"Pemirsa, sebuah kebakaran telah terjadi di kota. Toko elektronik yang terletak di jalan XX telah dilalap si jago merah hingga terbakar habis." Adi melongo, dalam hatinya masih tidak bisa mempercayai berita yang baru saja didengarnya. "Apa? Tidak mungkin!" seru Adi. Badannya mendadak lemas dan telinganya seolah berdenging, kepalanya pun terasa pening. Adi terjatuh, duduk di kursi busa di hadapan nya. 'Ini pasti mimpi,' gumam Adi sambil menepuk kedua pipinya. Dia bahkan mencubit lengannya. "Aawww! Sakit! Berarti ini bukan mimpi?!! Aku kehilangan semuanyaaa!!! Huhuhu!" seru Adi seraya meraung sambil menjambak rambutnya sendiri. "Lho, mas, mas! Ada apa?" tanya seorang karyawan klab malam yang baru saja keluar dari ruangan karaoke privat. Dia mendekati Adi dengan khawatir. Adi menatap ke arah karyawan itu. Dia bingung hendak mengurus kehilangan dompet, HP, dan mobil atau kebakaran toko nya. 'Lebih baik, aku mengurus hal yang masih bisa dikembalikan lagi. Yaitu kerampo
Adi pulang ke ruko nya dengan mengendarai mobil inova pemilik klab. Di depan rukonya yang sudah menjadi puing-puing, banyak warga, damkar, karyawan, dan orang tuanya yang sudah berkerumun di depan rukonya. Adi memang sudah berusaha menguatkan hatinya agar bisa menerima kenyataan bahwa rukonya sudah hangus, tapi saat sudah berada di depan rukonya dan melihat bagaimana rukonya hangus dan hanya menjadi puing-puing, mendadak seluruh badan dan sendinya terasa lemas. "Astaga! Adi! Kamu kemana saja, Nak! Ditelepon nggak aktif, diWA malah centang satu, kamu menginap dimana semalam? Tengah malam, karyawan kamu bingung mencari kamu, bahkan damkar juga mencari kamu ke dalam ruko, tapi kamu tidak ada. Mama sudah pesimis nggak ketemu kamu lagi!"Mama Adi menghambur ke arah anaknya dan memeluk nya erat, lalu pandangan nya terarah pada mobil yang dikendarai Adi. "Mobil kamu yang lama kemana? Mobil siapa yang kamu naikin sekarang?" tanya mama Adi beruntun, membuat kepala Adi semakin sakit. Papa A
Beberapa saat sebelum nya, "Duduk, Di!" instruksi papa Adi setelah dia dan keluarga nya tiba di rumah. Mau tak mau Adi duduk di hadapan kedua orang tuanya. Kepalanya tertunduk menatap ke arah lantai. "Jawab pertanyaan papa satu per satu dengan jujur. Jika kamu jujur, papa akan menentukan langkah apa yang akan papa ambil setelahnya!" instruksi papa Adi. 'Waduh, mampus ini! Kalau aku ngaku bahwa aku semalam tidur di klab malam dengan perempuan, bisa - bisa aku dijadikan sate. Tapi jika tidak mengakui nya, aku takut papa semakin curiga dan akhirnya malah memutuskan untuk menyelidiki nya langsung! Ck, ayo berpikir, Di! Berpikir!' batin Adi. Adi menelan ludah dan akhir nya dia bangkit dari kursi nya dan memeluk lutut papanya yang sedang duduk di hadapan nya. "Maafkan Adi, Pa! Sungguh, maafkan Adi! Adi khilaf! Aku berjanji semalam adalah yang terakhir!" seru Adi menghiba. Tangan papanya terkepal. Dia sudah bisa menebak apa yang dikerjakan anak lelakinya semalam. Dan dia kecewa sekal
Dan sekarang saat di rumah sakit, Adi dengan jantung berdebar lebih kencang, dia menunduk menatap lantai ruang rawat inap papa Devita, mendengar kan ucapan papanya dengan tegang."Jadi kedatangan kami disini adalah untuk meminta maaf pada keluarga nak Devita karena dulu sempat membatalkan perjodohan antara Adi dengan Devita. Lalu dengan rendah hati pula, kami selalu keluarga Adi, ingin meminta maaf dan meminta kesempatan kedua untuk memperbaiki kesepakatan perjodohan ini. Jadi apa bapak dan ibu setuju jika anak - anak kita nanti saling berkenalan dan akhirnya berjodoh?" tanya Papa Adi. Dengan tegang, Rizki menanti jawaban dari keluarga Devita. Devita pun tampak terkejut dengan penuturan papa Adi.'Astaga, tidak tahu malu sekali! Dulu sudah ditolak mentah - mentah, tapi sekarang malah menemui orang tuaku dan ingin mendekati ku lagi setelah dia melakukan hubungan menjijikan dengan beberapa perempuan,' batin Devita kesal. Sementara itu mama Devita tampak sumringah karena ingin mempunya
