SETIAP PASANGAN, tentu menginginkan hidup bersama dan bahagia. Namun, sangat berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh Nur. Dia tidak mendapatkan kebahagian sekecil pun, tetapi suaminya malah menjadi pengkhianatan atas cinta yang telah dipupuk sekian lama. Diki, suami dari Nur itu merantau ke seberang dengan awal tujuan untuk mencari kebahagiaan buat keluarga tercintanya. Akan tetapi, semua itu hanya kedustaan yang dirasakan oleh istrinya.
Nur merasakan syok berat ketika melihat sebuah gelembung pesan yang ada di ponselnya. Dia tidak mampu berkata sedikit pun, saat membaca isi di dalam gelembung pesan yang tampak di layar ponselnya. Matanya menjadi sayu, tubuhnya pun terlihat lemas dengan apa yang dialami olehnya ini. Sekian lama, seorang wanita yang dicap menurut hukum agama itu menjadi istri sah, tentu dengan setianya dan penuh kerinduan menunggu suaminya pulang. Namun, takdir cinta malah menjadi bumerang kegalauan yang berat untuknya.
Kini saban harinya, seorang wanita yang mengharapkan suaminya pulang itu terus merenung dan melamun. Tatapannya terlihat sangat kosong. Mungkin, dia sangat sakit dan teramat sakit seperti sembilu menancap di hatinya. Nur yang dulunya mempunyai semangat yang ekstra untuk mewujudkan suatu keluarga bahagia. Namun sekarang ini, dia malah menjadi seperti daun yang gugur tertebak angin dan terombang ambing, hancur.
Bulan tampak indah menyinari malam dan kelap-kelip bintang sungguh menghiasi langit berwarna hitam. Namun, tampak sekali kesuraman menempel di dalam diri seorang wanita yang kurang beruntung. Nur hanya duduk saja di kursi yang berada di tengah rumah, tetapi matanya terlihat fokus kepada gorden berwarna merah gambar bunga.
"Kak!" panggil Ani, adiknya dengan suara keras lalu Nur merasa terkejut saat mendengarnya.
"Apa?"
"Jangan bengong!" kata Ani sambil menepuk pundak kakaknya.
Nur tidak berbicara sepatah kata pun. Dia hanya bisa melihat dan melemparkan kode dengan mengangguk-anggukan kepala. Seorang wanita yang berwajah cukup bersih, tetapi sekarang itu menjadi kurang terurus. Wajahnya penuh air bening dari mata sehingga saban harinya tidak tampak lagi kehidupan yang dia inginkan. Akan tetapi, Ani selalu memberikan support terus kepada kakaknya, sampai dia rela untuk menjual motornya untuk menghidupi Nur yang sedang ada di dalam fase sakit hati.
*
Lagi dan lagi Nur masih terlihat duduk di kursi dengan sekali berbicara sendiri dan arah ucapannya cukup sangat aneh. Ani yang baru saja tiba lagi di rumah setelah keluar untuk membeli keperluan dapur, sungguh dia merasakan hal yang tidak bisa terpikirkan. Tinggal di rumah hanya berdua saja, memang sangat tidak mudah untuk Ani mengurus kakaknya yang sedang dalam masa kesuraman. Namun, dengan telaten dan kesabaran yang ekstra, semua itu dia lakukan demi kakaknya agar bisa semangat kembali menjalani hidup.
Langit yang terus menghitam, angin malam pun menerobos masuk ke dalam celah-celah jendela. Namun, angin itu amat terasa sehingga menggoyangkan gorden dan menerbangkan kertas yang ada di meja. Nur tidak bergerak dari tempat duduknya, sedangkan Ani yang berdiri di tengah rumah pun hanya bisa merasakan keanehan dengan kejadian yang dialaminya ini.
Tiba-tiba saja, mata kakaknya yang bulat seperti bola pingpong itu berubah warna menjadi kemerahan dan di sekitar tangannya ada bintik-bintik merah. Ani semakin aneh dengan apa yang sedang dia tonton ini. Kelakuan kakaknya menjadi sangat beda, tangannya terlihat mencakar-cakar kursi dan tatapan matanya yang biasanya kosong menjadi sangat menakutkan. Wanita yang menjadi adiknya itu, kakinya bergetar, tangannya meremas-remas baju yang digunakannya lalu dia pun merasakan kekakuan.
