Share

BAB-(3)

Author: RAJJA-M
last update Last Updated: 2024-05-29 13:22:20

Matahari terik menyinari Kota Rio siang ini, menunjukkan waktu makan siang telah tiba. Beberapa orang bergegas mencari makan di luar, sementara yang lain memilih makan di kantin tempat mereka bekerja.

Di salah satu restoran sederhana di tengah Kota Rio, tiga orang gadis sedang makan siang bersama.

“Uumm ... Sora, aku jadi penasaran dengan yang kau ceritakan semalam. Apakah kau melihat wajah pria yang berada di dalam mobil itu? Kalau iya, bagaimana ciri-cirinya? Aku sungguh sangat penasaran,” tanya Ryn pada Sora.

“Ya, betul, aku pun penasaran,” sambung Maria.

“Tidak, aku hanya melihat bagian matanya saja,” jawab Sora sambil mengunyah sandwich-nya.

“Ah begitukah? Sayang sekali. Padahal aku sudah menghayal jika pria itu sangat tampan seperti film-film gangster yang kutonton,” kata Ryn sambil membayangkan wajah aktor Michele Morrone. Lalu tersenyum bodoh saat terlintas adegan bercinta pria itu di film 365 days.

Mendengar itu, Maria dengan cepat memukul kepala Ryn. 'Plakk!' "Wanita gila! Pergi menghayal punk, punk jalanan saja sana!" serunya.

Ryn mengelus kepalanya lalu melirik Maria dengan kesal. “Ish! Terserah aku! Lagi pula apa yang tidak ada di dunia ini? Bisa saja pria itu sangat tampan, bahkan bisa melebihi ekspektasiku.”

“Omongan kosong. Kalaupun ada, memang kau mau apa? Apa kau pikir orang-orang seperti mereka bisa berkomitmen dengan satu wanita, hah?!” balas Maria.

“Mengapa kalian berdua selalu bertengkar di tempat yang tidak tepat? Kalian adalah sepupu, seharusnya saling sayang satu sama lain,” kata Sora tiba-tiba dengan wajahnya yang polos.

“Huh! Aku sebenarnya tidak ingin bertengkar, tapi Maria yang selalu cari gara-gara denganku,” ujar Ryn, melanjutkan mengunyah steak miliknya.

“Iyah. Karena kau selalu saja omong kosong! Sehingga saat kau bernafas saja terdengar begitu mengesalkan!” kata Maria.

“Kalo begitu potong saja telingamu sana!” balas Ryn.

Saat mereka berdua terus saling beradu mulut, tiba-tiba salah satu waiters restoran menghampiri mereka. “Nona-Nona, bisakah kalian pelankan suara kalian? Kalian cukup mengganggu orang-orang di sekitar yang juga sedang makan. Terima kasih,” katanya sebelum pergi.

Maria dan Ryn bertatapan. “Ini karena dirimu,” ucap Maria pelan.

“Sudahlah, ayo, lanjut makan. Lihatlah, makanan kalian berdua sudah dingin,” potong Sora.

Setelah beberapa detik saling bertatap tajam, akhirnya mereka berdua melanjutkan makanannya masing-masing.

****

Di sisi lain di ruang rapat JPC Company, suasana tegang terasa dengan dinding-dinding berwarna abu-abu dan meja bundar yang teratur. Jhon duduk di ujung meja, ekspresinya serius tanpa sepatah kata pun. Para pemimpin departemen duduk di sekelilingnya, menunggu dengan napas terengah-engah.

"Mari kita mulai," ujar Jhon dengan suara yang tenang, tapi tegas, memecah keheningan di ruangan rapat.

Para pemimpin departemen duduk tegak di sekeliling meja, menatap Jhon dengan ekspresi tegang dan antisipasi yang tampak di wajah mereka. Tentu mereka sangat mengenal ketegasan dan keketatan Jhon dalam bekerja.

"Situasi pasar minyak terus berubah. Bagaimana menurut kalian?" lanjut Jhon, suaranya mengalun mantap, tanpa sepatah kata pun yang berlebihan. Ia memainkan penanya di jari-jarinya yang panjang, sambil menunggu jawaban dari para bawahannya.

Kepala Produksi, Mr. Santos, mengangguk singkat, menyiapkan laporan yang telah disiapkan dengan cermat. "Ya, Mr. Mancini. Kami telah mengevaluasi operasi kami. Ada beberapa perbaikan yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi."

