Rafri dan bi Ijah menoleh bersama ke arah sumber suara. Mereka berdua mondar-mandir mencari dan memikirkan di mana Rafri akan bersembunyi. "Den.. Sembunyi den."Bi Ijah mendorong-dorong tubuh Rafri menyuruhnya untuk bersembunyi, tetapi dia sendiri tidak tahu di mana tempat yang aman untuk menyembunyikan majikannya di dapur.Rafri yang juga kebingungan melihat bi Ijah yang antusias terhadap dirinya. Rafri mengangkat tangan dan bahunya secara bersamaan bingung di mana dia akan bersembunyi."Den. Di sini den. Semoga aman."Bi Ijah langsung mendorong tubuh Rafri untuk bersembunyi di balik tembok yang tidak terlihat dari arah depan."Bi, ada apa?"Tiba-tiba saja mama Rafri sudah berada di dapur melihat bi Ijah yang sedang menyembunyikan Rafri."Tikus nyonya, ada tikus."Bi Ijah langsung berteriak ketika melihat mama Rafri masuk ke dalam dapur. Bi Ijah berpura-pura melihat ke arah bawah kompor dengan menggunakan pisaunya. Dia menunjukkan jika di bawah kompor ada tikus yang sedang berkeliar
Bibi berjalan perlahan menuju lantai atas. Setelah sampai di ujung tangga bagian atas, tatapan matanya lurus ke arah pintu bercat coklat yang di dalamnya ada seorang pria tampan sedang tertidur nyenyak.Took....took....took.....!Bibi mengetuk pintu dengan perlahan."Deen....! Den Rafri. Bangun den..!"Bibi berteriak memanggil Rafri, namun tidak ada jawaban dari dalam. Sekali lagi bibi mengetuk pintu dengan keras.Tookkk...tookk...tookk..!Bibi mencoba menempelkan telinganya di pintu berharap mendengar Rafri bangun dan membuka pintu. Namun lagi-lagi bibi tak mendengar suara dari dalam."Tookk....toookkk...!""Deeen...! Bangun deeen...!"Kini bibi sudah menyerah membangunkan pria tampan itu dengan cara mengetuk pintu. Akhirnya bibi memutar knop pintu dan membuka pintu kamar Rafri. Untung saja pintu kamar tidak dikunci.Bibi masuk kamar dan mendapati pria tampan itu sedang berbaring miring ke kanan di alam mimpinya dengan berselimut putih yang menutupi seluruh badannya. Hanya mata indah
'Kak Bayu'Notifikasi berkali-kali yang membuat Rafri terkejut itu adalah dari kakaknya, Bayu.'Ada apa kak Bayu mengirimiku pesan begitu banyak?'Rafri membatin dan berpikir apakah terjadi sesuatu dengan kakaknya atau ada kepentingan lain yang mendesak. Tidak biasa kakaknya mengirimi pesan sebanyak itu.Rafri duduk di pinggir ranjangnya dan menekan layar ponselnya lalu membuka 4 pesan dalam satu aplikasi yang berwarna hijau membentuk tanda chat itu.(Sudah bangun belum Raf? Maaf jika aku lancang menanyakan hal ini padamu.)(Beberapa hari lalu, antara kamu, papa dan mama bertengkar soal video lamaranmu dengan Ayu. Memangnya dari mana asal video itu?)(Apakah setelah kejadian video itu kamu masih bertemu dengan Ayu?)(Gara-gara video itu, tadi pagi papa dan mama sempat bertengkar kecil karena ulah kamu.)Secara bersamaan, Rafri menutup matanya dan menghela napas dengan ponsel yang masih digenggam erat di tangannya.Secara bersamaan juga matanya terbuka sambil mengeluarkan napas panjan
