Mantari meletakan nasi goreng di hadapan Benji. Yang sudah duduk di meja makan untuk menunggunya.
Benji langsung menyatap makanan itu, mereka pun sibuk dengan makanan masing-masing.
"Kakak ngapain kesini?" Tanya Mentari lagi setelah menyelesaikan makan nya.
"Ngapelin cewek gue" ucap Benji santai dengan menaruh gelas yang dia pegang.
Mentari mengerutkan keningnya.
"Siapa?" Tanyanya bingung."Nenek lo" jawab Benji kesal.
"Tapi nenek aku udah meninggal" jawab Mentari polos.
Tak
Benji memukul kepala Mentari dengan sendok.
"Aw.." ringis Mentari dengan memegang dahinya.
"Gue pulang " ujar Benji dan berlalu pergi.
Mentari menyipit kan matanya melihat Benji pergi begitu saja.
"Dasar aneh" gumanya.
Tak lama terdengar suara mobil yang meninggal kan halaman rumahnya.
"Dari mana dia tau rumah aku ya?"
Menolognya."Terus ngapain ke sini aneh" sambungnya lagi.
Mentari mengelengkan kepalanya tak mau ambil pusing. Lebih baik dia segera membereskan ini semua setelah itu mandi.
***
Mentari keluar dari kamar mandi dengan menggosok rambutnya yang basah.
Drtttt... Drtttt ...
Dia segera mengambil handphone nya yang berdering. Seketika senyumnya mengembang saat melihat siapa yang menelponya.
"Hallo ibu.." sapanya.
"Hallo Tari... ibu cuma mau bilang kalau besok ibu nggak jadi pulang karena masih banyak kerjaan di sini"
Senyum Mentari perlahan memudar
"Oh gitu, yaudah nggak papa bu... yang penting ibu jangan sampai kecapean aja..""Iya kamu juga baik-baik di rumah, jangan lupa kunci pintu, makan teratur dan belajar yang benar."
"Iya bu..."
"Iya udah cuma itu yang ibu mau omongin, hati-hati di rumah ya.."
Tut.
Mentari menghembuskan napasnya Dia harus sendirian lagi. Walaupun dia bilang tidak merasa kesepian tapi bagaimana pun dia ingin bersama ibunya.
Ya walaupun dia tau ibunya bekerja juga demi dirinya, Untuk bayar uang kuliahnya.
Makanya dia harus ranjin kuliah biar cepat lulus. Dan kemudian bekerja untuk mengganti kan ibunya. Agar mereka punya banyak waktu untuk bersama.
***
Keesokan harinya, seperti janjinya kemarin setelah pulang kuliah dia akan pergi kemakam ayahnya.
"Hallo ayah apa kabar, maaf kalau Tari jarang kesini" ucapnya dengan mengelus nisan ayahnya.
"Ayah tau kan Tari sibuk kuliah, maafin ibu juga karena jarang kesini" ujarnya dengan mencabut rumput liar yang ada di sekitar makam ayahnya.
"Semuanya masih sama yah, ibu selalu sibuk kerja. tapi Tari tau itu semua demi Tari" dia tersenyum getir mencoba menahan air matanya.
"Di kampus juga masih sama nggak ada yang mau dekat-dekat dengan Tari, tapi nggak papa itu udah biasa" Mentari menghembuskan napas berat.
"Mmm dan juga ada senior Tari yang bersikap aneh dengan Tari. doain ya yah, semoga dia tidak ada niat jahat sama Mentari. seperti seseorang di masalalu dulu"
Seperti biasa setiap kali kesini Mentari selalu menceritakan apa pun kepada ayahnya.
Dia segera menghapus air matanya.
"Kalau gitu Tari pulang dulu, tari janji akan kesini lagi"***
Hari sudah beranjak malam mentari sedang duduk di dekat jendela kamarnya.
Memandangi bintang-bintang itu adalah salah satu hal yang dia sukai.
Dulu ada seseorang yang menjadi bintang di dalam hidupnya. Seseorang yang menyinari hidupnya yang gelap. Tapi waktu itu dia lupa kalau bintang akan menghilang ketika pajar datang. Bahkan kadang bintang tidak ada saat malam tiba karena tertutup awan.
Mulai saat itu dia sadar bahwa sendiri jauh lebih baik. Cukup dirinya saja yang menjadi bintang di hidupnya.
