Rizki baru saja selesai mem-posting video endorse salah satu produk alat kesehatan, saat ponsel nya berdering. Rizki segera menerima panggilan telepon yang ternyata berasal dari polisi. Rizki terdiam dan mengepalkan tangannya saat mendengar bahwa tersangka yang menjadi dalang penganiayaan Devita tertangkap. "Jadi saudari Nina sekarang sedang berada di dalam tahanan. Bapak Rizki dan Bu Devita, diharapkan datang ke Kantor polisi untuk memberikan keterangan sekali lagi," ujar polisi tersebut. "Maaf, sebelum nya, Pak. Kalau saya bisa datang ke Kantor polisi saat ini. Tapi kalau Devita, dia masih dirawat di rumah sakit, karena menurut dokter, dia masih lemah dan masih membutuhkan perawatan dan pengobatan lebih lanjut," ujar Rizki dan disetujui oleh polisi yang menelepon nya. "Baiklah, pak Rizki, untuk saat ini, silakan pak Rizki yang berkunjung ke Kantor dulu. Untuk saudari Devita, kami akan segera mendatangi nya karena memerlukan keterangan lebih lanjut tentang peristiwa penganiayaan
Suara ketuk palu hakim menggema di ruangan persidangan. Wajah Nina dan kedua orang tuanya memucat. Nina langsung berdiri dan berteriak sampai memenuhi seluruh ruang sidang. "Tidak! Saya tidak mau dipenjara, Pak Hakim! Saya ingin bebas! Saya tidak bersalah, Pak! Semua itu fitnah!" teriak Nina marah. Dia meradang karena dihukum lebih berat daripada tiga tersangka pelaku yang diganjar 3 tahun penjara. Rizki menoleh ke arah Devita yang badannya mulai gemeteran saat para pelaku digelandang untuk keluar dari ruang sidang dan akan dipindahkan ke ruang tahanan. "Tenang, Sayang! Tenang! Kamu aman bersama aku dan keluarga kamu," ujar Rizki lirih. Mama Devita juga memeluk bahu sang anak dengan erat. Nina menoleh ke arah orang tuanya dan meronta saat dibawa keluar dari ruang sidang. Sementara itu papi dan maminya berseru dan bertangisan di tempat duduk pengunjung ruang sidang. "Huhuhu! Nina, Pi! Tolong in dia! Mami nggak mau dia di penjara!" seru maminya menghiba. "Mami! Papi! Tolong aku!
"Baiklah. Kalau memang berkarya di butik adalah hobi kamu, tapi kamu jangan kecapean ya. Istirahat saja kalau lelah, dan nggak usah terlalu ngoyo," saran Rizki. Devita mengangguk dan mengacungkan jempol tangannya. "Siap 86, Ndan!""Hahaha! Kamu pikir aku Densus anti teror!?" tanya Rizki, menjawil pipi gadis yang duduk di samping nya. Devita pun tertawa. "Dev, tahu nggak, aku tuh STNK sama kamu," ujar Rizki. "Hah, apaan tuh STNK?!" tanya Devita. "STNK itu Selalu Takut Ninggalin Kamu! Hahaha!" Rizki dan Devita tergelak. "Aku juga BPKB dengan kamu lho!""Lah, apaan lagi tuh BPKB?""BPKB tuh, Bahagia Pasti Ketika Bersamamu!" "Aargh, mas Rizki so sweet banget! Aku jadi tambah sayang plus gemes!" ujar Devita sumringah. Rizki menatapnya dengan bahagia. "Selalu tersenyum lah, Dev. Jangan pernah menangis lagi. Air matamu terlalu berharga untuk menangisi orang yang nggak berguna."***Ini malam pertama Nina masuk ke dalam penjara perempuan setelah dia divonis bersalah oleh pengadilan.
