Beranda / Romansa / SHANIA / Chapter 8

Share

Chapter 8

Penulis: Jesy Rosa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bianca nyata-nyata bersitegang dengan Andre—pria muda yang merupakan teman satu kampusnya—yang mengejarnya karena merasa tidak terima atas penolakan cintanya. Bukan main-main, ketidak puasan Andre membuat Bianca seolah tidak bisa beranjak pergi. 

Bianca akhirnya berhenti saat tarikan Andre terasa kuat di pergelangan tangannya. "Bianca! Berhenti! Katakan, apa yang membuatmu menolak perasaanku?" tanya pemuda itu dengan serius, namun terkesan egois bagi Bianca. 

"Andre, aku harap kamu tidak lupa pada janjimu untuk menghormati semua keputusanku. Bukankah aku sudah mengatakan padamu, tadi? Aku tidak mau menjalin hubungan denganmu, lebih dari hubungan pertemanan. Aku enggan melukai perasaanmu, Andre. Sudah cukup!" 

"Omong kosong!" sergah Andre dengan muka memerah. Bianca jelas-jelas mulai melihat kemarahan menguasai Andre. "Kenapa kamu harus bersikap jual mahal seperti itu?" Tangan Andre serta merta mengangkat dagu Bianca d

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SHANIA   Chapter 9

    Di dalam mobil, Shania diam terpaku dengan tatapan menerawang jauh ke luar jendela. Pikirannya, yang sebelum berangkat hanya seolah seperti benang kusut, sekarang telah menjelma menjadi benang kusut yang terikat tali runyam. Situasinya bertambah sulit nan membingungkan, sukar untuk diurai, dan menyedihkan untuk diceritakan.Tatapannya bermuram durja. Desah nafasnya terkesan berat, keluar dari keinginan yang dalam untuk melarikan diri ke belahan dunia lain. Shania menarik nafas panjang, seiring dengan lirikan mata sang sopir yang merasa iba, meski belum tahu duduk perkaranya. Ia tahu tentang kisah yang sebenarnya dibalik pemberitaan itu—karena Shania telah menceritakan semuanya—tapi ia belum tahu apa tepatnya masalah yang kini Shania pikirkan."Nona," ucap sang sopir memberanikan diri, "apa sesuatu yang buruk telah terjadi?"Shania berkata pelan sambil mendesah, "Ya, Pak Heru. Saya tidak bisa mengatakan ini baik."

  • SHANIA   Chapter 10

    Tiga hari berlalu dari sejak lamaran mengejutkan Tuan Edward dilayangkan pada Shania. Gadis itu telah memikirkan dengan matang tentang keputusannya. Meski dihadapkan pada wajah-wajah tak mengerti dari sang ibu dan sahabat, Shania tak merubah keputusannya. Dengan pertimbangan versinya yang menurutnya cermat nan saksama, Shania memutuskan untuk menerima lamaran itu. Biarlah ide Tuan Edward yang konyol itu bertemu dengan keputusannya yang konyol pula, begitu pikirnya.Hanya satu orang yang mengerti dan memahami dengan sangat baik alasan di balik keputusan Shania yang mengharukan itu, seorang pria tua yang tanpa sengaja telah menuangkan racun ke pemikiran Shania, yakni sang sopir bersahaja, Pak Heru. Ia, di antara rasa bersalah dan rasa senang, menyambut keputusan itu dengan patuh. Ia mengikatkan janji pada Shania untuk sepenuhnya membantu Shania dalam menjalankan misinya, yakni menjaga anak-anak Nyonya Brenda yang sudah mulai meninggalkan jalur keteraturan warisa

  • SHANIA   Chapter 11

    Tiga hari berlalu dari sejak pernikahan Tuan Edward dan Shania dilangsungkan. Mereka, tak merasa membutuhkan bulan madu seperti kebanyakan pasangan lainnya, hingga mereka pun dengan cepat kembali ke aktifitas dan kesibukan mereka tanpa penundaan. Mereka, hanya mengukuhkan status mereka sebagai suami istri dengan mulai tinggal bersama di rumah Edward Ananta, sebagai Tuan dan Nyonya Ananta—sebuah kewajaran yang niscaya, tidak aneh, dan sangat biasa.Shania menerima dengan lapang dada, ekspresi sinis Bianca di dalam rumah itu, yang merupakan konsekuensi dari jabatan barunya sebagai seorang Nyonya Muda, yang merangkap ibu tiri di rumah itu.Bahkan Shania yakin—berbekal semua pengetahuannya tentang Bianca—bahwa putri tiri kesayangannya itu dimungkinkan telah menambahi embel-embel istimewa di belakang namanya, menjadi ibu tiri tak tahu diri. Shania menerima semua itu tanpa merasa ciut. Ia menyebut dirinya batu karang, hingga praktis menguasai keadaa