"Hmmmmm!" Suara yang keluar dari mulut kakaknya, Ani semakin ketakutan dan sebisa-bisanya dia membaca ayat suci yang tersimpan di otak.
Nur sudah semakin menjadi-jadi, dia melemparkan semua yang ada di dekatnya. Bahkan, guci yang berada di sampingnya sampai pecah, akibat lemparan dia yang keras. Suara angin makin terasa saja di telinga adiknya. Ani mencoba untuk menjauhi kakaknya sambil mulutnya menyebutkan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang dia hapal.
*
Sekitar lima belas menit sesudah kejadian angin kencang yang masuk ke rumahnya. Dan sesosok wanita yang dipanggil kakaknya itu tergeletak di lantai. Ani yang baru masuk kembali ke rumah itu pun langsung terkejut dengan apa yang dilihat. Dia tidak menyangka bahwa kakaknya akan mengalami hal yang semacam kesurupan atau apa namanya? Ani belum tahu pasti dengan kondisi yang dialami kakaknya itu.
"Kak ... Kak, bangun!" Tangan Ani mencoba untuk menggetar-getarkan tubuh kakaknya.
Namun, sekian menit dia menunggu kakaknya bangun. Malah, melihat ada sesosok besar yang berwarna hitam, matanya memancarkan warna merah delima berjalan dari kamar ke arah Nur, seorang wanita yang sedang membangunkan kakaknya itu pun langsung terpental ke samping. Tangannya mencoba untuk menutupi wajah dengan mata masih terbuka dan melihat kejadian sesosok hitam itu masuk ke dalam tubuh Nur di balik sela-sela jarinya. Ani semakin dag-dig-dug dengan ini semua, dia pun langsung berdiri dari posisi duduknya dan mengayunkan kaki dengan cepat untuk keluar rumah.
Sesampai di luar rumah, tampak sekali di sekelilingnya tidak ada orang yang berlalu lalang. Tangannya pun sudah penuh keringat dari rasa yang memunculkan ketakutan. Dia pun tidak bisa terdiam, kakinya terus berjalan ke sana-sini di teras rumah. Sungguh, malam yang mencekam, hanya suara jangkrik yang bisa terdengar. Namun, dia tidak bisa di luar rumah terus, sedangkan kakaknya masih ada di rumah dan tidak tahu kondisinya seperti apa setelah sesosok hitam itu masuk ke dalam tubuh yang sedang tergeletak di lantai.
Bulan yang terus menampakkan dirinya, tak peduli dengan waktu, apakah sudah pukul dua belas atau tidak? Seorang wanita yang masih remaja itu langsung mengambil sandal dan berlari untuk ke rumah kakeknya. Jalan yang dilewati pun penuh dengan pohon besar, suara-suara aneh pun selalu terdengar, ayunan kaki semakin cepat untuk bisa segera tiba di rumah kakeknya.
*
Pintu yang terbuat dari kayu jati pun digedor-gedor oleh Ani dengan sangat keras, wajahnya pun terlihat resah sekali. Mungkin saja, dia memikirkan kondisi yang dialami kakaknya di rumah. Dan dia pun belum tahu, siapa yang masuk ke dalam tubuh kakaknya itu.
"Kek ... Kakek ..., buka!" Ani terus menggedor pintu yang menjadi penutup rumah itu dengan napas ngos-ngosan.
"Siapa?!" teriak seorang lelaki tua yang berada di dalam rumah.
"Aku Ani, Kek. Aku takut, tolong buka pintunya!" perintah seorang wanita yang menjadi cucunya Kakek Samad.
"Oh, si Geulis. Tunggu bentar!" Kakeknya pun berteriak kembali.
"Ayo, Kek. Cepat!" Tangan Ani pun masih menggedor-gedor pintu.
Suara kunci yang terbuka pun terdengar oleh Ani sehingga daun pintu langsung olehnya dimainkan. Dan Kakek Samad dengan sarung melingkar di lehernya pun melihat cucunya yang terlihat sudah menangis, lalu olehnya langsung dirangkul. Kemudian, cucunya yang mempunyai wajah cantik itu langsung dibawa masuk ke dalam rumah. Nenek Iyam yang sedang meriang pun bangun dari tempat tidurnya. Kemudian, dia langsung mendekati seorang wanita yang masih muda itu dengan syal masih melingkar di lehernya.
