KAKEK SAMAD MELIHAT ADA BENDA YANG MENCURIGAKAN. Dia pun langsung membuka benda itu yang berada di lemari orang tuanya Nur. Terlihat ada kain putih bertuliskan tinta emas dan sebuah keris. Kakek Samad menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tidak percaya dengan apa yang dimiliki oleh orang tua Nur ini.
Setelah memikirkan apa yang dilihat itu, dia langsung memberitahukan Nek Iyam untuk bisa mengetahui hal ini. Dengan membawa sebuah kotak yang dia temukan. Lelaki tua itu pun memperlihatkan semua benda yang dia temukan kepada Nek Iyam. Nek Iyam tampak sekali mengkerutkan dahi, dia tidak percaya dengan kelakuan anaknya yang menyimpan barang semacam itu.
"Bah, ini nggak mungkin!"
"Nggak mungkin gimana? Ini sudah ada buktinya!"
"Kita tahu anak kita, anak yang baik-baik. Jadi, ini nggak mungkin!" Nek Iyam, tetap dengan pendiriannya.
"Coba ingat kembali dengan k
CINTA ANI TUMBUH, TETAPI TERTAHAN OLEH KEADAAN. Tidak semua orang bisa merasakan apa yang diinginkan. Semua itu pasti ada halangan dan rintangan yang harus dilewati. Memang, akan terasa hampa bila keinginan tidak tercapai. Namun, Ani mengerti dengan keadaan yang harus lebih mementingkan kesehatan kakaknya daripada dia main cinta.Pagi yang mulai datang lagi dibarengi suara burung yang terus berkicau. Ani sangat beruntung masih bisa menghirup oksigen secara gratis di pagi hari. Dia juga sangat bahagia jikalau masuk ke hari libur kerja. Berarti, dia mempunyai kesempatan lebih untuk bisa mengurus kakaknya dan menemaninya.Sudah kebiasaan dia di pagi hari jikalau sedang libur kerja. Ani selalu membersihkan halaman serta rumah yang terlihat berantakan, sedangkan kakaknya hanya bisa merundung kegalauan. Wajahnya tampak sekali suram dan yang lebih dikhawatirkan oleh Ani pun ketika kakaknya berbicara sendiri. Dia sangat sedih kalau sudah
SEORANG LELAKI TAMPAN BERADA DI DEPAN RUMAH ANI. Matanya menyorot terus ke arah rumah Ani seperti ada yang sedang dicari, sedangkan jalanan di depan rumah wanita itu tampak sepi sekali. Malam pun sudah semakin merangkak. Dan mungkin saja, orang-orang sudah pada istirahat.Ani yang berada di ruang tengah rumah pun dia sangat sibuk sekali dengan laptopnya. Dia berkutat terus dengan benda itu, biasanya sampai tengah malam. Katanya, dia harus mengerjakan pekerjaan yang terpenting dulu. Berbanding terbalik dengan seorang wanita yang sedang dirundung galau—kakaknya—sudah istirahat.Ani hanya sendiri saja berada di ruangan tengah rumah. Andaikan, dia melihat ke arah luar rumah. Pasti, hatinya akan merekah seperti bunga mawar yang indah. Namun, dia juga tidak mengetahui ada sesosok lelaki idaman berada di depan rumahnya. Dan lelaki itu menunggunya untuk keluar rumah. Sebab, kalau Riki yang mengetuk pintu rumah dan mengucap sa
"LIHAT, TUH! SI NUR SUDAH MULAI BICARA SENDIRI, KETAWA SENDIRIAN. DIA BENAR-BENAR GILA, YA?" tanya seseorang kepada teman-temannya yang sedang lewat di depan Nur.Mereka itu terdiri dari ibu-ibu yang mau pergi ke pasar. Mereka sering sekali melewati jalur depan rumah Nur. Maklum saja, jalur rumah wanita itu salah satu jalan yang cepat untuk mencapai pasar. Jadi, banyak warga yang selalu lewat jalan itu.Di beranda rumah, Nur duduk sambil memandang bunga mawar yang tertanam di sebuah pot hitam. Dia sangat menyukai tempat itu. Sampai-sampai, dia bisa menghabiskan waktunya hanya untuk memandangi bunga. Kadang kala, Nur sangat sedih jikalau ada satu bunga yang gugur. Namun, setelah dia mengalami kegalauan, bunga mawar yang ditanamnya tidak terurus.Setiap hari yang dijalaninya, tampak sekali tidak ada kebahagian. Gejolak batin pun terus berteriak kesedihan di dalam dadanya. Dia terlalu memikirkan Diki, sehingga jalan hidup y
