Rianne sampai di tempat tujuan bersama Anita. Mereka hanya berjalan kaki saling bergandengan. Anita sangat menikmati masa kebebasannya, bisa di lihat dari caranya memandang jalan dengan mata yang berbinar."Kau sangat senang rupanya." Kata Rianne, mereka tengah berdiri di halaman kedai.Anita mengangguk. "Aku akan mengabdi padamu sepanjang hidupku. Kau dewi keberuntunganku, Anna." Anita memeluk Rianne sangat erat.Rianne menepuk lengan Anita lembut, "Aku senang kau memanggilku dengan nama itu, terdengar sangat akrab.""Selain tuan, siapa lagi yang memanggilmu Anna?" Tanya Anita penasaran."Kakakku. Arche, Alexander dan sekarang dirimu." Jawab Rianne dengan senyuman. Lyora dan Orlando sahabatnya tetapi mereka tidak ada hak untuk itu, sejak awal Rianne memang tidak menginginkan keduanya memanggilnya dengan nama Anna."Berarti aku orang yang spesial, begitu? Kau sangat baik. Kau memang dewi."Rianne terkekeh, dia mengajak Anita masuk ke kedai miliknya, tidak ada yang berubah sama sekali.
Di dalam kamar, kedua sepasang kekasih itu baru saja selesai dengan kegiatan mereka. Rianne terengah karena lelah, sementara Alexander sudah membaringkan tubuhnya di sebelah Rianne setelah mengecup kening wanita yang dicintainya."Anna, kau mencintaiku?" Tanya Alexander masih menatap langit kamar dengan tangan sebelah mengelus perut rata Rianne."Entahlah! Aku juga tidak tahu.""Kita menikah saja. Aku lebih tenang saat kau menjadi istriku." Alexander menoleh ke samping, keringat di wajah kekasihnya masih bercucuran."Nona Caroline bagaimana? Dia mengatakan bahwa kalian sudah bertunangan. Kau miliknya, bagaimana bisa kita menikah?"Alexander kembali menatap ke atas ke langit kamar, dia mengingat bagaimana keluarga Caroline yang memaksa mereka bertunangan karena sesuatu hal yang tidak bisa diungkapkan."Caroline, dia akan mengerti." Hanya itu yang Alexander katakan.Rianne merapatkan tubuhnya, sekarang kulit mereka saling menempel tanpa ada penghalang sedikitpun."Aku tidak ingin menjad
Alexander meminta Rianne melanjutkan makannya yang memang sisa sedikit, tetapi karena terlanjur penasaran Rianne menggeleng, laparnya sudah hilang."Tolong jelaskan padaku, kenapa Orion bisa lebih baik dari Orlando? Kau lupa bagaimana pria itu yang--," Rianne tidak bisa melanjutkan, rasa marahnya pada Orion sudah membuncah, bukan karena dia dikhianati selama ini, tetapi karena caranya yang tidak menghargainya."Sayang ....""Aku tidak tahu ada hubungan apa kau dengan Orlando sebelumnya, tetapi dia sahabatku. Dia yang menjagaku selama ini, dan kau ....?""Baiklah maafkan aku. Aku yang salah. Maafkan aku." Alexander memeluk Rianne erat. Tidak lama Rafh datang, tatapannya Alexander mengerti untuk itu dia meminta Rafh keluar lebih dulu, sementara dia menenangkan Rianne."Aku tidak menyukai Orion. Bukan karena dia mengkhianatiku dan bekerjasama dengan Lyora untuk menyakitiku, tetapi--,""Aku mengerti sayang, maafkan aku. Aku hanya membandingkan keduanya, dan ya aku salah, maafkan aku." A
