Mentari masuk kedalam salah satu bilik toilet dia menumpah kan tangisnya di sana.
Dia memukul-mukul dadanya kenapa masih sangat sakit saat melihat pria itu, kenapa juga dia menangis.
Semua kenangan pahit yang dulu pernah dia rasakan kembali terulang di dalam pikiranya.
Seharusnya dia memang tidak datang kesini tadi, karena pasti pria itu akan datang juga.
Tangis Mentari semakin pecah mungkin saja orang di luar sana bisa mendengar suara tangsinya.
"Nggak.., nggak" ucapnya dengan menggelengkan kepalanya.
"Aku nggak boleh kayak gini" ujarnya dengan menghapus air mata yang ada di pipinya.
Dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskanya. Berusaha menenangkan dirinya sendiri.
"Pria itu sudah tidak penting lagi, cukup pura-pura tidak tau itu saja" ujarnya masih sesegukan.
Dia menghapus air matanya yang masih saja keluar. Kemudian dia keluar dari bilik itu.
Mentari melihat pantulanya di cermin, mukanya sudah sangat kacau bahakan make up nya pun luntur.
Dia mencuci wajahnya dengan air lalu memakai sedikit bedak dan lipstik yang di bawakan ibunya tadi, biar Mila tidak tau kalau dia habis menangis.
Mentari merapikan dedikit penampilanya, kemudian segera keluar dari toilet. Dia akan mengajak Mila pulang.
"Mil" panggilnya saat sudah berada di sebelah Mila.
Gadis itu sedang mengobrol dengan beberapa orang temanya, yang kini sedang melihat ke arah Mentari juga.
"Lo kok lama banget sih.." grutu Mila.
"Maaf... kita pulang aja yuk" ajaknya, dia sudah tidak tahan berada disini.
"Apa, kok pulang acaranya baru aja di mulai" protes Mila.
"Ya udah deh kalau kamu nggak mau aku pulang sendiri aja"
"Oh nggak nggak" Mila menahan tangan Mentari yang hendak pergi.
"Lo kenapa sih Tar..ada yang ganggu lo?" Tanya Mila khawatir.
Mentari menggelengkan kepalanya
"Nggak kepala aku pusing banget..." bohongnya berpura-pura sakit."Ya ampun lo sakit" ucap Mila dengan memegang dahi mentari.
Tari melepaskan tangan mila
"Ah nggak cuman pusing dikit aja...""Maaf Mil ..." batinya karena sudah berbohong.
"Ya udah kalau gitu kita pulang, tapi kita nyalamin pengantinya dulu nggak enak soalnya" ajak Mila.
Mentari mengangguk setuju, mereka pun berjalan menuju pelaminan.
"Selamat ya Ri... semoga pernikahan kalian langgeng" ujar Mila dengan menyalami Riri dan suaminya.
Sementara Mentari hanya mengikuti dari belakang. Dia terus menunduk tapa mengucapkan selamat dan hanya menyalami saja.
"Lo nggak mau ngucapin selamat ke gue Tar" ucap Riri yang melihat Mentari yang terus menunduk.
Mila menyenggol lengan Mentari dengan sikutnya.
"Ah iya selamat ya Ri.." ucapnya dengan tersenyum kecil.
"Wah... kalau jodoh tu nggak ke mana ya.." ucap seseorang yang baru saja naik ke pelaminan. Itu Dio mantanya Mila.
Mila memutar bola matanya jengah
"Jodoh pala bapak lu.." ucap Mila kesal.Dia pun segera menarik tangan Mentari untuk turun dari sana.
"Hay kalian" sapa seseorang saat mereka hampir melewati pintu keluar. Membuat kedua gadis itu berhenti.
Mata orang itu terus melihat ke arah gadis yang terus menunduk. Dia sama sekali tidak pernah berubah. Masih sama seperti dulu Mentari yang pemalu dan lugu batinya.
Tubuh Mentari terdiam kaku saat mendengar suara itu. Rasanya dia ingin menangis lagi. Orang yang dia hindari malah berdiri di hadapanya sekarang.