"Ada apa, Neng?" tanya Nek Iyam. "Malam-malam, tumben ke sini sampai ngos-ngosan gitu," lanjutnya dengan tangan memegang ujung syal rajut.
"Se--sesuatu, Nek. A--ada yang aneh dengan kakak." Dengan napas yang ngos-ngosan Ani berbicara.
"Ada apa dengan kakakmu, Neng?" Kakek Samad bertanya di hadapan Ani.
Ani hanya mengeluarkan air mata, tak bisa berkata sedikit pun. Nek Iyam menjadi sangat penasaran dengan semua kejadian yang sedang menimpa cucunya itu.
Tiba-tiba saja, Nek Iyam merasa kaget saat benda yang ada di hadapannya jatuh tertebak angin. Tanganya langsung memegang dada, gurat matanya memunculkan keanehan, dahi Nek Iyam pun mengkerut. Mungkin, hatinya sedang bertanya-tanya dengan tanda sebuah benda yang tiba-tiba jatuh itu.
KAYU JATI YANG MENJADI PENUTUP RUMAH PUN MENGELUARKAN SUARA DERITAN. Kakek Samad yang dari tadi berdiri terus di samping istrinya, akhirnya dia mengayunkan kaki untuk melihat keadaan di luar rumah. Angin malam yang terus terasa, menggoyangkan pohon cengkih di depan rumahnya. Melihat ke atas, Kakek Samad tampak terlihat biasa saja, langit yang hanya berwarna hitam tak ada garis atau hiasan untuk memperindahnya."Abah ...!" panggil Nek Iyam yang berada di depan pintu rumah."Iya, Ambu. Ada apa?" tanya Kakek Samad sambil memalingkan tubuh ke arah pendamping hidupnya itu."Ambu penasaran dan khawatir dengan kondisi Nur. Apa nggak sebaiknya kita langsung melihat saja, biar kita tahu, Bah." Nek Iyam berkata di hadapan Kakek Samad.Kakek Samad mencoba untuk berpikir dulu selama beberapa detik lalu dia berkata, "Iya, sepertinya kita harus lihat langsung. Sekarang, kita langsung aja ke rumah
"AAA ...!" Sontak saja Nur yang dari tadi berdiri di samping neneknya berteriak, lalu menjerit ketika melihat kepala tikus yang ada di hadapannya.Nek Iyam dengan refleks melemparkan kaos yang berada di meja untuk menutupinya. Namun, langit-langit kamar sangat mencekam, suara burung di dini hari sangat nyaring sekali. Telinga Ani pun ditutupi oleh tangannya dan Nek Iyam selalu membaca ayat-ayat suci yang dia simpan di otaknya."Hehhhhhh ...." Suara napas panjang terdengar dari seorang wanita yang berjongkok di pojok kamar."Geulis, aya naon denganmu?!" Nek Iyam berteriak dari jarak dua meter menuju wanita yang sedang di luar kondisinya.Seorang lelaki tua yang sudah tepat berdiri di hadapan Nur, dia terus menyoroti wajah cucunya dengan senter. Kemudian, dia menantap dengan serius wajah yang suram, mulutnya mengeluarkan air liur bercampur darah tikus, dan rambut panjangnya acak
SUARA AZAN SUBUH SUDAH BERKUMANDANG DI LANGIT-LANGIT TEMPAT TINGGAL NUR. Kakek Samad pun membangunkan istrinya dan Ani yang sedang tertidur pulas. Namun, ketika dia mengetuk-ngetuk pintu kamar yang ditempati Nur, lelaki tua itu tidak mendapatkan balasan yang dilemparkan kepadanya. Alhasil, dia hanya bisa menyuruh istri dan salah satu cucunya untuk segera bersih-bersih serta mengambil air wudu.Hanya kepada Allah-lah manusia bisa meminta, itulah yang terpikir oleh Kakek Samad. Tak bisa dipungkiri Allah menciptakan semua makhluk sehingga Kakek Samad langsung bersujud kepada-Nya. Nek Iyam yang melihat suaminya sedang memohon pun langsung meneteskan air mata. Dia tidak kuat dan terharu melihat itu semua.Lelaki tua itu tampak menunggu istri dan cucunya untuk melaksanakan salat berjamaah. Wajah yang tampak tidak semangat, kusut, dan matanya pun terlihat sembab akibat air yang terus turun. Percikan air keran yang menetes ke lantai meng
