Pagi menjelang, mata Nina terlihat bengkak dan setiap pembagian jatah makan, Nina hanya melihat piring seng yang ada di hadapan nya tanpa nafsu. Secentong nasi yang sudah kering, kuah sayur bening sedikit dan sepotong ikan asin. "Heh, kenapa kamu menatap jatah makanan mu seperti itu? Kalau tidak mau, buat aku saja!" bisik salah seorang teman satu selnya lalu mengambil jatah makanan Nina. Seperti hari - hari sebelumnya, Nina hanya bisa merelakan jatah makanannya diambil tanpa ampun oleh teman satu sel nya. "Tahanan nomor 118, ada tamu," ujar salah polisi sambil membuka pintu sel Nina. Nina menoleh dan dengan wajah yang sumringah, dia keluar dari jeruji besi itu. "Papi! Mami!" seru Nina sambil menghambur ke arah papi dan maminya. Papi dan maminya terkejut melihat penampilan Nina yang menjadi kucel, kusut dan semakin kurus. "Astaga, Nina! Kenapa kondisi kamu mengenaskan seperti ini!?" tanya Mami Nina panik. Dia memeluk anak satu -satunya dan menangis di bahu Nina. "Di sini nggak e
"Ah, aku punya ide! Akan kuajak kerjasama saja karyawan nya si Rizki ini! Dia kan sedang butuh duit!" gumam Adi tersenyum menyeringai. Adi mengurungkan niatnya untuk menonaktifkan ponsel nya dan terus memperhatikan karyawan Adi yang terus memeluk doraemon nya.Karyawan Adi lalu mengeluarkan ponsel dan memperhatikan layarnya. "Hm, nasibku juga mengenaskan. Sudah umur 23 tahun tapi masih jomblo saja. Nggak pernah pacaran dari lahir. Kerja serabutan, cuma gonta ganti pekerjaan sesuai orang yang membutuhkan tenagaku, duh, hidup, hidup, gini amat."Karyawan Rizki masih mengeluarkan uneg - unegnya di samping boneka doraemon milik Adi. Sedangkan Adi hanya melihat dan mendengarkan curhatan lelaki muda itu seraya menyusun rencana. "Dor, kadang aku iri banget dengan laki - laki yang masa depannya sudah diatur oleh orang tuanya. Rasanya seperti apa ya? Tinggal mewarisi usaha yang telah dikembangkan oleh orang tua. Nggak kayak aku, yang bekerja dan menabung agar bisa memberikan uang pada orang
Rizki terdiam sejenak. "Bagaimana kalau menu.. a bersamamu!?" tanya Rizki membuat Devita tertawa dan mengangkat suthilnya dengan gemas. "Heh, kalau mau nggombal lagi, aku goreng juga kamu, Mas!" ujar Devita tertawa. Rizki bergidik. Tapi wajahnya berekspresi lucu. "Ihhh, janganlah Yang. KDRT itu namanya! Hahaha!" ujar Rizki sambil berlalu menuruni lantai dua rumahnya. "Ehem, pengantin baru! Tertawa dan ceria mulu, Bos! Dunia milik berdua deh. Yang lain ngekos sama ngontrak," sapa salah seorang karyawan Rizki seraya tersenyum.Rizki tertawa kecil. "Alhamdulillah, salah satu rejeki yang tidak berupa uang itu adalah rejeki berupa istri soleha yang tidak menuntut diluar kemampuan suami. Tapi yah, suami juga seharus nya mengerti bagaimana cara memuliakan istri nya," ujar Rizki. Karyawan nya mengangguk- anggukkan kepalanya. "Bos, ngomong - ngomong nggak bulan madu nih?" tanya salah seorang karyawan nya. Rizki terdiam sejenak. "Nah, itu dia. Mungkin lusa sih, kalau bulan madu, kemungk
"Saya tidak ingin jawaban mas Dedi sekarang, tapi nanti malam. Dan sebagai tanda perkenalan kita, terimalah uang ini," ujar Adi mengeluarkan amplop cokelat berisi lima juta dari saku celana panjang nya dan memberikan nya pada Dedi. "Saya tunggu jawaban kamu nanti malam, Mas Dedi," sambung Adi lagi. Dedi melongo saat Adi beranjak dari tempat duduknya, "tunggu, ada yang ingin saya tanyakan!" ujar Dedi, membuat Adi yang awalnya akan beranjak meninggalkan Dedi, menahan langkahnya. Adi menoleh, "apa kamu mau menjawab tawaran ku sekarang?" tanya Adi sumringah. Dia kembali duduk di hadapan Dedi. Dedi menghela napas panjang sambil meremas amplop putih di tangan kanannya. Bertanya - tanya dalam hati apa tujuan lelaki di hadapan nya sampai ingin merusak rem mobil bosnya. "Hm, saya akan menjawab ajakan mas Adi sekarang, tapi..."Adi tersenyum sumringah. "Sudah kuduga, kalau kamu memang benar - benar membutuhkan uang, Mas Dedi!""Tunggu dulu. Mas Adi, jawaban saya tergantung pada jawaban mas