Bayu berdiri dari tempat duduknya untuk mendekati Vina. Dia melihat Vina dari ujung kaki sampai ujung kepala."Kamu benar-benar seksi loh Vin memakai baju itu. Bagiku malah terlalu seksi. Apa kamu sengaja berpakaian seperti itu di kantor?"Mata Bayu tidak bisa berbohong jika dirinya tertarik dengan keseksian Vina. dengan sambil berjalan, Bayu menggigit bibirnya tanda dia mulai tergoda oleh Vina."Terima kasih pak atas pujian bapak terhadap saya. Dulu pak Bayu pernah bilang sama saya, jika di kantor harus terlihat menarik."Vina masih terlihat polos di hadapan Bayu yang berjalan pelan mendekatinya. Sebenarnya Vina sangat resah dan takut jika seandainya Bayu benar-benar tergoda olehnya."Vin, apa kamu sadar? Aku sudah tergoda olehmu."Benar saja. Di pikiran Vina, Bayu sudah tergoda olehnya.'Pak Bayu benar-benar jago gombal. Jangan-jangan dia benar playboy?'Vina mencoba menggoda Bayu sekali lagi dengan menggigit ujung bibir bawahnya agar terlihat selalu menggoda di mata Bayu.Sekarang,
Ayu membuka pintu mobil dengan raut wajah yang cemberut."Oke..Aku keluar sekarang."Ayu baru saja melangkahkan kaki kirinya keluar mobil, tiba-tiba tangannya ditarik oleh Bayu untuk duduk kembali ke dalam mobil."Iiisshhh...Ada apa lagi?"Ayu berteriak dan berdecih menepis tangan Bayu yang memegang erat tangan kanannya. Namun, Ayu terlalu lemah untuk melepaskan tangan Bayu dari tangannya.Bayu menatap Ayu sangat dalam. Dia meneliti setiap inci wajah Ayu. Bayu sangat tertarik dengan mata indah Ayu yang terlihat lembut.Seketika tatapan mata mereka bertemu membuat mereka saling pandang dalam diam.Dengan cepat, Bayu menarik tangan Ayu dan memeluknya dengan erat. Ayu dibuat terkejut dengan sikap Bayu yang tiba-tiba saja memeluknya."Tarik kata-kata kamu yang selalu membandingkanku dengan Rafri. Aku minta maaf untuk ini. Maafkan aku."Dalam pelukan Ayu, Bayu terlihat menyesal telah mengusir Ayu dari mobilnya."Aku sayang kamu Yu. Aku tahu perbuatanku salah. Aku pun juga tidak tahu kenapa
Sesuai kesepakatan, setelah selesai berbelanja, Ayu dan Bayu akan memadu kasih di hotel yang telah mereka booking. Bayu memarkirkan mobilnya di basement. Sementara Ayu diturunkan di depan hotel agar mereka masuk ke dalam kamar hotel secara sendiri-sendiriKetika itu, ada anggota geng motor yang waktu lalu bertemu Rafri di jalanan. Mereka sedang mengintai anggota geng motor lain yang berani memancing keributan dengan anggotanya. Kribo dan gengnya saat itu sedang nongkrong di warung depan hotel Bale Asri. Tidak disangka, ternyata salah satu dari mereka, tidak sengaja melihat Ayu berada di depan hotel. ***Pada saat malam setelah mereka mengantar Rafri yang sedang mabuk beberapa hari lalu, Si Kribo berbincang dengan Andi."Hai...Kamu? Berambut kribo."Andi terlihat serius mendekati Kribo. Kribo mengira jika Andi akan mengajaknya berkelahi setelah mengantar Rafri ke rumahnya."Woey. Ada apa?"Kribo seperti menantang Andi."Saya punya tugas buat kamu."Andi merangkul Kribo serta mengelua
Rafri pergi meninggalkan ruang perpustakaan dan mulai berjalan menuju halaman kampus. Dia berjalan secara terburu-buru menyusuri koridor, di sana terlihat sepi dan hanya ada beberapa mahasiswa saja.Di tengah perjalanan, Rafri menghentikan langkahnya dan memikirkan sesuatu kenapa dia antusias sekali ingin menemui Ayu.'Kenapa aku seperti ini? Dia sudah menyakitiku. Haruskah aku menemuinya? Tidak. Ini hanya menyia-nyiakan waktuku saja. Lebih baik aku pulang dan mengerjakan revisi di rumah.'Kali ini Rafri berjalan dengan santai. Dia mengeluarkan ponsel dan memesan taksi online untuk pulang ke rumah, karena mobil dan atm sudah disita oleh papanya. Hanya atmnya sendiri yang masih tersisa uang untuk kebutuhannya selama beberapa bulan ke depan.Semua keluarga Rafri tidak pernah tahu jika Rafri pernah bekerja keras di sebuah mini market selama beberapa bulan hanya untuk menabung demi membeli cincin berlian untuk Ayu. Dia juga bekerja sebagai waiters di sebuah cafe. Selain menjadi waiters, di