Dia tersenyum miris dia sangat benci hal ini. Dia sangat tidak suka ketika harus mengasihani diri sendiri.
Sudah lah yang berlaulu biar berlalu toh sekarang dia juga baik-baik saja tanpa orang itu.
Tapi walaupun begitu dia tetap berterimakasih atas semua kebahagian yang pernah dia rasakan.
Mentari menghembuskan napasnya. Nggak ada gunanya mengingat itu semua, lebih baik dia tidur agar tidak telat ke kampus besok.
***
Mentari mengerjapkan matanya saat sinar matahari masuk kedalam kamarnya.
Tapi saat dia akan menggerakan badanya terasa berat, seperti ada yang menhimpitnya.
Seketika matanya melebar, saat merasa kan sebuah tangan melingkar di perutnya.
Deg
"Tangan ada tangan, tangan siapa?" batin nya.
"Aaaaaaaaaaaaaaa" Menatari teriak sekuat tenaga.
Seseorang langsung membekap mulutnya.
"Ssssttt bisa diam nggak lo"ucap orang itu dengan menatap Mentari tajam.
Mentari membulatkan matanya kenapa, Benji bisa ada di kamarnya. Dan bertelanjang dada.
Mentari cemas apa yang sudah pria ini lakukan padanya semalam.
"Nggak usah mikir macam-macam gue nggak ngapa-ngapain lo" ujar Benji seakan bisa membaca pikiran Mentari. Kemudian dia melepaskan tanganya dari mulut Mentari.
"Tolong...." teriak mentari.
Benji segera membekap mulut mentari lagi.
"BISA DIAM NGGAK LO HA" bentaknya."Kalau lo nggak mau diam gue bakal perkosa lo sekarang juga"
Mentari buru-buru menggelengkan kepalanya. Air matanya sudah mulai keluar.
"Makanya diam ngerti"
Mentari menganggukan kepalanya. Dan benji pun melepaskan tanganya.
"Nggak usah nangis dasar cengeng" ucap Benji lalu menghapus air mata Mentari.
"Gimana kakak bisa masuk kesini?" Tanya Mentari dengan sesegukan.
"Nggak perlu lo tau..." jawab Benji dengan memakai kaosnya.
"Ya aku harus tau dong ini kan rumah aku" jawab Mentari tak terima.
Benji menatap mentari dengan tajam.
"Terus kenapa kalau rumah lo""Kakak nggak boleh masuk ke rumah orang sembarangan, kalau ngulangi lagi aku bakal laporin ke polisi" ancam Mentari tak terima.
Benji tersenyum miring.
"Laporin aja gue nggak takut, asal lo tau gue udah sering keluar masuk kantor polisi" ujar benji dengan menekan setiap ucapanya.Mentari menelan ludahnya susah payah.
"Le..lebih baik kakak pergi dari sini sekarang" ucap Mentari takut tak berani menatap ke arah Benji.
"Lo ngusir gue" Benji meninggi kan suaranya.
Menatari memejam kan matanya dan mengangguk cepat.
Benji berdiri dia pergi meninggal kan Mentari.
BLAM
Benji menutup pintu kamar dengan keras.
