"Kenapa kamu bertanya padaku dengan pertanyaan yang mungkin kamu sudah tahu jawabannya?"
Perempuan itu pun terlihat jutek dan memalingkan pandangannya pada Rafri yang sudah menyelematkan nyawanya. Tidak. Dia tidak ingin diselamatkan. Mungkin karena itu dia terlihat jutek pada Rafri."Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi padamu. Aku akan mengantarmu pulang. Di mana rumahmu?"Rafri akan bersiap menjalankan mobilnya. Namun jawaban gadis itu membuat Rafri kebingungan."Aku tidak punya rumah.""Maksud kamu?""Aku sudah tidak punya tujuan lagi. Maka dari itu buat apa aku hidup.""Astaga..! Nyebut neng, bunuh diri itu dosa. Seberapa besar masalah kamu jangan pernah mati bunuh diri."Gadis itu terdiam melihat jalanan yang mulai sepi dari kaca mobil. Rafri pun juga terdiam melihat gadis yang ada di sampingnya.Entah dia mendengarkannya atau tidak, dia sudah menyelamatkan seseorang dari siksa api neraka.Baginya, gadis itu lebih cantik dari mantan kekasihnya Ayu. Gadis itu juga tinggi. Rambutnya lurus sebahu. Ketika tersadar, Rafri kembali melihat ke arah depan dan menggelengkan kepalanya tidak ingin tertarik lagi dengan seorang gadis, setelah apa yang dialaminya tadi malam."Lalu, aku akan mengantarmu ke mana?"Gadis itu tetap terdiam masih dengan posisi yang sama.Rafri mengembuskan nafasnya. Dia juga tidak tentu arah. Tidak mungkin gadis ini akan dibawanya pulang ke rumah."Siapa namamu?""Harum."Kali ini gadis itu mengeluarkan sepatah kata. Mungkin memang benar apa yang dialami gadis ini tidak sebanding apa yang sedang dialami oleh Rafri. Tapi memang semua masalah ada porsinya masing-masing, tergantung bagaimana seseorang menyikapi masalah itu.Tiba-tiba saja perempuan itu mengendus-endus seperti mencium sesuatu. Dia mengendus sampai ke samping badan Rafri. Perbuatan gadis itu membuat Rafri bingung dan sedikit risih."Ada apa?""Kamu minum alkohol ya?"Rafri pun dibuat kaget dengan perempuan itu. Penciumannya benar-benar sangat tajam."Bagaimana kamu tahu?""Kamu minum berapa botol? Baunya sangat menyengat."Perempuan itu membuka setengah jendela mobil."Kenapa kamu ingin tahu? Bukannya itu bukan urusan kamu?"Rafri pun membalas perlakuan gadis tadi. Dia juga terlihat jutek pada gadis tersebut."Memang ini bukan urusanku. Tapi kamu bilang tadi kamu juga sedang hancur kan? Jadi ini alasan kamu minum alkohol?""Ya.""Kamu...?"Gadis itu melihat Rafri dengan sedikit takut. Dia takut jika Rafri tiba-tiba melecehkannya dengan keadaan mabuk."Kamu tenang saja. Aku tidak benar-benar mabuk kok. Aku hanya ingin menenangkan diri saja. Lagian kadar alkohol hanya 1-5 persen."Rafri seperti mengetahui apa yang ada di dalam pikiran gadis itu. Gadis yang awalnya ketakutan, kini berubah menjadi gadis yang menyenangkan."Memangnya kamu ada masalah apa? Apakah masalahmu juga sangat berat sepertiku?"Gadis itu melihat Rafri dengan tatapan matanya yang juga merasakan kehancuran Rafri."Mungkin."Rafri pun juga melihat gadis itu. Lagi-lagi mereka berpandangan. Namun kali ini mereka saling bertatap-tatapan.Setelah keduanya sadar, mereka saling memalingkan wajah.