Dedi menghela napas panjang, lalu menyebutkan nomor rekening nya pada Adi. Adi tanpa membuang waktu segera mentransfer sejumlah uang seperti yang sudah dijanjikan. "Done. Silakan kamu lihat saldo kamu sekarang," ujar Adi. Dedi menghela napas panjang lalu memeriksa saldo mbankingnya. Matanya terbelalak setelah melihat angka yang tertera di layar ponsel. "Oke, Bro! Sekarang kamu hanya perlu menyelesaikan tugas dan menyelamatkan adikmu," ujar Adi. Dia lalu berdiri dan menepuk pundak Dedi, kemudian berlalu. Tanpa membuang waktu, Dedi segera mentransfer uang ke rekening adiknya di kampung. Adiknya yang baru kuliah semester tiga, telah membuka rekening baru, untuk menerima beasiswa kampus. "Syukur lah, sekarang adikku bisa segera periksa ke dokter," gumam Dedi bahagia. *** Dedi menatap boneka doraemon nya dengan tegang. "Dor, malam ini aku takut sekali. Aku harus merusak rem mobil mas Rizki. Duh, sebenarnya aku takut, tapi aku butuh uang. Do'ain aku ya, Dor!" gumam Adi
Devita melihat kepergian mamanya dengan mama Adi, lalu memeluk Rizki. "Mas, kenapa kamu membiarkan mama untuk bertukar dengan mobil kita!?" tanya Devita cemberut. "Kan kita jadi terlambat ke Malang!?" sambung Devita lagi. Rizki tersenyum dan menatap sang istri. "Nggak apa - apa, Sayang, kita bisa memanggil tukang bengkel langgananku untuk memeriksa ban mobil mama, kemudian kita bisa langsung berangkat ke Malang," sahut Rizki. Devita tersenyum, "oke, Mas. Kalau begitu kamu panggilkan tukang bengkel langganan kamu dulu, dan aku akan membuatkan kamu kopi," ujar Devita. Dia baru saja berbalik meninggalkan Rizki, saat suaminya itu memanggilnya kembali. "Tunggu sebentar, Yang." Devita lalu menoleh ke arah suaminya. "Ada apa Mas? Apa ada yang ingin kamu bicarakan lagi?" tanya Devita, Rizki menggeleng. "Hm, sepertinya lebih baik kamu buatkan kopi untuk 3 orang. Biasanya orang bengkel kalau datang ke rumah on called dua orang. Jadi satu cangkir untukku, dan dua cangkir un
Jantung Adi berdebar lebih kencang dan sangat khawatir jika mamanya benar-benar menaiki mobil Devita. "Papa baru saja menelepon Mama, katanya mama mau keluar kota sebentar dengan mamanya Devita untuk healing dan refreshing. Memang nya kenapa, Di?" tanya Papa nya balik. "Oh gitu, tapi tadi katanya Adi dengar kalau mama naik mobil Devita karena mobilnya mamanya Devita ban nya kempes. Apa benar, Pa?" tanya Adi memastikan. "Iya benar. Mama dan Mamanya Devita memang jalan-jalan ke luar kota memakai mobilnya Devita. Memangnya kenapa, Di?" tanya papanya heran. Bagai dihantam batu sebesar gunung, jantung Adi seakan berhenti berdetak. Wajah Adi memucat. "Astaga! Papa, Adi baru ingat jika ada urusan di kafe saat ini," ujar Adi. Dia pun segera melesat meninggalkan restoran Papanya. Awalnya dia ke restoran papanya karena ingin menanyakan beberapa resep makanan yang ada di restoran sang ayah. Tapi masalah itu tidak terlalu penting dibandingkan dengan nyawa Mamanya. Dengan tergesa, Adi sege