"AYO, KITA MAKAN!" ajak Nek Iyam kepada Ani dan sekalian menyuruhnya untuk membangunkan Nur yang masih istirahat.Semalam, makanan yang dibawa oleh Nek Iyam tidak dimakan. Jadi, pagi harinya oleh Nek Iyam dipanaskan kembali. Dan masih untung, makanan tersebut belum basi ataupun bau.Aroma makanan yang menyeruak sehingga mengisi full ruangan meja makan. Duh, pasti enak, batinnya Ani berbicara di kala mencium aroma makanan. Akan tetapi, lelaki tua—Kakek Samad—yang rambutnya sudah memutih itu baru saja tiba dari depan rumah. Alangkah nikmatnya rasa yang tercium oleh mereka. Sampai, cacing-cacing yang ada di perut pun mulai berdemo ingin segera dikasih makan.Nek Iyam sibuk dengan menata piring-piring di meja makan, sedangkan Ani yang disuruh untuk membangunkan kakaknya langsung pergi ke kamar. Wanita muda itu mengayunkan kakinya dengan memegang sebuah ponsel.Alunan m
LANGIT YANG CERAH MENJADI SAKSI KETIKA SEORANG LELAKI SEDANG BERUCAP KEPADA ANI. Wanita itu pun tidak menyangka kepada apa yang diucapkan oleh Riki. Mulut Ani menjadi kaku di saat ucapan lelaki yang duduk di sampingnya itu menerobos masuk telinga. Dia bingung harus menjawab apa. Pikirannya pun tidak menampilkan jawaban-jawaban yang mau dia lontarkan. Sungguh, dia hanya dibuat terpaku atas ucapan yang Riki lemparkan kepadanya."Aku mau main ke rumahmu, boleh?" tanya Riki.Ani terdiam dengan pertanyaan itu. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Dalam hati yang bergejolak, jantung berdetak kencang. Wajahnya menunduk, seakan-akan itu kode yang baik bagi lelaki di sampingnya."Ya, udah. Ntar malam, aku ke rumahmu!" kata Riki mantap."Eh, t--tapi ....""Pokoknya, aku akan ke rumahmu titik." Riki memotong ucapan Ani.Siang yang begitu bers
ADA CAHAYA YANG TERPANCAR DARI DALAM SUMUR. Kakek Samad yang sedang duduk pun melihat itu semua. Dia langsung mendekatinya, sampai-sampai Kakek Samad tidak mengerti apa yang sedang terjadi di dalam sumur itu. Tubuhnya disandarkan ke tembok. Kakek Samad berpikir, ini hal yang janggal bahwa di dalam sumur itu seperti ada lampunya.Malam ini juga belum terlalu malam, jam masih menunjukan pukul 20.00 yang mana Riki pun belum pulang dari rumah cucunya. Namun, lelaki tua itu malah mendapatkan kejadian yang di luar nalar. Kakek Samad menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian, dia langsung mengayunkan kakinya untuk memberi tahu Nek Iyam yang sedang asyik menonton layar cembung bergambar; sinetron."Ambu ... Ambu ...!" panggil Kakek Samad yang sudah berada di belakang Nek Iyam.Nek Iyam tidak menjawab, dia terlalu asyik dengan sinetron. Jadi, fokusnya hanya kepada layar cembung yang ada di depannya.&nb
