Rafri yang penasaran dengan suara perempuan yang mirip dengan Ayu, mencoba membuka knop pintu kamar hotel. Dengan perlahan dia membukanya, ternyata pintu tidak terkunci. Betapa terkejutnya ketika dia melihat Ayu sedang dipeluk mesra dan diciumi lehernya oleh seorang laki-laki. Ayu begitu nafsu di pelukan laki-laki itu.
Amarah bercampur emosi tidak terbendung lagi di dalam diri Rafri. Dia menendang pintu kamar hotel dengan keras."AYU..! APA YANG KAMU LAKUKAN?"Rafri berteriak sekuat tenaga sampai urat lehernya terlihat. Hati Rafri seperti di tusuk-tusuk belati hingga tidak mampu lagi merasakan sakit yang teramat sakit.Ayu segera merapikan bajunya yang berantakan dan laki-laki itu berlari menuju jendela hotel untuk melarikan diri. Rafri segera mengejar lelaki itu, namun tangannya dipegang erat oleh Ayu."SIAPA LAKI-LAKI ITU? SIAPA YU?"Rafri berteriak di depan wajah ayu dengan menunjuk jendela tempat kaburnya pria selingkuhan Ayu. Ayu tetap kekeh memegang lengan Rafri agar Rafri tidak mengetahui jika laki-laki itu adalah Bayu. Kakak kandung Rafri."LEPASKAN! Jangan harap dia bisa lolos dariku!""Sudah Raf, biarkan dia pergi."Ayu lagi-lagi menghalangi Rafri untuk mengejar pria selingkuhannya."APAA..! Ohh jadi ini alasan kamu menolak lamaranku? Siapa laki-laki itu? KATAKAN YU!""Sudah jelas kan? Kamu sudah melihatnya sendiri!"Tanpa rasa bersalah, Ayu menjawab yang membuat rasa sakit di hati Rafri sekian bertambah."GILA. Dasar wanita gila! Kukira kamu wanita baik, aku selalu percaya padamu, tapi ternyata aku salah.""Kamu wanita matrealistis. Aku menjagamu agar tidak terjerumus, tapi kamu yang membuat dirimu seperti wanita jalang. Ternyata kamu memang hina Yu!"Perkataan kasar itu ditujukan oleh Rafri kepada Ayu. Gadis manis yang ada di hadapannya. Amarah dan emosi menjadi satu yang tidak bisa ditahannya. Dia tidak menyangka jika gadis manis yang sekarang di hadapannya itu berubah menjadi gadis liar yang hina."Apa kamu bilang, aku hina? Kamu yang hina Raf. Sudah jelas aku menolakmu, masih saja mengemis cinta padaku."Rafri tersenyum menyeringai."Sudah berapa lama kamu bersama pria itu? Ohh itu rahasia kamu ya? Buatku ini sangat menjijikkan. Terlalu banyak rahasia yang tak kutahu tentangmu Yu.""Baiklah. Sekarang aku tidak akan menempel padamu lagi. Seperti katamu, aku akan meninggalkanmu hari ini, menit ini, detik ini. Kita akhiri semuanya."Ayu tidak menyerah untuk membuat Rafri pergi dari kehidupan cintanya."Pergilah. Aku tidak ingin malu karena masih bersamamu. Benarkan apa yang kukatakan? Kamu yang akan mengatakan sendiri ingin mengakhirinya.""Gila. Kamu benar-benar membuatku gila. Aku tidak akan kembali lagi padamu, terlalu sakit buatku Yu."Rafri pergi meninggalkan beribu kenangan bersama Ayu. Dia tidak mengira bahwa gadis manis yang sudah 3 tahun bersamanya, ternyata adalah wanita hina yang berani berbuat mesum dengan laki-laki lain di hadapannya.***Rafri keluar hotel dan menyetir mobil dengan ugal-ugalan di jalan raya, sama seperti hatinya saat ini yang tidak bisa terkontrol oleh emosi.Dia sudah tidak peduli lagi dengan image dirinya dari pewaris keluarga Bima Aditya. Seorang pengusaha besar di jakarta pusat."Dasar wanita tidak tahu diri, Matrealistis, murahan."Rafri mengumpat dengan menambah kecepatan mobilnya."Bodoh...! Tolol...! Aaaarrrggghh..!!"Umpatan-umpatan itu keluar dari mulutnya begitu saja. Dia masih saja terlihat kesal sambil memukul-mukul setir mobilnya.Beberapa menit kemudian dia melihat sebuah