Mentari terlonjat kaget dan sedikit lega dia kira Benji akan memarahinya, ternyata pria itu pergi dengan sukarela
Mentari sudah berada di kampusnya pagi ini, dia berjalan menuju kelasnya.Namun langkahnya terhenti saat melihat keramaian di tengah lapangan."Ada apa ya?" Ucapnya penasaran.Karena penasaran dia pun berjalan mendekat ke sana, dia menyelinap masuk ke tengah ke rumunan dengan mudah berkat tubuhnya yang kecil.Mentari melebar kan matanya melihat Benji sedang memukuli seorang pria dengan brutal.Mentari memejam kan matanya saat satu pukulan keras mengenai pria itu.Kalau di biar kan pria itu bisa mati di tangan Benji, dan orang-orang di sini hanya melihat saja tidak ada yang mau menolong."BERHENTI BENJI" teriak salah satu dosen.Mentari bernapas lega untung ada pak Prass, karena di kampus ini hanya dia yang berani memarahi Benji.Dia menarik kerah belakang baju Benji, sehingga membuat pria itu menjauh dari orang yang di pukulinya."KAMU MAU JADI PEMBUNUH HAH?"Teriak Pak Prass.Benji tetap d
Mereka sedang berada di kamar Mentari sekarang. Selesai makan malam tadi mereka memutus kan untuk menonton drama korea secara meraton malam ini. Karena besok libur kuliah jadi mereka bisa bangun siang." wah... lee min ho gateng banget, gue mencium bau-bau calon suami gue" ucap Mila heboh.Mentari menggelengkan kepalanya."Mimpi" ucapnya dengan melempar kulit kacang ke Mila."Ye.. namanya juga jodoh siapa yang tau""Iya in aja lah.." ucap Mentari."Hhehhe gitu dong. sebagai teman, lo itu harus nya mendo'a kan" ujar Mila dengan menampilkan deretan giginya."Ya ya ya ya" ujar Mentari malas.Akhirnya mereka fokus menonton setelah perdebatan kecil tadi. Tapi sesekali juga mengomentari adegan yang ada di drama tersebut.Baru menonton separuh episode, mereka di kejutkan dengan kehadiran seseorang yang membuka pintu kamar Mentari.Mentari melebarkan matanya terkejut. Sementara Mila sama terkejutnya dengan Mentari.
"Tuh cowok ganteng-ganteng serem banget njir..." ujar Mila setelah mendengar cerita dari Mentari."Ya udah pokoknya gue bakal tidur disini sampai nyokap lo pulang" putus Mila.Mentari menganggukan kepalanya setuju. Kalau Mila disini Benji pasti tidak akan kesini."Tapi nanti lo juga harus cerita sama nyokap lo""Mmm nggak deh kayak nya Mil, aku nggak mau masalah nya tambah panjang nanti." Ujar Mentari, Dia juga nggak mau membuat ibunya kawatir." gimana sih lo harus cerita biar ibu lo tau.." ujar Mila tak terima."Percuma Benji itu orangnya nekat, lagian aku juga nggak mau buat ibu kepikiran" ujarnya, bahkan selama ini ibunya tidak tau kalau dia sering di bully."Lagian juga Benji nggak pernah nyelakaain aku paling bentak-bentak doang" lanjutnya.Mila memicingkan matanya menatap Mentari curiga."Apa?" Tanya Mentari."Jangan bilang lo suka sama dia iya kan, Makanya lo belain dia" Mila menunjuk-nunjuk wajah Me
Mentari terjaga dari tidurnya saat merasakan tangan seseorang mengelus wajahnya.Saat membuka mata dia melihat wajah Benji tepat berada di atasnya."Astaga" kagetnya dengan mendorong dada Benji agar menjauh.Dia segera mengubah posisinya menjadi duduk. Dia lupa kalau semalam Benji tidur di sini.Dan bodohnya dia malah ketiduran jadi lupa buat pindah tidur di sopa." ck biasa aja, kayak liat hantu" ucap Benji sinis.Pria itu segera memakai kaosnya dan mengambil jaket nya.Lah sejak kapan Benji tidak memakai bajunya, Mentari meihat kebawah ah untung ternyata dia masih memakai bajunya."Gue nggak sebejat itu kali" ujar Benji yang mengetahui isi pikiran Mentari.Mentari melihat keluar jendela hari masih gelap. Lalu dia melihat jam di meja, pantes aja gelap masih jam tiga pagi bantinya."Gue pulang" ujar Benji dengan melangkah ke jendela."Kenapa nggak dari semalam" batin Mentari.Dia mengikuti benji, pen
Mentari terus tersenyum senang karena sudah seminggu Benji tidak lagi kerumahnya.Mana katanya punya seribu tangga, baru di buang satu aja udah nggak datang lagi.Tapi bagus itu artinya rencananya berhasil, bukan cuma tak kerumahnya di kampus pun dia tidak pernah melihat Benji. Ah udah lah itu juga bukan urusan dia."Hello sepada, Mila cantik datang ni..." triak Mila dari luar.Mentari menggelengkan kepalanya saat gadis itu masuk dengan cengiran khasnya.tuhan itu maha adil orang cantik pasti ada kurangnya."Tar lo lihat nih apa yang gue bawa" ujarnya dengan berjalan menuju ranjang.Mila membuka kantong belanjaan yang dia bawa."Taraa..." ucapnya heboh dengan menujukan gaun cantik berwarna biru muda.Gaun selutut dengan rok yang mengembang, terus bagian bahu yang sedikit terbuka."Bagus nggak? "Tanya Mila.Mentari menganggukan kepalanya setuju."Nah tu kan, udah gue duga lo pasti suka.."&nb
Mentari masuk kedalam salah satu bilik toilet dia menumpah kan tangisnya di sana.Dia memukul-mukul dadanya kenapa masih sangat sakit saat melihat pria itu, kenapa juga dia menangis.Semua kenangan pahit yang dulu pernah dia rasakan kembali terulang di dalam pikiranya.Seharusnya dia memang tidak datang kesini tadi, karena pasti pria itu akan datang juga.Tangis Mentari semakin pecah mungkin saja orang di luar sana bisa mendengar suara tangsinya."Nggak.., nggak" ucapnya dengan menggelengkan kepalanya."Aku nggak boleh kayak gini" ujarnya dengan menghapus air mata yang ada di pipinya.Dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskanya. Berusaha menenangkan dirinya sendiri."Pria itu sudah tidak penting lagi, cukup pura-pura tidak tau itu saja" ujarnya masih sesegukan.Dia menghapus air matanya yang masih saja keluar.