"Cincin...? Untukku?" tanya Devita menatap penuh cinta pada lelaki di hadapan nya. Rizki tersenyum dan menatap pada Devita dengan lembut. "Bukan, cincin itu untuk memancing ikan. Iya, cincin untuk kamulah, Dev." sahut Rizki membuat Devita tercengang. "Kenapa kamu memberikan cincin untukku, Mas?" tanya Devita dengan jantung berdebar semakin kencang. "Tanpa pemberitahuan sebelum nya, pemberian cincin ini membuat ku bertanya-tanya dan berdebar lho, Mas," ujar Devita lagi. "Kemarin malam saat aku mengunjungi papamu, dan kamu membelaku sedemikian rupa, kamu membuat ku tersanjung dan berpikir untuk segera membuat komitmen antara kita berdua lebih dulu," ujar Rizki menjeda kalimat nya. "Hm, jadi maksud cincin ini... Kamu melamarku?" tanya Devita. Pipinya memerah. Rizki tersenyum dan mengangguk. "Iya. Aku melamar kamu secara pribadi lebih dulu. Nanti aku akan melamar kamu dengan pantas dan mengajak kakak serta keluarga ku yang lain setelah aku mengumpulkan modal untuk pernikahan kita,"
"Ngomong - ngomong, kenapa donat bentuknya nggak sempurna dan bolong di tengah?" tanya Rizki. Devita mengerutkan dahinya dan berpikir serius. "Lah, kan dari sononya kalau bentuk donat bolong di tengah," sahut gadis itu akhirnya. Rizki tertawa. "Bukan itu sih, donat bentuknya bolong di tengah karena yang sempurna dan nggak ada bolong nya cuma cintaku padamu," ujar Rizki tersenyum lebar. Devita terkekeh beberapa saat, lalu wajahnya menegang. "Dev? Kenapa? Kok mendadak diam? Aku salah ngomong ya?" tanya Rizki ragu. Devita mendesah. "Sepertinya aku tahu kenapa mantan istri mu mencintai kamu, Mas.""Lha memangnya kenapa?" tanya Rizki. "Kamu ganteng, badannya bagus, berotot, romantis, humoris. Pantas saja mantan istri kamu bisa jatuh cinta sama kamu dan mungkin sampai sekarang dia belum move on," ujar Devita. Rizki hanya mengedikkan bahu. "Yah, masa lalu biarlah berlari, yang penting sekarang aku sudah sama kamu. Yuk, kita mana piring kamu? Ini aku sudah selesai membakar sebagian da
Beberapa saat sebelum nya, Nina membawa barang belanjaannya dari toko Rizki dengan menggerutu dalam hati, lalu menaiki motor maticnya. "Ih, kok bisa sih mas Rizki tertarik sama cewek matre kayak gitu? Sudah jelas banget kalau perawatan nya mahal banget. Ish, daripada mencari cinta yang baru, mendingan mas Rizki kembali rujuk sama aku deh. Aku kan perempuan sederhana dan nggak boros, aku juga sudah pernah tidur dengannya. Apa mas Rizki benar-benar sudah melupakan sentuhan ku sih?!" gerutu Nina. Dia lalu menghidupkan mesin dan melajukan motornya ke arah rumah orang tuanya. Nina memarkirkan motor di halaman rumahnya, lalu dengan menenteng kantung plastik dari toko Rizki, dia membuka pintu depan yang rupanya tidak dikunci. "Assalamu'alaikum, Mi, Pi!" seru Nina sambil duduk di sofa ruang tamunya. Diletakkan nya barang bawaan nya ke atas meja ruang tamu. "Eh, Nina, kamu baru datang?" tanya maminya yang muncul dari ruang tengah rumahnya. "Sudah ditunggu dari tadi! Mami masak bakso kesuk