minimarket di pinggir jalan. Rafri pun turun dan berencana ingin membeli minuman bersoda. Namun dia malah membeli minuman beralkohol.Ya, di saat sakit hati seperti ini memang waktu yang tepat untuk meminum sesuatu yang bisa membuat melupakan masalah hidupnya.Rafri membeli sekitar 20 botol. Dari dulu Rafri memang suka meminum alkohol hanya untuk melupakan masalah yang sedang dihadapinya. Namun dengan kadar alkohol yang sedikit dan tidak membuatnya mabuk. Minuman ini hanya untuk menenangkannya saja.Ketika di mobil, Rafri meminumnya satu per satu. Setidaknya dia tidak pergi ke Bar."Ya Allah..! Kenapa aku tidak mendengar perkataan Kak Bayu. KENAPAA!!"Rafri berteriak dengan keras dan menyenderkan kepalanya ke kursi. Dia tidak tahu jika dia telah dikhianati oleh kakaknya dan Ayu."YA ALLAH...!!! KENAPA KAU MEMBERIKU KESIALAN HARI INI.""Bagaimana bisa dia meninggalkanku di saat lamaran karena berita bodoh itu."Lalu dia meminum alkoholnya lagi hingga tetes terakhir. Ketika botol terakhir habis dia keluar dari mobil dan membuang semua botol alkoholnya ke tempat sampah yang berada tidak jauh dari mobilnya."Dasar wanita hina. Bisa-bisanya berzina ketika aku mati-matian menjaganya. Apa salahku ya Allah?"Umpatan itu tidak berakhir hanya di dalam mobil. Di luar mobil pun dia masih saja mengumpat dan menyalahkan dirinya sendiri.Dia pun memukul-mukul pohon besar hingga tulang-tulang jarinya berdarah."Terlalu sakit Ya Allah, Aku janji pada diriku sendiri. Aku sudah muak jatuh cinta. Aku tidak akan membuka hatiku lagi untuk siapa pun."Bahkan Rafri berjanji tidak akan menjatuhkan hatinya pada siapa pun setelah kejadian malam ini.***Di bawah pohon besar, Rafri terlihat kacau dan tidak terarah. Di saat itulah dia melihat seorang wanita berada tengah jalan akan mengakhiri hidupnya.Sontak saja Rafri langsung berlari dan menyelamatkan wanita itu."Hei...Sudah gila ya? Mau mati sia-sia ya kamu?""Lepaskan! Kenapa kamu menyelamatkan saya? Biarkan saya mati!""Hei...? Jika kamu mati, saya tidak mau disalahkan polisi. Yang berada di sana hanya saya. Saya tidak mau menjadi saksi kematian kamu."Rafri juga merasa frustrasi. Masalah dirinya sendiri belum selesai ditambah lagi masalah dengan cewek baru yang mencoba bunuh diri."Jika tidak mau menjadi saksi, silahkan tinggalkan jasad saya!""Waaaah...Gila. Wanita semuanya gila."Rafri memutar badannya dan mengacak-acak rambutnya terlihat kehidupannya sangat kacau.Dilihatnya wanita itu menangis. Mungkin dia juga mempunyai masalah yang hampir sama dengan Rafri. Rafri tidak mungkin menangis dalam keadaan seperti ini. Hanya remuk hati yang dia rasakan."Sudah yuk ikut saya!"Rafri menarik tangan wanita itu dan berencana mengajaknya ke dalam mobil. Tapi wanita itu menolaknya."Lepaskan. Kenapa kamu menyelamatkan saya. Saya tidak sanggup hidup seperti ini."Tangisan wanita itu menandakan dia mempunyai masalah yang sangat besar dalam hidupnya."Hei. Saya juga sedang hancur. Sama sepertimu. Tapi jangan gila dong. Bunuh diri tidak menyelesaikan masalah. Sudah yuk ikut saya!"Dengan berteriak, Rafri menarik tangan wanita itu berharap wanita itu mengikutinya. Dia takut jika wanita itu berbuat nekat bunuh diri lagi yang akibatnya wanita ini tidak akan pernah masuk surga dan kekal di dalam neraka.Akhirnya wanita itu pun mengikuti Rafri ke dalam mobilnya.Wanita itu pun masih saja menangis di dalam mobilnya. Rafri yang mendengarkan tangisan wanita itu sedikit pusing."Ini.."Rafri mengulurkan tisu untuk wanita tersebut."Sudah, hentikan. Air matamu akan habis jika terus saja menangis.""Terima kasih ya?"Perempuan itu menerima tisu dari Rafri dan sedikit lebih tenang."Sama-sama. Tapi kenapa kamu bisa nekat akan bunuh diri? Apakah masalahmu benar-benar tidak bisa diatasi?"Perempuan itu pun memandang Rafri. Mereka saling beradu pandang. Akankah perempuan yang berada di sampingnya akan menceritakan masalahnya padanya?