Pagi harinya, setelah sarapan bersama, Alexander dan Rafh sudah akan bersiap untuk pergi dinas lagi.Semalam saat Rianne terbangun lagi, Alexander menjelaskannya perlahan, bahwa dia akan pergi untuk beberapa waktu kedepan.Rianne hanya mengiyakan, bahkan sudah mengatakan bahwa dia akan berhati-hati."Ingat pesanku. Jangan pulang terlalu malam." Rianne mengangguk."Sebenarnya lebih baik kau di mansion, disana jauh lebih aman untukmu tapi--,"Alexander menghentikan ucapannya saat Rianne memeluknya, "Aku manusia, aku butuh kebebasan, lagi, aku ingin bekerja seperti biasa."Alexander menghela napas pelan, dia mengusap rambut Rianne pelan, "Aku percaya padamu. Ingat kalau ada yang mengganggumu, kau bisa membalasnya, jangan takut aku akan membelamu."Rianne hanya berdehem, "Usiamu sudah hampir 28 tahun, kau tenang saja, aku bisa menjaga diri dengan baik." Rianne sedikit berbisik karena Rafh dan Anita menatap mereka yang masih saling berpelukan.Alexander tersenyum kecil, sepulangnya nanti d
Malam harinya, di tempat yang berbeda, Viola menatap marah Orion yang baru saja kembali, entah dari mana.Seperti biasa Orion acuh dan tidak memperdulikan keberadaan Viola. "Kau dari mana?" Tanya Viola."Bukan urusanmu. Kau siapkan saja aku makanan, aku lapar." Viola yang mendengar itu lantas melemparkan beberapa kertas di meja. Orion meliriknya dan menatap datar Viola."Aku ingin kita bercerai." Ucap Viola santai. Orion yang mendengar itu melangkah mendekati Viola dan meraih kertas yang tadi Viola lemparkan. Membaca dengan teliti lalu meraih pulpen yang tidak jauh dari sana."Beres. Kita sudah tidak ada hubungan apapun sekarang." Orion kembali melemparkan kertas yang tadi Viola lemparkan padanya."Hah! Aku tidak sangka kau sangat menginginkan perpisahan kita." Ejek Viola."Bukan aku yang menginginkannya, kau lupa siapa yang menyerahkan surat cerai?" Sindir Orion, dia membenarkan lengan kemejanya."Karena kau yang tidak pernah menganggap pernikahan kita. Kau lebih menginginkan wanita s
Alexander mehatap Caroline yang tersenyum merekah, ada yang salah dengan wanita yang selama ini mengejarnya seperti hantu. Caroline sadar dengan tatapan Alexander, wanita cantik itu melanjutkan, "Aku lelah. Kau memang tidak mencintaiku, kan? Sudah seharusnya aku mengalah dan membebaskanmu." Katanya dengan menatap sayang Alexander."Sepertinya kau pernah terjatuh? Ada yang berubah dengan isi otakmu." "Ck, kau ini. Jangan sampai aku berubah pikiran dan kembali mengejar dan menempeli mu sepanjang hidup." Kata Caroline menggoda.Menghela napas panjang Caroline mengisi kembali gelasnya, "Aku tahu, kau sangat mencintai wanita itu." Yang Caroline maksud adalah Rianne. Caroline melanjutkan, setelah menyesap sedikit minumannya, "Aku ingin terbang bebas, dan kau tidak akan bisa menemaniku karena pekerjaanmu, bukankah itu hal yang membosankan?""Kau ingin kemana?" Tanya Alexander, dia menyesap sedikit minumannya. "Ke mana saja. Aku ingin menjalani hidup dengan kemauanku." Alis Alexander salin
"Orlando, ada apa? Kenapa kau bertanya seperti itu?" Rianne merasa ada yang aneh, tatapan Orlando terlihat berbeda."Rianne. Kalau aku katakan aku juga mencintaimu bagaimana? Kau akan memilihku atau memilihnya?"Orlando menggenggam tangan Rianne, menatap wajah cantik di hadapannya, "Aku tidak tahan kalau terus menahan perasaanku sementara wanita yang aku cintai harus memilih pria lain yang tidak baik untuknya.""Orlando, kita memang sahabat, tetapi mengatakan Alexander pria tidak baik, bukan hal yang ingin aku dengar."Orlando tertawa membuat Rianne bingung, "Kau sudah mengakuinya, kau mencintainya, kan?" Orlando mengubah ekspresi wajahnya, dia kembali menambahkan, "Sebenarnya aku tidak menyukainya, dia pernah menembak ku dua kali, dan merebut cinta sahabatku, tapi saat melihatmu bahagia, aku merasa baik-baik saja." Orlando menepuk punggung tangan Rianne pelan."Orlando, kau salah paham, aku dan Alexander memang berteman biasa, selain dari aku harus melunasi sisa hutang kakakku.""Aku