Mentari menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang, dia menatap langit-langit kamarnya.Kenapa mereka harus bertemu lagi. Dia tersenyum kecut, saat mengingat kata-kata pria itu. maaf katanya, bukanya sudah sangat terlambat untuk di ucapkan.Dia memejam kan matanya rasanya sangat lelah, tidak mau mengingatnya lagi.***Mentari baru saja menyelesaikan kuliahnya, hari ini badanya sangat lesu bahkan pagi tadi dia malasuntuk pergi kuliah.Sudah berkali-kali dia menghembukan napas lelah."Ikut gue" ucap seseorang dan langsung menarik tangan Mentari."Lah mau kemana kak" ujar Mentari kaget. Saat Benji tiba-tiba menarik tanganya.Mentari berusaha melepaskan tanganya."Ih lepasin.." ucapnya,Namun percuma tenaga Benji jauh lebih kuat darinya. Yang ada tanganya jadi tambah sakit.Benji tak peduli dia terus menarik tangan
Hari sudah beranjak malam Mentari masih berada di apartemen Benji, pria itu tidak memperbolehkanya pulang. Pintu di kunci olehnya sehingga Mentari tidak bisa keluar.Dia di biar kan duduk sendirian di sofa, sementara Benji sibuk di ruang kerjanya sedari siang tadi.Terus ngapain dia di sini, perutnya sudah sangat lapar dia hanya makan mie tadi siang. Dan belum makan lagi sampai sekarang.Ting... tong...Suara bel membuyarkan pikiran Mentari. Dan tak lama Benji keluar dari ruang kerjanya."Mandi sana di kamar tamu, di sana juga ada baju ganti" suruh Benji dengan melewati Mentari."Nggak aku mau pulang" ucap Mentari dengan berdiri, ini kesempatanya untuk bisa keluar. saat Benji membuka pintu dia akan langsung berlari keluar."Mandi gue bilang" Benji menaikan nada bicaranya dan menatap Mentari tajam."Gue patahin kaki lo kalau sampai berani k
Benji meraih tangan Mentari, lalu menggenggam nya erat. "Untuk orang yang pertama kali jatuh cinta, gue bingung sebenarnya mau bertindak bagaimana. Makanya akhirnya yang bisa gue lakuin cuma maksa lo buat jadi pacar gue.." ujar Benji melanjutkan ceritanya. Dia ingat banget waktu itu, dia memacari Mentari tanpa persetujuan Mentari, alias maksa. "Dan lo selalu nangis setiap gue deketin.." ujar Benji dengan tertawa lucu. Mentari pun ikut tertawa, dia takut banget sama Benji waktu itu. "Gue sempat mikir waktu itu, apa muka gue serem banget.." ujar Benji lagi. " Bukan serem, kakak tu ganteng. Cuma galak.." sanggah Mentari. "Kalau gue ganteng, kenapa lo nggak mau sama gue waktu itu?" Tanya Benji heran. "Ya... Karena aku nggak yakin kakak suka sama aku. Aku tu mikir kok bisa, orang kayak kakak, suka sama aku yang biasa aja.." ucap Mentari
"semakin gue perhatiin semakin gue tertarik sama lo.." ujar Benji melanjutkan ceritanya, nggak mau Mentari berlarut-larut dalam kesedihan nya.Mentari pun kembali mendengarkan cerita Benji."Walaupun lo sering di Jahatin, lo tetap semangat pergi kuliah, itu yang bikin gue salut. Lo tetap senyum setiap masuk ke kampus, dan walaupun sendirian gue ngelihat lo tetap bahagia, lo kayak punya dunia sendiri.." ujar Benji.Waktu itu tanpa sadar saat melihat Mentari tersenyum, Benji juga ikut tersenyum, seakan tertular."Akhirnya gue sadar, kalau ternyata kita sama, sama-sama sendirian dan kesepian. Lo sendirian karena di jauhi teman-teman lo, gue sendirian karena nggak mau dekat sama siapa pun.."Kala melihat Mentari dia seperti melihat dirinya sendiri, kesepian nggak punya teman. Tapi sebenarnya hidup mereka, nggak semenyedihkan itu. Mentari dan Benji sama-sama menikmati kesepian mereka. Karena itu membuat mereka tenang."Dari situ pula, gue m
