“Apaan sih jam segini udah datang Daddy masih kerja tahu!”“Hmmmmm.” Si kembar mencebik melipat tangan di depan dada.“Mereka bahkan gak tidur siang. Besok-besok jangan janjikan apapun dengan mereka,” Adu Laura.“Wah nakal, nih. Daddy ma Mommy masih kerja loh ya. Tungguin yang sabar,” bujuk Davin, karena pekerjaannya menumpuk.“Kami kelja juga. Jadi satpam di depan pintu. Gini dad.”Raka berlari ke depan pintu, lalu berjaga seperti satpam di rumahnya.“Mau cali siapa? Pak Davin? Gak ada, pelgi sana yang jauh!” ucapnya.“Siapa yang nyari Daddy?” tanya Davin.“Tukang longsokan,” jawabnya lalu terkekeh.Tawa itu menular ke yang lain termasuk Rania.Akhirnya Davin dan Naura meminta kedua anaknya untuk bersabar menunggu sampai jam pulang kerja selesai. Si kembar yang awalnya hanya tidur-tiduran di sofa di ruang kerja Davin, lama-kelamaan nafas keduanya teratur karena memang tadi siang mereka benar-benar tak bisa tidur saking tak sabarnya untuk pergi makan malam bersama di luar, serta membe
Davin yang sudah tidak tahan menyobek lingerie yang digunakan oleh sang istri dan membuangnya sembarangan. Dia sudah tak kuat dengan godaan ini Naura selalu berhasil membuatnya melayang seperti sedang berada di surga. Davin melepaskan celananya hanya sampai di lututnya saja sehingga sekarang Naura bisa memasukkan bagian intinya ke bagian intim Davin, lalu bergerak naik turun hingga membuat desahan demi desahan terus mengalir dari mulut pria tampan itu.Davin meraup dada sang istri yang seakan melambai-lambai ingin disentuh olehnya.“Kenapa setelah punya anak justru semakin besar dan padat,” gumam Davin.“Karena aku merawatnya dengan baik, sayang. Aku tak ingin kamu jajar nyari yang seger-seger.”“Itu tak akan pernah terjadi, sayang. Aku sudah cukup puas denganmu. Aaaaaaaaaah,” Davin kembali mendesah saat Naura kembali bergerak. Dia tak tahan, lalu membawa sang istri masuk ke dalam kamar. Celananya yang belum terlepas dengan sempurna, dibiarkan begitu saja tertinggal di halaman balkon.
Bryan mengalihkan pandangannya ke arah Victor.“Baik. Sekarang, Victor, bagaimana dengan aspek legal? Ada potensi celah yang bisa digunakan mereka untuk menggugat kita?”Victor, yang sejak tadi diam, membuka dokumennya dan memeriksa ulang. “Tidak ada, Tuan. Kami sudah berkonsultasi dengan tim hukum internal dan memastikan semua dokumen ini sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, kami sengaja tidak memasukkan klausul yang terlalu berat agar mereka tidak merasa ditekan.”Bryan tersenyum tipis. “Bagus. Kita harus bermain halus. Abimanyu Group adalah perusahaan besar, tapi mereka juga sangat protektif terhadap aset mereka. Kalau ada kesalahan sedikit saja, mereka pasti tidak akan segan untuk memutuskan kerjasama.”Ia menoleh ke seluruh tim. “Apakah ada yang masih perlu direvisi dalam proposal ini? Saya tidak mau ada celah sedikit pun.”Semua orang saling pandang sejenak sebelum Selena angkat bicara. “Ada satu hal yang menurut saya perlu diperhatikan, Tuan. Waktu pertemuan nanti, kit