  • SHANIA   Chapter 12

    Dengan gerakan sigap, Shania dan si bocah remaja, Ardi, masuk ke dalam mobil yang tak diketahui pemiliknya itu, lalu Shania menutup pintunya seketika. Deru nafas ketakutan terdengar jelas dari dua orang tak beruntung itu. Mereka menyandarkan tubuh mereka ke kursi mobil sambil memejamkan mata, mengusap peluh, dan mencoba menata nafas, serta hati mereka.Selama beberapa detik, sang pemilik mobil yang duduk dengan tenang di kursi depan membiarkan aksi mereka, dan memberi waktu bagi mereka untuk bernafas. Mungkin sesuatu yang besar baru saja terjadi pada dua orang asing itu, dan untuk itu ia bersimpati. Hanya sesaat setelah ia merasa kedua tamunya itu telah membaik, dia mencoba mengejutkan keduanya dengan dengan suara tenangnya, "Siapa kalian?""Ah, ya Tuhan!" seru Ardi terkejut. "Kakak benar!" lanjutnya. "A-ada pe-pemilik mobilnya di dalam."Shania seketika menegakkan posisi duduknya. Ia yang sejak awal memang tidak yakin bahwa m

  • SHANIA   Chapter 13

    Dentang jam berlalu. Matahari tidak lama lagi akan tenggelam, dan warna jingga mulai mewarnai pancaran cahayanya. Waktu ini, hingga saat sang mentari masuk kembali ke peraduannya, biasanya dijadikan para pengagum 'matahari terbenam' sebagai waktu favorit mereka untuk membiarkan diri mereka terbius pesona alam.Semua anggota keluarga Ananta—kecuali Alex—saat ini tengah menunjukkan eksistensi mereka sebagai pemilik rumah. Begitulah Shania menyebutnya. Mereka secara kebetulan berada di rumah dalam waktu bersamaan, dan Shania senang akan hal itu. Tanpa kehadiran para pemilik yang sesungguhnya, rumah itu tak lebih seperti hotel, dengan para pelayan sebagai resepsionisnya.Shania tengah dengan saksama memperhatikan karib kerabat barunya dari lantai atas, sore itu. Sang suami—yang selalu menyebut dirinya sibuk, bahkan di waktu sore—tengah membetulkan letak jam tangannya, dan ujung lengan kemejanya. Sementara sang putri tiri kesayangan tengah as

  • SHANIA   Chapter 14

    Shania merasa lega karena mendapati fakta bahwa kedatangan Alan nampaknya tidak akan menambah masalah bagi dirinya di keluarga Ananta. Sang paman idola itu kini bahkan menginap di rumah Ananta—atas permintaan Bianca—dan Shania yang matanya awas dalam mengenali seseorang itu, tak mendapati sedikitpun masalah yang perlu membuatnya khawatir.Shania terus merasa tenang seolah tidak ada yang mampu mengusik kedamaiannya, sampai kemudian ia mendapati sesuatu miliknya hilang.Gelang kesayangan Shania, yang merupakan hadiah dari ibunya, yang tadi siang ia pakai, kini hilang dari tangannya. Shania dengan saksama mencoba mengingat-ingat dimana gelang itu melepaskan diri darinya. Mungkin terjatuh saat ia bawa berlari bersama Ardi, atau jatuh di tempat lain. Shania melakukan pencariannya di seluruh penjuru kamar, di semua ruang di rumah itu, hingga masuk ke garasi, dan ke dalam mobil yang ia bawa pergi, hari ini. Upayanya tidak membuahkan hasil. Ia t