-Bersambung-"Kenapa kamu bertanya padaku dengan pertanyaan yang mungkin kamu sudah tahu jawabannya?"Perempuan itu pun terlihat jutek dan memalingkan pandangannya pada Rafri yang sudah menyelematkan nyawanya. Tidak. Dia tidak ingin diselamatkan. Mungkin karena itu dia terlihat jutek pada Rafri."Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi padamu. Aku akan mengantarmu pulang. Di mana rumahmu?"Rafri akan bersiap menjalankan mobilnya. Namun jawaban gadis itu membuat Rafri kebingungan."Aku tidak punya rumah.""Maksud kamu?""Aku sudah tidak punya tujuan lagi. Maka dari itu buat apa aku hidup.""Astaga..! Nyebut neng, bunuh diri itu dosa. Seberapa besar masalah kamu jangan pernah mati bunuh diri."Gadis itu terdiam melihat jalanan yang mulai sepi dari kaca mobil. Rafri pun juga terdiam melihat gadis yang ada di sampingnya. Entah dia mendengarkannya atau tidak, dia sudah menyelamatkan seseorang dari siksa api neraka. Baginya, gadis itu lebih cantik dari mantan kekasihnya Ayu. Gadis itu juga tinggi. Rambu
Harum menatap Rafri penuh penasaran."Memangnya kamu siapa?"Rafri pun bernapas lega karena gadis ini tidak mengetahui identitasnya sebagai pewaris utama keluarga Aditya."Bukan. Aku bukan siapa-siapa kok. Aku menjadi penasaran dengan kisahmu sampai kamu nekat mau bunuh diri?""Oh soal itu, aku... Aku sebenarnya tidak tahu akan pergi ke mana. 1 tahun yang lalu aku mengalami kecelakaan tabrak lari yang membuatku amnesia dan tulang kakiku patah. Pada saat itu, dokter yang menanganiku membawaku ke rumahnya dan aku dirawat di sana sampai sembuh. Ketika aku sembuh dari amnesia, aku mencari orang tuaku. Tapi ternyata mereka sudah pindah rumah. Lalu aku kembali ke rumah dokter itu, ternyata istri dokter itu menuduhku menggoda suaminya. Sekarang aku tidak tahu lagi akan pergi ke mana."Rafri pun mendengarkan Harum dengan serius. Ternyata masalahnya begitu rumit yang jika di hadapi Rafri belum mungkin Rafri juga akan sekuat Harum."Pada saat itu apakah kamu tidak membawa identitas? Kenapa sampa
Pria paruh baya yang mengenakan jas hitam itu pulang ke rumah dengan raut wajah yang terlihat sangat emosi. Dia mendorong pintu rumahnya sehingga pintu terbuka lebar.Nampak seorang wanita paruh baya yang berada di kamar lantai atas terkejut saat mendengar suara pintu terbuka. Dengan langkah yang tergesa-gesa, wanita itu berjalan menuju lantai bawah."Papa tumben sudah pulang?"Wanita itu tidak mengira jika yang membuka pintu adalah suaminya. "Mama sudah lihat kelakuan Rafri hari ini?"Sambil berdiri dan melonggarkan dasinya, alih-alih menjawab pertanyaan dari istrinya, suami wanita yang biasa disebut juga papa dari ahli waris Rafri Aditya justru mengatakan hal yang tidak dimengerti oleh istrinya.Seketika itu datang seorang lelaki dewasa tampan yang terlihat sangat berantakan dengan rambut yang acak-acakan."Siapa gadis itu?"Tanya papa Rafri pada pemuda tampan dengan sorot mata yang tajam. Mendesak agar putranya berkata jujur mengenai perempuan yang dilihatnya di video memalukan itu