'Rafri? Benarkah itu Rafri?'Bayu mengernyitkan mata sambil bergumam dalam hati saat melihat seseorang yang mirip dengan Rafri. Bayu mulai curiga jika itu adalah adiknya yang sengaja mencari Ayu.Bayu segera mengeluarkan ponselnya dan mulai menelpon Ayu untuk memberitahu jika dia melihat seseorang yang mirip Rafri masuk ke dalam lift menuju lantai 2."Halo sayang?"Dari balik telepon, Ayu terlihat tenang dan manja kepada Bayu. Berbeda dengan Bayu yang terlihat sangat panik."Ayu, cepat keluar dari kamar. Rafri sudah tahu keberadaan kamu saat ini."Bayu menelpon sambil berjalan menuju resepsionis untuk memastikan dan menanyakan kepada petugas, apakah orang yang mirip adiknya itu adalah benar Rafri atau orang lain."Sayang, jangan bercanda dong. Mana mungkin-""Sudah cepat keluar Yu. Jangan banyak bertanya-tanya lagi."Bayu memotong pembicaraan Ayu, dia takut jika Ayu tidak segera pergi, Rafri akan mengetahui keberadaan Ayu dan tabiatnya sebentar lagi akan terbongkar."Iya. Aku keluar se
Kedua perempuan yang berada di hadapan Rafri, kini tengah menatapnya selagi makan. Dia melihat Harum bertopang dagu menggunakan kedua tangannya, menatapnya seolah berkata 'apakah kue buatanku tidak enak? atau tidak ada rasanya?'Sambil mengunyah pelan, Rafri melihat raut wajah bingung dari kedua gadis itu sambil menyembunyikan senyumnya. Hal ini membuat jiwa tengilnya keluar."Kok rasa kuenya begini ya?"Harum mendongak ke atas menatap Dhea yang berdiri di sampingnya. Mereka saling memandang satu sama lain seolah berbicara lewat tatapan mata."Mm...me...memang rasanya bagaimana Raf? tidak enak ya?"Harum menanyakan rasa kuenya dengan kalimat yang terbata-bata pada lelaki yang berada di hadapannya dengan perasaan was-was.'benar saja. Dia bertanya seperti itu.'Rafri membenarkan feeling-nya jika Harum akan bertanya seperti itu. Namun Rafri hanya ingin Harum dan Dhea merasakannya. Rafri berpikir jika Harum dan Dhea belum mencoba kuenya."Coba deh kalian rasakan. Kalian belum mencobanya
"Ini kita hanya berdiri saja di sini?"Rafri mulai bersuara di saat mengetahui Harum melihatnya dengan mata bulatnya dan tanpa mempersilahkannya duduk."Ya ampun maaf. Iya...Silahkan duduk Raf."Kemudian, senyum itu melengkung dari bibir seorang ahli waris yang membuat Harum salah tingkah.Penampilan Rafri saat ini membuat Harum sangat penasaran siapa Rafri sebenarnya. Dengan rasa penasaran itu, Harum bertekad untuk mengenal Rafri lebih jauh lagi."Sebentar ya Raf, saya ambilkan minum terlebih dahulu.""Baiklah."Harum meninggalkan Rafri sendiri di ruang tengah dengan berbagai macam pertanyaan yang ada di pikirannya. Sesekali dia menengok ke arah belakang melihat Rafri yang sedang sibuk mempersiapkan bahan skripsinya.'Siapa Rafri sebenarnya? Penampilannya terkesan sangat rapi dan pakaiannya juga bermerk. Berbeda dengan kemarin saat dia datang ke cafe ini. Entahlah'***Mama Ayu membuka kamar putrinya saat putrinya tengah selesai mandi dan masih mengenakan kimono handuk."Mama!"Spont