***Sudah 30 menit dan waktu menunjukkan pukul 02.30 mereka masih berada di dalam mobil tidak tahu ke mana arah tujuan mereka."Jika kamu ingin, kamu bisa bercerita padaku tentang masalahmu. Aku akan menjadi pendengarmu."Gadis itu menawarkan diri untuk mendengarkan cerita Rafri."Kamu yakin mau berbagi cerita denganku?"Rafri takut jika gadis itu terlihat risih dengannya."Sudahlah, ceritakan saja. Jika tidak, aku akan pergi ke tengah jalan lagi."Gadis itu sudah bersiap membuka pintu mobil.Rafri pun langsung bergegas memegang tangan gadis itu jangan sampai dia nekat bunuh diri lagi."Iya. Iya... Aku akan menceritakan padamu!""Sebenarnya malam ini adalah malam lamaranku dengan kekasihku. Bukan. Tepatnya mantan kekasihku. Kukira aku akan bahagia, karena tepat di hari jadian kami yang ke-3. Tapi nyatanya, Dia menolakku. Dia selingkuh dengan seseorang. Entah aku pun tidak tahu dengan siapa dia selingkuh."Rafri menceritakan pada gadis yang dia temui 30 menit lalu. Ada rasa lega di hati Rafri."Sungguh? Dia mencampakkan lelaki setampan kamu demi lelaki lain? Bodoh sekali sih dia. Setampan apa selingkuhannya sampai-sampai dia rela meninggalkan kamu?"Gadis itu mengumpat mantan kekasih Rafri. Ayu."Aku bahkan sudah menjaganya untuk tidak berbuat zina saat pacaran. Tapi kamu tahu? Dia menyerahkan seluruh badannya pada laki-laki lain. Bodohnya lagi aku terlalu percaya dengannya. Semua yang dia minta aku berikan. Tas mahal, perhiasan, uang. Semuanya. Bodoh kan?"Lagi-lagi Rafri menyalahkan dirinya sendiri di hadapan Harum sambil memukul-mukul setir mobilnya.Mata Harum kali ini melotot mendengar perkataan Rafri. Bahkan Harum menutup mulutnya dengan kedua tangannya.Dia tidak percaya jika ada wanita seburuk itu. Setelah itu Harum melepaskan tangannya dan berbicara."Baguslah kamu meninggalkannya. Dia memang tidak pantas untuk dirimu yang terlalu baik. Aku yakin, Allah pasti akan memberikan seseorang yang lebih baik dari dia sebagai gantinya."Harum menepuk bahu Rafri untuk menenangkannya."Pantas saja aku mencium aroma alkohol di dalam mobilmu. Jadi ini alasannya?"Harum mendekatkan wajahnya pada Rafri. Entah apa maksudnya, tapi Rafri segera memalingkan wajahnya ke samping jendela. Beberapa detik kemudian Harum sudah kembali ke posisi duduknya semula."Bisa jadi. Apa kamu bilang? Allah akan ganti seseorang yang lebih baik dari dia? Aku percaya dengan Allah. Tapi aku tidak bisa percaya dengan orang lain lagi. Maaf!""Baiklah, aku tidak akan memaksamu untuk percaya orang lain lagi sekarang, tapi nanti, suatu saat, pasti kamu akan percaya lagi pada seseorang dan tidak akan pernah kamu lepaskan lagi."Harum tersenyum menatap Rafri yang membuat matanya juga seakan ikut tersenyum membentuk bulan sabit.Rafri pun terkejut pada sosok harum yang seakan menggodanya."Apakah kamu menggodaku?"Harum terkejut dengan mata yang membulat."APPAA?""Ah tidak. Maafkan aku."Rafri pun menyesali perkataannya. Dia takut jika gadis itu tersinggung, keluar dari mobilnya dan nekat bunuh diri lagi."Kenapa kamu berpikir aku menggodamu?""Tidak. Maafkan aku. Lagi pula kenapa kamu tersenyum seperti itu padaku?""Memangnya aku salah hanya tersenyum?"Gadis itu pun bertingkah marah yang membuat Rafri salah tingkah."Astaga. Iya..Maaf nona!""Oh ya. Kita sudah lama berada di sini kenapa aku belum tahu nama kamu?"Tersadar belum mengetahui nama Rafri, Harum pun tidak segan untuk menanyakan identitas Rafri."Baiklah. Namaku Aditya Rafri."Dengan bangga Rafri mengenalkan dirinya pada Harum.Harum seperti berpikir sejenak. Namun Rafri berpikir mungkin saja dia belum mengetahui jika Aditya Rafri adalah pewaris utama keluarga Aditya."Oh ya, kamu belum cerita padaku soal masalahmu. Kenapa kamu ingin bunuh diri?""Apakah kamu???""Kenapa? Apakah kamu tahu tentangku?"Apakah Harum mengetahui keluarga Aditya? Apakah setelah ini dia akan menceritakan kisahnya pada Rafri?