Mila melihat ke arah Mentari, pasti sahabatnaya ini merasa tidak nyaman.
"Kita duluan" ucap Mila pada pria itu.
Romi menyekal tangan Mentari.
Membuat gadis itu berhenti, tanpa membalikan badanya."Maaf.." ucap Romi lirih penuh penyesalan.
Mentari menghempaskan tangan Romi, kemudian meninggal kan pria itu tanpa sepatah kata pun.
Romi menatap kepergian Mentari dengan nanar. Dia memang pantas di perlakukan seperti ini
Mila langsung melajukan mobilnya meninggalkan gedung itu.
Tidak ada yang bicara Mentari hanya diam menatap keluar jendela.
Mila juga tidak mau bertanya apa-apa karena dia tau Mentari pasti sedang sedih sekarang.
Setelah beberapa menit akhirnya mereka pun tiba di rumah Mentari.
"Makasih ya Mil udah mau ngantar aku" ujar Mentari.
"Iya.. gimana kalau malam ini gue tidur di sini aja" ucap Mila.
"Jangan kasian mamah kamu sendirian" tolaknya karena memang tadi gadis itu sempat bilang kalau papahnya lagi keluar kota.
"Tapi pasti nyokap lo udah berangkat sekarang" ujar Mila khawatir, karena tadi ibu Mentari pamit akan pergi keluar kota lagi.
"Nggak papa aku udah biasa"
"Tapi gimana kalau cowok gila itu kesini lagi"kata Mila berusaha mencari alasan lain.
"Nggak dia nggak akan kesini lagi"
"Ck yaudah deh, kalau ada apa-apa langsung hubungi gue ya..." ujar Mila menyerah. Mentari pasti butuh sendirian
Mentari menganggukan kepalanya kemudian dia turun dari mobil Mila.
"Da... hati-hati" ucapnya dengan melambai kan tangan.
Dia pun masuk ke dalam setelah melihat mobil Mila menjauh. Pikiranya sangat kacau rasanya.
Mentari menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang, dia menatap langit-langit kamarnya.Kenapa mereka harus bertemu lagi. Dia tersenyum kecut, saat mengingat kata-kata pria itu. maaf katanya, bukanya sudah sangat terlambat untuk di ucapkan.Dia memejam kan matanya rasanya sangat lelah, tidak mau mengingatnya lagi.***Mentari baru saja menyelesaikan kuliahnya, hari ini badanya sangat lesu bahkan pagi tadi dia malasuntuk pergi kuliah.Sudah berkali-kali dia menghembukan napas lelah."Ikut gue" ucap seseorang dan langsung menarik tangan Mentari."Lah mau kemana kak" ujar Mentari kaget. Saat Benji tiba-tiba menarik tanganya.Mentari berusaha melepaskan tanganya."Ih lepasin.." ucapnya,Namun percuma tenaga Benji jauh lebih kuat darinya. Yang ada tanganya jadi tambah sakit.Benji tak peduli dia terus menarik tangan
Hari sudah beranjak malam Mentari masih berada di apartemen Benji, pria itu tidak memperbolehkanya pulang. Pintu di kunci olehnya sehingga Mentari tidak bisa keluar.Dia di biar kan duduk sendirian di sofa, sementara Benji sibuk di ruang kerjanya sedari siang tadi.Terus ngapain dia di sini, perutnya sudah sangat lapar dia hanya makan mie tadi siang. Dan belum makan lagi sampai sekarang.Ting... tong...Suara bel membuyarkan pikiran Mentari. Dan tak lama Benji keluar dari ruang kerjanya."Mandi sana di kamar tamu, di sana juga ada baju ganti" suruh Benji dengan melewati Mentari."Nggak aku mau pulang" ucap Mentari dengan berdiri, ini kesempatanya untuk bisa keluar. saat Benji membuka pintu dia akan langsung berlari keluar."Mandi gue bilang" Benji menaikan nada bicaranya dan menatap Mentari tajam."Gue patahin kaki lo kalau sampai berani k