"Orion ... lebih baik sekarang kau pergi sebelum mereka membuatmu tidak bisa berjalan lagi." Peringat Rianne."Kau mengusirku, lag? Rianne, kau berubah." Protes Orion, karena Rianne adalah wanita lembut sebelum bertemu dengan Alexander."Terserah. Sekarang pergilah!"Sementara itu di tempat yang berbeda, Orlando sudah menyusun rencana untuk bertemu dengan Orion. Pria itu, sudah merusak adiknya dan ternyata juga menjadikan Rianne sasarannya."Apakah Orion sudah meninggalkan kedai Rianne?" Tanya Orlando pada salah satu anak buahnya."Sudah Tuan. Saat ini nona sudah dalam perjalanan pulang." Lapornya lagi. Orlando sedikit lega, dia tidak akan bisa tenang selama Orion masih berkeliaran di dekat Rianne nya."Terus awasi kemana Orion pergi, beritahu aku dimana dia tinggal." Pria yang menjadi anak buahnya mengangguk kemudian undur diri"Bagaimana bisa Lyora percaya dengan pria bodoh itu?" Kesal Orlando. Di saat dia sangat cemas, ponsel miliknya berdering. Tidak menunggu lama Orlando menerima
"Tuan, Rafh ... tolong maafkan kami." Frea menangis. Baru saja ayahnya menjelaskan semuanya. Ketidak sengajaannya menembak keluarga Rafh serta bagaimana Rafh kecil yang dibawa kabur oleh orang suruhan ayahnya. Rencana hanya untuk mengancam, tetapi takdir berkata lain. Tuan Frasino menembak habis keluarga Alexander.Karena rasa bersalahnya, tuan Frasino akan merawat kedua anak rivalnya. Alexander dan anak yang diculiknya--Rafhael. Namun, nyatanya seseorang sudah membawa anak itu lebih dulu.Mengetahui bahwa Frea menyukai Alexander dan berakhir dengan penolakan, kemarahan tuan Frasino kembali meledak. Dia mengusir Alexander dan mencibirnya sebagai anak tidak tahu terima kasih."Nona Frea, ayahmu melenyapkan orang tuaku coba jelaskan padaku, bagaimana cara memaafkanmu?" Suara Rafh terdengar semakin dingin."Kau tidak dengar? Ayahku tidak sengaja melepas pelurunya," "Seperti ini?" Satu tembakan tepat di jantung tuan Frasino yang Rafh lepaskan. Frea menjerit karena melihat ayahnya semaki
Rianne tidak akan melepas suaminya, perasaannya mendadak tidak enak sama sekali. Bukankah perasaan orang hamil itu sensitif?Alexander memegang wajah istri, mencium seluruh bagian di wajahnya."Hanya beberapa hari saja, hmm." "Memangnya kau mau kemana? Jangan berbohong dengan mengatakan kau akan bekerja. Alexander, aku tahu dirimu."Menghela napas panjang, Alexander memasang senyum secerah mungkin, tidak bisa dia katakan kepergiannya karena kondisi Rianne yang mengandung. "Rafh. Dia harus melihat tempat kerjanya sayang. Perusahaan itu adalah milik orang tuaku yang terbengkalai dan aku berencana menyerahkan pada Rafh. Dia akan membesarkannya," kilahnya tidak sepenuhnya salahAlis Rianne menyatu, masih tidak mengerti, "Rafh adalah keluargaku yang masih tersisa, dia harus bertanggung jawab untuk masa depannya."Mata Rianne membola, lagi-lagi dia dikejutkan dengan berita besar.Alexander mengangguk saat Rianne kembali mengulang kata keluarga. "Aku juga belum mengatakan ini padanya. Dan