-Bersambung-Harum menatap Rafri penuh penasaran."Memangnya kamu siapa?"Rafri pun bernapas lega karena gadis ini tidak mengetahui identitasnya sebagai pewaris utama keluarga Aditya."Bukan. Aku bukan siapa-siapa kok. Aku menjadi penasaran dengan kisahmu sampai kamu nekat mau bunuh diri?""Oh soal itu, aku... Aku sebenarnya tidak tahu akan pergi ke mana. 1 tahun yang lalu aku mengalami kecelakaan tabrak lari yang membuatku amnesia dan tulang kakiku patah. Pada saat itu, dokter yang menanganiku membawaku ke rumahnya dan aku dirawat di sana sampai sembuh. Ketika aku sembuh dari amnesia, aku mencari orang tuaku. Tapi ternyata mereka sudah pindah rumah. Lalu aku kembali ke rumah dokter itu, ternyata istri dokter itu menuduhku menggoda suaminya. Sekarang aku tidak tahu lagi akan pergi ke mana."Rafri pun mendengarkan Harum dengan serius. Ternyata masalahnya begitu rumit yang jika di hadapi Rafri belum mungkin Rafri juga akan sekuat Harum."Pada saat itu apakah kamu tidak membawa identitas? Kenapa sampa
Pria paruh baya yang mengenakan jas hitam itu pulang ke rumah dengan raut wajah yang terlihat sangat emosi. Dia mendorong pintu rumahnya sehingga pintu terbuka lebar.Nampak seorang wanita paruh baya yang berada di kamar lantai atas terkejut saat mendengar suara pintu terbuka. Dengan langkah yang tergesa-gesa, wanita itu berjalan menuju lantai bawah."Papa tumben sudah pulang?"Wanita itu tidak mengira jika yang membuka pintu adalah suaminya. "Mama sudah lihat kelakuan Rafri hari ini?"Sambil berdiri dan melonggarkan dasinya, alih-alih menjawab pertanyaan dari istrinya, suami wanita yang biasa disebut juga papa dari ahli waris Rafri Aditya justru mengatakan hal yang tidak dimengerti oleh istrinya.Seketika itu datang seorang lelaki dewasa tampan yang terlihat sangat berantakan dengan rambut yang acak-acakan."Siapa gadis itu?"Tanya papa Rafri pada pemuda tampan dengan sorot mata yang tajam. Mendesak agar putranya berkata jujur mengenai perempuan yang dilihatnya di video memalukan itu
Matahari sudah tenggelam beberapa jam yang lalu dan langit pun menggelap sepenuhnya. Rumah megah itu tampak sepi karena waktu sudah menunjukkan tengah malam. Semua lampu sudah dimatikan dan hanya menyisakan lampu ruang keluarga yang terlihat remang. Seorang pemuda yang tak lain adalah Rafri, mencoba memejamkan matanya untuk tidur dalam mimpi indah. Berbagai posisi tidur sudah dicobanya, namun dia tidak juga bisa tenang apalagi terlelap. Padahal tubuh dan jiwanya sudah sangat lelah menjalani hari ini.Rafri pun mencoba keluar kamar untuk menenangkan dirinya. Dalam suasana yang sunyi, dia berjalan pelan-pelan seperti pencuri di rumahnya sendiri. Seketika, Rafri melihat kunci motornya yang tergeletak di meja ruang tengah. Dengan hati-hati dia mengambilnya agar tidak terdengar oleh penghuni rumah yang sedang terlelap.Hingga tiba-tiba saja ada yang menyalakan lampu ruangan tengah. Ruangan yang tadinya gelap kini menjadi lebih terang, hingga menampilkan sosok wanita paruh baya yang berdiri