Benji meraih tubuh Mentari ke dalam pelukanya, walau gadis itu terus menolak. "Hiks.. hiks... aku mohon jangan giniin aku" ujar Mentari dengan terus menangis. Dia sangat kesal ketika Benji membentak dan memarahinya. "Maaf gue nggak tau mau ngomong apa, tapi yang jelas gue serius sama lo gue harap lo bisa buang semua pikiran buruk tentang gue. Karena gue sedikit pun nggak ada niat buat nyakitin lo, dan jangan suruh gue buat jauhin lo" ujar Benji tulus. Bagaimana cara nya dia bisa menjauhi orang yang dia sukai. Mentari terdiam di pelukan Benji dia, masih tak percaya dengan ucapan Benji. Dia menggelengkan kepalanya"Nggak nggak mungkin" ujarnya dengan berusaha mendorong dada Benji. Mentari nggak percaya kalau Benji menyukainya, nggak mungkin lelaki seperti Benji bisa menyukai perempuan seperti dia. Bukan bermaksud untuk merendahkan dirinya sendiri,
Sampai kapan lo mau diem, nanti bisu beneran baru tau rasa"ujar Benji karena sedari di rumahnya sampai sekarang udah di mobil, Mentari masih diam saja.Mentari tak peduli dia tetap mengacuh kan Benji. Dia terus memandang ke luar jendela. Tapi syukur Benji mau mengantarnya pulang tanpa harus dia guling-gulingan dulu."Jangan buat gue marah" ucap Benji serius, wajahnya kembali datar.Mentari menelan ludahnya susah payah. Dia sangat takut kalau Benji sudah begini."Lihat gue sekarang" perintah Benji.Mentari menoleh kan wajah nya perlahan ke arah Benji. Benji menatapnya tajam."Gue udah bilang cukup jadi pacar yang penurut itu aja yang gue minta sama lo, apa itu susah?" Tanya Benji geram."Tapi aku juga nggak mau..""GUE NGGAK MINTA JAWABAN LO" bentak Benji dengan memotong ucapan Mentari.Mentari terperanjat kaget matanya sud
Mentari menelungkup kan wajahnya di meja, sambil menunggu mata kuliah pertamanya di mulai. matanya bengkak akibat kemarin dia terus menangis.Tak...Seseorang menendang meja Mentari.Mentari tak peduli dia tetap menelungkup kan wajahnya. Itu paling teman kelasnya yang sering menganggunya.Lebih baik dia tidak usah menghiraukan nya.Tak...Orang itu terus menendang meja Mentari."Eh cupu bangun lo jangan pura-pura tidur" ucap orang itu.Mentari tetap tak menggubris dia sangat hafal suara siapa ini. Itu suara Danu salah satu teman cowok di kelas nya yang sering menganggunya.Danu menarik kerah baju belakang Mentari. "Budeklo ya,gue bilang bangun" ujar Danu kesal.Mentari memegang lehernya yang sedikit tercekek karena ulah Danu, dia memperbaiki kaca matanya
Mentari telah menyelesaikan mata kuliahnya, dia segera membereskan bukunya dan segera keluar. Untuk menemui Benji di parkiran.Karena pria itu bilang akan mengajak nya ke suatu tempat, dia sempat menolak tapi yang namanya Benji tidak akan bisa di bantah.Pria itu tetap akan memaksanya, Benji akan melakukan berbagai cara agar Mentari ikut dengannya.Dan dengan terpaksa Mentari mengikuti kemauan Benji.Brak...Seseorang menggebrak meja dengan keras.Mentari meghembus kan napasnya lelah."Apalagi ini..." batinya.Di sana sudah berdiri Veve dan teman-tamanya, Veve menatap Mentari tajam.Veve dan teman-temanya selalu saja mengusik Mentari, padahal Mentari tidak pernah punya salah sama mereka."BERANI-BERANINYA LO DEKETIN BENJI. Lo NGGAK SADAR DIRI, APA LO NGGAK PUNYA KACA DI RUMAH" bentak Veve mur