Bram mendorong pelan tubuh Dinda, hingga tertidur di atas ranjang. Jadinya masih bermain di lubang penuh rasa nikmat itu.Bibirnya meraup bibir Dinda penuh nafsu.“Aaaaah, beb. Cepat lakukan, aku sudah tak tahan,” Dinda mulai merengek inginkan Bram melakukan lebih padanya. “Sabaaaar, apa kau benar-benar ingin aku melakukannya, hmmm?” Bram berbisik di samping telinga Dinda, disusul gigitan kecil di telinganya.“Aku mau keluar,” ucap Dinda dengan mata terpejam. “Uuuuuuh,” desahannya semakin kuat saat Bram menggerakan jarinya lebih cepat ke dalam sana. Dia tak peduli miliknya lecet dan perih, karena rasa nikmatnya mengalahkan semuanya.Bram akhirnya melakukan penyatuan. Dinda dengan sengaja menjepit milik pria itu dengan kuat dan lama, hingga Bram kembali mengerang kenikmatan.“Kenapa sih, milikmu senikmat ini, beb?” rancau Bram.Karena milikmu sangat besar dan panjang Bahkan seperti menekan perutku,” ujarnya.Puas membiarkan Bram mengambil permainan, kini Dinda meminta Bram untuk tidu
Dinda istirahat sebentar, menyeruput minuman miliknya. Bram yang melihat turun dari kursi santai. Dia mencium Dinda dengan rakus dari atas kolam. Tangannya meremas dada Dinda.“Aaaaaaaaah,” Dinda mendesah.Hasrat Bram terbakar ketika melihat banyaknya pasangan yang ada di kolam renang tersebut sedang bermesraan. Ternyata seperti ini kehidupan di atas kapal pesiar ketika mereka berlibur bersama orang-orang yang memiliki budaya barat. Untuk masuk ke kolam ini memang dikenakan tiket, namun ternyata berada di kolam ini suguhannya benar-benar membuat birahi keduanya naik.“Turun beb, aku juga mau kayak mereka,” bisik Dinda.Bram akhirnya menceburkan diri ke dalam kolam, mendesak tubuh wanita itu di pinggir kolam renang. Mencium leher dan me.beri tanda kepemilikan di leher wanita itu. Suara rintihan, jeritan, dan desahan yang semakin keras Bram dengar ketika dia sudah turun ke dalam kolam renang. Ciuman mereka juga semakin panas saat tangan Dinda dengan sengaja masuk ke dalam celana Bram,
"Jadi, berapa uang yang kamu butuhkan?" tanya Davin pada sekretarisnya. Naura menunduk, bingung harus menjawab karena nominalnya sangat tidak masuk akal. "Sa—satu-" Naura belum sempat menyelesaikannya, namun suara Davin memotong ucapannya. "Satu juta?" Naura menghela napas berat. Ia bingung harus menjawab apa. Demi apapun, Naura sangat malu. "Cepat katakan!" desak Davin. Sambil memejamkan mata, sang sekretaris kembali menjawab, "Satu miliar, Pak Davin." Alis Davin sontak berkerut. Bisa-bisanya sekretaris yang baru bekerja satu bulan dengannya berani meminjam uang sebesar itu. "Mau dipakai untuk apa uang itu, Naura?" Suara berat Davin membuat Naura semakin gugup dan menunduk. "Lihat lawan bicaramu!" ucap Davin lagi. Naura mengangkat wajahnya, menatap CEO Abimanyu Group, perusahaan nomor satu di Sun City, yang mempunyai ketampanan nyaris sempurna. Kulit putih, tinggi badan 185 cm, kekar, mata abu-abu, hidung mancung, dan rambut yang selalu disisir rapi ke atas. "Sa—sa
"Siapa sih ini? Belum juga mulai!" Davin menggerutu, lalu kembali mengenakan pakaiannya sembarangan. Setelah itu, ia membuka pintu kamar hotel tersebut, hanya memberi sedikit celah bagi orang yang ada di depan kamar. "Kamu ini mengganggu saja," kata Davin, kesal pada Bram, wakilnya di kantor yang mengetahui perihal Naura akan meminjam uang sebesar 1 miliar. "Saya hanya ingin memberikan surat ini untuk Anda, Pak Davin," ucapnya sambil menyerahkan map berwarna merah kepada Davin. "Oke, terima kasih. Sekarang kamu boleh pergi. Dan ingat, jangan sampai ada yang tahu soal ini," kata Davin dengan penuh penekanan. "Tenang saja, Pak. Saya sudah bekerja dengan Anda puluhan tahun, dan tak sekalipun saya pernah membocorkan rahasia Anda. Saya tidak mungkin melakukan itu, mengkhianati orang yang sudah memberi saya tempat untuk mencari nafkah," ucap Bram. "Ya sudah, pergilah, dan tolong tangani dulu urusan kantor. Aku masih ingin mencoba rasanya perawan seperti apa," bisiknya kepada Bram, yang