"INI DI DALAM KOTAK, BUKAN HANYA SEKEDAR BENDA SAJA, TETAPI ADA PENUNGGUNYA." Kakek Samad tidak mengira apa yang diucapkan oleh orang pintar di depannya. Mulut lelaki tua itu serasa kaku, dia pun hanya bisa terpaku di tempat duduknya. Batinnya bergejolak, ingin sekali marah kepada anaknya. Namun, semua itu sudah tiada. Tidak bisa dipikirkan oleh lelaki tua itu, kenapa anaknya bisa sebejat ini. Mempunyai benda yang sungguh-sungguh dilarang oleh agama dan ini bisa disebut musyrik.Orang pintar yang berada di kaki Gunung Ciremai itu pun memberitahukan semua isi di dalam kotak. Tentu, dari sebuah benda yang ada di kotak itu ada isinya. Wajah Kakek Samad pun tampak serius untuk memahami apa yang dikatakan orang pintar itu. Setiap penjelasan yang disampaikannya. Tentu, oleh lelaki tua itu setiap penjelasan selalu disangkutkan kepada kejadian yang menimpa keluarganya."Kek, isian ini berbagai macam dan tergolong bisa mengganggu kalau ti
DULU, KAKEK SAMAD PERNAH MENDENGAR ANAKNYA BERCERITA. Namun semua itu, hanya dijadikan hal yang biasa saja. Lelaki tua itu menganggap bahwa semua itu hal yang wajar. Ketika anaknya bercerita, bahwa sering banget di rumahnya terdengar suara yang aneh; macan; orang yang berdeham; segala macam yang terdengar oleh telinganya. Kakek Samad merasakan penyesalan yang amat dalam. Dia tidak mendengarkan cerita anaknya yang sewaktu masih hidup.Pergolakan batin yang sungguh merajalela. Lelaki tua itu tidak bisa berdiam dengan tenang. Dia tidak mampu untuk melakukan segala kehidupan kalau semua ini belum ada jalannya. Apalagi ini menyangkut keluarganya. Lelaki tua itu seperti berjalan di atas jurang yang jembatan bambunya mau putus. Sungguh, gerak tubuhnya tidak bisa diam."Bah, dari tadi ke sana-sini terus," kata Nek Iyam yang melihat tingkah laku suaminya.Sudah empat hari, mereka berdiam diri di rumah cucunya. N
SETELAH TADI PAGI MELAKSANAKAN ACARA AKAD PERNIKAHAN, Bos Alek pun sudah sah menjadi suami dari Nur. Ada rasa bahagia yang tergambar dari wajah pasangan baru itu. Sekarang pun hari sudah semakin sore. Entahlah, rasa lelah pun tergambar dari pasangan baru itu. Sampai-sampai, Bos Alek hanya bisa duduk saja di kursi beranda rumah sambil melihat pemandangan yang ada di depan matanya.Bos Alek tiba-tiba terdiam ketika mendengar suara Nur yang memanggil. Ya, itu suara Nur, kata dalam hatinya. Dia pun mencoba memalingkan wajah ke arah depan pintu rumah. Alangkah indahnya, lelaki berhidung mancung itu melihat bidadari yang sedang berdiri; Nur. Bidadari itu masih cantik oleh bekas make up yang dia pakai tadi pagi. Sungguh dan sungguh, Bos Alek malah menahan saliva sampai kedua matanya jadi susah berkedip.Nur pun tersenyum ketika melihat suaminya itu yang terlihat terpana olehnya. Sungguh, Nur malah menjadi salah tingkah sehingga dia pun
SETELAH BERBULAN-BULAN MEMANTAPKAN PERSIAPAN PERNIKAHAN, Bos Alek pun tampak tak bisa tenang ketika tanggal pernikahan itu sudah ada di depan mata. Entahlah, apa yang sedang dirasakan oleh lelaki berhidung mancung itu. Namun, dia terlihat selalu berusaha untuk menutupi apa yang sedang dirasakan di dalam hatinya.Memang, suatu pernikahan itu adalah hal yang sangat serius. Oleh karena itu, hal semacam itu pun tak bisa disepelekan oleh Bos Alek. Tak bisa dielakkan lagi lelaki itu mulai seperti setrikaan yang sedang dipakai. Berjalan-jalan dari ruang tamu rumahnya ke dapur dan kembali lagi dari dapur ke ruang tamu. Hal semacam itu pun dia lakukan ketika waktu sudah malam.Di lain sisi, lelaki itu tak bisa lagi untuk menunggu dan terus menunggu tanggal yang sudah ditentukannya. Menurutnya, menunggu itu hal yang menyesalkan karena dari menunggu itu bisa menciptakan ketidaktenangan. Maka dari itulah
