Beranda / Rumah Tangga / SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN / 25. Panik Di Tengah Kebakaran

Share

25. Panik Di Tengah Kebakaran

Penulis: Mastuti Rheny
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-28 13:19:30

Pak Mirza, Bu Nia ... !”

Seorang pemuda berlari mendekat dengan nafas tersengal.

Aku melihatnya dengan hati berdebar dengan memendam firasat yang buruk.

Ketika pemuda yang merupakan salah seoarang tetangga kami itu sudah berada di hadapanku, aku langsung bertanya.

“Ada apa, Nuri?” tanyaku pada pemuda bertubuh ceking itu.

Nuri tak langsung menjawab, masih menata nafasnya yang tersengal setelah berlari begitu jauh.

Tak berselang lama Mas Mirza yang tadinya berada di dalam masjid ikut segera keluar bersama beberapa orang di sana.

“Kamu itu kenapa Nuri, kok berlari kayak kesetanan gitu?” sergah salah seorang pria paruh baya yang sebelumnya ikut mengaji di dalam masjid.

“Itu, itu ... Pak Mirza, pasar ... “

Nuri malah menjadi tergagap sembari tangannya terus menunjuk-nunjuk ke arah selatan.

“Kenapa memangnya? Ada apa dengan pasar?”

Mas Mirza ikut membuka suara dan bertanya.

“Itu Pak, pasar besar ... kebakaran!”

Nuri berucap dengan terengah-engah.

Aku yang mendengarnya langsung terkesiap.

Ba
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   26. Saling Menguatkan

    “Mas Mirza ... !”Rasanya jantungku sudah nyaris berhenti ketika melihat api di belakang suamiku kian dekat menjilat.Aku sudah menganggap jika tubuh suamiku pasti akan dilalap api yang berkobar yang sudah membakar apapun yang dilewatinya.Tapi di saat yang tepat mendadak beberapa orang petugas pemadam kebakaran dan petugas keamanan langsung menarik tubuh suamiku bersama dengan etalase besar yang sejak awal dipertahankan oleh suamiku.Mereka berhasil membawa suamiku menepi sembari menggeret etalase itu hingga sampai di luar bersama bapak-bapak tetangga kami yang sejak tadi memberikan pertolongan kepada kami.Dengan hati yang bercampur aduk aku langsung menyongsong suamiku dan menghambur ke dalam pelukannya.“Mas, kenapa kamu nekat sekali, Mas ... !”Aku meluapkan kekhawatiranku dengan memukuli dadanya. 

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-29
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   27. Ujian Berat

    Setelah mendengar keterangan dari dokter jika kondisi kandunganku baik-baik saja, aku langsung menarik nafas lega sembari mengucap syukur.Di tengah kecamuk cobaan yang menerpa kami masih dianugerahi kebahagiaan.Walau semuanya kini berselimut dengan serba ketidakpastian, tapi aku tetap berusaha untuk memandang persoalan dengan positif.“Alhamdulillah keadaan bayi kita baik-baik saja, bahkan Dokter Mira tadi bilang kalau tinggal tiga bulan lagi kamu akan melahirkan.”Mas Mirza yang sejak awal selalu mendampingiku, tetap berusaha untuk membesarkan hatiku.“Lalu dari mana kita akan mendapatkan uang untuk biaya persalinan? Kita bahkan belum mengurus jaminan kesehatan, karena dulu Mas bilang kalau kita memakai kartu jaminan kesehatan saat untuk berobat kita tidak akan mendapatkan pelayanan yang baik, sementara dengan keadaan kita sekarang, kita sudah tidak memiliki

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-30
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   28. Menagih Utang

    Mirza POVRasanya aku semakin tak kuasa melihat penderitaan istriku. Di usianya yang sudah tidak lagi muda, secara tidak langsung aku memaksanya untuk bekerja lebih keras. Pontang-panting berusaha menawarkan dagangan kami yang tersisa, untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari.Sementara saudara-saudara kandungku yang dulu tak pernah berhenti mendapatkan bantuan dariku sama sekali tak menjenguk dan memberikan uluran tangannya.Terlebih Arman yang dulu pernah aku pinjami sejumlah uang, sama sekali tak menampakkan batang hidungnya.Saat aku meminjamkan uang pada adikku yang nomor tiga itu, Nia sama sekali tak mengetahuinya.Karena itu dengan diam-diam juga aku berusaha menagihnya dan uang itu akan aku gunakan untuk biaya persalinan istriku nanti.Dua hari sebelum lebaran aku mendatangi rumahnya sembari membawa barang dagangan yang baru saja selesai aku tawarkan