Matahari sudah tenggelam beberapa jam yang lalu dan langit pun menggelap sepenuhnya. Rumah megah itu tampak sepi karena waktu sudah menunjukkan tengah malam. Semua lampu sudah dimatikan dan hanya menyisakan lampu ruang keluarga yang terlihat remang. Seorang pemuda yang tak lain adalah Rafri, mencoba memejamkan matanya untuk tidur dalam mimpi indah. Berbagai posisi tidur sudah dicobanya, namun dia tidak juga bisa tenang apalagi terlelap. Padahal tubuh dan jiwanya sudah sangat lelah menjalani hari ini.Rafri pun mencoba keluar kamar untuk menenangkan dirinya. Dalam suasana yang sunyi, dia berjalan pelan-pelan seperti pencuri di rumahnya sendiri. Seketika, Rafri melihat kunci motornya yang tergeletak di meja ruang tengah. Dengan hati-hati dia mengambilnya agar tidak terdengar oleh penghuni rumah yang sedang terlelap.Hingga tiba-tiba saja ada yang menyalakan lampu ruangan tengah. Ruangan yang tadinya gelap kini menjadi lebih terang, hingga menampilkan sosok wanita paruh baya yang berdiri
Darah dalam diri Rafri menjadi naik seakan ingin sekali menghajar preman jalanan yang sombong itu. Dia benar-benar membenci hari ini. Di saat mamanya sudah tidak percaya lagi dengan dirinya, membuatnya lupa dengan yang namanya sabar.Keempat preman jalanan malah menertawakan seperti mengejek Rafri yang masih tersungkur di aspal.Tidak terima dihina, Rafri pun bangkit dari posisinya. Kedua tangannya mengepal dengan sangat kuat yang siap akan menghabisi preman jalanan itu.Posisi Rafri dan keempat preman jalanan itu saling berhadapan dengan semua pasang sorot mata menatapnya tajam. Rafri ingin melihat sejauh mana kehebatan orang yang katanya raja jalanan itu.Angin malam yang dingin, membuat sekelebat bayangan pria yang bersama Ayu di kamar hotel. Rasa sakit yang belum terobati, ditambah lagi dengan masalah video amatir yang membuat keluarganya tidak percaya lagi dengannya.Tanpa peringatan apapun, Rafri langsung melangkah maju lalu menonjok wajah pria yang bertato perisai yang membuatn
"Dia mabuk bro. Kelihatannya sedang ada masalah."Andi dan Gilang menatap anggota geng motor yang mengetahui jika Rafri mempunyai masalah yang tidak bisa dia selesaikan sendiri. Mereka baru kali ini melihat Rafri berada di bar dengan wajah babak belur bersamaan dengan anggota geng motor."Stop Raf, jangan meminumnya lagi. Itu tidak baik. Kamu akan sakit nanti."Gilang menarik tangan Rafri untuk mengajaknya pergi dari tempat maksiat itu. Rafri menepis tangan gilang dan malah meneguk segelas wisky yang berada di hadapannya."Ayolah kak kita minum bersama dan bersenang-senang."Para anggota geng motor itu tertawa yang diikuti oleh Rafri, seakan sang ahli waris sudah tidak memiliki beban yang dirasakan lagi.Andi dan Gilang akhirnya duduk bersebelahan dengan Rafri yang berhadapan dengan anggota geng motor."Minumlah bro."Salah satu anggota geng motor itu menyodorkan sebuah gelas kecil yang berisi wisky pada Andi dan gilang. Namun mereka menolaknya dengan halus."Kalian siapa? kenapa bisa
"Raf? Apa yang kamu bicarakan!" Teriak Andi tidak mengerti maksud Rafri yang menyuruh geng motor mencari seseorang lewat cctv."Kak. Ayu selingkuh dengan pria itu!. Makanya aku pengen tahu siapa selingkuhannya dia." Tanpa sadar, Rafri meneriaki kedua pria tampan yang berada di hadapan wajahnya hanya karena Ayu.Gilang memicingkan matanya dan sedikit berpikir tentang hubungan Rafri dan Ayu. Dia tidak mengerti kenapa Rafri sangat bucin dengan seorang wanita yang bernama Ayu. "Apa kamu tidak curiga dengan Bayu, kakakmu sendiri?"Rafri yang mendengar kakaknya disebut, spontan saja membuka lebar matanya tidak percaya Gilang bisa menuduh kakaknya berselingkuh dengan Ayu. Namun kenyataan itulah yang sebenarnya terjadi."Maksud kak Gilang apa menuduh kak Bayu selingkuh dengan Ayu?""Jika kenyataan itu benar, apa yang akan kamu lakukan Raf?"Andi mencoba meyakinkan Rafri jika kebenaran terungkap apa yang akan dilakukan Rafri untuk kakak kandungnya yang telah tega mengkhianati dirinya.Andi d