Darah dalam diri Rafri menjadi naik seakan ingin sekali menghajar preman jalanan yang sombong itu. Dia benar-benar membenci hari ini. Di saat mamanya sudah tidak percaya lagi dengan dirinya, membuatnya lupa dengan yang namanya sabar.Keempat preman jalanan malah menertawakan seperti mengejek Rafri yang masih tersungkur di aspal.Tidak terima dihina, Rafri pun bangkit dari posisinya. Kedua tangannya mengepal dengan sangat kuat yang siap akan menghabisi preman jalanan itu.Posisi Rafri dan keempat preman jalanan itu saling berhadapan dengan semua pasang sorot mata menatapnya tajam. Rafri ingin melihat sejauh mana kehebatan orang yang katanya raja jalanan itu.Angin malam yang dingin, membuat sekelebat bayangan pria yang bersama Ayu di kamar hotel. Rasa sakit yang belum terobati, ditambah lagi dengan masalah video amatir yang membuat keluarganya tidak percaya lagi dengannya.Tanpa peringatan apapun, Rafri langsung melangkah maju lalu menonjok wajah pria yang bertato perisai yang membuatn
"Dia mabuk bro. Kelihatannya sedang ada masalah."Andi dan Gilang menatap anggota geng motor yang mengetahui jika Rafri mempunyai masalah yang tidak bisa dia selesaikan sendiri. Mereka baru kali ini melihat Rafri berada di bar dengan wajah babak belur bersamaan dengan anggota geng motor."Stop Raf, jangan meminumnya lagi. Itu tidak baik. Kamu akan sakit nanti."Gilang menarik tangan Rafri untuk mengajaknya pergi dari tempat maksiat itu. Rafri menepis tangan gilang dan malah meneguk segelas wisky yang berada di hadapannya."Ayolah kak kita minum bersama dan bersenang-senang."Para anggota geng motor itu tertawa yang diikuti oleh Rafri, seakan sang ahli waris sudah tidak memiliki beban yang dirasakan lagi.Andi dan Gilang akhirnya duduk bersebelahan dengan Rafri yang berhadapan dengan anggota geng motor."Minumlah bro."Salah satu anggota geng motor itu menyodorkan sebuah gelas kecil yang berisi wisky pada Andi dan gilang. Namun mereka menolaknya dengan halus."Kalian siapa? kenapa bisa
"Raf? Apa yang kamu bicarakan!" Teriak Andi tidak mengerti maksud Rafri yang menyuruh geng motor mencari seseorang lewat cctv."Kak. Ayu selingkuh dengan pria itu!. Makanya aku pengen tahu siapa selingkuhannya dia." Tanpa sadar, Rafri meneriaki kedua pria tampan yang berada di hadapan wajahnya hanya karena Ayu.Gilang memicingkan matanya dan sedikit berpikir tentang hubungan Rafri dan Ayu. Dia tidak mengerti kenapa Rafri sangat bucin dengan seorang wanita yang bernama Ayu. "Apa kamu tidak curiga dengan Bayu, kakakmu sendiri?"Rafri yang mendengar kakaknya disebut, spontan saja membuka lebar matanya tidak percaya Gilang bisa menuduh kakaknya berselingkuh dengan Ayu. Namun kenyataan itulah yang sebenarnya terjadi."Maksud kak Gilang apa menuduh kak Bayu selingkuh dengan Ayu?""Jika kenyataan itu benar, apa yang akan kamu lakukan Raf?"Andi mencoba meyakinkan Rafri jika kebenaran terungkap apa yang akan dilakukan Rafri untuk kakak kandungnya yang telah tega mengkhianati dirinya.Andi d