"Tidak! Tidak! Meskipun Harum seorang wanita yang cantik, manis, ramah, mempunyai eye smile, aku sama sekali tidak mempunyai perasaan apapun terhadapnya."Rafri menggelengkan kepalanya meyakinkan dirinya sendiri di depan cermin jika dirinya tidak menyukai Harum.Took....Took...Tok....!"Den Rafri, bangun den. Sudah siang."Rafri menoleh ke arah pintu. Suara bi Ijah yang mengetuk pintu membuyarkan semua pikiran dan perasaan Rafri terhadap Harum."Den Rafri ayo bangun den."Hampir setiap hari bi Ijah menjadi alarm untuk membangunkan Rafri. Apalagi hari libur seperti ini, pasti bi Ijah mengira jika Rafri belum bangun dari tidurnya."Iya bi."Rafri berjalan untuk membuka pintu sambil tersenyum mendengar suara bi Ijah yang sangat keras dari dalam kamarnya. Pantas saja di hari biasa, Rafri segera terbangun. Alarm suara secara langsung dari bi Ijah tidak akan bisa mengalahkan alarm dari ponsel sang ahli waris itu.Segera mungkin Rafri membukakan pintu untuk bi Ijah agar bi Ijah tidak terlalu
Suara adzhan subuh terdengar samar-samar di telinga seseorang lelaki yang masih terlelap nyaman dari tidurnya."Ash-shalaatu khairum minan naum"Seiring waktu berjalan, suara adzhan terdengar jelas di telinganya. Seketika itu, dia membuka mata perlahan-lahan sambil mengusapnya.Pria itu menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya lalu menurunkan kakinya hingga menapak ke lantai. Dia duduk di pinggir kasur dengan mata yang dipaksakan terbuka.Sebelum beranjak, pria itu meminum air putih yang berada di meja dekat ranjangnya sambil mengecek ponselnya terlebih dahulu.Matanya masih belum sepenuhnya terbuka lebar, dia melihat satu notif nama yang belum dihapus dari contak ponselnya. 'Honey' Nama itu yang dahulu mengisi hari-harinya di saat akan tidur dan juga bangun tidur. Namun sekarang keadaannya sudah sangat jauh berbeda.Dia meletakkan gelas yang sudah diminumnya hingga habis. Sekali lagi dia mengucek matanya untuk memastikan apakah benar jika yang mengiriminya pesan adalah Ayu."Ayu! Ng
"Dengan kamu bertanya seperti itu, sama saja kamu menuduhku!"Suara Bayu yang terdengar berteriak di ponsel Ayu, seketika dijauhkan dari telinganya."Sayang! Kenapa kamu marah-marah? Aku hanya bertanya, bukan menuduhmu."Percakapan Bayu dan Ayu yang berada di telepon, membuat Ayu penasaran siapa sebenarnya yang menyebarkan video pertengkarannya dengan Rafri waktu lalu."Aku sama sekali tidak tahu tentang video itu. Bukan kamu, Bukan mama, sama saja menuduhku. Karena keinginan kamu, aku mempunyai masalah dengan mama"Bayu malah menyalahkan orang lain di saat dirinya ada masalah dengan keluarganya."Loh, kenapa kamu malah menyalahkanku? Itu salah kamu sendiri.""Kamu yang salah! Kamu memaksaku untuk bertemu denganmu. Jika tidak, aku tidak akan terlibat masalah dengan mamaku.""Seharusnya kamu bisa berpikir dong! Jangan seenaknya saja menyalahkanku. Mungkin alasan kamu selalu monoton dan jadul. Cobalah mencari alasan yang logis."Bayu mendengus kesal serta senyum menyeringai saat mendenga
"Aaahh...Tidak..tidak...! Mana mungkin aku tiba-tiba mendatangi mereka berdua dan langsung menanyakan perihal video tersebut kepada Rafri. Aku sama sekali tidak mengenal Rafri."Sedari tadi Dhea berdiri sambil membayangkan bagaimana jadinya jika dia tiba-tiba datang menghampiri kedua orang yang baru saja bertemu setelah beberapa minggu terpisah."Sudahlah. Biarkan saja mereka bersenang-senang terlebih dahulu. Mudah-mudahan Rafri seseorang yang baik yang tidak akan menyakiti Harum."Dhea berprasangka baik kepada Rafri. Meskipun dengan ketakutannya, Dhea harus tetap waspada dan tetap menjaga sahabatnya dari seseorang yang mencoba menjahatinya."Lebih baik aku menghampiri mereka dan berterima kasih pada Rafri telah menemukanku pada Harum. Sahabatku sejak di bangku SMP."Dengan membawa nampan yang berisi 2 makanan ringan serta 2 minuman, Dhea berjalan menghampiri Rafri dan juga Harum yang sedang bersenda gurau."Annyeong haseyo."Dhea menyapa mereka berdua dengan gaya khas bahasa koreanya