Rafri dan bi Ijah menoleh bersama ke arah sumber suara. Mereka berdua mondar-mandir mencari dan memikirkan di mana Rafri akan bersembunyi. "Den.. Sembunyi den."Bi Ijah mendorong-dorong tubuh Rafri menyuruhnya untuk bersembunyi, tetapi dia sendiri tidak tahu di mana tempat yang aman untuk menyembunyikan majikannya di dapur.Rafri yang juga kebingungan melihat bi Ijah yang antusias terhadap dirinya. Rafri mengangkat tangan dan bahunya secara bersamaan bingung di mana dia akan bersembunyi."Den. Di sini den. Semoga aman."Bi Ijah langsung mendorong tubuh Rafri untuk bersembunyi di balik tembok yang tidak terlihat dari arah depan."Bi, ada apa?"Tiba-tiba saja mama Rafri sudah berada di dapur melihat bi Ijah yang sedang menyembunyikan Rafri."Tikus nyonya, ada tikus."Bi Ijah langsung berteriak ketika melihat mama Rafri masuk ke dalam dapur. Bi Ijah berpura-pura melihat ke arah bawah kompor dengan menggunakan pisaunya. Dia menunjukkan jika di bawah kompor ada tikus yang sedang berkeliar
Kedua perempuan yang berada di hadapan Rafri, kini tengah menatapnya selagi makan. Dia melihat Harum bertopang dagu menggunakan kedua tangannya, menatapnya seolah berkata 'apakah kue buatanku tidak enak? atau tidak ada rasanya?'Sambil mengunyah pelan, Rafri melihat raut wajah bingung dari kedua gadis itu sambil menyembunyikan senyumnya. Hal ini membuat jiwa tengilnya keluar."Kok rasa kuenya begini ya?"Harum mendongak ke atas menatap Dhea yang berdiri di sampingnya. Mereka saling memandang satu sama lain seolah berbicara lewat tatapan mata."Mm...me...memang rasanya bagaimana Raf? tidak enak ya?"Harum menanyakan rasa kuenya dengan kalimat yang terbata-bata pada lelaki yang berada di hadapannya dengan perasaan was-was.'benar saja. Dia bertanya seperti itu.'Rafri membenarkan feeling-nya jika Harum akan bertanya seperti itu. Namun Rafri hanya ingin Harum dan Dhea merasakannya. Rafri berpikir jika Harum dan Dhea belum mencoba kuenya."Coba deh kalian rasakan. Kalian belum mencobanya
"Ini kita hanya berdiri saja di sini?"Rafri mulai bersuara di saat mengetahui Harum melihatnya dengan mata bulatnya dan tanpa mempersilahkannya duduk."Ya ampun maaf. Iya...Silahkan duduk Raf."Kemudian, senyum itu melengkung dari bibir seorang ahli waris yang membuat Harum salah tingkah.Penampilan Rafri saat ini membuat Harum sangat penasaran siapa Rafri sebenarnya. Dengan rasa penasaran itu, Harum bertekad untuk mengenal Rafri lebih jauh lagi."Sebentar ya Raf, saya ambilkan minum terlebih dahulu.""Baiklah."Harum meninggalkan Rafri sendiri di ruang tengah dengan berbagai macam pertanyaan yang ada di pikirannya. Sesekali dia menengok ke arah belakang melihat Rafri yang sedang sibuk mempersiapkan bahan skripsinya.'Siapa Rafri sebenarnya? Penampilannya terkesan sangat rapi dan pakaiannya juga bermerk. Berbeda dengan kemarin saat dia datang ke cafe ini. Entahlah'***Mama Ayu membuka kamar putrinya saat putrinya tengah selesai mandi dan masih mengenakan kimono handuk."Mama!"Spont