Rafri dan bi Ijah menoleh bersama ke arah sumber suara. Mereka berdua mondar-mandir mencari dan memikirkan di mana Rafri akan bersembunyi. "Den.. Sembunyi den."Bi Ijah mendorong-dorong tubuh Rafri menyuruhnya untuk bersembunyi, tetapi dia sendiri tidak tahu di mana tempat yang aman untuk menyembunyikan majikannya di dapur.Rafri yang juga kebingungan melihat bi Ijah yang antusias terhadap dirinya. Rafri mengangkat tangan dan bahunya secara bersamaan bingung di mana dia akan bersembunyi."Den. Di sini den. Semoga aman."Bi Ijah langsung mendorong tubuh Rafri untuk bersembunyi di balik tembok yang tidak terlihat dari arah depan."Bi, ada apa?"Tiba-tiba saja mama Rafri sudah berada di dapur melihat bi Ijah yang sedang menyembunyikan Rafri."Tikus nyonya, ada tikus."Bi Ijah langsung berteriak ketika melihat mama Rafri masuk ke dalam dapur. Bi Ijah berpura-pura melihat ke arah bawah kompor dengan menggunakan pisaunya. Dia menunjukkan jika di bawah kompor ada tikus yang sedang berkeliar
Bibi berjalan perlahan menuju lantai atas. Setelah sampai di ujung tangga bagian atas, tatapan matanya lurus ke arah pintu bercat coklat yang di dalamnya ada seorang pria tampan sedang tertidur nyenyak.Took....took....took.....!Bibi mengetuk pintu dengan perlahan."Deen....! Den Rafri. Bangun den..!"Bibi berteriak memanggil Rafri, namun tidak ada jawaban dari dalam. Sekali lagi bibi mengetuk pintu dengan keras.Tookkk...tookk...tookk..!Bibi mencoba menempelkan telinganya di pintu berharap mendengar Rafri bangun dan membuka pintu. Namun lagi-lagi bibi tak mendengar suara dari dalam."Tookk....toookkk...!""Deeen...! Bangun deeen...!"Kini bibi sudah menyerah membangunkan pria tampan itu dengan cara mengetuk pintu. Akhirnya bibi memutar knop pintu dan membuka pintu kamar Rafri. Untung saja pintu kamar tidak dikunci.Bibi masuk kamar dan mendapati pria tampan itu sedang berbaring miring ke kanan di alam mimpinya dengan berselimut putih yang menutupi seluruh badannya. Hanya mata indah
Kedua perempuan yang berada di hadapan Rafri, kini tengah menatapnya selagi makan. Dia melihat Harum bertopang dagu menggunakan kedua tangannya, menatapnya seolah berkata 'apakah kue buatanku tidak enak? atau tidak ada rasanya?'Sambil mengunyah pelan, Rafri melihat raut wajah bingung dari kedua gadis itu sambil menyembunyikan senyumnya. Hal ini membuat jiwa tengilnya keluar."Kok rasa kuenya begini ya?"Harum mendongak ke atas menatap Dhea yang berdiri di sampingnya. Mereka saling memandang satu sama lain seolah berbicara lewat tatapan mata."Mm...me...memang rasanya bagaimana Raf? tidak enak ya?"Harum menanyakan rasa kuenya dengan kalimat yang terbata-bata pada lelaki yang berada di hadapannya dengan perasaan was-was.'benar saja. Dia bertanya seperti itu.'Rafri membenarkan feeling-nya jika Harum akan bertanya seperti itu. Namun Rafri hanya ingin Harum dan Dhea merasakannya. Rafri berpikir jika Harum dan Dhea belum mencoba kuenya."Coba deh kalian rasakan. Kalian belum mencobanya