Mereka berhenti di rumah mewah. Bukan rumah lebih tepatnya mansion.Mentari terkagum-kagum melihatnya, mansion ini seperti ada di novel-novel yang sering dia baca.Sangat luas, bahkan mungkin sepuluh kali lipat lebih besar dari rumahnya."Ini rumah siapa kak?" Tanyanya."......."Mentari menoleh kan wajahnya saat Benji tak kunjung menjawab pertanyaanya.Dia mengerutkan kening nya saat melihat Benji seperti gelisah dan khawatir. dia tidak pernah melihat Benji seperti ini sebelumnya.Mentari menyentuh pundak Benji pelan."Kak..." ucapnya.Akhirnya benji menolehkan wajahnya,Dia tersenyum kecil seperti terpaksa."Ayo kita masuk" ujarnya, Dengan memegang tangan Mentari. Benji menarik napas dalam-dalam, lalu menghembus kan nya.Mentari mengangguk setuju,Mereka pun keluar dari mobil.Mentari terus melihat ke arah Benji, pria itu sedari tadi terus menghembus kan napas. Ada apa sebenarnya.
Mentari masih asik mengobrol dengan omanya Benji sedari tadi."Oh iya apa Benji pernah cerita soal keluarganya ke kamu?" Tanya oma pemasaran.Mentari menggelengkan kepanya sebagai jawaban.Oma tersenyum"Wajar kamu terlihat kaget tadi.." ujarnya saat melihat ekspresi bingung Mentari di dalam tadi."Emangnya ada apa oma?" Tanya nya bukan bermaksud lancang, cuman jujur dia penasaran kenapa keluarga Benji seperti tidak menyukai pria itu."Mmm jadi begini Benji itu anak dari istri kedua papinya.."ucap oma Benji mulai cerita.Mentari melebarkan matanya kaget. Wajar saja wanita yang ada di meja makan tadi tidak mirip dengan wanita yang ada di foto, yang di lihatnya di apartemen Benji.Ternyata dia ibu tirinya Benji."Yang kamu lihat di dalam tadi itu istri pertama papimya Benji namanya Laras, dan yang cowok sama cewek itu adik tirinya Benji" jelas oma."Dulu papinya Benji menikahi mamahnya Benji karena Laras tidak bisa hamil, pad
Benji meraih tangan Mentari, lalu menggenggam nya erat. "Untuk orang yang pertama kali jatuh cinta, gue bingung sebenarnya mau bertindak bagaimana. Makanya akhirnya yang bisa gue lakuin cuma maksa lo buat jadi pacar gue.." ujar Benji melanjutkan ceritanya. Dia ingat banget waktu itu, dia memacari Mentari tanpa persetujuan Mentari, alias maksa. "Dan lo selalu nangis setiap gue deketin.." ujar Benji dengan tertawa lucu. Mentari pun ikut tertawa, dia takut banget sama Benji waktu itu. "Gue sempat mikir waktu itu, apa muka gue serem banget.." ujar Benji lagi. " Bukan serem, kakak tu ganteng. Cuma galak.." sanggah Mentari. "Kalau gue ganteng, kenapa lo nggak mau sama gue waktu itu?" Tanya Benji heran. "Ya... Karena aku nggak yakin kakak suka sama aku. Aku tu mikir kok bisa, orang kayak kakak, suka sama aku yang biasa aja.." ucap Mentari