"Mereka siapa sih, Mi? Beberapa kali Nina kesini seperti nya mereka selalu ada di pos ronda itu. Apa mereka tidak bekerja?" tanya Nina. Maminya menatap ke arah yang ditunjuk sang anak. "Mereka nganggur sih. Sudah setahun baru lulus dari SMA. Sering gitaran dan nongkrong di situ," ujar Mami Nina. "Kenapa sih?"Nina hanya mengedikkan bahunya. "Enggak apa- apa, Mi. Cuma nanya saja," ujar Nina tersenyum penuh misteri. ***Nina menunggu sampai malam tiba, dan dengan beralasan ingin berjalan - jalan mencari angin, dia menemui tiga orang pengangguran itu. "Mas, kalian butuh kerjaan nggak? Aku ada kerjaan nih untuk kalian! Tapi kalian harus hati- hati!" ujar Nina sambil mengulurkan ponsel ke arah ketiga lelaki pengangguran itu. Di layar itu terpampang foto Devita. Ketiga lelaki di hadapan nya hanya mengerut kan kening. "Memangnya apa pekerjaan untuk kami, Bu? Dan apa ada kaitannya dengan dia?" tanya salah seorang pengangguran itu. Nina menyeringai lalu membisikkan sesuatu ke telinga pa
Tiga bulan berlalu sejak kematian Nina, Rizki dan Devita mulai mempersiapkan acara resepsi mereka. "Jadi tokonya akan tutup selama berapa hari, Bos?" tanya salah satu karyawan Rizki. "Tiga hari, mulai besok ya."Karyawan Rizki mengangguk. Dia tetap memandang Rizki seperti sedang memikirkan sesuatu. "Bos, hm, sebenarnya saya ingin menyampaikan sesuatu. Tapi takut dan ragu," ujar karyawan Rizki. "Bilang saja, saya sudah jinak kok," sahut Rizki sambil tertawa. "Kemaren saya menjenguk Dedi di penjara. Dia kan dipenjara setahun. Ada bukti bahwa dia hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh almarhum mas Adi. Papanya mas Adi pun juga tidak keberatan dengan hukuman itu padahal sudah membuat istrinya meninggal. Karena bapaknya mas Adi bilang ke Dedi kalau bapak nya mas Adi ngerasa bersalah sudah gagal mendidik anak sehingga mengakibatkan orang lain di penjara juga," ujar karyawan Rizki. "Lalu apa hubungannya dengan ku?" tanya Rizki bingung. Dia memandang ke arah Devita yang duduk di s
Fuso itu juga mengerem mendadak agar tidak menabrak mobil Nina, namun terlambat, bemper sebelah kanan fuso itu menyambar mobil Nina, sehingga mobil Nina terdorong ke belakang lima puluh meter dalam keadaan ringsek. "Aaaaa! Mas!" jerit Devita kaget karena melihat tabrakan yang terjadi di hadapan nya. "Ya allah, innalillahi wa innalillahi roji'un! Kamu di sini saja, aku akan melihat siapa korban kecelakaan itu dan memanggil polisi," ucap Rizki sambil mengusap kepala Devita. Rizki bergegas menyebrang jalan. Rupanya bunyi tabrakan yang kencang tadi membuat beberapa warga yang mempunyai rumah di jalanan itu segera keluar dari rumah meskipun pada awalnya masing-masing pintu rumah mereka tertutup karena bersiap tidur. Beberapa orang mulai berkerumun di sekitar mobil Nina dan truk fuso. Dan alangkah terkejutnya Rizki, saat melihat korban yang berada di dalam mobil nahas itu. Tampak tubuh Nina yang bersandar di balik kemudi dalam keadaan terpejam. Bemper mobil depan Nina ringsek dan menje
Nina dengan cepat mengetik nomor yang tertera di poster itu lalu menelepon nya. "Halo, dengan toko Rizki di sini. Ada yang bisa dibantu?"Terdengar suara lelaki ramah di seberang telepon. Nina yang baru saja berganti nomor ponsel sangat yakin jika suara itu adalah suara Rizki, mantan suaminya. "Halo, Kak, saya butuh beberapa cemilan dan bahan makanan untuk ngegrill. Bisa diantar kan ke alamat saya?" tanya Nina. Jantung nya berdebar kencang. Berharap Rizki tidak mengenali suaranya lagi. Di seberang telepon, Rizki terdiam. Dia memang sudah lama tidak berkomunikasi dengan Nina, tapi dia yakin jika suara yang didengar nya saat ini adalah suara Nina, mantan istri nya. 'Wah, sepertinya ini suara Nina. Jangan - jangan dia merencanakan sesuatu pada ku atau Devita,' batin Rizki. 'Sebaiknya aku ikuti saja permainan Nina. Awas saja kalau dia sampai berbuat aneh- aneh pada Devita,' sambung Rizki dalam hati. "Oh, ya. Kami memang melayani pembelian secara COD. Jadi apa saja yang ingin dibeli?
