Bab 4

"Bu, siapa pria tadi?" tanyaku pada ibu mertuaku, karena pria yang baru bertemu dan mengajak mas Deri keluar rumah, sama sekali tidak aku kenal.

"Teman lama Deri, Diana. Lebih baik kamu berkemas, biar ibu gendong Lili," jawab ibu mertuaku dengan tenang.

Aku menatap Lili, yang dengan keras menolak digendong oleh ibu mertuaku. Sejak lahir, Lili memang sangat dekat denganku, dan aku sering kali merasa kesulitan saat orang lain mencoba menggendongnya.

Begitu juga saat ini mungkin, Lili hanya ingin berada di dekatku.

Tanpa banyak bicara, aku mulai berkemas sambil menggendong Lili, yang masih terus merengek, meminta untuk segera pulang ke rumah.

Saat itu, aku merasa ada sesuatu yang aneh dalam pikiranku. Namun, aku berusaha mengabaikan perasaan itu.

Aku berpamitan pada ibu mertuaku dan juga kakak serta adik iparku, yang sangat baik padaku.

Mas Deri adalah anak kedua dari lima bersaudara, dan aku cukup dekat dengan keluarganya. Aku bersyukur memiliki ipar-ipar yang sangat memperhatikanku, yang sering kali menjadi teman berbicara dan berbagi.

"Hati-hati, kalau ada apa-apa hubungi aku," ucap Mas Deri dengan penuh perhatian ketika aku sudah berada di dalam mobil rental yang akan mengantarku pulang.

Mas Deri memang memiliki mobil pribadi, tetapi kali itu dia memilih untuk tidak ikut bersamaku, karena harus mengatur acara pengajian yang akan berlangsung malam nanti.

Aku tidak sama sekali keberatan pulang dengan mobil rental, karena bagiku yang terpenting adalah Lili bisa pulang dengan selamat, dan aku bisa beristirahat di rumah.

"Iya Mas, aku pamit dulu," jawabku. Aku menyalami Mas Deri dan mencium punggung tangannya, lalu dia membalas dengan mencium keningku dan bergantian mencium pipi Lili.

Setelah itu, Mas Deri menutup pintu mobil dengan lembut, melambaikan tangannya, dan melihat kami pergi.

Setelah mobil mulai bergerak, aku fokus menatap jalanan di depan.

Kini Aku menautkan kening ketika melihat kaca spion dari dalam mobil.

Dimana aku melihat sebuah mobil yang berhenti tidak jauh dari tempat Mas Deri berdiri.

Pemandangan itu membuatku penasaran. Aku melihat seorang perempuan turun dari mobil tersebut, sambil menggendong seorang anak kecil. Perempuan itu kemudian bersalaman dengan Mas Deri.

Aku merasa gelisah dan langsung menoleh ke belakang, agar bisa melihat dengan jelas siapa perempuan itu.

Dari kaca belakang mobil, aku bisa melihat dengan lebih jelas, namun aku masih belum mengenali siap perempuan itu, yang kini berjalan menuju arah rumah mertuaku.

"Siapa perempuan itu, apa saudara jauh Mas Deri?" Aku bertanya pada diriku sendiri, mencoba untuk mencari penjelasan.

Tiba-tiba, suara Lili memecah rasa penasaranku. "Mama, aku mau mimi," katanya, sambil menggerakkan tangannya ke arah minuman yang ada di sampingku.

Aku seketika mengalihkan perhatian, mengambilkan minuman untuk putriku, yang kini tampak lebih tenang.

"Lili mau makan biskuit?" tanyaku, berusaha mengalihkan perhatiannya.

"Ndak mau," jawab Lili singkat.

"Baiklah, nanti kalau mau apa-apa bilang sama mama ya," kataku lembut. Lili hanya mengangguk, lalu menidurkan kepalanya di pangkuanku, terlihat nyaman dalam posisinya.

Namun, perasaan aneh itu masih mengganggu pikiranku. Ketika aku merasa sedikit lebih tenang, aku baru sadar bahwa ponselku tertinggal di rumah ibu mertuaku.

"Ya ampun," ucapku.

Aku merasa kesal pada diriku sendiri karena lupa membawa ponsel yang selalu menemani setiap langkahku. Dengan cepat, aku meminta supir untuk memutar balik.

"Mas, tolong putar balik," kataku dengan cemas.

"Ada apa, Mbak?" tanya supir, sedikit terkejut.

"Handphonku ketinggalan," jawabku, agak terburu-buru.

"Baik, Mbak," jawabnya sambil mengarahkan mobil ke arah yang semula kami lewati.

Bersambung........