Setelah kegiatan panas mereka, Naura dan Davin membersihkan diri secara bergantian. Setelah penampilannya rapi, mereka kembali duduk di sofa yang ada di dalam kamar hotel itu secara berhadap-hadapan. "Kamu tahu, kan, kalau aku adalah laki-laki yang mengidap penyakit hiperseksual, dan aku baru bisa tidur setelah melakukan pelampiasan dengan lawan jenis," ucap Davin sambil menatap ke arah sang sekretaris yang saat ini menunduk dan tidak berani menatap ke arahnya. "Aku ingin kamu menandatangani surat perjanjian ini, bahwa kamu siap menjadi pelampiasan hasrat saya sampai nanti menjelang hari pernikahanmu dengan Aldo," tambah Davin, yang berhasil membuat Naura melotot ke arahnya. "Tapi, Pak, bagaimana kalau saya dengan Aldo menikahnya masih lama?" tanya Naura polos. Davin kembali tersenyum. "Selama kamu belum menikah, maka selama itu juga kamu harus menjadi pelampiasan hasratku, kecuali aku pulang ke kota kelahiranku, baru saat itu kamu bisa bebas," tutur Davin tanpa memberi kelonggara
Dinda istirahat sebentar, menyeruput minuman miliknya. Bram yang melihat turun dari kursi santai. Dia mencium Dinda dengan rakus dari atas kolam. Tangannya meremas dada Dinda.“Aaaaaaaaah,” Dinda mendesah.Hasrat Bram terbakar ketika melihat banyaknya pasangan yang ada di kolam renang tersebut sedang bermesraan. Ternyata seperti ini kehidupan di atas kapal pesiar ketika mereka berlibur bersama orang-orang yang memiliki budaya barat. Untuk masuk ke kolam ini memang dikenakan tiket, namun ternyata berada di kolam ini suguhannya benar-benar membuat birahi keduanya naik.“Turun beb, aku juga mau kayak mereka,” bisik Dinda.Bram akhirnya menceburkan diri ke dalam kolam, mendesak tubuh wanita itu di pinggir kolam renang. Mencium leher dan me.beri tanda kepemilikan di leher wanita itu. Suara rintihan, jeritan, dan desahan yang semakin keras Bram dengar ketika dia sudah turun ke dalam kolam renang. Ciuman mereka juga semakin panas saat tangan Dinda dengan sengaja masuk ke dalam celana Bram,
Bram mendorong pelan tubuh Dinda, hingga tertidur di atas ranjang. Jadinya masih bermain di lubang penuh rasa nikmat itu.Bibirnya meraup bibir Dinda penuh nafsu.“Aaaaah, beb. Cepat lakukan, aku sudah tak tahan,” Dinda mulai merengek inginkan Bram melakukan lebih padanya. “Sabaaaar, apa kau benar-benar ingin aku melakukannya, hmmm?” Bram berbisik di samping telinga Dinda, disusul gigitan kecil di telinganya.“Aku mau keluar,” ucap Dinda dengan mata terpejam. “Uuuuuuh,” desahannya semakin kuat saat Bram menggerakan jarinya lebih cepat ke dalam sana. Dia tak peduli miliknya lecet dan perih, karena rasa nikmatnya mengalahkan semuanya.Bram akhirnya melakukan penyatuan. Dinda dengan sengaja menjepit milik pria itu dengan kuat dan lama, hingga Bram kembali mengerang kenikmatan.“Kenapa sih, milikmu senikmat ini, beb?” rancau Bram.Karena milikmu sangat besar dan panjang Bahkan seperti menekan perutku,” ujarnya.Puas membiarkan Bram mengambil permainan, kini Dinda meminta Bram untuk tidu