  • SHANIA   Chapter 15

    Dugaan bijak Shania tak salah. Tepat sasaran tanpa sedikit pun meleset. Bianca memang mengajak Alan keluar dari rumah, dengan alasan mengajaknya makan malam, meski motif yang sebenarnya tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk menjauhkan dirinya dan paman kesayangannya itu dari sang ibu tiri. Alan, yang kemampuan empatinya sangat bisa diandalkan, memahami kondisi hati sang keponakan yang sedang tidak stabil, dan alhasil mengabulkan permintaan itu demi menghibur hatinya."Bianca," ucap Alan di dalam mobil, di tengah perjalanan mereka, "jika Om Alan tidak ada di rumah saat ini, apakah kamu akan pergi jalan-jalan keluar bersama teman-temanmu?""Tentu saja!" jawab Bianca tersenyum simpul. "Itu akan lebih menyenangkan daripada berada di rumah bersama ibu tiri itu."Alan melirikkan matanya sekejap pada sang keponakan, yang tampak menikmati ekspresi kebenciannya dengan sepenuh hati. "Kamu sudah sering melakukannya sejak kepergian ibumu, Sayang. Om rasa ibu tirimu t

  • SHANIA   Chapter 16

    Malam yang dinanti tiba. Alan menyebutnya malam pertaruhan. Pertaruhan akan kredibilitasnya sebagai seorang paman bagi Bianca, dan sekutu tunggal bagi Shania.Sebagai seorang paman, ia berkewajiban menjaga—baik fisik maupun perasaan—sang keponakan, dan sebagai sekutu Shania, ia merasa berkewajiban memastikan Shania aman dari serangan-serangan tajam sang keponakan yang nampaknya akan menjadi sebuah keniscayaan.Sementara Shania sendiri, menyebut malam ini adalah malam pembuktian. Ia harus membuktikan pada dirinya sendiri bahwa ia masih seorang wanita tangguh bak batu karang, yang sanggup menghadapi tantangan apapun di depannya—karena ia merasa ragu identitasnya agak sedikit berubah setelah beberapa hari bertahan hidup di tengah keluarga Ananta yang aneh.Selain itu, Shania juga harus membuktikan pada sang putri tiri, bahwa dirinya adalah seorang ibu tiri yang baik dan sama sekali tak pantas di anggap sebagai tokoh antagonis dal

Bab terbaru

  • SHANIA   Chapter 56 (TAMAT)

    Dentang jam berlalu. Seolah patuh pada perintah Cecilia, kini Shania telah berada di apartemennya yang dia huni berdua bersama Cecilia. Shania duduk berleha-leha guna mengistirahatkan raganya yang kepayahan karena pekerjaan, sembari menunggu kepulangan sang sahabat—yang saat berpamitan, berlagak tak sudi memberitahukan tempat tujuan kepergiannya. Anehnya, pikiran Shania yang biasanya sulit terusik, kini terasa mengelana kemana-mana, tidak pada tempatnya, dan sedikit membawa suasana hatinya menjadi melankolis. Efek paparan nasihat tak diminta dari Cecilia saat di kantor. Tepat di saat itulah, dering ponsel membuyarkan lamunannya. Alan, mendadak menanyakan apakah Shania memiliki acara nanti malam, karena jika tidak, sang pemuda meminta ijin untuk menyibukkannya dengan mengajaknya pergi makan malam. Shania tak menolak sedikitpun. Wanita itu tidak tahu apa sebabnya, tapi dia tak sedikitpun berminat menolak setiap ajakan pemuda ini, layaknya penolakan getirny

  • SHANIA   Chapter 55

    Menit dan jam berlalu. Meninggalkan segala keriangan para anggota muda keluarga Ananta di Jakarta; di Bali, Shania terlihat tengah sibuk mengurus pekerjaan di kantornya. Wanita itu telah mendirikan perusahaannya sendiri yang bergerak di bidang konsultasi jasa arsitek di Pulau Dewata, bekerja sama dengan sahabat dekatnya, Cecilia—yang telah memutuskan untuk ikutan hengkang dari Lukita Group, menyusul jejak Shania yang telah lebih dulu membuat bos Lukita Group berduka dengan surat pengunduran dirinya.Shania, mengurus bisnisnya itu dengan keseriusan yang mampu membuat pikirannya tak sempat tertuju pada hal lain di luar pekerjaan. Di tahun pertama perusahaannya berdiri ini, perempuan itu secara total menenggelamkan diri dalam kesibukan, hingga agendanya hanya penuh dengan jadwal-jadwal pekerjaan saja, tak begitu mempedulikan acara senang-senang, atau kumpul-kumpul yang tak jelas haluannya. Pesta-pesta semakin jarang dia kunjungi. Pertemuan ramai-ramai d