"Tidak! Tidak! Meskipun Harum seorang wanita yang cantik, manis, ramah, mempunyai eye smile, aku sama sekali tidak mempunyai perasaan apapun terhadapnya."Rafri menggelengkan kepalanya meyakinkan dirinya sendiri di depan cermin jika dirinya tidak menyukai Harum.Took....Took...Tok....!"Den Rafri, bangun den. Sudah siang."Rafri menoleh ke arah pintu. Suara bi Ijah yang mengetuk pintu membuyarkan semua pikiran dan perasaan Rafri terhadap Harum."Den Rafri ayo bangun den."Hampir setiap hari bi Ijah menjadi alarm untuk membangunkan Rafri. Apalagi hari libur seperti ini, pasti bi Ijah mengira jika Rafri belum bangun dari tidurnya."Iya bi."Rafri berjalan untuk membuka pintu sambil tersenyum mendengar suara bi Ijah yang sangat keras dari dalam kamarnya. Pantas saja di hari biasa, Rafri segera terbangun. Alarm suara secara langsung dari bi Ijah tidak akan bisa mengalahkan alarm dari ponsel sang ahli waris itu.Segera mungkin Rafri membukakan pintu untuk bi Ijah agar bi Ijah tidak terlalu
Suara adzhan subuh terdengar samar-samar di telinga seseorang lelaki yang masih terlelap nyaman dari tidurnya."Ash-shalaatu khairum minan naum"Seiring waktu berjalan, suara adzhan terdengar jelas di telinganya. Seketika itu, dia membuka mata perlahan-lahan sambil mengusapnya.Pria itu menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya lalu menurunkan kakinya hingga menapak ke lantai. Dia duduk di pinggir kasur dengan mata yang dipaksakan terbuka.Sebelum beranjak, pria itu meminum air putih yang berada di meja dekat ranjangnya sambil mengecek ponselnya terlebih dahulu.Matanya masih belum sepenuhnya terbuka lebar, dia melihat satu notif nama yang belum dihapus dari contak ponselnya. 'Honey' Nama itu yang dahulu mengisi hari-harinya di saat akan tidur dan juga bangun tidur. Namun sekarang keadaannya sudah sangat jauh berbeda.Dia meletakkan gelas yang sudah diminumnya hingga habis. Sekali lagi dia mengucek matanya untuk memastikan apakah benar jika yang mengiriminya pesan adalah Ayu."Ayu! Ng
"Dengan kamu bertanya seperti itu, sama saja kamu menuduhku!"Suara Bayu yang terdengar berteriak di ponsel Ayu, seketika dijauhkan dari telinganya."Sayang! Kenapa kamu marah-marah? Aku hanya bertanya, bukan menuduhmu."Percakapan Bayu dan Ayu yang berada di telepon, membuat Ayu penasaran siapa sebenarnya yang menyebarkan video pertengkarannya dengan Rafri waktu lalu."Aku sama sekali tidak tahu tentang video itu. Bukan kamu, Bukan mama, sama saja menuduhku. Karena keinginan kamu, aku mempunyai masalah dengan mama"Bayu malah menyalahkan orang lain di saat dirinya ada masalah dengan keluarganya."Loh, kenapa kamu malah menyalahkanku? Itu salah kamu sendiri.""Kamu yang salah! Kamu memaksaku untuk bertemu denganmu. Jika tidak, aku tidak akan terlibat masalah dengan mamaku.""Seharusnya kamu bisa berpikir dong! Jangan seenaknya saja menyalahkanku. Mungkin alasan kamu selalu monoton dan jadul. Cobalah mencari alasan yang logis."Bayu mendengus kesal serta senyum menyeringai saat mendenga
"Aaahh...Tidak..tidak...! Mana mungkin aku tiba-tiba mendatangi mereka berdua dan langsung menanyakan perihal video tersebut kepada Rafri. Aku sama sekali tidak mengenal Rafri."Sedari tadi Dhea berdiri sambil membayangkan bagaimana jadinya jika dia tiba-tiba datang menghampiri kedua orang yang baru saja bertemu setelah beberapa minggu terpisah."Sudahlah. Biarkan saja mereka bersenang-senang terlebih dahulu. Mudah-mudahan Rafri seseorang yang baik yang tidak akan menyakiti Harum."Dhea berprasangka baik kepada Rafri. Meskipun dengan ketakutannya, Dhea harus tetap waspada dan tetap menjaga sahabatnya dari seseorang yang mencoba menjahatinya."Lebih baik aku menghampiri mereka dan berterima kasih pada Rafri telah menemukanku pada Harum. Sahabatku sejak di bangku SMP."Dengan membawa nampan yang berisi 2 makanan ringan serta 2 minuman, Dhea berjalan menghampiri Rafri dan juga Harum yang sedang bersenda gurau."Annyeong haseyo."Dhea menyapa mereka berdua dengan gaya khas bahasa koreanya