Bryan mengalihkan pandangannya ke arah Victor.“Baik. Sekarang, Victor, bagaimana dengan aspek legal? Ada potensi celah yang bisa digunakan mereka untuk menggugat kita?”Victor, yang sejak tadi diam, membuka dokumennya dan memeriksa ulang. “Tidak ada, Tuan. Kami sudah berkonsultasi dengan tim hukum internal dan memastikan semua dokumen ini sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, kami sengaja tidak memasukkan klausul yang terlalu berat agar mereka tidak merasa ditekan.”Bryan tersenyum tipis. “Bagus. Kita harus bermain halus. Abimanyu Group adalah perusahaan besar, tapi mereka juga sangat protektif terhadap aset mereka. Kalau ada kesalahan sedikit saja, mereka pasti tidak akan segan untuk memutuskan kerjasama.”Ia menoleh ke seluruh tim. “Apakah ada yang masih perlu direvisi dalam proposal ini? Saya tidak mau ada celah sedikit pun.”Semua orang saling pandang sejenak sebelum Selena angkat bicara. “Ada satu hal yang menurut saya perlu diperhatikan, Tuan. Waktu pertemuan nanti, kit
Davin yang sudah tidak tahan menyobek lingerie yang digunakan oleh sang istri dan membuangnya sembarangan. Dia sudah tak kuat dengan godaan ini Naura selalu berhasil membuatnya melayang seperti sedang berada di surga. Davin melepaskan celananya hanya sampai di lututnya saja sehingga sekarang Naura bisa memasukkan bagian intinya ke bagian intim Davin, lalu bergerak naik turun hingga membuat desahan demi desahan terus mengalir dari mulut pria tampan itu.Davin meraup dada sang istri yang seakan melambai-lambai ingin disentuh olehnya.“Kenapa setelah punya anak justru semakin besar dan padat,” gumam Davin.“Karena aku merawatnya dengan baik, sayang. Aku tak ingin kamu jajar nyari yang seger-seger.”“Itu tak akan pernah terjadi, sayang. Aku sudah cukup puas denganmu. Aaaaaaaaaah,” Davin kembali mendesah saat Naura kembali bergerak. Dia tak tahan, lalu membawa sang istri masuk ke dalam kamar. Celananya yang belum terlepas dengan sempurna, dibiarkan begitu saja tertinggal di halaman balkon.
“Apaan sih jam segini udah datang Daddy masih kerja tahu!”“Hmmmmm.” Si kembar mencebik melipat tangan di depan dada.“Mereka bahkan gak tidur siang. Besok-besok jangan janjikan apapun dengan mereka,” Adu Laura.“Wah nakal, nih. Daddy ma Mommy masih kerja loh ya. Tungguin yang sabar,” bujuk Davin, karena pekerjaannya menumpuk.“Kami kelja juga. Jadi satpam di depan pintu. Gini dad.”Raka berlari ke depan pintu, lalu berjaga seperti satpam di rumahnya.“Mau cali siapa? Pak Davin? Gak ada, pelgi sana yang jauh!” ucapnya.“Siapa yang nyari Daddy?” tanya Davin.“Tukang longsokan,” jawabnya lalu terkekeh.Tawa itu menular ke yang lain termasuk Rania.Akhirnya Davin dan Naura meminta kedua anaknya untuk bersabar menunggu sampai jam pulang kerja selesai. Si kembar yang awalnya hanya tidur-tiduran di sofa di ruang kerja Davin, lama-kelamaan nafas keduanya teratur karena memang tadi siang mereka benar-benar tak bisa tidur saking tak sabarnya untuk pergi makan malam bersama di luar, serta membe
Setelah makan siang, Naura melangkah masuk ke ruang rapat kecil di lantai empat kantor Abimanyu Group. Suasana ruangan itu terasa hangat dan profesional, dengan tim keuangan yang sudah siap dengan laptop, dokumen, dan grafik yang terpampang di layar proyektor.Ini adalah salah satu rutinitas akhir tahun yang selalu ia tangani dengan penuh perhatian.“Selamat siang, semuanya,” Naura menyapa dengan senyum tipis. Ia menatap wajah-wajah yang sudah tak asing lagi baginya—orang-orang yang selalu mendukung dalam hal perencanaan dan eksekusi keuangan perusahaan.“Selamat siang, Bu Naura,” jawab salah satu anggota tim, yang merupakan kepala bagian keuangan. “Kami sudah siapkan laporan yang Ibu minta, termasuk detail pengeluaran dan pencapaian tahun ini.”Naura duduk di ujung meja, membuka laptopnya, dan menyesuaikan posisinya agar bisa memandang layar presentasi dengan jelas. “Baik, Pak Riko. Langsung saja kita mulai. Saya ingin laporan ini benar-benar detail sebelum kita bawa ke rapat besar d