SETELAH SEMINGGU LAMANYA, Nur berpikir tentang jawaban apa yang pas disampaikan kepada Bos Alek. Dia pun mengakui bahwa selama berkenalan dengan Bos Alek banyak perubahan. Dan tentunya, lelaki berhidung mancung itu membuat dirinya nyaman. Kadang lelaki itu pun membuat Nur merasa takjub dengan kegigihannya dalam bekerja. Oleh karena itu, dia pun tak bisa menampik bahwa ada rasa yang mulai timbul untuk Bos Alek.Apakah ini waktu yang tepat untuk memikirkan pasangan, kata Nur di kala berada di kamarnya. Dia terduduk di depan cermin sambil bicara dengan bayangannya. Sungguh, momen seperti ini membuat dirinya tambah dag-dig-dug saja di hati. Dia menyadarinya, mungkin Bos Alek di sana sedang menunggu jawaban pertanyaan darinya.Malam yang sepi sejuk, Nur keluar dari kamarnya dan langsung menuju beranda rumah. Kemudian, tangan kanannya memegang ponsel dan langsung saja mengirim satu pesan kepada Bos
PAK KADES DAN ANDI KECEWA, mereka berdua kecewa karena sudah ditolak oleh Kakek Samad tentang perjodohan itu. Sampai, mereka berdua pun langsung pergi dari hadapan Kakek Samad dan istrinya. Kejadian siang yang begitu menyakitkan bagi mereka berdua. Hati Andi pun seperti tertusuk oleh katana, ya, begitu sangat sakit. Dia tak menyangka bahwa akan mendapatkan penolakan. Dia tak menyangka bahwa dengan modal sarjana pun belum bisa meyakinkan Kakek Samad untuk menyetujui perjodohannya itu.Pada siang hari, benar saja dugaan Kakek Samad bahwa Pak Kades dan putranya kembali lagi ke rumahnya. Dan pertanyaan-pertanyaan yang hampir sama dengan pertanyaan pada saat pertama kalinya mereka bertandang ke rumah Kakek Samad. Lelaki tua berambut perak itu pun langsung saja tanpa ba-bi-bu bahwa dia melemparkan jawaban dengan penolakan. Setelah mendapatkan jawaban yang menyakitkan itu, wajah Andi tampak merah dan langsung saja pergi dari hadapan Kakek
NUR TERDIAM KETIKA BOS ALEK MENYATAKAN NIAT UNTUK MENIKAHINYA. Dia tak menyangka bahwa cinta yang timbul dari Bos Alek itu begitu cepat. Bahkan, wanita berambut sebahu itu pun belum percaya dengan apa yang dialaminya. Mana mungkin dia begitu cepat bisa membuat Bos Alek menyukainya, pikiran wanita itu pun jadi terbang ke mana-mana. Dia benar-benar terdiam seperti patung dan tenggorokannya seperti ada yang mengganjal. Bos Alek pun menunggu dengan sabar jawaban yang akan dilontarkan Nur kepadanya. Namun, sampai menunggu beberapa jam, jawaban yang ditunggu Bos Alek pun tak kunjung datang. Akhirnya, lelaki itu berucap, "Saya siap untuk menunggu jawabannya, kok."Nur tak tahu harus menjawab apa kepada bosnya Ani itu. Dia benar-benar belum yakin dengan niat yang diinginkan oleh Bos Alek untuknya. Di samping itu juga Nur masih trauma membuka rasa untuk lelaki karena tak ingin rasanya dikhianati lagi. Akhirnya, Nur memaksa untuk mengeluarkan