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-01
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   29. Budi Baik Yang Menjadi Sia-sia

    “Jadi sekarang katakan padaku, kapan kamu akan melunasi hutang kamu itu?”Aku kian mendesak, benar-benar mengabaikan tatapan kecewanya yang bisa aku jelas dari sorot kedua matanya.“Untuk sekarang aku masih belum punya uang.”“Kalau begitu kapan kamu punya uang?”Aku masih saja mendesak yang membuat Arman menyergapku dengan sorot matanya yang tajam penuh kekesalan.Aku benar-benar sudah tak mempedulikan semua itu.“Aku tidak meminta seluruhnya dalam waktu dekat ini, aku ingin kamu mencicilnya seberapapun yang kamu miliki.”“Tapi dalam waktu dekat ini, aku juga memiliki banyak kebutuhan.”“Sudah aku katakan cicillah berapapun semampu kamu karena aku memang benar-benar membutuhkan uang itu.”“Kenapa Mas Mirza nekan aku banget? Bukannya uang Mas Mirza juga dipinjam Andika kan? Tagih dia juga dong, kenapa cuma aku saja?”Arman semakin terlihat tidak terima.Aku benar-benar harus mengeluarkan segenap kesabaran menghadapi adikku yang sudah lama memperlakukan aku sebagai sapi perah mereka.S

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-02
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   30. Kehilangan Kesabaran

    “Kalau begitu katakan Ibu mau makan nasi apa?”Aku memilih mengalah untuk menghadapi mertuaku yang memang sejak dulu selalu banyak maunya.Kesabaran kami saat ini memang benar-benar sedang diuji. Karena nyatanya ibu memang tidak berubah meski dia tahu bahwa keadaan kami sudah tak lagi seperti dulu, serba kecukupan dan segala keinginannya bisa kami penuhi.Kini kami sedang ditimpa kesulitan, bahkan setelah kebakaran, kami benar-benar berada di dalam titik nadir. Seakan segala usaha yang sedang aku perjuangkan sama sekali sia-sia. Tadi saja saat aku berkeliling, tak ada satupun dagangan yang aku bawa laku terjual.Karena itu tadi aku berinisiatif mendatangi Arman dan meminta uang padanya. Sesuatu yang sekarang malah aku sesali karena tadi adikku itu malah memperlakukan aku seperti pengemis, padahal aku sedang meminta hakku sendiri.“Memangnya kamu punya uang untuk mengabulkan permintaanku? Sok-sokan nawari aku segala.”“Kalau cuma nasi uduk atau nasi padang aku akan membelikannya buat I

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-03
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   31. Bukan Salah Siapa-Siapa

    “Jadi Ibu mau pergi?”Shania bertanya dengan sangat tenang, sangat di luar perkiraanku, yang membuatku langsung menyergap istriku dengan tatapan bingung.“Nia, jangan seperti ini, nanti Ibu akan benar-benar pergi.”Aku berusaha menenangkan istriku yang tampak sudah kehilangan kesabaran.Sekarang Nia memilih diam malah memalingkan wajah sembari menarik nafas panjang. Tampak sudah sangat lelah menghadapi ujian yang terus menerus datang bertubi-tubi kepada kami, sekarang ditambah dengan sikap ibu yang selalu saja suka semaunya.“Kamu benar-benar menginginkan aku pergi?”Ibu langsung menatap tajam kepada Shania.“Kalau Ibu terus menerus mengeluh seperti ini memang sebaiknya ibu ikut bersama Sharma atau Shandy.”Shania kembali menegaskan perkataannya.Aku segera menghentikan ucapan istriku agar tak semakin menyinggung perasaan ibu.“Nia, jangan seperti ini,” sergahku berusaha menghentikan sikap istriku yang benar-benar lain dari biasanya.Shania sepertinya sudah kehilangan kesabaran mengha