"Alhamdulillah, mobilnya sudah siap," gumam Rizki. Dia tersenyum dan menyalami kedua tukang bengkel yang telah mengganti ban mobilnya. "Ini notanya, Pak Rizki," ujar salah satu tukang sambil menyerahkan nota penggantian ban mobil. Rizki menatap nota itu sekilas, lalu mengambil uang dari dalam dompetnya lalu menyerahkan nya pada kedua tukang bengkel. "Terimakasih telah datang kemari, Pak. Mari kopinya diminum dulu," ujar Rizki mempersilahkan kedua lelaki di hadapannya untuk meminum kopi yang telah disediakan oleh Devita. Setelah berbasa - basi sejenak, kedua tukang bengkel tersebut pun berpamitan. Rizki lalu naik ke lantai atas dan memanggil Devita. "Yang, sudah siap belum? Yuk, berangkat! Koper - koper kita kan sudah siap di bawah," ujar Rizki. Devita yang baru saja menyisir rambut panjang sepunggungnya mengangguk. Dia lalu memasukkan sisir mungil berukuran bulatnya ke dalam tas jinjing nya. Dan mengambil jepitan rambut lalu menguncir rambutnya ala messybun, dan menampilkan lehe
Tiga bulan berlalu sejak kematian Nina, Rizki dan Devita mulai mempersiapkan acara resepsi mereka. "Jadi tokonya akan tutup selama berapa hari, Bos?" tanya salah satu karyawan Rizki. "Tiga hari, mulai besok ya."Karyawan Rizki mengangguk. Dia tetap memandang Rizki seperti sedang memikirkan sesuatu. "Bos, hm, sebenarnya saya ingin menyampaikan sesuatu. Tapi takut dan ragu," ujar karyawan Rizki. "Bilang saja, saya sudah jinak kok," sahut Rizki sambil tertawa. "Kemaren saya menjenguk Dedi di penjara. Dia kan dipenjara setahun. Ada bukti bahwa dia hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh almarhum mas Adi. Papanya mas Adi pun juga tidak keberatan dengan hukuman itu padahal sudah membuat istrinya meninggal. Karena bapaknya mas Adi bilang ke Dedi kalau bapak nya mas Adi ngerasa bersalah sudah gagal mendidik anak sehingga mengakibatkan orang lain di penjara juga," ujar karyawan Rizki. "Lalu apa hubungannya dengan ku?" tanya Rizki bingung. Dia memandang ke arah Devita yang duduk di s
Fuso itu juga mengerem mendadak agar tidak menabrak mobil Nina, namun terlambat, bemper sebelah kanan fuso itu menyambar mobil Nina, sehingga mobil Nina terdorong ke belakang lima puluh meter dalam keadaan ringsek. "Aaaaa! Mas!" jerit Devita kaget karena melihat tabrakan yang terjadi di hadapan nya. "Ya allah, innalillahi wa innalillahi roji'un! Kamu di sini saja, aku akan melihat siapa korban kecelakaan itu dan memanggil polisi," ucap Rizki sambil mengusap kepala Devita. Rizki bergegas menyebrang jalan. Rupanya bunyi tabrakan yang kencang tadi membuat beberapa warga yang mempunyai rumah di jalanan itu segera keluar dari rumah meskipun pada awalnya masing-masing pintu rumah mereka tertutup karena bersiap tidur. Beberapa orang mulai berkerumun di sekitar mobil Nina dan truk fuso. Dan alangkah terkejutnya Rizki, saat melihat korban yang berada di dalam mobil nahas itu. Tampak tubuh Nina yang bersandar di balik kemudi dalam keadaan terpejam. Bemper mobil depan Nina ringsek dan menje
Nina dengan cepat mengetik nomor yang tertera di poster itu lalu menelepon nya. "Halo, dengan toko Rizki di sini. Ada yang bisa dibantu?"Terdengar suara lelaki ramah di seberang telepon. Nina yang baru saja berganti nomor ponsel sangat yakin jika suara itu adalah suara Rizki, mantan suaminya. "Halo, Kak, saya butuh beberapa cemilan dan bahan makanan untuk ngegrill. Bisa diantar kan ke alamat saya?" tanya Nina. Jantung nya berdebar kencang. Berharap Rizki tidak mengenali suaranya lagi. Di seberang telepon, Rizki terdiam. Dia memang sudah lama tidak berkomunikasi dengan Nina, tapi dia yakin jika suara yang didengar nya saat ini adalah suara Nina, mantan istri nya. 'Wah, sepertinya ini suara Nina. Jangan - jangan dia merencanakan sesuatu pada ku atau Devita,' batin Rizki. 'Sebaiknya aku ikuti saja permainan Nina. Awas saja kalau dia sampai berbuat aneh- aneh pada Devita,' sambung Rizki dalam hati. "Oh, ya. Kami memang melayani pembelian secara COD. Jadi apa saja yang ingin dibeli?