  • SHANIA   Chapter 54

    Alan tengah berada di rumahnya kala dua keponakan kesayangannya menyambanginya. Pria itu terlihat menyibukkan diri dengan menelepon beberapa orang terkait rencananya untuk sebuah acara, dan baru saja mengakhiri teleponnya yang terakhir ketika dua keponakannya melenggang masuk dengan menyuarakan sapaan yang riang, terutama Bianca.Sang paman, yang dari penglihatan dua keponakannya itu terlihat duduk tak melakukan apapun, memancing salah satu tamu untuk berdecak heran dan tak sungkan menyampaikan ucapan bernada prihatin, "Selamat pagi, Om. Sepi sekali. Rumah sebesar ini, tapi begitu senyap seperti kuburan.""Benarkah?" ujar sang paman yang tak terlihat tersinggung. "Akan kuajak kalian ke konser kapan pun kalian mau kalau kalian ingin suasana yang ramai." Alan memanggil asisten rumah tangganya dan memintanya menyuguhkan minuman bagi dua keponakannya. "Ada apa, anak-anak?" lanjut Alan. "Kalian datang bersamaan, dan tanpa mengabariku dulu.

  • SHANIA   Chapter 53

    Fajar menjelang, menebarkan aroma segar embun pagi yang membangkitkan jiwa siapapun yang tak berminat memperpanjang tidurnya. Bianca perlahan membuka matanya yang masih sedikit mengantuk karena peralihannya dari tidur nan melenakan menuju realita dunia nyata yang masih pagi. Namun gadis itu jelas telah cukup siap memulai hari. Tak merasa kurang tidur sedikitpun, karena di malam harinya telah mendapatkan peringatan keras—untuk tak begadang sembarangan—dari sang mantan ibu tiri yang meneleponnya dari Bali, seperti biasa.Wanita cantik yang eksentrik dan penuh kasih, yang dulu sempat bergelar Nyonya Ananta itu memang telah satu setengah tahun ini tinggal di Bali. Bianca tak mengira, bahwa percakapan singkat mereka di mobil, di sebuah pagi saat sang arsitek mengantarnya berangkat ke kampus, adalah upaya terselubung sang arsitek untuk melepas kasihnya sebagai ibu sambung untuk yang terakhir kali.Pelukan penuh kasih itu, d

  • SHANIA   Chapter 52

    Sang tuan besar telah kembali ke rumah, tepat setelah dia menyelesaikan urusannya di kantor polisi. Keterangannya yang dirasa sedikit berharga, terkait dosa masa lalunya bersama Adrian, telah dia paparkan dengan penjelasan cukup memadai di kantor para petugas berseragam yang bertugas menumpas kejahatan itu.Tuan besar itu, senada dengan istrinya, telah menyampaikan pemberian maaf atas kasus penculikan nan nista yang dilakukan Adrian—meneladani sikap sang istri yang telah dengan legawa memberi maaf terlebih dahulu. Lalu demi memuaskan hasrat akan rasa keadilan dalam diri Adrian, maka di kesempatan yang sama, sang tuan pun juga menyatakan permintaan maafnya atas segala tingkah laku yang memicu dendam pada diri mantan pesuruhnya itu di masa lalu—tentunya setelah upaya keras sang tuan menekan arogansi dan egonya sendiri barang sejenak, yang secara sadar dia lakukan, agar urusan nan ribet itu segera selesai.Tak berniat be