Jhon menatap Santos dengan tatapan tajam, menyerap informasi yang diberikan dengan sungguh-sungguh. "Lanjutkan dengan proposal perbaikan tersebut. Aku ingin mendengar lebih lanjut tentang rencana kerja dan anggaran yang kau ajukan."

Diskusi mereka pun berlanjut, dengan setiap departemen memberikan laporan dan saran mereka. Jhon mendengarkan dengan teliti, kadang-kadang mengajukan pertanyaan tajam yang menunjukkan pemahaman mendalamnya tentang operasi perusahaan.

"Cukup sampai di sini pembahasan kita," ucap Jhon setelah beberapa saat, suaranya tenang, tapi menggema di ruangan rapat. "Tinjau ulang materi ini, kita akan bertemu lagi untuk membahas lebih lanjut."

Para eksekutif merasa lega saat rapat berakhir, meskipun tetap waspada karena karakter dinginnya Jhon.

Setelah rapat berakhir, Jhon duduk di ruang kerjanya sambil menghisap sebatang nikotin. Ponselnya di atas meja tiba-tiba berdering, dan dengan sekilas dia melirik nama yang tertera di layar. Dengan dingin, dia menjawab panggilan itu.

"Katakan," ujar Jhon dengan suara yang tenang. Mengangkat kedua kakinya di atas meja dan menumpukan kakinya satu sama lain.

"Pak tua ini sekarang berada di tanganku, apa langkah selanjutnya yang harus kulakukan?" tanya seseorang di seberang ponsel.

"Hilangkan dia, tapi pastikan untuk menyisakan kepalanya. Istri Delgado tua itu sebentar lagi berulang tahun, pergi diam-diam dan berikan hadiah untuknya," jawab Jhon dengan santai, seolah yang dia katakan adalah hal yang biasa.

Pria di seberang sana terkekeh mendengar ucapan Jhon, lalu mengangguk-angguk kepalanya. "Akan kulakukan, besok malam akan kusuruh orang-orangku untuk mengirimkan pada istrinya."

Setelah itu, panggilan pun terputus.

Tiba-tiba, terdengar suara pintu terbuka, masuklah seorang pria dewasa tampan dengan balutan seragam kepolisian di tubuhnya.

"Mattiro, duduklah," kata Jhon sambil mengambil sebotol champagne di lemari bar kecil yang berada di dalam ruangannya. Lalu ia tuangkan ke dalam gelas milik Mattiro.

"Aku sudah ditunjuk untuk menggantikan pak tua itu," kata Mattiro sambil memutar-mutar jari telunjuknya di dalam gelas champagne-nya. Lalu, dia mengangkat jari telunjuk itu ke mulut dan menghisapnya.

Mendengar itu, Jhon menyeringai. "Pria tua itu terlalu suka mengejar ular. Biarkan dia dipatuk, dia sendiri yang menginginkan bisanya," ucap Jhon, sambil menghisap nikotinnya dan menghembuskannya ke langit-langit.

Mattiro tersenyum. "Jadi malam ini ingin bersenang-senang? Kemarin malam aku tidak sempat datang, ada urusan sedikit dengan keluargaku," ujar Mattiro.

"Malam ini aku tidak bisa, ibuku mengadakan makan malam di rumah," ucap Jhon.

Mattiro terkekeh, lalu meneguk champagne dengan sekali teguk. "Iblis juga bisa patuh ternyata pada ibunya," ujarnya sambil beranjak dari kursinya. "Aku akan pergi."

Melihat Mattiro telah meninggalkan ruangan, Jhon terdiam sejenak. Kemudian, dengan gerakan mantap, ia bangkit dari kursi, melepaskan jas, dan meletakkannya santai di kursi kerjanya.

Ia regangkan otot-ototnya. Walau memakai kemeja, tetap tak dapat menutupi bentuk tubuhnya yang tegap juga berotot, menunjukkan bahwa ia begitu rajin berolahraga.

Mengambil gelas champagne-nya dan sebatang rokok dari meja. Dengan langkah tenang, Jhon berjalan menuju jendela transparan, menampilkan pemandangan Kota Rio yang menakjubkan.

Di luar, orang-orang sibuk berlalu-lalang di antara beberapa bangunan-bangunan yang menjulang tinggi. Dengan sikap yang tenang, Jhon menikmati champagne sambil menghisap rokoknya dengan perlahan. Ia membiarkan dirinya terbawa oleh aroma dan rasa yang menyenangkan sambil memejamkan kedua matanya.

