu nggak aktif, aku khawatir nunggu kamu, sebenarnya kamu dari mana?"Gilang menodong Fitri dengan pertanyaannya. Fitri terlihat terdiam, sesekali terlihat ia mengatur nafasnya. "Aku dari kantor mu, dan kamu pergi, dari mana kamu Mas?"F

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 27 Kehamilan 2 Dea

    "Jangan Ge' Er kamu! Aku kenal suamiku, dia tidak serendah itu!" Hardik Fitri. "Oya? Jadi Mbak mau bukti, serendah apa suami mbak di hadapan aku?""Hmmm, sebentar!" Dea mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, lalu membuka-buka galerinya. "Kita pernah menikmati malam bersama berdua, nih." Ucapnya dengan semangat menunjukkan photo saat keadaan Gilang tengah tak sadar. Fitri membuang muka, seakan jijik melihat photo yang Dea unjukkan pada dirinya."Oya, satu lagi yang harus Mbak tau, sebenarnya aku capek jadi kekasih gelap kakak iparku sendiri, dari itu aku memutuskan untuk memberitahu Mbak juga hal ini.'' sambungnya. Dea menyodorkan testpack di atas meja tepat di hadapan Fitri. "Itu hasil hubungan kami selama ini. Maafin aku ya Mbak." ujar Dea menatap lekat wajah Fitri."Apa ini? Kamu?" Bola mata Fitri seketika membesar saat menatap barang bergaris dua di hadapannya. Bagai petir menyambar dirinya, Ingin menjerit saat itu juga, namun ia menahannya sekuat tenaga. "Ya, itulah yang s

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 26 Pura-pura Mengalah

    "Bagaimana dia bisa hamil? Aku sama sekali tidak sadar melakukannya.""Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku katakan pada Fitri?"Pertanyaan satu persatu memenuhi isi kepala Gilang, kegelisahannya kembali muncul. "Pak, rapat hari ini sudah bisa di mulai?" tanya Rendi yang menyembulkan kepalanya ke ruangan Gilang. "Rendi, rapat kita tunda.""Di tunda lagi pak?""Ya, saya sedang tidak fokus hari ini.""Baik Pak. Apa pak Gilang sedang sakit?""Ya, sepertinya begitu, saya izin pulang cepat." ucap Gilang terburu-buru meninggalkan ruangan. Gilang menaiki mobilnya melaju dengan kecepatan sedang. tak lama berselang, Fitri yang baru sampai kantor suaminya, sekilas melihat sebuah mobil yang ia kenali melaju keluar."Mas Gilang? Mau kemana dia?" tanya Fitri penasaran. Dengan cepat ia pun mengikuti mobil Gilang dari belakang. "Apa sebaiknya aku telepon Mas Gilang?""Ah, tidak. Sebaiknya aku ikuti saja, di jam kerja mau kemana dia?" bisik hati Fitri gelisah. Gilang menuju kesebuah

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 25 Pemecatan Dea

    Dea masih mematung di hadapan Gilang, ia tak tau apa yang harus di lakukannya. sementara ia tak pernah melakukan kesalahan. Hatinya menjadi kesal dan ingin berontak, namun ia tersadar siapa kah dirinya?"Baik, jika itu kemauan kalian, aku akan keluar dari kantor ini." Ucap Dea tegas sembari berlalu.Fitri tersenyum miring, semenjak kejadian malam itu, Fitri tak mau dekat dengan mantan adik iparnya itu. "Alhamdulillah... terima kasih ya Mas," lembut suara Fitri menolehkan ke arah Gilang. Gilang merasa bahagia, karena sikap Fitri telah kembali hangat, apapun akan ia lakukan demi keharmonisan rumah tangganya. "Iya, sayang .."Dea bergegas masuk ruangannya dengan mata merah padam dan nafas naik turun. "Ada apa De? serius banget keliatannya?" tanya Rina penasaran. "Gila, gue di pecat, Rin.""Serius?""Ya, dan gue yakin ini keinginan Fitri, Bukan Mas Gilang."Rina mendekat dan berdiri di hadapan Dea seakan masih tak percaya. "Kamu serius?""Iya Rin. Sekarang juga aku harus beresin bar

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 24 Mungkinkah bertahan

    Hari berganti hari, sikap Fitri perlahan berubah tak seperti biasanya, wanita berkulit putih itu lebih banyak diam. Ia tau keadaan rumah tangganya sedang tidak baik. melihat sikap Gilang yang begitu lembut akhir-akhir ini, Fitri berniat untuk melupakan kejadian malam itu. Namun entah mengapa, selalu saja ada rasa sesak yang menyelimuti pikirannya. "Apa yang harus aku lakukan? Bertanya detail kah pada Mas Gilang tentang malam itu? Atau aku pura-pura tak tau dan melupakanny? Ya Allah... mengapa berat sekali memaafkannya..." lirihnya dengan mata memandang ke arah langit. "Bu, ada tamu...." ucap Bibi mendekatnke arah Fitri yang duduk di pinggir kolam."Siapa Bi?""Katanya teman Ibu, saya lupa nggak tanya nama.""Baik Bi. "Fitri beranjak menemui tamunya. Perempuan berambut sebahu terlihat duduk di teras rumah. "Assalamualaikum?'"Waalaikumsalam... Fitri...."Keduanya terlihat terkesima, dan pada akhirnya saling berpelukan. Dia Nisa, teman kuliah Fitri dulu di kebidanan. Suasana ber