"turun dulu kaki gue kesemutan.." ucap Benji ke Mentari, akibat terlalu lama memangku Mentari."Lemah." Ucap Mentari pelan, dengan turun dari pangkuan Benji."Apa?" Ujar Benji, dia masih bisa mendengar ucapan Mentari."Nggak.." ujar Mentari dengan tersenyum semanis mungkin takut di amuk Benji. Karena sudah mengatainya.Sementara Benji nggak mau ambil pusing, dia meluruskan kakinya. Supaya kesemutan nya hilang."Kak gimana kalau kita ceritanya dengan duduk di sana aja" ajak Mentari dengan menunjuk sofa besar yang ada di dekat jendela kamar mereka.Mereka berdua biasanya duduk di sana kalau malam, terus lihat bintang-bintang.Mentari langsung berjalan ke sofa itu tanpa menunggu jawaban dari Benji."Wah... Banyak banget bintang nya..." Ujar Mentari dengan duduk di sofa itu.Tak lama Benji pun menyusul duduk di sana, saat kakinya sudah mendingan.Mau cerita aja, banyak Drama nya."Terus gimana?" Tanya Mentari t
"aku takut banget rasanya hiks..." Ujar Mentari di sela tangisnya.Benji menjauhkan wajah Mentari dari lehernya. Wajah Mentari terlihat sembab, dan matanya juga bengkak.Jujur Benji tidak suka kalau melihat Mentari menangis, apalagi itu karena dirinya."Udah.." ucapnya dengan menghapus air mata Mentari."Aku terus berpikir buruk, aku bingung kenapa kakak begitu? Apa aku ada salah?" Ujar Mentari mengungkapkan semua unek-unek nya.Benji terus menghapus air mata Mentari yang keluar, dia diam saja membiarkan Mentari mengeluarkan semua isi hatinya."Aku takut kalau kakak ninggalin aku sama Bachtiar, terus aku harus gimana?" Ujar Mentari sedih."Nggak akan..." Jawab Benji tegas.Cup.Benji mengecup bibir Mentari."Udah ya.." ujarnya sekali lagi, dengan mengelus pipi Mentari."Ta
"cium dong..." Ujar Benji dengan memajukan wajahnya ke depan muka Mentari.Dari acara kejutan tadi, sampai sekarang Mentari masih terus mendiaminya. Bachtiar juga gitu.Tadi Benji menitipkan Bachtiar dulu ke rumah mertuanya, dia harus membujuk Mentari dulu sekarang. Kalau masalah anaknya gampang, tinggal di beliin mainan aja nanti juga baik lagi."Tari..." Seru Benji, saat Mentari diam saja."Suaminya lagi ngomong juga, malah sibuk main handphone.." ujar Benji lagi.Benji mengambil hp yang ada di tangan Mentari, lalu mengantongi nya.Mentari menatap Benji dengan kesal."Makanya ngomong dulu..." Ucap Benji.Mentari membuang mukanya, dia masih kesal sama Benji. Mentari mengambil laptopnya, biarin aja hp nya di ambil sama Benji. Dia masih bisa main game dan nonton di laptop.Benji menghembuskan napasnya sabar. Dia ikut naik k