Dua minggu sebelum nya, Rizki dan Devita menghadap orang tua Devita di ruang tamu. Wajah mereka terlihat serius. "Jadi kamu sudah memutuskan untuk menikah dengan Rizki?" tanya papanya. Devita mengangguk."Menikah itu usahakan sekali seumur hidup. Dan kalian belum lama saling mengenal kan? Jangan menikah karena kesepian dan hanya butuh teman kemana- kemana," ujar mama Devita. "Ma, Pa, Devita sudah memutuskan untuk menikah dan memilih mas Rizki sebagai suami Devita karena Devita mencintai nya dan aku juga tahu jika dia akan bertanggung jawab untuk menafkahi ku," ujar Devita sambil menatap ke arah orang tuanya secara bergantian. "Lagi pula banyak teman Devita yang pacaran lama, bisa tahunan, dan menikah nya hanya selama satu atau dua bulan. Benar - benar cintanya habis saat pacaran saja," sambung Devita lirih. Dia sebenarnya juga teringat dengan mantan pacarnya yang selingkuh dengan sahabatnya dulu, padahal mereka sudah pacaran tiga tahun. Papa Devita menghela napas panjang. "Baik
Adi selanjutnya menyalami keluarga Devita, bahkan tampak mama Devita yang memeluk Adi dengan erat. 'Cih, pinter sekali dia mencari muka,' batin Devita tak habis pikir. Dia lalu segera menoleh ke arah Rizki. Dan tersenyum menatap lelaki yang baru sah menjadi suami nya itu. Bertepatan dengan Rizki yang menoleh kepada Devita. 'Aku tidak tahu kenapa, tapi melihat mu tersenyum, aku merasa seolah semua kekhawatiranku lenyap. Senyum kamu benar - benar membuatku tenang, Mas,' batin Devita. Rizki tersenyum pada istri nya dan menatap ke arah Adi. Berjaga - jaga jika Adi berbuat sesuatu yang bisa merusak acara pernikahan nya. Tapi untung nya, sampai acara tasyakuran pernikahan mereka selesai, Adi tidak berbuat hal yang merugikan mereka. ***Malam harinya selepas salat isya, Rizki langsung mengajak Devita untuk ke rumahnya. Lelaki itu menutup mata Devita dan menggendong depan istrinya menaiki anak tangga menuju ke kamar atas di lantai dua rukonya. "Kenapa sih, Mas, mata ku ditutup segala?" t
Beberapa hari sebelum nya, Adi tersenyum saat melihat kedatangan mama Devita ke rumahnya, Adi dengan bersemangat menyapa nya. "Selamat malam, Tan?!" sapa Adi. Dia mendekat dan meraih punggung tangan mama Devita lalu mencium nya penuh takzim. "Selamat malam, Di, dari mana kamu?" tanya mama Devita. "Dari warung, Tan. Biasalah, mengamati dan mencermati perkembangan bisnis kuliner papa dan mama. Dan sekalian Adi sedang mencoba meluncurkan resep baru untuk warung," ujar Adi tersenyum. Mama Devita tampak antusias. "Oh, ya? Wah, keren banget ya kamu? Apa menu baru yang diluncurkan di warung kamu?" tanya Mama Devita. "Hm, jadi awalnya prinsip warung mama dan papa kan warung dan resto. Cuma ada makanan berat - berat. Yang ke sana juga orang yang menengah ke atas dan berusia yah, empat puluh sampai lima puluh tahun.Setelah mama menyerahkan pengaturan warung nya pada saya, saya mengubah nya menjadi kafe resto, menu berat tetap ada, tapi ditambah spot dan menu untuk anak muda bahkan kalan
Devita tersenyum saat baru saja melakukan hal itu dengan Rizki untuk pertama kalinya. Keduanya saling menatap dengan perasaan bahagia. "Kamu capek?" tanya Rizki lembut sambil mengelus rambut istri nya. Devita tersenyum. "Sedikit, Mas. Ada apa memang nya?" "Nggak apa- apa, aku ingin merapikan baju mu di dalam lemari," ujar Rizki lembut. "Hm, iya sih. Kita juga belum membuka kado dan amplop dari teman - teman," sahut Devita. "Hhh, padahal aku capek sekali," sambung Devita lagi. "Ya sudah, kamu tidur dulu. Biar aku yang merapikan bajumu. Kalau untuk membuka kado dan amplop, besok saja deh," ujar Rizki. "Hm, kamu enggak apa- apa kalau menata baju tanpa aku?" tanya Devita. Rizki tersenyum. "Enggak apa - apa dong. Memang apa salahnya menata bajumu? Aku ambil koper kamu dulu di lantai bawah," ujar Rizki. Devita mengangguk, Rizki lalu menuruni anak tangga. Rizki melihat tumpukan kado yang teronggok begitu saja di lantai bawah rukonya. Rizki melihat salah satu kado yang paling besar.