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-05
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   32. Menolak Meminta Bantuan

    “Menurutmu apa yang harus kita lakukan untuk mendapatkan uang itu?”Aku bertanya dengan nada pesimis.Shania langsung menatapku lurus, dengan sorot mata yang digayuti kecemasan.“Mas, kumohon jangan menyerah, walau sesulit apapun keadaan sejatinya selalu akan ada kemudahan. Percayalah kita pasti bisa menemukan jalan keluar.”Aku mulai mendesah panjang.“Seandainya kita tak pernah memakai uang pemberian Sharma pasti kita masih memiliki sedikit tabungan.”Aku semakin tak bisa menghempaskan penyesalanku.“Mas kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Jadi jangan pernah menyesali apapun yang sudah terjadi,” ucap Shania tulus tampak sangat gigih berusaha untuk membesarkan hatiku.“Sebenarnya aku ada sebuah ide, tapi aku tetap harus meminta persetujuan da

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-06
  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   33. Tamu Peminta Zakat

    “Siapa yang datang maghrib-maghrib begini?”Shania bertanya penuh rasa penasaran.Tanpa menjawab pertanyaan istriku aku langsung melangkah ke depan untuk membuka pintu demi mengetahui siapa yang bertamu saat maghrib seperti ini.Istriku dengan sigap mengikuti di belakang sembari membawa segelas air putih. Aku tahu dia bermaksud agar aku membatalkan puasaku terlebih dahulu sebelum menemui tamu yang datang ke rumah kami.Karena itu aku langsung meminum air yang disodorkan istriku terlebih dahulu sebelum membuka pintu.“Terima kasih, sayang,” ucapku saat bangkit dari duduk sembari menyerahkan gelas yang telah kosong kepada Shania.Setelah itu aku baru membuka pintu dan agak terkejut dengan kedatangan beberapa orang keluarga jauh kami, yang memang selalu datang setiap kali menjelang lebaran.Dadaku langsung terasa sesa

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-07

Bab terbaru

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   109. Dalam Ketidakpastian

    Cukup lama aku bersimpuh di samping pusara Mas Mirza. Berusaha keras menegarkan diri meski air mataku tetap saja tak bisa aku tahan.Walau aku begitu kehilangan tapi aku enggan hanyut dalam kesedihan yang hanya akan membuat hatiku tidak bisa menerima takdir yang sudah digariskan.Aku tak mau terjebak dalam kekufuran yang hanya akan membuatku tidak bisa menerima kenyataan jika Mas Mirza tidak lagi bersamaku.Akbar yang sejak tadi mendampingi, berusaha menguatkan aku dengan sentuhannya yang selalu aku rasakan pada pundakku.Putraku mampu menempatkan dirinya dengan sangat baik hingga aku merasa tidak sendiri.“Ma, ini sudah digariskan oleh Allah, ikhlaskan Papa, Ma,” gumam Akbar bijak.Aku memandang luruh pada putraku meski sebelah tanganku masih berpegang pada nisan suamiku.Saat memandang Akbar aku merasa jika Mas Mirza seakan masih bersamaku. Wajah mereka terlalu mirip yang membuat hatiku malah menjadi lebih tegar.Aku berusaha menyunggingkan senyumku dan membalas genggaman tangan mun

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   108. Diambang Perpisahan

    “Bagaimana kamu mengenal dia?”Aku bertanya penuh rasa penasaran.Sebaliknya Yusuf malah terlihat ragu, bahkan dia kemudian mulai menarik nafas dalam.Sementara istrinya memberi tatapan penuh arti disertai sebuah anggukan ringan yang membuat Yusuf kembali mengarahkan tatapannya padaku.“Sebenarnya Mas Herlambang adalah kakak kandungku, kami bertemu setelah sekian lama terpisah karena keadaan.”“Kakak kamu?”“Tapi sebenarnya ada hal lain juga yang aku rasa Mbak Nia perlu ketahui.”“Tentang apa?” tanyaku sedikit mendesak.“Kalau sebenarnya Mas Herlambang menyimpan sebuah perasaan pada Mbak Nia sejak lama. Karena memang Mas Herlambang sudah begitu lama mengenal Mbak Nia.”“Kami sebelumnya sudah saling mengenal?” tanyaku tak bisa sepenuhnya percaya.“Iya, karena sebenarnya Mas Herlambang sendiri yang sudah membawaku untuk diletakkan di depan rumah ayah dan ibu, Mbak Nia dan ketika itu Mbak Nia sendiri yang menemukan aku terlebih dahulu. Kata Mas Herlambang yang memperhatikan Mbak Nia dari