Tidak tahan lagi, Alexander langsung menyerang sang istri dengan cepat tetapi masih dengan hati-hati.Siang itu, tidak hanya cuaca diluar saja yang panas, tetapi di dalam kamar dengan pendingin juga sudah terasa panasSuami istri yang sudah terpisah beberapa bulan itu, sama-sama melepas rindu di dalam kamar dengan segala macam gaya. Erangan desahan mengalun indah bersama dengan gerakan pasti si pria. "Sayang ... aku ...." Rianne tersengal, napasnya memburu, ada sesuatu yang ingin meledak di bawah sana rasanya."Bersama sayang. Tolong tunggu aku." Alexander menggerakkan pinggangnya semakin cepat, keduanya menegang karena sebentar lagi akan ada ledakan yang dahsyat."Aaaahhhh." Keduanya mendesah panjang bersama, Alexander mendongak begitupun juga dengan Rianne yang berada dibawahnya yang bergetar karena mendapatkan pelepasan bersama.Napas keduanya memburu, senyum cerah keduanya terlihat sebagai tanda bahwa mereka benar-benar menikmati semuanya."Aku mencintaimu." Alexander menjatuhkan
Orlando berdecak, dia tidak memikirkan Rianne, dia hanya menyakinkan dirinya kalau Frea memang tidak ada lagi di hatinya."Anna tahu kalau kau yang menabrak keluarganya?" Tanya Richard."Hanya aku yang boleh memanggilnya dengan nama itu." Alexander melanjutkan, "Anna tahu, tetapi tidak tahu kalau dalang dari semua ini adalah keluarga Frea."Sejak tadi Rafh hanya diam saja. Berita besar ini baru saja di dengarnya dan dia tidak menyangka akan serumit ini ceritanya, terlalu berkelok dan berliku."Rafh. Antar Orlando bertemu dengan Frea. Kita akan mengikutinya dari belakang. Selama ini pria tua itu terlalu pandai untuk bersembunyi, aku tidak bisa menemukan keberadaannya."Rafh mengangguk. Sementara itu, Richard yang tidak tahu harus melakukan apa, berencana ikut dengan mereka tetapi Alexander mencegah dengan Alasan para wanita tidak ada yang menjaga.Saat itu juga Alexander menempatkan mereka di tempat yang memang seharusnya mereka tinggali.Rafh akan tetap menjalankan bisnis sang tuan.
Richard mendengus kesal, artinya selama ini hanya dia saja yang merasa menjadi sahabat kedua pria bengis ini. Jadi tidak heran kalau Alexander menerjangnya sampai babak belur saat itu, dan Orlando? Jangan tanyakan pria di sebelahnya ini. Di otaknya hanya ada nama Rianne. Sialnya lagi, mereka bertiga menyukai wanita yang sama. Dan selalu Alexander yang mendapatkan hasilnya."Rafh menelepon dan menceritakan semuanya padaku. Sebagai teman Anna, jelas saja aku ikut prihatin karena seseorang tidak menghargai perasaannya dan aku mengurus semuanya." Sindir Richard."Kalian berdua," tunjuk Orlando pada kedua penjaga yang melaksanakan perintah Rafh tanpa sepengetahuannya."Besok datang ke ruanganku, aku akan memberikan imbalan pada kalian karena sudah menjaga istriku malam itu." Kedua penjaga itu saling pandang, semebtara Rafh membola."Terima kasih Tuan." Jawab mereka bersamaan dengan wajah cerah. Apa yang Alexander katakan selanjutnya mampu membuat mereka menghela napas pelan dan mengangguk
Saat kembali ke rumah, Orlando dikejutkan oleh banyaknya mobil mewah berwarna hitam terparkir tepat di depan rumahnya.Bukan hanya itu, beberapa orang berbadan besar sudah menodongkan senjata api di kepalanya dan Lyora. Gadis itu tentu saja pucat, memegang kuat lengan kakaknya dengan badan bergetar."Jangan takut." Bisik Orlando.Lyora mengangguk dan tetap berpegangan teguh di lengan kakaknya, kakinya sudah lemas melihat senjata-senjata itu mengarah tepat di pelipisnya.Orlando berjalan pelan, begitupun dengan mereka yang tetap tidak melepasnya."Turunkan senjata kalian. Kalian tidak melihat adikku ketakutan." Jengah Orlando. Tahu siapa yang bertamu di rumahnya tato kecil berlambang kelabang di leher mereka sudah menunjukkan dari mana asalnya."Ikut saja. Kami tidak akan melakukan apapun selama Tuan tidak melawan." Orlando mendengus, sejak tadi dia diam, tidak melawan tetapi orang-orang ini yang keterlaluan. Sampai di dalam rumahnya. Orlando sudah disambut oleh pria dengan mata tajam