Nina menangis tanpa suara saat teman satu sel nya kembali menganiayanya dengan mengoleskan balsem di pangkal paha dan area luar organ intimnya. "Huhuhu! Hiks, hiks, hiks."Dan setelah melihat Nina kepanasan dan kesakitan, teman satu sel Nina meninggalkan perempuan itu menelungkup di lantai pojok penjara yang dingin. Nina pernah mengadu pada petugas polisi yang menjaga sel tahanannya, tapi sayangnya teman satu sel nya bersekongkol untuk mematahkan laporannya. "Tolong saya, Bu!" ujar Nina dengan menangis terisak pada petugas polisi di hadapan nya. Petugas polisi itu menatap wajah para penghuni penjara yang berjumlah lima orang di hadapan nya secara bergantian. "Memang nya apa yang terjadi padamu?" tanya petugas polisi itu mendekat. "Mereka... Mereka mengoleskan balsem pada paha dan anu saya, Bu! Huhuhu! Rasanya panas, perih dan sakit!" rintih Nina menghiba. Petugas polisi itu menatap tajam pada teman - teman satu sel Nina. "Apa benar yang dikatakan oleh Nina?" Teman- teman satu
Tiga bulan berlalu sejak kematian Nina, Rizki dan Devita mulai mempersiapkan acara resepsi mereka. "Jadi tokonya akan tutup selama berapa hari, Bos?" tanya salah satu karyawan Rizki. "Tiga hari, mulai besok ya."Karyawan Rizki mengangguk. Dia tetap memandang Rizki seperti sedang memikirkan sesuatu. "Bos, hm, sebenarnya saya ingin menyampaikan sesuatu. Tapi takut dan ragu," ujar karyawan Rizki. "Bilang saja, saya sudah jinak kok," sahut Rizki sambil tertawa. "Kemaren saya menjenguk Dedi di penjara. Dia kan dipenjara setahun. Ada bukti bahwa dia hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh almarhum mas Adi. Papanya mas Adi pun juga tidak keberatan dengan hukuman itu padahal sudah membuat istrinya meninggal. Karena bapaknya mas Adi bilang ke Dedi kalau bapak nya mas Adi ngerasa bersalah sudah gagal mendidik anak sehingga mengakibatkan orang lain di penjara juga," ujar karyawan Rizki. "Lalu apa hubungannya dengan ku?" tanya Rizki bingung. Dia memandang ke arah Devita yang duduk di s
Fuso itu juga mengerem mendadak agar tidak menabrak mobil Nina, namun terlambat, bemper sebelah kanan fuso itu menyambar mobil Nina, sehingga mobil Nina terdorong ke belakang lima puluh meter dalam keadaan ringsek. "Aaaaa! Mas!" jerit Devita kaget karena melihat tabrakan yang terjadi di hadapan nya. "Ya allah, innalillahi wa innalillahi roji'un! Kamu di sini saja, aku akan melihat siapa korban kecelakaan itu dan memanggil polisi," ucap Rizki sambil mengusap kepala Devita. Rizki bergegas menyebrang jalan. Rupanya bunyi tabrakan yang kencang tadi membuat beberapa warga yang mempunyai rumah di jalanan itu segera keluar dari rumah meskipun pada awalnya masing-masing pintu rumah mereka tertutup karena bersiap tidur. Beberapa orang mulai berkerumun di sekitar mobil Nina dan truk fuso. Dan alangkah terkejutnya Rizki, saat melihat korban yang berada di dalam mobil nahas itu. Tampak tubuh Nina yang bersandar di balik kemudi dalam keadaan terpejam. Bemper mobil depan Nina ringsek dan menje
Nina dengan cepat mengetik nomor yang tertera di poster itu lalu menelepon nya. "Halo, dengan toko Rizki di sini. Ada yang bisa dibantu?"Terdengar suara lelaki ramah di seberang telepon. Nina yang baru saja berganti nomor ponsel sangat yakin jika suara itu adalah suara Rizki, mantan suaminya. "Halo, Kak, saya butuh beberapa cemilan dan bahan makanan untuk ngegrill. Bisa diantar kan ke alamat saya?" tanya Nina. Jantung nya berdebar kencang. Berharap Rizki tidak mengenali suaranya lagi. Di seberang telepon, Rizki terdiam. Dia memang sudah lama tidak berkomunikasi dengan Nina, tapi dia yakin jika suara yang didengar nya saat ini adalah suara Nina, mantan istri nya. 'Wah, sepertinya ini suara Nina. Jangan - jangan dia merencanakan sesuatu pada ku atau Devita,' batin Rizki. 'Sebaiknya aku ikuti saja permainan Nina. Awas saja kalau dia sampai berbuat aneh- aneh pada Devita,' sambung Rizki dalam hati. "Oh, ya. Kami memang melayani pembelian secara COD. Jadi apa saja yang ingin dibeli?