SETELAH NUR KELUAR KAMAR MANDI, Nek Iyam langsung memanggil cucunya itu. Namun, lelaki tua yang berada di sampingnya hanya bengong saja sampai mulutnya seperti pintu guha. Nur terlihat biasa saja, dia berjalan mendekati neneknya dengan keadaan handuk masih melilit menutupi rambutnya."Ada apa, Nek?" tanya Nur yang sudah berada persis di depan neneknya."Kamu, sehat?" Nek Iyam balik tanya."Sehat, dong. Emang kenapa, sih, Nek?""Nggak ada apa-apa.""Terus, dari kapan Nenek dan Kakek ada di sini?""Dari semalam. Kamu, nggak ingat, ya?""Nggak, Nek," jawab Nur, "mungkin aku sudah tidur, ya?" lanjutnya.Nek Iyam hanya mengangguk saja. Dia tidak mungkin untuk menceritakan hal sebenarnya kepada Nur dan kakeknya pun hanya bisa mengikuti apa yang dikatakan Nek Iyam. Memang, mereka pun merasakan ada yan
JANTUNG RIKI BERDETAK SANGAT KENCANG, di saat mengetahui ada wanita yang dia idamkan selama ini masuk ke warung bubur ayam. Tidak enak diam. Tidak fokus untuk makan. Hanya satu yang dirasakan olehnya, bunga-bunga cinta itu muncul kembali di indahnya suasana pagi hari. Tak lupa dia menatap Ani sambil melayangkan sapaan yang dibarengi senyuman khas.Indah bola matanya sangat menusuk sanubari Riki. Sampai-sampai, Riki dibuat salah tingkah oleh kehadiran Ani di warung itu. Namun, dia juga sangat merasa beruntung bisa bertemu Ani di waktu pagi-pagi sebelum berangkat kerja. Katanya, ini rejeki bisa memandang indah wajahnya di pagi hari. Ani hanya bisa tersenyum kepada Riki. Mungkin saja, dia juga gugup ketika melihat Riki berada juga di warung bubur ayam.Ada benarnya kata orang-orang, cinta akan semakin tumbuh bila berhadapan langsung dengan orang yang dicintainya. Dan semua itu akan terasa sangat indah bila bisa bersama serta saling menjag
KAKEK SAMAD MELIHAT ADA BENDA YANG MENCURIGAKAN. Dia pun langsung membuka benda itu yang berada di lemari orang tuanya Nur. Terlihat ada kain putih bertuliskan tinta emas dan sebuah keris. Kakek Samad menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tidak percaya dengan apa yang dimiliki oleh orang tua Nur ini.Setelah memikirkan apa yang dilihat itu, dia langsung memberitahukan Nek Iyam untuk bisa mengetahui hal ini. Dengan membawa sebuah kotak yang dia temukan. Lelaki tua itu pun memperlihatkan semua benda yang dia temukan kepada Nek Iyam. Nek Iyam tampak sekali mengkerutkan dahi, dia tidak percaya dengan kelakuan anaknya yang menyimpan barang semacam itu."Bah, ini nggak mungkin!""Nggak mungkin gimana? Ini sudah ada buktinya!""Kita tahu anak kita, anak yang baik-baik. Jadi, ini nggak mungkin!" Nek Iyam, tetap dengan pendiriannya."Coba ingat kembali dengan k