Pria ini memiliki tinggi badan mencapai 190cm, menambah kesan keanggunan pada penampilannya. Wajahnya yang tampan dengan mata coklat yang memesona menarik perhatian. Kedua alisnya yang tebal berbentuk rapi, serta rahangnya yang tegas dengan janggut tipisnya, memberikan kesan maskulin,tapi tetap elegan. Dengan hidungnya yang mancung melekuk, terlihat begitu sombong juga angkuh.

Jhon Pierre Mancini, pengusaha minyak nomor satu di Brazil, terutama di Kota Rio De Janeiro, dikenal sebagai sosok yang licik dan angkuh. Di balik kesuksesannya, ia menyimpan banyak rahasia gelap yang tak terungkap.

Seharusnya JPM Company dipegang oleh kakaknya, Marcus Mancini. Namun, Jhon dengan kelicikan, juga keserakahan, dan ambisinya yang kuat, berhasil menjatuhkan Marcus dalam waktu lima tahun.

Kini, Marcus hanya bisa bekerja di bawah kendali Jhon, tanpa berani melawan. Bahkan ayah mereka, Tuan Marties, tidak berani menantang Jhon. Pria 34 tahun ini memiliki kekuasaan yang besar dan mengintimidasi, serta sejumlah besar anjing pengikut yang begitu setia padanya.

Related chapters

  • SERPENTE CRUZADA    BAB-(4)

    Sore hari di pemakaman São João Batista, dedaunan kering beterbangan dihembus angin, sementara suara gagak yang singgah di pohon tua menjulang tinggi mengisi keheningan. Seorang pria berbalut jas hitam berdiri menghadap batu nisan, sebotol minuman alkohol tergenggam erat di tangannya. "Aku membawa anggur merah kesukaanmu hari ini, mau minum denganku, Dimitri?" Jhon bertanya, suaranya parau. Kenangan masa lalu berkelebat di benaknya, membawa dia kembali ke usia 15 tahun. •FLASHBACK• Jhon muda, seorang yang penurut, sering menjadi sasaran pukulan kakak kandungnya, Marcus. Ketika ia mengadu kepada ayahnya, bukannya mendapat perlindungan, ia justru mendapat amarah dan pukulan tambahan. Hanya ibunya yang selalu membelanya, meskipun ia sendiri sering disiksa oleh ayahnya. Jhon sering menyaksikan ayahnya berselingkuh, bahkan di depan mata ibunya. Ketidakberdayaannya membuat dia terus berusaha mencari cara agar ayahnya menyayanginya seperti menyayangi kakak laki-lakinya. Saat kesedihan

    Last Updated : 2024-05-29
  • SERPENTE CRUZADA    BAB-(5)

    Jhon menatap Tuan Marcello dengan tatapan penuh selidik. "Setahu saya, Tuan Marcello sudah tidak tertarik memesan barang-barang milik kami lagi. Jadi, apa yang membuat Anda jauh-jauh dari Brasilia ke sini?” “Bahkan kudengar Tuan Marcello saat ini bekerja sama dengan Cartel Tiburon dari Colombia, membuat metamfetamin dan menyelundupkannya melalui barang-barang elektronik untuk dijual di pasar gelap internasional," ujarnya sambil melirik pria berusia sekitar lima puluh tahun yang duduk di samping Marcello. Marcello menggaruk dahinya yang tidak gatal, bingung bagaimana pria tampan di hadapannya ini bisa tahu apa yang dia lakukan. Dia bahkan sudah sangat hati-hati agar tidak ada yang tahu. Pria ini benar-benar berbahaya. "Ayolah, lupakan saja kejadian waktu itu, Jhon. Mari kuperkenalkan dengan temanku, Jack Salomon. Dia dari Spanyol," ucap Tuan Marcello, berusaha mengalihkan pembicaraan. Jhon dan Jack saling menatap tajam, keduanya tidak mengeluarkan suara, apalagi berjabat tanga

    Last Updated : 2024-05-29
  • SERPENTE CRUZADA     BAB-(1)