Wajah Rizki terlihat keruh saat bersiap untuk membuka toko. "Kamu kenapa, Yang? Ada masalah? Kok mukanya ditekuk gitu?" tanya Devita. Dia menumpuk piring kotor setelah mereka makan dan mengumpulkannya di dalam wastafel. "Aku baru dapat pesan dari pengacara kalau kasus Nina berhasil saat naik banding di pengadilan. Dan sekarang dia bebas," ujar Rizki sambil menghela napas panjang. Gerakan Devita yang sedang membasuh piring dengan sabun menjadi terhenti. Dia menggigil sesaat. Teringat saat Nina yang menyuruh preman untuk menganggu dan menculiknya. Untung saja waktu itu Rizki berhasil menyelamatkan kehormatan nya. Kalau saja saat itu Rizki telat datang, Devita bahkan tidak berani untuk membayangkan nya. "Aku takut, Mas. Bagaimana kalau Nina mengincar kebahagiaan kita lagi?" tanya Devita terdiam di depan wastafel. Rizki yang hendak menuruni anak tangga untuk ke lantai bawah, membalikkan badan dan memeluk Devita erat. "Aku tidak akan membiarkan Nina mengambil kebahagiaan kita, Yang.
Pengacara nya menghela napas panjang, berpikir sejenak. "Bukan kapasitas saya untuk bicara. Mbak Nina lihat saja sendiri saat pulang nanti, sekarang mbak Nina pulang saja dulu," ujar pengacara Nina. Nina mengangguk, lalu tersenyum dan menoleh sejenak ke arah sel tempat dia dikurung kemarin. Telihat para perundungnya yang menatap Nina dengan rasa kesal. Nina yang tampak kurus dan terlihat dekil karena mengalami penganiayaan di dalam penjara oleh teman satu selnya, menatap ke arah teman- teman satu selnya dengan penuh dendam. Dia lalu mengacungkan jari tengah ke arah mereka, kemudian bergegas pergi. ***"Ini rumah siapa, Pak??" tanya Nina pada pengacara nya. "Ini rumah kamu, mbak Nina," ujar pengacara nya membuat Nina semakin bingung. "Bukan! Rumahku gede, Pak! Bukan kecil seperti ini!" ujar Nina seraya menggelengkan kepalanya. "Masuk saja dulu, Mbak Nina. Ada orang tua kamu di dalam," ujar pengacara nya mempersilahkan. Nina pun berjalan sampai ke arah teras rumahnya, dia lalu m
Devita terbangun saat mencium aroma nasi goreng yang lezat. Dia lantas duduk di ranjang sejenak lalu merenggang kan kedua tangan nya ke atas dan menuju ke kamar mandi. Usai sikat gigi, cuci muka dan berganti pembalut, dia menuju ke dapur yang berseberangan dengan kamar nya dan melihat Rizki yang sedang mengaduk masakannya di wajan. Devita menatap nya dengan takjub. Tampak Rizki menuangkan minyak cabai ke dalam wajan berisi nasi goreng lalu menggoyang - goyangkan pegangan wajannya dengan ahli dan tampak api dari kompor yang menjilat sampai ke wajan. "Wihh, bisa begitu ya?" tanya Devita takjub. Rizki menoleh ke arah istrinya. "Hei, kamu sudah bangun, Yang? Duduk gih, aku sedang memasak sarapan kita. Nasi goreng hitam! Ini pakai aneka seafood dan tinta cumi-cumi lho! Rasa pedas kesukaan kamu!" ujar Rizki tersenyum. Devita terdiam dan menatap sang suami penuh cinta. Bukannya menuruti instruksi suaminya untuk duduk, Devita justru mendekat ke arah Rizki dan memeluk nya dari arah belak