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   107. Masuk Pesantren

    “Maksud Budhe apa ya?” Riska sekarang malah terlihat ragu.“Apa kamu memiliki perasaan yang sama dengan Danar?” Aku kembali mendesak.“Budhe, aku tidak bisa memastikan apapun. Untuk sementara aku tak memikirkan semua itu, aku hanya berpikir untuk memperbaiki diriku dulu, seperti yang sudah aku katakan aku ingin masuk pesantren dan belajar ilmu agama, meski sepertinya aku sudah sangat terlambat untuk memulainya Budhe.”“Tidak, jangan pernah berpikir seperti itu.”Aku mulai menggenggam tangan Riska.“Kalau kamu sudah membulatkan tekad kamu seperti itu, budhe akan membantumu. Budhe juga berencana akan memasukkan Akbar ke pesantren dan setelah budhe bisa membujuk Akbar, baru kita akan sama-sama ke sana. Karena kebetulan budhe memiliki adik angkat yang sekarang sudah memiliki sebuah pondok pesantren yang cukup besar.”Aku mulai mengulas senyumku di depan Riska yang masih menampakkan keresahannya itu.“Nanti kita akan sama-sama datang ke sana.”Aku berusaha meyakinkan Riska lagi.“Te

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   106. Perasaan Riska

    Sontak aku dan Mas Mirza menjawab salam itu bersamaan, sembari aku menggiring kursi roda yang diduduki Mas Mirza untuk bergerak ke ruang tamu.Aku dan Mas Mirza langsung mengunggah kekagetan saat mendapati sosok Arman sedang berdiri di ambang pintu memandang kami dengan ragu dengan keadaannya yang jauh berbeda, tak lagi seperti dulu yang selalu memakai pakaian rapi dan gayanya yang cenderung angkuh.Bahkan saat terakhir datang dulu adik suamiku itu masih menampakkan sikapnya yang suka memaksa saat meminta untuk bisa tinggal di rumah kami.Tapi kini pria itu terlihat sangat sederhana bahkan gestur tubuhnya terlihat canggung dan ragu saat kami mulai mempersilakan masuk.“Arman, masuklah,” ucapku ramah.Sementara Mas Mirza hanya diam dengan tatapan yang sejak tadi memindai pada diri adiknya yang pastinya membuat suamiku itu bertanya-tanya.“Lama kita tidak bertemu ya,” ungkapku memulai percakapan ketika pria yang sekarang terlihat kurus dan jauh lebih tua itu sudah duduk di hadapan kami.

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   105. Keinginan Suamiku

    Saat aku datang, aku melihat wajah sendu Mas Mirza. Tatapannya menjadi nanar ketika aku memandangnya.“Ada apa Mas?” tanyaku penasaran sembari aku duduk di dekatnya yang saat ini Mas Mirza sedang duduk termangu di kursi rodanya.“Tidak ....”Mas Mirza malah memandangku semakin lekat.“Apa ada yang ingin kamu sampaikan Mas?” tanyaku agak mendesak karena aku menjadi sangat penasaran.Mas Mirza kemudian malah menggeleng.“Tidak, tidak ada,” gumam Mas Mirza.Tapi ketika melihat ekspresi wajahnya yang penuh kegundahan aku tetap tak bisa menghalau rasa ingin tahuku.Aku masih tak yakin jika Mas Mirza jujur saat ini.“Katakanlah Mas, apa yang sedang Mas pikirkan saat ini?”Mas Mirza masih termangu sesaat meski kemudian ia mulai menarik nafas panjang.“Aku hanya merasa bosan,” gumam Mas Mirza kemudian sembari memandangi kedua kakinya yang sudah nyaris tiga tahun ini tak bisa digerakkan lagi.Tapi setelah itu Mas Mirza malah tersenyum lebar.“Sudahlah lupakan semua itu, bagaimana keadaan pabri