  • SHANIA   Chapter 51

    Shania kini berada di dalam mobil Alan untuk menuju ke bandara, sementara sang pemilik mobil mengendarai kendaraannya dengan fokus. Raut muka Shania tampak sedikit resah—hasil dari upayanya yang gagal untuk mencoba menampilkan sikap tenang, dan Alan sepenuhnya sadar semua itu tentunya berasal dari pergumulan yang hebat dalam hatinya. Entah berapa banyak sketsa rumit yang tengah disembunyikan wanita itu dalam pikirannya, dan Alan tak kan membiarkan mereka berpisah begitu saja hari itu, tanpa mengorek keterangan terkait rahasia terselubung itu."Kamu baik-baik saja, Shania?" tanya Alan tenang, tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan di depannya."Oh," jawab Shania terkejut, "aku baik-baik saja.""Dari mana aku harus memulai pertanyaanku?""Hm?" sang nyonya terkesiap. "Maksudmu?"Alan menarik nafas panjang. Masih dengan ekspresi tenang dia menjawab, "Aku pasti akan senang jika kamu benar-benar baik-baik saja. Tapi ... aku merasa ragu." Al

  • SHANIA   Chapter 50

    Agenda Shania selanjutnya setelah mengantar sang putri tiri, adalah mengunjungi kantor polisi. Nyonya muda itu bergidik, sedih, prihatin, dan sempat menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali, memikirkan betapa lucu jalan hidupnya. Menikah tanpa cinta, terlibat—atau lebih tepatnya melibatkan diri—dalam drama keluarga nan rumit, menjadi korban penculikan, hingga sekarang tanpa terduga akan harus menyambangi kantor polisi untuk sebuah upaya penyelamatan.Sang nyonya, meski sempat dijejali rasa kesal, tak menemukan alasan untuk membiarkan penculik dirinya mendekam merana di tahanan. Shania telah memahami dengan baik, bahwa sang penculik melakukan aksinya karena didorong perasaan terzalimi, atas semua kesalahan Edward. Sebuah penahanan tak terduga yang dilakukan terhadap Shania di sebuah rumah tua nan menyedihkan itu juga tidak sedikitpun disertai dengan upaya penganiayaan—meski faktanya Shania tetap saja terluka oleh aksi nekat sahabat si penculik. 

  • SHANIA   Chapter 49

    Pagi telah menjelang. Mengakhiri malam yang terasa mencekam bagi Shania. Nyonya muda itu membuka matanya yang masih terasa berat—akibat dari jam tidur yang terlalu sedikit, lalu mencoba bangkit, dan duduk dengan loyo di atas tempat tidur. Matanya masih enggan untuk sepenuhnya membuka lebar. Namun untuk sesaat, setelah tanpa sengaja menangkap bayangannya di cermin, nyonya muda itu tersenyum ganjil. Dia memang masih mengantuk, tapi dia ingat dia telah merencanakan sesuatu yang besar hari ini, yang untuk itu dia harus segera bangkit.Shania lalu berusaha keras menghilangkan sisa kantuknya dengan mengucek mata sekedarnya, dan kemudian memaksakan diri untuk turun dari ranjangnya. Setiap langkahnya kemudian menuntunnya untuk menyelesaikan semua aktifitas pagi itu dengan sangat baik, tanpa melewatkan satu bagian pun.Sang putri tiri mengatakan bahwa dia harus mengikuti kelas pagi, dan setelah memastikan gadis itu menyelesaikan sar

  • SHANIA   Chapter 48

    Suasana melankolis mendera dua insan yang baru saja mengalami petualangan menyedihkan, hari itu. Alan dan Shania, terlibat dalam kesunyian mencekam sepanjang sisa perjalanan pulang mereka, yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi Alan—namun nampaknya tidak bagi Shania, karena lamunannya seolah telah membawanya ke dunia lain.Shania begitu fokus dengan renungan suramnya sembari membuang pandang ke luar kaca mobil hampir sepanjang perjalanan. Sementara Alan, sembari melakukan upaya terbaiknya untuk menjaga fokusnya dalam menyetir, berulang kali tak mampu menahan diri untuk menoleh dan memandang wanita di sampingnya itu dengan pikiran tak karuan.Perasaan Alan yang penuh empati membuatnya mampu membayangkan betapa kecewanya perasaan sang nyonya atas semua sikap Edward, dan diamnya sang nyonya seolah membenarkan semua perkiraan itu.Meski Alan menyangsikan adanya cinta di hati Shania untuk kakak iparnya—karena

DMCA.com Protection Status