    RIO DE JANEIRO, BRAZIL. Malam itu, hujan turun deras membasahi jalan-jalan sempit di pusat Kota Rio De Janeiro. Lampu-lampu neon yang berkedip-kedip menambah nuansa suram yang menyelimuti gang-gang belakang, tempat di mana bayang-bayang lebih panjang daripada siang hari. Di salah satu sudut tersembunyi, sebuah klub malam yang ramai berdiri megah, menjadi jantung kehidupan malam yang gemerlap sekaligus sarang bagi mereka yang menjalani kehidupan di bawah bayangan hukum. Di dalam klub tersebut, dentuman musik yang memekakkan telinga menyatu dengan tawa dan suara obrolan. Namun, di sebuah ruangan VIP yang eksklusif, situasi berbeda terjadi. Diam-diam di bawah cahaya redup, seorang pria berwajah tegas dengan mata tajam duduk dengan penuh wibawa. Jhon Pierre Mancini, nama yang diucapkan dengan bisikan penuh hormat dan ketakutan, memandang sekeliling dengan tatapan yang bisa membekukan darah. Di seberangnya, seorang pemuda berusia 19 tahun dengan tangan gemetar berusaha menenangkan d

    Last Updated : 2024-05-29
  • SERPENTE CRUZADA    BAB-(2)

    Perlahan, kaki Sora mulai bergetar saat kedua pria itu semakin mendekat. Dengan jelas, ia melihat garis-garis luka yang telah sembuh di wajah keduanya. Terlihat sangat mengerikan. Di tambah lagi di leher dan punggung tangan pria itu, terhampar sebuah tato berwarna hitam kehijauan, terpahat tato berbentuk lingkaran, di dalamnya tersembunyi gambar salip yang dililit ular dengan mata dan lidah menjulur merah menyala, seolah menyembul dari kegelapan dengan keangkeran yang mencekam, mengundang sensasi dingin merayap di sepanjang tulangnya. Sora mencoba untuk melangkah mundur, tapi tangan kasar sudah meraih kerah bajunya dan mengangkatnya dengan kasar. Dia merasa dirinya seperti burung yang terjebak dalam cengkeraman predatornya. "Ah, lepaskan aku! Aku tidak sengaja, sungguh." Sora memberontak minta dilepaskan. "DIAM! TUTUP MULUTMU! JIKA TIDAK, AKU AKAN MEROBEKNYA!" bentak pria yang mengangkatnya. Kedua pria itu membawanya ke samping pintu mobil penumpang, di mana sepatunya tanpa seng

    Last Updated : 2024-05-29

Latest chapter

  • SERPENTE CRUZADA    BAB-(5)

    Jhon menatap Tuan Marcello dengan tatapan penuh selidik. "Setahu saya, Tuan Marcello sudah tidak tertarik memesan barang-barang milik kami lagi. Jadi, apa yang membuat Anda jauh-jauh dari Brasilia ke sini?” “Bahkan kudengar Tuan Marcello saat ini bekerja sama dengan Cartel Tiburon dari Colombia, membuat metamfetamin dan menyelundupkannya melalui barang-barang elektronik untuk dijual di pasar gelap internasional," ujarnya sambil melirik pria berusia sekitar lima puluh tahun yang duduk di samping Marcello. Marcello menggaruk dahinya yang tidak gatal, bingung bagaimana pria tampan di hadapannya ini bisa tahu apa yang dia lakukan. Dia bahkan sudah sangat hati-hati agar tidak ada yang tahu. Pria ini benar-benar berbahaya. "Ayolah, lupakan saja kejadian waktu itu, Jhon. Mari kuperkenalkan dengan temanku, Jack Salomon. Dia dari Spanyol," ucap Tuan Marcello, berusaha mengalihkan pembicaraan. Jhon dan Jack saling menatap tajam, keduanya tidak mengeluarkan suara, apalagi berjabat tanga

  • SERPENTE CRUZADA    BAB-(4)

    Sore hari di pemakaman São João Batista, dedaunan kering beterbangan dihembus angin, sementara suara gagak yang singgah di pohon tua menjulang tinggi mengisi keheningan. Seorang pria berbalut jas hitam berdiri menghadap batu nisan, sebotol minuman alkohol tergenggam erat di tangannya. "Aku membawa anggur merah kesukaanmu hari ini, mau minum denganku, Dimitri?" Jhon bertanya, suaranya parau. Kenangan masa lalu berkelebat di benaknya, membawa dia kembali ke usia 15 tahun. •FLASHBACK• Jhon muda, seorang yang penurut, sering menjadi sasaran pukulan kakak kandungnya, Marcus. Ketika ia mengadu kepada ayahnya, bukannya mendapat perlindungan, ia justru mendapat amarah dan pukulan tambahan. Hanya ibunya yang selalu membelanya, meskipun ia sendiri sering disiksa oleh ayahnya. Jhon sering menyaksikan ayahnya berselingkuh, bahkan di depan mata ibunya. Ketidakberdayaannya membuat dia terus berusaha mencari cara agar ayahnya menyayanginya seperti menyayangi kakak laki-lakinya. Saat kesedihan