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   104. Sikap Ganjil Herlambang

    “Budhe Nia!”Sontak aku menoleh dan memandang dari kejauhan melihat sosok Danar mendekat ke arah kami.Sekarang perhatian kami tertuju pada Danar yang semakin memacu langkahnya.“Apa persoalan kamu di kampus sudah selesai?” tanyaku memastikan karena tadi Danar memang harus datang ke kampus untuk mengurus beberapa hal yang membuatnya tak bisa mengikuti jalannya persidangan yang sudah memasuki fase akhirnya.“Sudah Budhe, semuanya sudah selesai.”Danar mengatur sejenak nafasnya yang tampak tersengal.“Bagaimana sidangnya? Keputusan hakim bagaimana?” tanya Danar menjadi sangat penasaran.“Sudah, Roby kena 10 tahun dan Dina juga ikut dijadikan tersangka meski saat ini dia masih buron.”Sejak di pemakaman nyatanya Dina benar-benar mengikuti apa yang dikatakan oleh

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   103. Fakta Lain Tentang Didit

    “Kenapa kamu berkata seperti itu?”Aku menjadi penasaran dengan apa yang dikatakan Danar. Aku merasa dia sedang menyembunyikan sesuatu dariku saat ini.Pria muda yang juga mewarisi kesempurnaan wajah ibunya itu meski kakaknya memiliki wajah yang lebih mirip sang ibu itu malah mendesah panjang.“Mas Didit mungkin tidak akan berubah karena di dalam penjara dia masih saja menjadi pemadat, karena benda haram itu semakin mudah didapat di dalam sana.”Aku terperangah ketika mendengar apa yang dikatakan Danar. Keponakanku itu mengunggah wajah sedihnya yang menunjukkan rasa prihatin atas keadaan sang kakak.“Apa benar yang kamu katakan ini?”“Kurasa Budhe sudah banyak mendengar berita seperti ini di berbagai media,”gumam Danar.Ganti aku yang menarik nafas panjang menjadi tak bisa berk

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   102. Rencana Masa Depan

    “Katakan saja apa permintaan kamu Nak?” Aku menunggu Riska mengatakan apa yang sedang diinginkannya saat ini. Tapi sekarang gadis yang sebenarnya masih terlalu muda untuk menghadapi segala kepedihan hidup itu malah terlihat ragu saat melihatku. “Bantu aku untuk memisahkan diri dari Ibu,” tegas Riska kemudian. Aku terperangah sejenak, tapi kemudian bisa dengan segera memaklumi keinginannya yang barangkali wajar karena memang Riska hancur seperti ini karena ulah ibunya sendiri. Melihat aku diam tak langsung memberikan jawaban Riska kemudian malah memandangku dengan gelisah. “Budhe, aku tak mau hidupku hancur lagi jika Ibu sampai menemukan keberadaanku.” “Jadi ini juga menjadi alasan kamu untuk masuk ke pesantren?” “Tapi aku benar-benar ingin memperdalam ilmu agama Budhe,” tegas Riska pada akhirnya.

  • SETELAH 25 TAHUN KEMANDULAN   101. Ketakutan Riska

    “Ayo Bu Nia, tunggu apalagi silakan masuk ....” Tatapan pria itu kian menegas seakan ingin memaksaku untuk segera masuk ke dalam mobilnya. Aku merasa tak memiliki pilihan lain yang membuatku akhirnya tetap menerima tumpangan pria itu hingga akhirnya aku sampai ke pabrik tempat usahaku selama ini berjalan. “Terima kasih banyak Pak untuk semua bantuannya,” ucapku sebelum aku keluar dari dalam mobilnya. Lagi-lagi Herlambang mengulas senyumnya. “Tak usah terlalu dipikirkan Bu Nia, oh iya soal pengacara buat mengawal kasusnya Riska, aku sudah melakukan koordinasi dengan beberapa pengacara langgananku, mereka bahkan sudah melakukan tugasnya untuk mengumpulkan semua bukti dengan mengajak dokter yang menangani Riska bekerjasama. Insya Allah kita bisa menyeret pelaku kekejaman pada Riska ke penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.” Herlambang berucap d

DMCA.com Protection Status