Wajah Rizki terlihat keruh saat bersiap untuk membuka toko. "Kamu kenapa, Yang? Ada masalah? Kok mukanya ditekuk gitu?" tanya Devita. Dia menumpuk piring kotor setelah mereka makan dan mengumpulkannya di dalam wastafel. "Aku baru dapat pesan dari pengacara kalau kasus Nina berhasil saat naik banding di pengadilan. Dan sekarang dia bebas," ujar Rizki sambil menghela napas panjang. Gerakan Devita yang sedang membasuh piring dengan sabun menjadi terhenti. Dia menggigil sesaat. Teringat saat Nina yang menyuruh preman untuk menganggu dan menculiknya. Untung saja waktu itu Rizki berhasil menyelamatkan kehormatan nya. Kalau saja saat itu Rizki telat datang, Devita bahkan tidak berani untuk membayangkan nya. "Aku takut, Mas. Bagaimana kalau Nina mengincar kebahagiaan kita lagi?" tanya Devita terdiam di depan wastafel. Rizki yang hendak menuruni anak tangga untuk ke lantai bawah, membalikkan badan dan memeluk Devita erat. "Aku tidak akan membiarkan Nina mengambil kebahagiaan kita, Yang.
Pengacara nya menghela napas panjang, berpikir sejenak. "Bukan kapasitas saya untuk bicara. Mbak Nina lihat saja sendiri saat pulang nanti, sekarang mbak Nina pulang saja dulu," ujar pengacara Nina. Nina mengangguk, lalu tersenyum dan menoleh sejenak ke arah sel tempat dia dikurung kemarin. Telihat para perundungnya yang menatap Nina dengan rasa kesal. Nina yang tampak kurus dan terlihat dekil karena mengalami penganiayaan di dalam penjara oleh teman satu selnya, menatap ke arah teman- teman satu selnya dengan penuh dendam. Dia lalu mengacungkan jari tengah ke arah mereka, kemudian bergegas pergi. ***"Ini rumah siapa, Pak??" tanya Nina pada pengacara nya. "Ini rumah kamu, mbak Nina," ujar pengacara nya membuat Nina semakin bingung. "Bukan! Rumahku gede, Pak! Bukan kecil seperti ini!" ujar Nina seraya menggelengkan kepalanya. "Masuk saja dulu, Mbak Nina. Ada orang tua kamu di dalam," ujar pengacara nya mempersilahkan. Nina pun berjalan sampai ke arah teras rumahnya, dia lalu m
Devita terbangun saat mencium aroma nasi goreng yang lezat. Dia lantas duduk di ranjang sejenak lalu merenggang kan kedua tangan nya ke atas dan menuju ke kamar mandi. Usai sikat gigi, cuci muka dan berganti pembalut, dia menuju ke dapur yang berseberangan dengan kamar nya dan melihat Rizki yang sedang mengaduk masakannya di wajan. Devita menatap nya dengan takjub. Tampak Rizki menuangkan minyak cabai ke dalam wajan berisi nasi goreng lalu menggoyang - goyangkan pegangan wajannya dengan ahli dan tampak api dari kompor yang menjilat sampai ke wajan. "Wihh, bisa begitu ya?" tanya Devita takjub. Rizki menoleh ke arah istrinya. "Hei, kamu sudah bangun, Yang? Duduk gih, aku sedang memasak sarapan kita. Nasi goreng hitam! Ini pakai aneka seafood dan tinta cumi-cumi lho! Rasa pedas kesukaan kamu!" ujar Rizki tersenyum. Devita terdiam dan menatap sang suami penuh cinta. Bukannya menuruti instruksi suaminya untuk duduk, Devita justru mendekat ke arah Rizki dan memeluk nya dari arah belak