CINTA ANI TUMBUH, TETAPI TERTAHAN OLEH KEADAAN. Tidak semua orang bisa merasakan apa yang diinginkan. Semua itu pasti ada halangan dan rintangan yang harus dilewati. Memang, akan terasa hampa bila keinginan tidak tercapai. Namun, Ani mengerti dengan keadaan yang harus lebih mementingkan kesehatan kakaknya daripada dia main cinta.Pagi yang mulai datang lagi dibarengi suara burung yang terus berkicau. Ani sangat beruntung masih bisa menghirup oksigen secara gratis di pagi hari. Dia juga sangat bahagia jikalau masuk ke hari libur kerja. Berarti, dia mempunyai kesempatan lebih untuk bisa mengurus kakaknya dan menemaninya.Sudah kebiasaan dia di pagi hari jikalau sedang libur kerja. Ani selalu membersihkan halaman serta rumah yang terlihat berantakan, sedangkan kakaknya hanya bisa merundung kegalauan. Wajahnya tampak sekali suram dan yang lebih dikhawatirkan oleh Ani pun ketika kakaknya berbicara sendiri. Dia sangat sedih kalau sudah
SEORANG LELAKI TAMPAN BERADA DI DEPAN RUMAH ANI. Matanya menyorot terus ke arah rumah Ani seperti ada yang sedang dicari, sedangkan jalanan di depan rumah wanita itu tampak sepi sekali. Malam pun sudah semakin merangkak. Dan mungkin saja, orang-orang sudah pada istirahat.Ani yang berada di ruang tengah rumah pun dia sangat sibuk sekali dengan laptopnya. Dia berkutat terus dengan benda itu, biasanya sampai tengah malam. Katanya, dia harus mengerjakan pekerjaan yang terpenting dulu. Berbanding terbalik dengan seorang wanita yang sedang dirundung galau—kakaknya—sudah istirahat.Ani hanya sendiri saja berada di ruangan tengah rumah. Andaikan, dia melihat ke arah luar rumah. Pasti, hatinya akan merekah seperti bunga mawar yang indah. Namun, dia juga tidak mengetahui ada sesosok lelaki idaman berada di depan rumahnya. Dan lelaki itu menunggunya untuk keluar rumah. Sebab, kalau Riki yang mengetuk pintu rumah dan mengucap sa
SETELAH TADI PAGI MELAKSANAKAN ACARA AKAD PERNIKAHAN, Bos Alek pun sudah sah menjadi suami dari Nur. Ada rasa bahagia yang tergambar dari wajah pasangan baru itu. Sekarang pun hari sudah semakin sore. Entahlah, rasa lelah pun tergambar dari pasangan baru itu. Sampai-sampai, Bos Alek hanya bisa duduk saja di kursi beranda rumah sambil melihat pemandangan yang ada di depan matanya.Bos Alek tiba-tiba terdiam ketika mendengar suara Nur yang memanggil. Ya, itu suara Nur, kata dalam hatinya. Dia pun mencoba memalingkan wajah ke arah depan pintu rumah. Alangkah indahnya, lelaki berhidung mancung itu melihat bidadari yang sedang berdiri; Nur. Bidadari itu masih cantik oleh bekas make up yang dia pakai tadi pagi. Sungguh dan sungguh, Bos Alek malah menahan saliva sampai kedua matanya jadi susah berkedip.Nur pun tersenyum ketika melihat suaminya itu yang terlihat terpana olehnya. Sungguh, Nur malah menjadi salah tingkah sehingga dia pun
SETELAH BERBULAN-BULAN MEMANTAPKAN PERSIAPAN PERNIKAHAN, Bos Alek pun tampak tak bisa tenang ketika tanggal pernikahan itu sudah ada di depan mata. Entahlah, apa yang sedang dirasakan oleh lelaki berhidung mancung itu. Namun, dia terlihat selalu berusaha untuk menutupi apa yang sedang dirasakan di dalam hatinya.Memang, suatu pernikahan itu adalah hal yang sangat serius. Oleh karena itu, hal semacam itu pun tak bisa disepelekan oleh Bos Alek. Tak bisa dielakkan lagi lelaki itu mulai seperti setrikaan yang sedang dipakai. Berjalan-jalan dari ruang tamu rumahnya ke dapur dan kembali lagi dari dapur ke ruang tamu. Hal semacam itu pun dia lakukan ketika waktu sudah malam.Di lain sisi, lelaki itu tak bisa lagi untuk menunggu dan terus menunggu tanggal yang sudah ditentukannya. Menurutnya, menunggu itu hal yang menyesalkan karena dari menunggu itu bisa menciptakan ketidaktenangan. Maka dari itulah