Benji jadi menyesal melakukan rencana kejutan ini. Dia menyesal membuat Mentari menangis sampai seperti ini.Selama mereka menikah, mereka nggak pernah merayakan anniversary. Bahkan Benji dan Mentari juga nggak pernah merayakan ulang tahun mereka selama mereka kenal. Kecuali ulang tahun Bachtiar.Alasan nya, kalau Mentari dia memang nggak suka ngerayain ulang tahun. Kalau Benji sendiri dia pasti sedih kalau ingat tentang perayaan ulang tahun, membuatnya jadi ingat dengan perlakuan papinya dulu.Kado ulang tahun yang Benji sangat ingin kan dari dulu. Yaitu di peluk dan di sayang sama papinya, tapi sayang sampai sekarang keinginan itu belum terwujud.Makanya Benji malas kalau merayakan ulang tahun.Dan di perayaan pernikahan mereka yang ke enam tahun ini lah, akhirnya Benji punya ide untuk pertamakali nya mereka harus merayakan nya."Rani siapa?" Tanya Mentari masih me
Mentari melajukan mobilnya menuju rumahnya. Dia harus segera pulang untuk bertemu dengan Benji.Walaupun mungkin Benji nggak ada di rumah. Mentari akan menunggu nya sampai Benji pulang."Mi.... kita langsung pulang?" Tanya Bachtiar.Mentari mengangguk kan kepalanya."Yes.." ucap Bachtiar senang."Kasihan Bambang, Sri sama Joko belum di kasih makan.." ujar Bachtiar.Bachtiar ingat sama binatang peliharaan nya. Yang dari kemarin dia tinggal, pasti mereka semua kelaparan.Mentari menggelengkan kepalanya, dia berharap semoga semua binatang peliharaan Bachtiar mati.Salah sendiri pelihara binatang aneh, kecoak, tikus bahkan kecebong.Nanti Mentari harus cari cara untuk membuang mereka semua.Setelah tiga puluh menit mobil Mentari pun tiba di depan rumahnya.Tin...tin...
Mentari membereskan semua barang-barang nya, dia akan pulang hari ini.Nggak ada guna nya pergi-pergi begini, lari dari masalah tidak akan menyelesaikan masalah.Lebih baik di hadapi dan selesaikan semuanya.Rasa kesal nya ke Benji semakin menjadi-jadi, karena sampai pagi ini Benji sama sekali nggak menghubungi nya dan mencarinya.Apa dia nggak khawatir anak dan istrinya hilang, batin Mentari."Mommy kita pulang sekarang?" Tanya Bachtiar, dia sibuk memasukan mobil-mobilan nya ke dalam tas sekolah nya."Iya, Tiar kan mau sekolah..." Ujar Mentari.Sebelum pulang Mentari harus mengantar Bachtiar sekolah dulu, dan menunggui nya sampai selesai. Setelah itu mereka baru pulang ke rumah."Tiar sini deh..." Panggil Mentari, menyuruh anaknya untuk mendekat ke arahnya."Kenapa Mommy..." Ujar Bachtiar, dengan berlari mendekat ke Mommy
Mentari mengajak Bachtiar untuk menginap di hotel. Mereka sudah pulang dari rumah Mila tadi.Mila menyuruh nya untuk bicara baik-baik dulu sama Benji.Tapi Mentari masih mau sendiri, jadi dia pura-pura pulang saja. Padahal dia sama sekali nggak pulang ke rumah. Dia lebih memilih untuk menginap di hotel untuk malam ini.Mentari menidurkan Bachtiar di kasur, Bachtiar sampai ketiduran sangking capek nya."Maaf ya nak..." Ucap Mentari sedih, dengan memandang wajah anaknya.Dia merasa bersalah karena harus membawa-bawa anak nya untuk pergi kayak gini.Mentari merebahkan tubuhnya, dia menatap langit-langit kamar hotel. Mentari menghembuskan napasnya berat.Kenapa harus ada cobaan begini di rumah tangganya.Apa mungkin Benji selingkuh? Tapi Mentari juga takut kalau dia salah paham.Mila menyuruhnya bicara baik-baik dulu sama Benj