  • SERPENTE CRUZADA    BAB-(3)

    Matahari terik menyinari Kota Rio siang ini, menunjukkan waktu makan siang telah tiba. Beberapa orang bergegas mencari makan di luar, sementara yang lain memilih makan di kantin tempat mereka bekerja. Di salah satu restoran sederhana di tengah Kota Rio, tiga orang gadis sedang makan siang bersama. “Uumm ... Sora, aku jadi penasaran dengan yang kau ceritakan semalam. Apakah kau melihat wajah pria yang berada di dalam mobil itu? Kalau iya, bagaimana ciri-cirinya? Aku sungguh sangat penasaran,” tanya Ryn pada Sora. “Ya, betul, aku pun penasaran,” sambung Maria. “Tidak, aku hanya melihat bagian matanya saja,” jawab Sora sambil mengunyah sandwich-nya. “Ah begitukah? Sayang sekali. Padahal aku sudah menghayal jika pria itu sangat tampan seperti film-film gangster yang kutonton,” kata Ryn sambil membayangkan wajah aktor Michele Morrone. Lalu tersenyum bodoh saat terlintas adegan bercinta pria itu di film 365 days. Mendengar itu, Maria dengan cepat memukul kepala Ryn. 'Plakk!' "Wanita

  • SERPENTE CRUZADA    BAB-(2)

    Perlahan, kaki Sora mulai bergetar saat kedua pria itu semakin mendekat. Dengan jelas, ia melihat garis-garis luka yang telah sembuh di wajah keduanya. Terlihat sangat mengerikan. Di tambah lagi di leher dan punggung tangan pria itu, terhampar sebuah tato berwarna hitam kehijauan, terpahat tato berbentuk lingkaran, di dalamnya tersembunyi gambar salip yang dililit ular dengan mata dan lidah menjulur merah menyala, seolah menyembul dari kegelapan dengan keangkeran yang mencekam, mengundang sensasi dingin merayap di sepanjang tulangnya. Sora mencoba untuk melangkah mundur, tapi tangan kasar sudah meraih kerah bajunya dan mengangkatnya dengan kasar. Dia merasa dirinya seperti burung yang terjebak dalam cengkeraman predatornya. "Ah, lepaskan aku! Aku tidak sengaja, sungguh." Sora memberontak minta dilepaskan. "DIAM! TUTUP MULUTMU! JIKA TIDAK, AKU AKAN MEROBEKNYA!" bentak pria yang mengangkatnya. Kedua pria itu membawanya ke samping pintu mobil penumpang, di mana sepatunya tanpa seng

  • SERPENTE CRUZADA     BAB-(1)

    RIO DE JANEIRO, BRAZIL. Malam itu, hujan turun deras membasahi jalan-jalan sempit di pusat Kota Rio De Janeiro. Lampu-lampu neon yang berkedip-kedip menambah nuansa suram yang menyelimuti gang-gang belakang, tempat di mana bayang-bayang lebih panjang daripada siang hari. Di salah satu sudut tersembunyi, sebuah klub malam yang ramai berdiri megah, menjadi jantung kehidupan malam yang gemerlap sekaligus sarang bagi mereka yang menjalani kehidupan di bawah bayangan hukum. Di dalam klub tersebut, dentuman musik yang memekakkan telinga menyatu dengan tawa dan suara obrolan. Namun, di sebuah ruangan VIP yang eksklusif, situasi berbeda terjadi. Diam-diam di bawah cahaya redup, seorang pria berwajah tegas dengan mata tajam duduk dengan penuh wibawa. Jhon Pierre Mancini, nama yang diucapkan dengan bisikan penuh hormat dan ketakutan, memandang sekeliling dengan tatapan yang bisa membekukan darah. Di seberangnya, seorang pemuda berusia 19 tahun dengan tangan gemetar berusaha menenangkan d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status