"Untuk apa kalian datang? Dan kau Richard, kita sudah berjanji, kau akan rahasiakan ini dari siapapun. Aku kecewa." Richard menghela napas pelan, "Anna, kau tidak merindukannya? Tuan terlihat sangat khawatir."Richard kembali menambahkan, "Dia harus tahu kabar kehamilanmu."Rianne menggeleng, "Jangan beritahu dia, biarkan dia hidup sesukanya, sampai kapanpun Alexander akan tetap seperti itu."Caroline mendekati Rianne, duduk di sebelahnya, tangan halusnya langsung menyentuh perut Rianne, "Bagaimana rasanya hamil?" Tanya nya menatap Rianne, dia melanjutkan, "Sejak awal hubungan kita tidak baik. Tapi, aku akan meluruskan sedikit masalahmu."Sambil mengelus perut Rianne dia melanjutkan, "Beri dia kesempatan sekali lagi. Aku mendukungmu meninggalkannya dan menikah dengan pria lain kalau dia sampai mengkhianatimu lagi."Caroline melanjutkan, "Alexander sudah meninggalkan usaha di rumah pelacuran. Sudah menyerahkan tempat perjudian pada Roi juga. Dan ku dengar markasnya meledak." Caroline
"Bagaimana? Rafh mengakuinya?" Bukan Alexander yang bertanya tetapi Richard. Caroline masuk ke kamarnya dengan wajah lesu. Di dalam kamar sudah ada Richard, mantan Dokter Alexander ini belum bertemu langsung dengan mantan majikannya.Alasannya karena Alexander yang terus menghilang."Tidak. Dia juga tidak tahu katanya." "Kau yakin? Bisa saja Rafh berbohong."Caroline melepas pakaiannya begitu saja di hadapan Richard, juga mengganti dengan pakaian baru tanpa merasa malu. Richard hanya menggeleng karena kekasihnya ini sangat--berbeda."Tidak. Aku tahu kapan Rafh berbohong dan tidak."Richard berdiri dan memeluk Caroline dari belakang, "Aku cemburu. Sepertinya kau memang ada rasa padanya."Caroline berbalik dan mencubit kedua pipi liat Richard, "Jangan memancing. Kau juga mencintai Rianne kan? Jadi aku harus bagaimana?""Masa lalu. Sekarang masa depanku ada di hadapanku." Richard menaik turunkan alisnya dan Caroline tahu apa maksud kode itu."Tidak sekarang, aku harus menemui Alexander.
Sementara itu, Maya sudah melepas rangkulannya dari Rafh saat Caroline datang mendekatinya. Senyum wanita itu masih tetap sama seperti dulu manis dan juga--menawan.Maya berdehem, berniat akan meninggalkan keduanya tetapi Rafh menahan tangannya. Maya jelas merasa tidak enak, mereka bukan tokoh utama dalam cerita ini tetapi Rafh seolah mengambil peran lebih banyak. Itu yang Maya pikirkan."Bagaimana kabarmu?" Caroline menyapa lebih dulu, memperhatikan Rafh seperti biasanya, bahkan tatapannya juga masih sama seperti dulu."Baik, Nona." Caroline menyapa Maya juga, wanita yang bisa Richard bahas saat mereka senggang, "Anda Dokter Maya, bukan?" Maya mengangguk."Panggil Maya saja. Nona."Caroline terkekeh, "Baiklah, senang bertemu denganmu, Richard selalu membahas dirimu." Maya hanya tersenyum kecil.Caroline menoleh ke kiri dan ke kanan, ada yang belum terlihat olehnya, "Dimana Rianne? Aku tidak melihatnya?" Tanyanya pada Rafh."Nyonya, tidak ikut."Alis Caroline naik setengah, "Kenapa?