Di tempat lain, sosok berjubah hitam duduk di depan layar komputer dengan cahaya remang. Kedua tangannya bersilang di dada menyaksikan video lamaran Rafri dan Ayu yang sedang bertengkar di sebuah restaurant. "Hahahahahaa.....! Sebentar lagi kamu akan hancur Rafri. Hahahahhaa..."Sosok orang berjubah hitam itu tertawa lepas tidak terkontrol menyumpahi akan menghancurkan seorang Rafri Aditya. ***Di sisi lain, kedua orang yang saling berhadapan menyatukan tatapan dalam manik matanya. Tangan mungil yang masih terulur di hadapan Rafri tidak akan lelah dan menyerah sebelum Rafri menjabat tangannya."Bagaimana? Deal?"Rafri masih berpikir keras apakah nanti Harum bisa di percaya atau tidak setelah dirinya mengatakan semuanya."Baiklah. Aku menyetujuinya dan akan menganggap kamu sebagai teman. Deal."Akhirnya mereka berdua berjabat tangan. Degupan kencang yang berada di dada Harum tidak bisa lagi menyembunyikan suhu badannya yang mulai dingin.Bagaimanapun Rafri akan tetap menghargai Harum
Rafri mendengus kesal mendengar perkataan Harum. Dia tidak menerima pernyataan Harum tentangnya."Hanya kamu bilang? Ya, memang saya kehilangan perempuan itu. Tapi apa kamu tahu? Semenjak berpisah dengan perempuan itu, saya semakin mendapatkan banyak masalah yang saya sendiri pun tidak bisa mengatasinya."Harum menatap Rafri dengan senyuman, namun matanya saat ini mulai berkaca-kaca. Rafri seakan lupa jika Harum juga mengalami hal yang sama dengannya. Bahkan dia juga melupakan dari mana Harum berasal."Kamu lebih baik daripada aku Raf. Kamu masih bersama dengan orang-orang yang menyayangimu. Sedangkan aku."Harum terdiam sejenak menatap lekat wajah Rafri yang berdiri di hadapannya. Kini Harum juga masih mengulas senyum kesedihan di depan Rafri sebelum melanjutkan bicaranya."Aku tidak tahu orang tuaku dan juga kakakku berada di mana Raf. Bahkan, identitas pun saya tidak mempunyainya. Jika aku menjadi kamu, aku selalu bersyukur dan tidak akan mengeluh hanya karena masalah ditinggalkan o
Senyum sengit yang terlintas di wajah Rafri menandakan dia akan memulai kesombongannya lagi. "Maksud anda apa melupakan nama saya sendiri? Anda tahu, nama saya terlalu bagus untuk disebutkan. Saya berpikir bagaimana caranya agar anda selalu mengingat nama saya."Benar saja, Harum mencebik kesal melihat kesombongan Rafri."Kok ada ya manusia sombong seperti anda di dunia ini?"Gelengan kepala Harum membuat Rafri tersenyum. Kali ini senyumnya terlihat gemas melihat kebencian Harum padanya."Kenapa? Anda heran? Sekali lagi, dengar dan ingat nama saya. Jika perlu, catat nama saya di buku kecil ini."Rafri menunjuk catatan kecil milik Harum yang biasa untuk menulis menu yang dipesan oleh pelanggan."Tanpa saya tulis pun saya tetap mengingat nama anda, terutama saya akan mengingat perlakuan anda terhadap saya.""Baiklah. Simpan di dalam memori kepala anda. Nama saya Rafri Aditya."Kini Rafri dengan bangganya menyebutkan namanya sendiri di hadapan Harum. Harum telah bersiap menulis huruf pe