Saat langkah Rizki mendekat ke arah pohon tempat Adi bersembunyi, Adi segera berdiri lalu mengayunkan pisaunya ke arah Rizki. "Hiyaaat! Ma ti kamu, Rizki!" seru Adi sambil membabi buta mengayunkan pisaunya ke arah Rizki. Buaakkh! "Aarrghhh!"Alih - alih bisa melukai Rizki dengan ayunan pisau nya, tangan Adi justru terkena hantaman dahan pohon yang dibawa oleh Rizki. Adi berteriak saat pergelangan tangannya terasa patah terkena hantaman dahan pohon yang dibawa oleh Rizki. Kedua lelaki yang pernah menjadi sepasang sahabat itu pun berhadapan dengan sengit. Adi menggerak - gerakkan tangan kanannya yang terkena hantaman dahan pohon. 'Untung saja tidak patah,' batin Adi. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari pisau lipatnya yang terjatuh ke entah dimana. 'Duh, dimana pula pisau ku tadi!? Bagaimana mungkin aku melawan Rizki hanya dengan tangan kosong?' batin Adi panik. Tapi dia tetap berusaha untuk bersikap tenang. "Menyerahlah saja, Di! Bertanggungjawab lah atas segala hal yang te
Warning : Adegan gore! "Mampus saja kamu, Riz!" seru Adi sambil mendorong pisau di tangannya semakin mendekat ke arah perut Rizki dan Rizki pun sekuat tenaga menahan pisau Adi, dan dalam gerakan dorong- mendorong itu, tangan Rizki tanpa sengaja menekuk dan membalikkan arah tangan Adi, sehingga pisau Adi menghujam perut nya sendiri. "Aaarghh!" Adi berseru bertepatan dengan darah yang mengalir dari perutnya. Rizki dan Adi saling mendelik dalam diam. Cengkeraman tangan Rizki melonggar, sehingga genggamannya pada tangan Adi melemah. Adi berdiri terhuyung dan memegangi perutnya yang tertusuk pisau yang dipegangnya sendiri. Rizki membalikkan badannya dan perhatian nya tertuju pada Devita yang sudah terlepas dari tali yang mengikat tangannya dan lakban yang menutup mulut nya. "Mas!" seru Devita menghambur ke arah Rizki. Rizki dan Devita berpelukan dengan berurai air mata. "Kamu nggak apa- apa kan?" tanya Rizki sambil membingkai wajah istri nya dengan cemas. Devita menggeleng. "Alhamd
"Kenapa kamu nggak lapor polisi, Riz?" tanya teman pemilik gym nya dengan prihatin. Rizki menghela napas panjang. "Sudah. Tapi kata polisi harus menunggu 1x24 jam. Kecuali memang ada bukti ancaman."Teman Rizki berpikir sejenak. "Kalau begitu, apa tidak mungkin istri kamu pergi ke rumah temannya? Lalu HP nya rusak, sehingga dia tidak bisa menelepon kamu?" tanya teman Rizki.Rizki menggeleng."Tidak mungkin! Devita sangat hapal nomor HP ku. Jadi kalau dia memang harus menginap di rumah temannya dan HP nya rusak, dia pasti akan meninjam HP temannya untuk menghubungiku," ujar Rizki. "Kalau HP Devita tidak aktif dan dia juga tidak menghubungi ku, berarti kemungkinan nya hanya satu. Istriku sedang dalam bahaya. Kemungkinan dia diculik orang atau sedang dalam bahaya. Aku butuh bantuan kamu dan Falcon," sambung Rizki lagi. Temannya manggut-manggut. "Kita harus menyediakan alat untuk membela diri, Riz," ujar Johan. Dia lalu masuk ke dalam rumah dan membawa keluar semprotan merica, pisau