Saat langkah Rizki mendekat ke arah pohon tempat Adi bersembunyi, Adi segera berdiri lalu mengayunkan pisaunya ke arah Rizki. "Hiyaaat! Ma ti kamu, Rizki!" seru Adi sambil membabi buta mengayunkan pisaunya ke arah Rizki. Buaakkh! "Aarrghhh!"Alih - alih bisa melukai Rizki dengan ayunan pisau nya, tangan Adi justru terkena hantaman dahan pohon yang dibawa oleh Rizki. Adi berteriak saat pergelangan tangannya terasa patah terkena hantaman dahan pohon yang dibawa oleh Rizki. Kedua lelaki yang pernah menjadi sepasang sahabat itu pun berhadapan dengan sengit. Adi menggerak - gerakkan tangan kanannya yang terkena hantaman dahan pohon. 'Untung saja tidak patah,' batin Adi. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari pisau lipatnya yang terjatuh ke entah dimana. 'Duh, dimana pula pisau ku tadi!? Bagaimana mungkin aku melawan Rizki hanya dengan tangan kosong?' batin Adi panik. Tapi dia tetap berusaha untuk bersikap tenang. "Menyerahlah saja, Di! Bertanggungjawab lah atas segala hal yang te
Warning : Adegan gore! "Mampus saja kamu, Riz!" seru Adi sambil mendorong pisau di tangannya semakin mendekat ke arah perut Rizki dan Rizki pun sekuat tenaga menahan pisau Adi, dan dalam gerakan dorong- mendorong itu, tangan Rizki tanpa sengaja menekuk dan membalikkan arah tangan Adi, sehingga pisau Adi menghujam perut nya sendiri. "Aaarghh!" Adi berseru bertepatan dengan darah yang mengalir dari perutnya. Rizki dan Adi saling mendelik dalam diam. Cengkeraman tangan Rizki melonggar, sehingga genggamannya pada tangan Adi melemah. Adi berdiri terhuyung dan memegangi perutnya yang tertusuk pisau yang dipegangnya sendiri. Rizki membalikkan badannya dan perhatian nya tertuju pada Devita yang sudah terlepas dari tali yang mengikat tangannya dan lakban yang menutup mulut nya. "Mas!" seru Devita menghambur ke arah Rizki. Rizki dan Devita berpelukan dengan berurai air mata. "Kamu nggak apa- apa kan?" tanya Rizki sambil membingkai wajah istri nya dengan cemas. Devita menggeleng. "Alhamd
"Kenapa kamu nggak lapor polisi, Riz?" tanya teman pemilik gym nya dengan prihatin. Rizki menghela napas panjang. "Sudah. Tapi kata polisi harus menunggu 1x24 jam. Kecuali memang ada bukti ancaman."Teman Rizki berpikir sejenak. "Kalau begitu, apa tidak mungkin istri kamu pergi ke rumah temannya? Lalu HP nya rusak, sehingga dia tidak bisa menelepon kamu?" tanya teman Rizki.Rizki menggeleng."Tidak mungkin! Devita sangat hapal nomor HP ku. Jadi kalau dia memang harus menginap di rumah temannya dan HP nya rusak, dia pasti akan meninjam HP temannya untuk menghubungiku," ujar Rizki. "Kalau HP Devita tidak aktif dan dia juga tidak menghubungi ku, berarti kemungkinan nya hanya satu. Istriku sedang dalam bahaya. Kemungkinan dia diculik orang atau sedang dalam bahaya. Aku butuh bantuan kamu dan Falcon," sambung Rizki lagi. Temannya manggut-manggut. "Kita harus menyediakan alat untuk membela diri, Riz," ujar Johan. Dia lalu masuk ke dalam rumah dan membawa keluar semprotan merica, pisau