Wajah Rizki terlihat keruh saat bersiap untuk membuka toko. "Kamu kenapa, Yang? Ada masalah? Kok mukanya ditekuk gitu?" tanya Devita. Dia menumpuk piring kotor setelah mereka makan dan mengumpulkannya di dalam wastafel. "Aku baru dapat pesan dari pengacara kalau kasus Nina berhasil saat naik banding di pengadilan. Dan sekarang dia bebas," ujar Rizki sambil menghela napas panjang. Gerakan Devita yang sedang membasuh piring dengan sabun menjadi terhenti. Dia menggigil sesaat. Teringat saat Nina yang menyuruh preman untuk menganggu dan menculiknya. Untung saja waktu itu Rizki berhasil menyelamatkan kehormatan nya. Kalau saja saat itu Rizki telat datang, Devita bahkan tidak berani untuk membayangkan nya. "Aku takut, Mas. Bagaimana kalau Nina mengincar kebahagiaan kita lagi?" tanya Devita terdiam di depan wastafel. Rizki yang hendak menuruni anak tangga untuk ke lantai bawah, membalikkan badan dan memeluk Devita erat. "Aku tidak akan membiarkan Nina mengambil kebahagiaan kita, Yang.
Pengacara nya menghela napas panjang, berpikir sejenak. "Bukan kapasitas saya untuk bicara. Mbak Nina lihat saja sendiri saat pulang nanti, sekarang mbak Nina pulang saja dulu," ujar pengacara Nina. Nina mengangguk, lalu tersenyum dan menoleh sejenak ke arah sel tempat dia dikurung kemarin. Telihat para perundungnya yang menatap Nina dengan rasa kesal. Nina yang tampak kurus dan terlihat dekil karena mengalami penganiayaan di dalam penjara oleh teman satu selnya, menatap ke arah teman- teman satu selnya dengan penuh dendam. Dia lalu mengacungkan jari tengah ke arah mereka, kemudian bergegas pergi. ***"Ini rumah siapa, Pak??" tanya Nina pada pengacara nya. "Ini rumah kamu, mbak Nina," ujar pengacara nya membuat Nina semakin bingung. "Bukan! Rumahku gede, Pak! Bukan kecil seperti ini!" ujar Nina seraya menggelengkan kepalanya. "Masuk saja dulu, Mbak Nina. Ada orang tua kamu di dalam," ujar pengacara nya mempersilahkan. Nina pun berjalan sampai ke arah teras rumahnya, dia lalu m
Devita terbangun saat mencium aroma nasi goreng yang lezat. Dia lantas duduk di ranjang sejenak lalu merenggang kan kedua tangan nya ke atas dan menuju ke kamar mandi. Usai sikat gigi, cuci muka dan berganti pembalut, dia menuju ke dapur yang berseberangan dengan kamar nya dan melihat Rizki yang sedang mengaduk masakannya di wajan. Devita menatap nya dengan takjub. Tampak Rizki menuangkan minyak cabai ke dalam wajan berisi nasi goreng lalu menggoyang - goyangkan pegangan wajannya dengan ahli dan tampak api dari kompor yang menjilat sampai ke wajan. "Wihh, bisa begitu ya?" tanya Devita takjub. Rizki menoleh ke arah istrinya. "Hei, kamu sudah bangun, Yang? Duduk gih, aku sedang memasak sarapan kita. Nasi goreng hitam! Ini pakai aneka seafood dan tinta cumi-cumi lho! Rasa pedas kesukaan kamu!" ujar Rizki tersenyum. Devita terdiam dan menatap sang suami penuh cinta. Bukannya menuruti instruksi suaminya untuk duduk, Devita justru mendekat ke arah Rizki dan memeluk nya dari arah belak
