Hari kedua di rumah sakit, Ruth ditemani oleh Lidya. Hizkia pagi hingga siang harus menemui rekan pengusaha lain yang terlibat kerja sama dengan perusahaannya.Lidya cekatan untuk melayani kebutuhan Ruth seperti sarapan, minum, kebutuhan ke toilet, serta mengganti perban. Ruth merasa Hizkia tidak salah mencari seorang perawat bagi dirinya."Ada kebutuhan lain lagi, Bu Ruth?" tanya Lidya."Tidak ada lagi, Suster Lidya," sahut Ruth.Tidak lama Samuel dan seorang perawat perempuan masuk ke ruang pemulihan."Selamat pagi, Ruth. Bagaimana hari ini, apa yang kamu rasakan?" tanya Samuel."Pagi juga, Sam. Hari ini lebih segar dari kemarin. Tidak begitu mual lagi, muntah juga tidak ada. Nyeri di tempat operasi tidak sesakit semalam. Perbannya juga sudah diganti, dibantu suster Lidya," ungkap Ruth."Wah, kabar bagus itu," sahut Samuel. "Inikah suster Lidya?" tanya Samuel mengulurkan tangannya pada Lidya.Lidya tersenyum dan mengangguk ramah. Ia menerima uluran tangan Samuel."Ruth, hari ini kam
Ruth keluar dari kamar kecil dengan perlahan setelah menyelesaikan panggilan alam. Saat membuka pintu, tatapannya bersirobok dengan Hizkia yang menungguinya keluar dari kamar kecil.Perempuan itu mengalihkan pandangan ke dinding yang dapat diraihnya untuk kembali ke tempat duduk. Saat Hizkia menyentuh lengannya untuk membantu, Ruth menggerakkan tubuh menandakan penolakan.Saat ia berjalan, tidak ditemukannya lagi Lidya di dalam ruangan. Hizkia setia membuntuti langkah perlahan Ruth, ia tidak ingin istrinya malah jatuh. Sewaktu dirinya berhasil duduk, masuklah seorang perawat yang membawa map di tangan kanannya."Selamat siang Ibu Ruth dan Bapak," sapa suster rawat. "Saya suster Riana, ingin menyampaikan pesan dari dokter Samuel," imbuhnya.Selanjutnya, suster Riana menjelaskan pesan dari Samuel. Pria itu tidak bisa menjumpai Ruth karena harus melakukan serangkaian operasi bagi pasien lainnya."Ibu Ruth, ada kemungkinan paska operasi rasa sakit muncul, ibu kami resep obat penghalang r
Hizkia melangkah panjang menuju pintu rumah sambil menggendong istrinya."Bunyikan belnya, Mama El," perintah Hizkia. Ruth melakukannya. Beberapa kali bel berbunyi, pintu tak kunjung terbuka.Dari belakang mereka, ada Danu yang berlari mendapati suami dan istri itu. "Turunin aku, Pa... ada Pak Danu ke sini," bisik Ruth menggerakkan tubuhnya."Bisa tenang, tidak? Aku tidak akan menurunkan kamu," sanggah Hizkia. Ruth seperti anak kucing yang manis, kembali diam dan menuruti perkataan suaminya."Permisi Pak. Selamat datang kembali, Bu Ruth," sapa Danu, terlihat Ruth tersenyum canggung. "Ibu Magdalena sedang keluar bersama Den Elkana ke taman, menjelang makan siang mau bawa Den Elkana bermain," jelas Danu, sedikit sungkan melihat posisi Ruth saat ini."Oh... baik Pak Danu," ucap Hizkia. "Saya minta tolong Bapak, tolong ke RSIA Kasih Ibu untuk menjemput Lidya. Pakai mobil yang satu lagi ya, Pak. Setiba di sana Bapak hubungi saja Lidya," perintah Hizkia. Danu mengangguk, kemudian beranjak m
Magdalena sedang menemani Elkana untuk tidur siang, bocah itu tidak lagi dibawa ke kamar mamanya setelah makan siang selesai.Setelah membereskan tumpahan makanan, Lidya datang lagi dengan makanan yang baru. Perempuan muda itu tampak lebih berhati-hati untuk mengantarkan makanan."Taruh di nakas saja," ujar Ruth datar. Padahal tangan Hizkia telah terulur untuk menerima nampan dari Lidya."Apa masih ada yang Bu Ruth perlukan? Saya akan menyiapkan --," "Tidak perlu, Suster. Boleh tinggalkan kamar ini," pinta Ruth memotong pembicaraan.Lidya memandang sekilas Ruth, lalu ia mengangguk dan membalikkan tubuhnya untuk keluar dari kamar pribadi Ruth dan Hizkia. "Kamu masih belum mau makan?" tanya Hizkia heran."Ya, nanti aku akan makan... sendiri. Boleh tinggalkan aku?" tanya Ruth menunduk memeriksa ponselnya. Ia tidak ingin melihat raut Hizkia yang sempat diliriknya masih meninggalkan sisa senyum saat Lidya berpamitan keluar kamar tadi.Kini, Ruth hanya ingin tinggal sendiri di kamarnya."
