Saat ini kami sedang berada di sebuah restoran ternama yang aku tahu ini adalah restoran favorit keluarga Lala. Meskipun pada awalnya Lala terlihat ragu lantaran aku membawanya masuk restoran mahal ini. Setahu Lala penghasilanku hanya dari toko alat tulis itu, jadi pantas kalau dia meragukan keuanganku.Beberapa saat yang lalu, Lala bertanya tentang sikapku di depan Rendy tadi. Dan seperti dugaanku Lala tidak percaya kalau itu datang dari dalam hatiku, bukan rekayasa atau sandiwara di depan Rendy."Kalau aku bilang bahwa aku jatuh cinta beneran padamu, kamu percaya enggak?" tanyaku serius dan kalimat itu sukses membuat matanya membola sempurna. "Eng-gak .... " Dia menggeleng perlahan dengan mata masih fokus padaku."Sudah kuduga .... " jawabku sambil terkekeh."Jangan bercanda, Om. Aku tahu kriteria istri idaman Om itu bukan seperti aku. Jadi mana mungkin Om jatuh cinta padaku."Aku tersenyum masam mendengar alasan yang Lala ungkapkan. Dia belum mengerti saja bahwa cinta berlabuh tan
Pov Lala"Kamu kok, tegang begitu, La. Santai saja, ini di luar pelajaran saya, kok. Saya tidak akan membahas masalah pelajaran maupun tausiyah." Wanita di hadapanku ini tersenyum manis sekali. Harus kuakui Bu Zaskia memang cantik dan anggun. Siang ini Bu Zaskia mengajakku makan di cafe yang berada di sebelah kampus."Wajar saja kalau saya gugup, Bu. Soalnya baru kali ini saya diajak makan sama ibu." Aku berkata jujur, karena memang heran dengan perubahan sikap Bu Zaskia sejak kami bertemu di mall waktu itu."Santai saja, La. Saya cuma mau lebih dekat saja sama kamu." Lagi, senyumnya mengembang sempurna.Aku memicingkan mata. Bu Zaskia mau lebih dekat denganku? Apa tidak salah? Seharusnya aku yang ingin lebih dekat dengan seorang dosen, bukan sebaliknya. Tapi mungkin ada alasan tertentu bagi Bu Zaskia."Enggak salah, Bu?" tanyaku setelah selesai menyuap."Ya nggak, dong." "Kalau boleh saya tahu alasannya?""Alasannya .... " Wanita di hadapanku ini tersenyum malu-malu."Kamu mau denga
Setelah kami saling tatap sesaat, Bu Zaskia melanjutkan lagi ceritanya."Suatu hari motor saya masuk bengkel dan Mas Faldo terpaksa mengantarkan saya ke rumah. Saat itulah dia bertemu dengan Ayah dan tanpa disangka Ayah berkata kepada Mas Faldo. Ayah bilang begini, 'Ayah tidak tahu apakah kalian pacaran atau tidak, yang jelas menurut pengakuan Zaskia dia tidak punya pacar dan tidak akan pernah pacaran. Tapi jika kalian memang punya perasaan sebaiknya ditunda dulu, sebab kalian sama-sama masih kuliah dan sama-sama punya cita-cita. Lagi pula Ayah tidak akan mengijinkan putri Ayah menikah dengan pemuda yang belum mapan.' Saya tahu saat itu Ayah berkata seperti itu karena khawatir terjadi sesuatu pada anak gadisnya ini. Mas Faldo pun saat itu hanya mengiyakan saja dan menampik bahwa kami memang tidak pacaran, kami hanya berteman dan kebetulan motor saya ada di bengkel." Mata lentik Bu Zaskia menerawang. Wajahnya berbinar, mungkin dia sedang mengingat masa-masa indah saat kuliah dulu."Mu
"Jadi waktu kamu naik taksi bareng saya dan berhenti di komplek ruko itu .... ?" Tangan Bu Zaskia mengetuk keningnya."I-ya, saat itu aku pulang ke tempat Om Do karena kami tinggal di sana." Aku berkata ragu sebab ketahuan berbohong. Bahaya ini, bisa-bisa aku dicap tukang bohong oleh Bu Zaskia."Kenapa kamu tidak jujur? Apa kamu malu punya Om yang tinggal di ruko?"Aku menyeringai. Sementara wanita anggun dihadapanku menggeleng perlahan. "Aku pikir selama ini kalian tinggal di rumah Mas Faldo.""Rumah?!" Sontak mataku melebar. Tak percaya kalau Om Do punya rumah. Tapi kemudian aku mengangguk, itu bisa saja terjadi lantaran mobil pun awalnya dia rahasikan."Iya. Rumah yang tidak jauh dari ruko itu.""Aku enggak tahu kalau Om punya rumah.""Astagfirullah ... kalian itu Om dan ponakan macam apa sih! Kok, tidak saling mengenal begitu?"Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Entah sudah seperti apa rupaku sekarang. Duh, sandiwara ini memang tanpa skenario, aku jadi repot sendiri dibuatn