Saat langkah Rizki mendekat ke arah pohon tempat Adi bersembunyi, Adi segera berdiri lalu mengayunkan pisaunya ke arah Rizki. "Hiyaaat! Ma ti kamu, Rizki!" seru Adi sambil membabi buta mengayunkan pisaunya ke arah Rizki. Buaakkh! "Aarrghhh!"Alih - alih bisa melukai Rizki dengan ayunan pisau nya, tangan Adi justru terkena hantaman dahan pohon yang dibawa oleh Rizki. Adi berteriak saat pergelangan tangannya terasa patah terkena hantaman dahan pohon yang dibawa oleh Rizki. Kedua lelaki yang pernah menjadi sepasang sahabat itu pun berhadapan dengan sengit. Adi menggerak - gerakkan tangan kanannya yang terkena hantaman dahan pohon. 'Untung saja tidak patah,' batin Adi. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari pisau lipatnya yang terjatuh ke entah dimana. 'Duh, dimana pula pisau ku tadi!? Bagaimana mungkin aku melawan Rizki hanya dengan tangan kosong?' batin Adi panik. Tapi dia tetap berusaha untuk bersikap tenang. "Menyerahlah saja, Di! Bertanggungjawab lah atas segala hal yang te
Warning : Adegan gore! "Mampus saja kamu, Riz!" seru Adi sambil mendorong pisau di tangannya semakin mendekat ke arah perut Rizki dan Rizki pun sekuat tenaga menahan pisau Adi, dan dalam gerakan dorong- mendorong itu, tangan Rizki tanpa sengaja menekuk dan membalikkan arah tangan Adi, sehingga pisau Adi menghujam perut nya sendiri. "Aaarghh!" Adi berseru bertepatan dengan darah yang mengalir dari perutnya. Rizki dan Adi saling mendelik dalam diam. Cengkeraman tangan Rizki melonggar, sehingga genggamannya pada tangan Adi melemah. Adi berdiri terhuyung dan memegangi perutnya yang tertusuk pisau yang dipegangnya sendiri. Rizki membalikkan badannya dan perhatian nya tertuju pada Devita yang sudah terlepas dari tali yang mengikat tangannya dan lakban yang menutup mulut nya. "Mas!" seru Devita menghambur ke arah Rizki. Rizki dan Devita berpelukan dengan berurai air mata. "Kamu nggak apa- apa kan?" tanya Rizki sambil membingkai wajah istri nya dengan cemas. Devita menggeleng. "Alhamd
"Kenapa kamu nggak lapor polisi, Riz?" tanya teman pemilik gym nya dengan prihatin. Rizki menghela napas panjang. "Sudah. Tapi kata polisi harus menunggu 1x24 jam. Kecuali memang ada bukti ancaman."Teman Rizki berpikir sejenak. "Kalau begitu, apa tidak mungkin istri kamu pergi ke rumah temannya? Lalu HP nya rusak, sehingga dia tidak bisa menelepon kamu?" tanya teman Rizki.Rizki menggeleng."Tidak mungkin! Devita sangat hapal nomor HP ku. Jadi kalau dia memang harus menginap di rumah temannya dan HP nya rusak, dia pasti akan meninjam HP temannya untuk menghubungiku," ujar Rizki. "Kalau HP Devita tidak aktif dan dia juga tidak menghubungi ku, berarti kemungkinan nya hanya satu. Istriku sedang dalam bahaya. Kemungkinan dia diculik orang atau sedang dalam bahaya. Aku butuh bantuan kamu dan Falcon," sambung Rizki lagi. Temannya manggut-manggut. "Kita harus menyediakan alat untuk membela diri, Riz," ujar Johan. Dia lalu masuk ke dalam rumah dan membawa keluar semprotan merica, pisau