Senin pagi ini Hizkia dan Ruth akan bertemu dokter Samuel di RSIA Kasih Ibu. Setelah insiden makanan tumpah, Hizkia menunjukkan perhatiannya pada Ruth. Perkataan Lidya tentang efek psikologis yang dialami Ruth membuat Hizkia memaklumi kondisi istrinya.Ruth pun merasa perhatian Hizkia tertuju padanya. Tidak banyak yang dilakukan oleh Lidya bila Hizkia telah berada di rumah. Pria itu mengambil alih beberapa tugas Lidya seperti menemani ke toilet, berjalan ke taman, berkumpul bersama Elkana dan Magdalena di kamar mereka.Suasana hati Ruth yang sempat sedih perlahan kembali. "Papa El, sepertinya seminggu lagi aku akan pulih. Pola makanku sehat dan juga rajin minum obat." Ruth memulai pembicaraan di mobil yang sedang menuju ke RSIA Kasih Ibu. Mereka hanya berdua di dalam, Ruth beralasan topik yang akan dibahas bersama Samuel sangatlah pribadi sehingga Lidya tidak perlu ikut."Em... mulai pekan depan Lidya tidak perlu lagi membantu aku," ujarnya sambil menoleh pada suaminya."Kamu yakin?"
Hizkia mendesah, "Soal makanan, Lidya perawat Mama El, dia banyak referensi makanan yang baik untuk mendukung kesehatan kamu," timpal Hizkia."Selama ini yang aku masak, bukan makanan yang sehat ya? Yang kamu dan Elkana makan itu, makanan sampah?" Ucapan Hizkia membuat Ruth benar-benar tidak suka.Ruth membuka seatbeltnya, berniat keluar dari mobil. Saat pintu telah dibuka setengah, Hizkia dengan cepat membuka seatbelt pula, lantas menarik Ruth untuk kembali masuk dan duduk.Perempuan itu meronta minta untuk dilepaskan."Diam!," bentak Hizkia. "Kamu bertingkah seperti anak kecil. Tidak pantas!" ucap Hizkia mencengkram kedua lengan Ruth.Ucapan Hizkia itu membuat mata Ruth berkaca-kaca. Ia menatap manik Hizkia yang menyiratkan amarah bukan empati.Ruth mendorong tubuh Hizkia ke belakang, hingga pria itu terduduk kembali di bangku kemudi. Menoleh keluar jendela, bening air mata jatuh di pipinya.Mereka berdua terdiam dengan pikirannya masing-masing. Hanya nafas berat dan isakan kecil ya
Lidya hari ini izin pada Hizkia dengan alasan pergi menemui kakaknya yang tengah sakit. Perempuan muda itu kini berada di sebuah taman indah nan hijau dikelilingi pepohonan rindang. ia berjongkok dan mengusap nisan di hadapannya.Tidak memungkinkan bagi dirinya untuk mengungkapkan yang sebenarnya.Air mata tak tertahankan, terdengar nada pilu dari isakannya. Suster muda itu tidak kuat berjongkok, ia menyatu ke rerumputan menumpahkan kesedihan tanpa kata.Dirinya telah terpisah dari orang yang selalu sedia membantu, terutama di kala sedih. Lidya mengusap dua nisan yang berdekatan itu. Tidak ada lagi yang akan menanyakan keadaan atau perasaannya. Hidupnya hampa tanpa mereka.Dering ponsel di saku menjeda aktivitasnya. Ia menghapus air mata lalu merogoh kantong dan melihat siapa pemanggilnya.Lidya menjawab panggilan itu, tidak lama mereka berbincang."Ya, Kakak. Aku baik-baik di sini tidak perlu khawatir. Semoga aku berhasil," tekadnya bulat.Lidya menarik nafas dan menghembuskannya ken
Ruth melangkah keluar dari kamar Lidya menuju kamar pribadinya. Cukup heran dirinya dengan perkataan 'minimal sebulan' yang diungkapkan oleh Lidya.Ruth dan Hizkia memang tidak pernah membicarakan opsi waktu bekerja. Hanya, menggunakan jasa hitungan pembayaran adalah sebulan gaji.Ruth mengafirmasi dirinya sendiri untuk tetap tenang menghadapi ini. Tidak akan lama lagi tugas Lidya akan selesai.Hingga malam hari, Ruth tidak mengonfirmasi apapun kepada Hizkia. Ia bersiap akan tidur setelah dari kamar Elkana. Sementara, Lidya telah kembali ke penginapan yang dicarikan oleh Hizkia, tidak jadi menempati apartemen mereka. Di kamar, Hizkia setengah berbaring. Ia menggenggam bahan bacaan sambil menunggu Ruth masuk kamar. Tidak ada sapaan dari Ruth untuk Hizkia, demikian sebaliknya. Menutup malam sebagai rutinitas, Ruth melakukan perawatan wajah.Selesai dengan itu, Ruth membaringkan tubuhnya di ranjang mereka yang empuk."Kamu sudah sampaikan tugas Lidya berakhir akhir pekan ini ya?" tanya