SETELAH SEMINGGU LAMANYA, Nur berpikir tentang jawaban apa yang pas disampaikan kepada Bos Alek. Dia pun mengakui bahwa selama berkenalan dengan Bos Alek banyak perubahan. Dan tentunya, lelaki berhidung mancung itu membuat dirinya nyaman. Kadang lelaki itu pun membuat Nur merasa takjub dengan kegigihannya dalam bekerja. Oleh karena itu, dia pun tak bisa menampik bahwa ada rasa yang mulai timbul untuk Bos Alek.Apakah ini waktu yang tepat untuk memikirkan pasangan, kata Nur di kala berada di kamarnya. Dia terduduk di depan cermin sambil bicara dengan bayangannya. Sungguh, momen seperti ini membuat dirinya tambah dag-dig-dug saja di hati. Dia menyadarinya, mungkin Bos Alek di sana sedang menunggu jawaban pertanyaan darinya.Malam yang sepi sejuk, Nur keluar dari kamarnya dan langsung menuju beranda rumah. Kemudian, tangan kanannya memegang ponsel dan langsung saja mengirim satu pesan kepada Bos
PAK KADES DAN ANDI KECEWA, mereka berdua kecewa karena sudah ditolak oleh Kakek Samad tentang perjodohan itu. Sampai, mereka berdua pun langsung pergi dari hadapan Kakek Samad dan istrinya. Kejadian siang yang begitu menyakitkan bagi mereka berdua. Hati Andi pun seperti tertusuk oleh katana, ya, begitu sangat sakit. Dia tak menyangka bahwa akan mendapatkan penolakan. Dia tak menyangka bahwa dengan modal sarjana pun belum bisa meyakinkan Kakek Samad untuk menyetujui perjodohannya itu.Pada siang hari, benar saja dugaan Kakek Samad bahwa Pak Kades dan putranya kembali lagi ke rumahnya. Dan pertanyaan-pertanyaan yang hampir sama dengan pertanyaan pada saat pertama kalinya mereka bertandang ke rumah Kakek Samad. Lelaki tua berambut perak itu pun langsung saja tanpa ba-bi-bu bahwa dia melemparkan jawaban dengan penolakan. Setelah mendapatkan jawaban yang menyakitkan itu, wajah Andi tampak merah dan langsung saja pergi dari hadapan Kakek
NUR TERDIAM KETIKA BOS ALEK MENYATAKAN NIAT UNTUK MENIKAHINYA. Dia tak menyangka bahwa cinta yang timbul dari Bos Alek itu begitu cepat. Bahkan, wanita berambut sebahu itu pun belum percaya dengan apa yang dialaminya. Mana mungkin dia begitu cepat bisa membuat Bos Alek menyukainya, pikiran wanita itu pun jadi terbang ke mana-mana. Dia benar-benar terdiam seperti patung dan tenggorokannya seperti ada yang mengganjal. Bos Alek pun menunggu dengan sabar jawaban yang akan dilontarkan Nur kepadanya. Namun, sampai menunggu beberapa jam, jawaban yang ditunggu Bos Alek pun tak kunjung datang. Akhirnya, lelaki itu berucap, "Saya siap untuk menunggu jawabannya, kok."Nur tak tahu harus menjawab apa kepada bosnya Ani itu. Dia benar-benar belum yakin dengan niat yang diinginkan oleh Bos Alek untuknya. Di samping itu juga Nur masih trauma membuka rasa untuk lelaki karena tak ingin rasanya dikhianati lagi. Akhirnya, Nur memaksa untuk mengeluarkan