"semakin gue perhatiin semakin gue tertarik sama lo.." ujar Benji melanjutkan ceritanya, nggak mau Mentari berlarut-larut dalam kesedihan nya.Mentari pun kembali mendengarkan cerita Benji."Walaupun lo sering di Jahatin, lo tetap semangat pergi kuliah, itu yang bikin gue salut. Lo tetap senyum setiap masuk ke kampus, dan walaupun sendirian gue ngelihat lo tetap bahagia, lo kayak punya dunia sendiri.." ujar Benji.Waktu itu tanpa sadar saat melihat Mentari tersenyum, Benji juga ikut tersenyum, seakan tertular."Akhirnya gue sadar, kalau ternyata kita sama, sama-sama sendirian dan kesepian. Lo sendirian karena di jauhi teman-teman lo, gue sendirian karena nggak mau dekat sama siapa pun.."Kala melihat Mentari dia seperti melihat dirinya sendiri, kesepian nggak punya teman. Tapi sebenarnya hidup mereka, nggak semenyedihkan itu. Mentari dan Benji sama-sama menikmati kesepian mereka. Karena itu membuat mereka tenang."Dari situ pula, gue m
"turun dulu kaki gue kesemutan.." ucap Benji ke Mentari, akibat terlalu lama memangku Mentari."Lemah." Ucap Mentari pelan, dengan turun dari pangkuan Benji."Apa?" Ujar Benji, dia masih bisa mendengar ucapan Mentari."Nggak.." ujar Mentari dengan tersenyum semanis mungkin takut di amuk Benji. Karena sudah mengatainya.Sementara Benji nggak mau ambil pusing, dia meluruskan kakinya. Supaya kesemutan nya hilang."Kak gimana kalau kita ceritanya dengan duduk di sana aja" ajak Mentari dengan menunjuk sofa besar yang ada di dekat jendela kamar mereka.Mereka berdua biasanya duduk di sana kalau malam, terus lihat bintang-bintang.Mentari langsung berjalan ke sofa itu tanpa menunggu jawaban dari Benji."Wah... Banyak banget bintang nya..." Ujar Mentari dengan duduk di sofa itu.Tak lama Benji pun menyusul duduk di sana, saat kakinya sudah mendingan.Mau cerita aja, banyak Drama nya."Terus gimana?" Tanya Mentari t
"aku takut banget rasanya hiks..." Ujar Mentari di sela tangisnya.Benji menjauhkan wajah Mentari dari lehernya. Wajah Mentari terlihat sembab, dan matanya juga bengkak.Jujur Benji tidak suka kalau melihat Mentari menangis, apalagi itu karena dirinya."Udah.." ucapnya dengan menghapus air mata Mentari."Aku terus berpikir buruk, aku bingung kenapa kakak begitu? Apa aku ada salah?" Ujar Mentari mengungkapkan semua unek-unek nya.Benji terus menghapus air mata Mentari yang keluar, dia diam saja membiarkan Mentari mengeluarkan semua isi hatinya."Aku takut kalau kakak ninggalin aku sama Bachtiar, terus aku harus gimana?" Ujar Mentari sedih."Nggak akan..." Jawab Benji tegas.Cup.Benji mengecup bibir Mentari."Udah ya.." ujarnya sekali lagi, dengan mengelus pipi Mentari."Ta
"cium dong..." Ujar Benji dengan memajukan wajahnya ke depan muka Mentari.Dari acara kejutan tadi, sampai sekarang Mentari masih terus mendiaminya. Bachtiar juga gitu.Tadi Benji menitipkan Bachtiar dulu ke rumah mertuanya, dia harus membujuk Mentari dulu sekarang. Kalau masalah anaknya gampang, tinggal di beliin mainan aja nanti juga baik lagi."Tari..." Seru Benji, saat Mentari diam saja."Suaminya lagi ngomong juga, malah sibuk main handphone.." ujar Benji lagi.Benji mengambil hp yang ada di tangan Mentari, lalu mengantongi nya.Mentari menatap Benji dengan kesal."Makanya ngomong dulu..." Ucap Benji.Mentari membuang mukanya, dia masih kesal sama Benji. Mentari mengambil laptopnya, biarin aja hp nya di ambil sama Benji. Dia masih bisa main game dan nonton di laptop.Benji menghembuskan napasnya sabar. Dia ikut naik k