SETELAH BERBULAN-BULAN BOS ALEK PENDEKATAN DENGAN NUR, dia tambah yakin saja dengan wanita yang mempunyai rambut sebahu itu. Sungguh, tak bisa diragukan lagi untuk menjadikan wanita itu menjadi pendampingnya. Bos Alek tak memedulikan perjalanan suram yang telah menyerang Nur. Lelaki berhidung mancung itu hanya berpikir bahwa cinta suci akan datang kepada siapa pun. Dan mungkin saja, cinta suci dirinya datang dari Nur sehingga saban harinya dia selalu dimabuk asmara oleh wanita itu. Sungguh!Masa pendekatan pun berjalan mulus ditambah lagi mungkin Ani sangat menyetujui bahwa bosnya itu bisa menikahi kakaknya. Walaupun, Ani menyadari bahwa kakaknya tak mempunyai apa-apa dan Bos Alek adalah pebisnis muda yang lumayan sukses. Dia pun kadang merasa ciut membayangkan jika hal pernikahan kakaknya dan Bos Alek itu bisa terjadi. Namun, Ani mempunyai pikiran juga bahwa takdir cinta itu siapa yang tahu. Cinta bisa datang kepada siapa pun dan m
MOMEN YANG TAK BISA DILUPAKAN OLEH ANI, dia tersipu malu di hadapan Riki. Dia belum percaya bahwa Riki bisa juga untuk memandangnya dengan tatapan tajam. Sungguh, batin wanita itu jadi dag-dig-dug. Kemudian, lelaki yang ada di depannya itu mengeluarkan suara dari mulutnya. Ya, momen itu pun yang ditunggu-tunggu Ani dari tadi.Namun, suara yang keluar dari mulut Riki pun tak banyak. Bahkan, kata-katanya pun bisa dihitung oleh jari tangan. Ani pun menghela napas panjang lalu menggaruk-garuk jilbab yang dia pakai. Dia bingung harus dengan cara apalagi menghadapi Riki yang menurutnya berubah 180* itu. Kemudian, dia termenung dan suasana pun mendadak hening.Sangat mengesalkan ketika setelah hening melanda, Riki malah tertawa di hadapan Ani. Wanita itu dibuat cemberut dan kesal dengan sikap yang ditampilkan Riki kepadanya. Tangan kanan Ani pun gemas lalu mencubit pinggang Riki. Lelaki itu tampak k
PADA SAAT KELUAR RUMAH, Ani benar-benar beruntung bahwa ucapan kakaknya itu tak bohong. Bahkan, dia sampai senyum-senyum sendiri. Riki melihat tingkah laku yang ditampilkan oleh Ani. Kedua mata yang dimiliki oleh Riki pun menatap tajam. Lelaki itu tak menyangka bahwa Ani mungkin saja menunggunya di rumah ini.Lelaki itu malah terdiam di hadapan Ani, tenggorokannya seperti ada yang mengganjal dan badannya seperti patung. Namun, keadaan pun berbanding terbalik yang mana Ani memandang Riki dengan tatapan serius. Lelaki itu menunduk. Ani langsung saja bertanya tanpa ba-bi-bu lagi kepada Riki. Wanita itu bertanya dengan nada yang lumayan terdengar serius tentang Riki cuek kepadanya. Lagi-lagi, laki-laki itu masih terdiam dan mulutnya pun serasa terkunci. Sampai-sampai, Ani pun dibuat kesal menunggu jawaban yang tak kunjung diterima. Kaki kanannya pun menghentak keramik dan kedua tangan wanita itu mengacak-acak rambut Riki yang rapi serta
SIANG HARI, Riki mencoba metata hati kembali dan pergi ke rumah Ani dengan mental yang sudah membaik. Dia tak peduli sudah berapa kali cintanya ditolak oleh Ani. Akan tetapi, dia mempunyai pemikiran bahwa lelaki itu harus kuat dan jangan menyerah untuk berjuang mendapatkan wanita yang dicintainya. Dia tak ingin dicap sebagai lelaki pengecut yang baru ditolak beberapa kali pun sudah mundur. Ingat! Itu baru beberapa kali ditolak dan belum ratusan kali ditolak. Jadi, alangkah buruk sekali jikalau harus mundur dalam perburuan cinta Ani.Sewaktu kemarin-kemarin, memang Riki merasakan ada yang berbeda dari dirinya. Bahkan, lelaki itu pun merasa pusing yang ekstra sehingga dia tak nafsu untuk segala hal. Namun, lelaki muda itu masih untung karena dirinya terbilang cepat untuk bisa kembali bersemangat. Riki mulai merapikan pakaian yang dia pakai. Kemudian, dia berniat untuk pergi ke rumah wanita yang berhasil menembus hatinya; Ani.