Di tempat lain, sosok berjubah hitam duduk di depan layar komputer dengan cahaya remang. Kedua tangannya bersilang di dada menyaksikan video lamaran Rafri dan Ayu yang sedang bertengkar di sebuah restaurant. "Hahahahahaa.....! Sebentar lagi kamu akan hancur Rafri. Hahahahhaa..."Sosok orang berjubah hitam itu tertawa lepas tidak terkontrol menyumpahi akan menghancurkan seorang Rafri Aditya. ***Di sisi lain, kedua orang yang saling berhadapan menyatukan tatapan dalam manik matanya. Tangan mungil yang masih terulur di hadapan Rafri tidak akan lelah dan menyerah sebelum Rafri menjabat tangannya."Bagaimana? Deal?"Rafri masih berpikir keras apakah nanti Harum bisa di percaya atau tidak setelah dirinya mengatakan semuanya."Baiklah. Aku menyetujuinya dan akan menganggap kamu sebagai teman. Deal."Akhirnya mereka berdua berjabat tangan. Degupan kencang yang berada di dada Harum tidak bisa lagi menyembunyikan suhu badannya yang mulai dingin.Bagaimanapun Rafri akan tetap menghargai Harum
Rafri mendengus kesal mendengar perkataan Harum. Dia tidak menerima pernyataan Harum tentangnya."Hanya kamu bilang? Ya, memang saya kehilangan perempuan itu. Tapi apa kamu tahu? Semenjak berpisah dengan perempuan itu, saya semakin mendapatkan banyak masalah yang saya sendiri pun tidak bisa mengatasinya."Harum menatap Rafri dengan senyuman, namun matanya saat ini mulai berkaca-kaca. Rafri seakan lupa jika Harum juga mengalami hal yang sama dengannya. Bahkan dia juga melupakan dari mana Harum berasal."Kamu lebih baik daripada aku Raf. Kamu masih bersama dengan orang-orang yang menyayangimu. Sedangkan aku."Harum terdiam sejenak menatap lekat wajah Rafri yang berdiri di hadapannya. Kini Harum juga masih mengulas senyum kesedihan di depan Rafri sebelum melanjutkan bicaranya."Aku tidak tahu orang tuaku dan juga kakakku berada di mana Raf. Bahkan, identitas pun saya tidak mempunyainya. Jika aku menjadi kamu, aku selalu bersyukur dan tidak akan mengeluh hanya karena masalah ditinggalkan o
Senyum sengit yang terlintas di wajah Rafri menandakan dia akan memulai kesombongannya lagi. "Maksud anda apa melupakan nama saya sendiri? Anda tahu, nama saya terlalu bagus untuk disebutkan. Saya berpikir bagaimana caranya agar anda selalu mengingat nama saya."Benar saja, Harum mencebik kesal melihat kesombongan Rafri."Kok ada ya manusia sombong seperti anda di dunia ini?"Gelengan kepala Harum membuat Rafri tersenyum. Kali ini senyumnya terlihat gemas melihat kebencian Harum padanya."Kenapa? Anda heran? Sekali lagi, dengar dan ingat nama saya. Jika perlu, catat nama saya di buku kecil ini."Rafri menunjuk catatan kecil milik Harum yang biasa untuk menulis menu yang dipesan oleh pelanggan."Tanpa saya tulis pun saya tetap mengingat nama anda, terutama saya akan mengingat perlakuan anda terhadap saya.""Baiklah. Simpan di dalam memori kepala anda. Nama saya Rafri Aditya."Kini Rafri dengan bangganya menyebutkan namanya sendiri di hadapan Harum. Harum telah bersiap menulis huruf pe