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 23 Keputusan Fitri

    "Cerai?" Gilang menatap mata wanita yang selama ini menemaninya, begitu menakutkan kata itu dalam pikiran Gilang. Perlahan bibirnya tersenyum tipis. Pandangannya menunduk di hadapannya Fitri, di raihnya jemari Fiitri dengan lembut. "Mas tau kamu sering bercanda in Mas. Tapi untuk kata itu Mas mohon jangan kita jadikan candaan sayang ... "Fitri terdiam, ia merasa sedang tak bercanda mengapa Gilang menganggapnya sedang bercanda? "Mas sangat takut, meskipun hanya sekedar mendengar," tuturnya dengan mata yang tak berani menatap wajah Fitri. Perlahan Fitri melepaskan genggaman tangan Gilang. "Aku serius Mas, dan tidak sedang bercanda. Aku mau pisah saja dari kamu,"Kini Gilang menanggahkan kepalanya, matanya nampak berkaca-kaca. "Salah aku apa sayang? Tidak! aku tidak mau kita bercerai.""Apa tidak merayakan ulang tahun kamu anggap itu kesalahan besar? sambungnya. Sementara itu Fitri nampak gemetar menahan amarahnya."Kamu ini kenapa si Mas, jangan hanya keputusan cerai ada padam

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 22 Hancurnya hati Fitri

    Fitri membekap mulut dengan kedua tangannya, hatinya benar-benar hacur, ia ingin berontak memaki suaminya, namun tenaganya tak tersisa lagi, Fitri hanya mampu menggeser badannya ke arah ruang tamu dan menangis sesegukan. "Apa yang kamu lakukan Mas? Kamu manusia kejam!" Ucapnya dalam hati dengan airmata yang terus berderai. Beberapa menit Fitri bersimpuh di lantai, ia tengah mengumpulkan tenaganya untuk bangkit, dan membangunkan suaminya. Perlahan Fitri kembali ke dalam kamar, matanya merah menyoroti dua insan yang tengah tidur bertelanjang dada, detak jantungnya semakin cepat. Kesedihannya dengan cepat berganti menjadi amarah. ingin rasanya saat itu juga, ia membun*h keduanya. Beruntung hati dan pikirannya masih bisa di tenangkan, Fitri beberapa menit dengan susah payah mengendalikan emosinya yang menggebu-gebu dengan ucapan dzikir. Perlahan kakinya bergerak ke arah belakang, melangkah perlahan demi perlahan, lalu dengan cepat beranjak keluar rumah, dan menuju mobilnya lalu berl

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 21 Jebakan Dea

    Dea meringkuk di meja kerjanya, merasakan pusing dan lemasnya badan. Jam menunjukan pukul lima sore. Sementara itu Gilang tengah bersiap untuk pulang, membereskan semua berkas-berkas di mejanya. ia pun keluar dan langsung mengarah keruangan Dea. Terlihat Dea tengah tertidur di kursinya. tok...tok...tok..."De? Kamu belum pulang?" Ucap Gilang. "Mas, badan aku lemas. Tolong pesankan taksi untukku,"jawabnya dengan mata sayup."Kamu masih sakit De?""Aku rasa aku sudah baikkan Mas, tapi hari ini badanku lemas banget, kepalaku pusing.""Kamu yakin pulang pakai taksi?"Dea mengangguk, meskipun hatinya berharap Gilang yang mengantarnya. "Baiklah, sebentar Mas pesankan taksinya,"ujar Gilang, merogoh ponselnya di dalam saku. Dengan cepat Dea beranjak dari tempat duduknya. Dan tiba-tiba... Brukk... tubuhnya ambruk ke lantai, membuat Gilang terkejut panik. "Dea? Asstagfirallah....""Rend! Rendi... kemari Rend!"Seakan tak ingin sendirian, Gilang segera meminta pertolongan pada Rendi, den

  • SI KAYA YANG DIKIRA MISKIN   Bab 20. Kehamilan Dea

    "Kenapa aku tidak tau Dea kena musibah Mas?""Maaf Bu, Dea sendiri yang melarangnya memberitahumu, Dea takut kamu jadi ikut sibuk." "Apa yang terjadi?""Entahlah, motifnya masih jadi tanda tanya, pulang lembur di tengah jalan dia di berhentikan beberapa orang laki-laki, dan Dea terjatuh dari motor.""Serem banget si Mas, kalau bisa Dea jangan sampai ikut lembur-lemburan begitu Mas, diakan cewek, rawan pulang sendirian.""Iya Bu, sudah Mas sampaikan ke Dea.""lalu....""Lalu apa?""Apa kamu setiap hari menjemput dan memgantarkan Dea?" tanya Fitri dengan serius. "Tidak, yang benar saja, masa aku setiap hari jadi supirnya? Kalau tadi itu, aku sekalian mau ambil berkas penting didia, ternyata dia ikut sekalian." jawab Gilang menutupi kebenarannya. Kini hati Fitri cukup tenang, dan langsung menpercayai penjelasan Gilang. "Mas, minta maaf ya, atas kejadian di ruangan tadi, tadinya Mas mau sarapan di kantin, tapi nggak enak sama niat baik Dea yang bawain bekal ke ruangan tadi. ""Iya Mas

DMCA.com Protection Status