SETELAH BERBULAN-BULAN BOS ALEK PENDEKATAN DENGAN NUR, dia tambah yakin saja dengan wanita yang mempunyai rambut sebahu itu. Sungguh, tak bisa diragukan lagi untuk menjadikan wanita itu menjadi pendampingnya. Bos Alek tak memedulikan perjalanan suram yang telah menyerang Nur. Lelaki berhidung mancung itu hanya berpikir bahwa cinta suci akan datang kepada siapa pun. Dan mungkin saja, cinta suci dirinya datang dari Nur sehingga saban harinya dia selalu dimabuk asmara oleh wanita itu. Sungguh!Masa pendekatan pun berjalan mulus ditambah lagi mungkin Ani sangat menyetujui bahwa bosnya itu bisa menikahi kakaknya. Walaupun, Ani menyadari bahwa kakaknya tak mempunyai apa-apa dan Bos Alek adalah pebisnis muda yang lumayan sukses. Dia pun kadang merasa ciut membayangkan jika hal pernikahan kakaknya dan Bos Alek itu bisa terjadi. Namun, Ani mempunyai pikiran juga bahwa takdir cinta itu siapa yang tahu. Cinta bisa datang kepada siapa pun dan m
MOMEN YANG TAK BISA DILUPAKAN OLEH ANI, dia tersipu malu di hadapan Riki. Dia belum percaya bahwa Riki bisa juga untuk memandangnya dengan tatapan tajam. Sungguh, batin wanita itu jadi dag-dig-dug. Kemudian, lelaki yang ada di depannya itu mengeluarkan suara dari mulutnya. Ya, momen itu pun yang ditunggu-tunggu Ani dari tadi.Namun, suara yang keluar dari mulut Riki pun tak banyak. Bahkan, kata-katanya pun bisa dihitung oleh jari tangan. Ani pun menghela napas panjang lalu menggaruk-garuk jilbab yang dia pakai. Dia bingung harus dengan cara apalagi menghadapi Riki yang menurutnya berubah 180* itu. Kemudian, dia termenung dan suasana pun mendadak hening.Sangat mengesalkan ketika setelah hening melanda, Riki malah tertawa di hadapan Ani. Wanita itu dibuat cemberut dan kesal dengan sikap yang ditampilkan Riki kepadanya. Tangan kanan Ani pun gemas lalu mencubit pinggang Riki. Lelaki itu tampak k
PADA SAAT KELUAR RUMAH, Ani benar-benar beruntung bahwa ucapan kakaknya itu tak bohong. Bahkan, dia sampai senyum-senyum sendiri. Riki melihat tingkah laku yang ditampilkan oleh Ani. Kedua mata yang dimiliki oleh Riki pun menatap tajam. Lelaki itu tak menyangka bahwa Ani mungkin saja menunggunya di rumah ini.Lelaki itu malah terdiam di hadapan Ani, tenggorokannya seperti ada yang mengganjal dan badannya seperti patung. Namun, keadaan pun berbanding terbalik yang mana Ani memandang Riki dengan tatapan serius. Lelaki itu menunduk. Ani langsung saja bertanya tanpa ba-bi-bu lagi kepada Riki. Wanita itu bertanya dengan nada yang lumayan terdengar serius tentang Riki cuek kepadanya. Lagi-lagi, laki-laki itu masih terdiam dan mulutnya pun serasa terkunci. Sampai-sampai, Ani pun dibuat kesal menunggu jawaban yang tak kunjung diterima. Kaki kanannya pun menghentak keramik dan kedua tangan wanita itu mengacak-acak rambut Riki yang rapi serta
SIANG HARI, Riki mencoba metata hati kembali dan pergi ke rumah Ani dengan mental yang sudah membaik. Dia tak peduli sudah berapa kali cintanya ditolak oleh Ani. Akan tetapi, dia mempunyai pemikiran bahwa lelaki itu harus kuat dan jangan menyerah untuk berjuang mendapatkan wanita yang dicintainya. Dia tak ingin dicap sebagai lelaki pengecut yang baru ditolak beberapa kali pun sudah mundur. Ingat! Itu baru beberapa kali ditolak dan belum ratusan kali ditolak. Jadi, alangkah buruk sekali jikalau harus mundur dalam perburuan cinta Ani.Sewaktu kemarin-kemarin, memang Riki merasakan ada yang berbeda dari dirinya. Bahkan, lelaki itu pun merasa pusing yang ekstra sehingga dia tak nafsu untuk segala hal. Namun, lelaki muda itu masih untung karena dirinya terbilang cepat untuk bisa kembali bersemangat. Riki mulai merapikan pakaian yang dia pakai. Kemudian, dia berniat untuk pergi ke rumah wanita yang berhasil menembus hatinya; Ani.