Benji jadi menyesal melakukan rencana kejutan ini. Dia menyesal membuat Mentari menangis sampai seperti ini.Selama mereka menikah, mereka nggak pernah merayakan anniversary. Bahkan Benji dan Mentari juga nggak pernah merayakan ulang tahun mereka selama mereka kenal. Kecuali ulang tahun Bachtiar.Alasan nya, kalau Mentari dia memang nggak suka ngerayain ulang tahun. Kalau Benji sendiri dia pasti sedih kalau ingat tentang perayaan ulang tahun, membuatnya jadi ingat dengan perlakuan papinya dulu.Kado ulang tahun yang Benji sangat ingin kan dari dulu. Yaitu di peluk dan di sayang sama papinya, tapi sayang sampai sekarang keinginan itu belum terwujud.Makanya Benji malas kalau merayakan ulang tahun.Dan di perayaan pernikahan mereka yang ke enam tahun ini lah, akhirnya Benji punya ide untuk pertamakali nya mereka harus merayakan nya."Rani siapa?" Tanya Mentari masih me
Mentari melajukan mobilnya menuju rumahnya. Dia harus segera pulang untuk bertemu dengan Benji.Walaupun mungkin Benji nggak ada di rumah. Mentari akan menunggu nya sampai Benji pulang."Mi.... kita langsung pulang?" Tanya Bachtiar.Mentari mengangguk kan kepalanya."Yes.." ucap Bachtiar senang."Kasihan Bambang, Sri sama Joko belum di kasih makan.." ujar Bachtiar.Bachtiar ingat sama binatang peliharaan nya. Yang dari kemarin dia tinggal, pasti mereka semua kelaparan.Mentari menggelengkan kepalanya, dia berharap semoga semua binatang peliharaan Bachtiar mati.Salah sendiri pelihara binatang aneh, kecoak, tikus bahkan kecebong.Nanti Mentari harus cari cara untuk membuang mereka semua.Setelah tiga puluh menit mobil Mentari pun tiba di depan rumahnya.Tin...tin...
Mentari membereskan semua barang-barang nya, dia akan pulang hari ini.Nggak ada guna nya pergi-pergi begini, lari dari masalah tidak akan menyelesaikan masalah.Lebih baik di hadapi dan selesaikan semuanya.Rasa kesal nya ke Benji semakin menjadi-jadi, karena sampai pagi ini Benji sama sekali nggak menghubungi nya dan mencarinya.Apa dia nggak khawatir anak dan istrinya hilang, batin Mentari."Mommy kita pulang sekarang?" Tanya Bachtiar, dia sibuk memasukan mobil-mobilan nya ke dalam tas sekolah nya."Iya, Tiar kan mau sekolah..." Ujar Mentari.Sebelum pulang Mentari harus mengantar Bachtiar sekolah dulu, dan menunggui nya sampai selesai. Setelah itu mereka baru pulang ke rumah."Tiar sini deh..." Panggil Mentari, menyuruh anaknya untuk mendekat ke arahnya."Kenapa Mommy..." Ujar Bachtiar, dengan berlari mendekat ke Mommy
Mentari mengajak Bachtiar untuk menginap di hotel. Mereka sudah pulang dari rumah Mila tadi.Mila menyuruh nya untuk bicara baik-baik dulu sama Benji.Tapi Mentari masih mau sendiri, jadi dia pura-pura pulang saja. Padahal dia sama sekali nggak pulang ke rumah. Dia lebih memilih untuk menginap di hotel untuk malam ini.Mentari menidurkan Bachtiar di kasur, Bachtiar sampai ketiduran sangking capek nya."Maaf ya nak..." Ucap Mentari sedih, dengan memandang wajah anaknya.Dia merasa bersalah karena harus membawa-bawa anak nya untuk pergi kayak gini.Mentari merebahkan tubuhnya, dia menatap langit-langit kamar hotel. Mentari menghembuskan napasnya berat.Kenapa harus ada cobaan begini di rumah tangganya.Apa mungkin Benji selingkuh? Tapi Mentari juga takut kalau dia salah paham.Mila menyuruhnya bicara baik-baik dulu sama Benj