"Kalian ngobrol apa saja?""Mau tahu atau mau tahu banget?" Aku mencoba berseloroh."Aku tak punya waktu untuk bermain teka-teki." Tak kusangka Om Do menjawab dengan ketus."Beliau bercerita banyak hal, terutama masa-masa dia di pesantren dulu." Kulirik sekilas wajah pria di sampingku, sedikit kaget tapi dengan cepat ia bisa menguasai dirinya."Lalu?""Om kelihatannya penasaran banget. Bukankah dulu Om satu pesantren dengan dia?""Di pesantren itu, santriwan dan santriwati terpisah. Jadi meskipun kami satu pesantren kami tidak begitu banyak berinteraksi.""Terus bagaimana kalau misalkan ada seorang santriwati menyukai santriwan atau sebaliknya.""Kalau suka, ya, suka aja.""Maksudnya bagaimana kalian berinteraksi atau pacaran kalau pergaulan kalian dibatasi.""Kami tidak pacaran dan dilarang pacaran. Sebenarnya bukan di pesantren saja, semuanya memang disarankan untuk tidak berpacaran dan kami sebagai santri dan santriwati yang sudah tahu itu jadi ... tidak terbebani.""Jadi kalau kit
"Pak Sulaeman gak datang, gaees," teriak Fito sambil berhambur masuk kelas."Serius?!" tanya beberapa teman-temanku antusias."Si Fito paling cuma berharap," sahut Kinara santai sambil merapikan riasannya, tatapannya fokus pada cermin kecil di tangan kirinya. Di kelas ini dia terkenal paling memperhatikan penampilan, baik pakaian maupun riasan wajah. "Gue serius. Barusan gue dari parkiran, dan mobil Pak Sulaeman gak ada di sana. Itu artinya .... ""Dia ke kampus naik motor, ha-ha-ha .... " Galih memotong kalimat Fito yang kemudian disambut gelak tawa yang lainnya."Beneran!" Lama-lama Fito merasa kesal karena tidak ada yang mempercayainya. Lagipula selama ini pemuda berambut ikal itu dikenal sebagai tukang prank."Kalau Pak Sulaeman gak datang, biasanya beliau memberikan tugas. Ini sudah lewat sepuluh menit belum ada. Paling beliau terlambat." Itu suara Yoga, mahasiswa paling aktif di kelas ini yang merangkap sebagai asisten dosen.Dari awal aku tidak berminat menimbrung obrolan mere
Ya Tuhan, kenapa harus pria ini yang menggantikan Pak Sulaeman. Lagi pula, apa Om Do bisa mengajar? Ah, bukankah dia kuliah di fakultas yang sama dengan Bu Zaskia?Aku kembali memutar bola mata dan membuang napas berat. Sementara pria itu tersenyum tipis ke arahku lalu mengedarkan pandangan ke arah teman-temanku."Lala ini baru saja hijrah loh, Pak. Baru beberapa bulan yang lalu dia berkerudung. Awalnya dia selalu tampil memakai celana jeans dan kaos oblong juga topi. Kali aja dia perlu pembimbing untuk hijrah. Kayaknya cocok sama Bapak." Tak disangka Fito menyeru, sontak saja mendapat teriakkan dari teman-temanku. Kulirik Ghea dan Mitha, keduanya tertawa cekikikan."Oh ya, bagus lah bisa buat contoh juga buat yang lainnya, bahwa cewek tomboy yang berkaos oblong dan celana jeans juga bisa merubah penampilannya seperti sekarang ini, lebih cantik dan elegan. Boleh ... boleh, bisa saja, kalau misalkan ada yang perlu di diskusikan atau ditanyakan bisa hubungi saya." Pria berkumis tipis da
"La! Lala tunggu!" Mitha berusaha menyusul dan mengimbangi langkahku."Jadi, lo beneran enggak tahu kalau suami lo seorang dosen?" Mitha bertanya dengan nafas tersengal."Sttt ... jangan kenceng-kenceng! Gue bener nggak tahu apa-apa tentang dia. Gue tahunya dia punya toko doang. Dan sehari-hari dia memang tidak di ruko. Om Do pergi entah kemana lantaran baru sekarang aku tahu kalau pekerjaannya seorang pengajar. Tapi nggak tahu di universitas mana sebenarnya dia mengajar.Bukankah di kota ini cuma ada dua perguruan tinggi? Yang ini dan Universitas swasta yang dekat pusat kota itu.""Bentar, lo bilang ruko? Om Do punya toko?" tanya Ghea yang belum tahu kalau aku tinggal di ruko karena waktu itu hanya Mitha yang menjemputku ketika aku kabur."Iya, Om Do punya ruko dan selama ini gue tinggal di lantai dua rukonya.""Apa?! Jadi enggak tinggal di rumah?! Ya ampun, gue kira selama ini lo tinggal di rumah. Kenapa lo enggak kabur aja, sih, La. Kalau gue gak mau deh, harus tinggal di ruko gitu.