Bila saat ini Davin dan Naura sibuk dengan makan malam mereka yang kemalaman, sementara Laura dan Bram sedang berbicara di balik sambungan telepon.“Halo, Ma,” Bram menyapa ketika panggilan teleponnya akhirnya terhubung dengan sang mama.Sejak Laura mendapatkan kabar baik itu dari putranya Davin, dia sudah berusaha menghubungi Putra sulungnya, namun tak ada jawaban dari Bram. Sampai akhirnya dia meletakkan ponselnya dan berniat menghubungi sang anak besok pagi untuk menyampaikan kabar Bahagia itu. Namun baru saja ia ingin tertidur tiba-tiba saja ponselnya kembali berdering.“Halo, Sayang. Dari tadi Mama coba hubungi kamu. Mama pikir kamu sudah tidur. Rencananya besok Mama telepon lagi, tapi syukurlah kamu sudah telepon Mama,” ujar Laura, suaranya terdengar lega.“Tadi Bram berendam, Ma. Sampai ketiduran di kamar mandi. Makanya baru lihat ponsel, kok ada banyak missed call dari Mama. Ada apa, Ma?” tanya Bram santai, meski sebenarnya ia berbohong. Baru saja ia menghabiskan waktu bersama
Bryan duduk di kursi empuknya, jari-jarinya mengetuk meja kayu mahoni di ruang kerjanya yang gelap. Matanya tajam menatap ke arah sepuluh anak buah kepercayaannya yang berdiri berbaris di hadapannya. Wajah-wajah mereka menunjukkan keseriusan, siap menerima perintah dari sang pemimpin. Asap cerutu yang terus mengepul dari tangan Bryan menambah suasana mencekam di ruangan itu.“Kalian sudah dengar kabar kekalahan kita, kan?” suara Bryan rendah, namun penuh ancaman. Tatapannya beralih dari satu anak buah ke anak buah lain, seolah menantang mereka untuk menjawab.Salah satu dari mereka, seorang pria bernama Victor, memberanikan diri angkat bicara. “Ya, Tuan. Kami sangat menyesal atas kekalahan ini.”Bryan mendengus. “Penyesalan tidak ada artinya untukku, Victor. Kekalahan ini adalah tamparan keras, dan aku tidak akan membiarkan Davin Abimanyu bersenang-senang dengan kemenangan mereka.” Ia membuang cerutunya ke asbak, lalu bersandar dengan tangan terlipat di dadanya.“Tuan, apa langkah k
Bila Bram sedang sibuk persiapan ke luar negeri, berbanding terbalik dengan Davin. Malam ini adalah malam bahagia untuknya.Davin baru saja selesai mandi ketika ponselnya yang tergeletak di meja nakas berbunyi. Ia meraih ponselnya dan melihat nama pengacara mereka muncul di layar. Mendengar kabar baik yang disampaikan oleh sang pengacara, ekspresinya berubah cerah. Wajahnya penuh antusiasme, dan tanpa berpikir panjang, ia setengah berlari keluar kamar menuju kamar sang Mama.Tanpa Davin sadari, kedua anak kembarnya, Raka dan Rania, yang berdiri tak jauh darinya, langsung mengekor di belakang. Keduanya saling berbisik sambil tertawa kecil, seakan merasa ini adalah petualangan seru di rumah.“Mama! Mama!” Davin berteriak seperti anak kecil, penuh semangat.“Mama! Mama!” si kembar ikut-ikutan memanggil sambil berlari kecil.Davin terlalu fokus dengan pikirannya, tak sadar kalau kedua buah hatinya mengikuti. Raut wajahnya memancarkan kebahagiaan yang meluap-luap, ia tak sabar ingin segera