"Ini kita hanya berdiri saja di sini?"Rafri mulai bersuara di saat mengetahui Harum melihatnya dengan mata bulatnya dan tanpa mempersilahkannya duduk."Ya ampun maaf. Iya...Silahkan duduk Raf."Kemudian, senyum itu melengkung dari bibir seorang ahli waris yang membuat Harum salah tingkah.Penampilan Rafri saat ini membuat Harum sangat penasaran siapa Rafri sebenarnya. Dengan rasa penasaran itu, Harum bertekad untuk mengenal Rafri lebih jauh lagi."Sebentar ya Raf, saya ambilkan minum terlebih dahulu.""Baiklah."Harum meninggalkan Rafri sendiri di ruang tengah dengan berbagai macam pertanyaan yang ada di pikirannya. Sesekali dia menengok ke arah belakang melihat Rafri yang sedang sibuk mempersiapkan bahan skripsinya.'Siapa Rafri sebenarnya? Penampilannya terkesan sangat rapi dan pakaiannya juga bermerk. Berbeda dengan kemarin saat dia datang ke cafe ini. Entahlah'***Mama Ayu membuka kamar putrinya saat putrinya tengah selesai mandi dan masih mengenakan kimono handuk."Mama!"Spont
"Tidak! Tidak! Meskipun Harum seorang wanita yang cantik, manis, ramah, mempunyai eye smile, aku sama sekali tidak mempunyai perasaan apapun terhadapnya."Rafri menggelengkan kepalanya meyakinkan dirinya sendiri di depan cermin jika dirinya tidak menyukai Harum.Took....Took...Tok....!"Den Rafri, bangun den. Sudah siang."Rafri menoleh ke arah pintu. Suara bi Ijah yang mengetuk pintu membuyarkan semua pikiran dan perasaan Rafri terhadap Harum."Den Rafri ayo bangun den."Hampir setiap hari bi Ijah menjadi alarm untuk membangunkan Rafri. Apalagi hari libur seperti ini, pasti bi Ijah mengira jika Rafri belum bangun dari tidurnya."Iya bi."Rafri berjalan untuk membuka pintu sambil tersenyum mendengar suara bi Ijah yang sangat keras dari dalam kamarnya. Pantas saja di hari biasa, Rafri segera terbangun. Alarm suara secara langsung dari bi Ijah tidak akan bisa mengalahkan alarm dari ponsel sang ahli waris itu.Segera mungkin Rafri membukakan pintu untuk bi Ijah agar bi Ijah tidak terlalu
Suara adzhan subuh terdengar samar-samar di telinga seseorang lelaki yang masih terlelap nyaman dari tidurnya."Ash-shalaatu khairum minan naum"Seiring waktu berjalan, suara adzhan terdengar jelas di telinganya. Seketika itu, dia membuka mata perlahan-lahan sambil mengusapnya.Pria itu menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya lalu menurunkan kakinya hingga menapak ke lantai. Dia duduk di pinggir kasur dengan mata yang dipaksakan terbuka.Sebelum beranjak, pria itu meminum air putih yang berada di meja dekat ranjangnya sambil mengecek ponselnya terlebih dahulu.Matanya masih belum sepenuhnya terbuka lebar, dia melihat satu notif nama yang belum dihapus dari contak ponselnya. 'Honey' Nama itu yang dahulu mengisi hari-harinya di saat akan tidur dan juga bangun tidur. Namun sekarang keadaannya sudah sangat jauh berbeda.Dia meletakkan gelas yang sudah diminumnya hingga habis. Sekali lagi dia mengucek matanya untuk memastikan apakah benar jika yang mengiriminya pesan adalah Ayu."Ayu! Ng
"Dengan kamu bertanya seperti itu, sama saja kamu menuduhku!"Suara Bayu yang terdengar berteriak di ponsel Ayu, seketika dijauhkan dari telinganya."Sayang! Kenapa kamu marah-marah? Aku hanya bertanya, bukan menuduhmu."Percakapan Bayu dan Ayu yang berada di telepon, membuat Ayu penasaran siapa sebenarnya yang menyebarkan video pertengkarannya dengan Rafri waktu lalu."Aku sama sekali tidak tahu tentang video itu. Bukan kamu, Bukan mama, sama saja menuduhku. Karena keinginan kamu, aku mempunyai masalah dengan mama"Bayu malah menyalahkan orang lain di saat dirinya ada masalah dengan keluarganya."Loh, kenapa kamu malah menyalahkanku? Itu salah kamu sendiri.""Kamu yang salah! Kamu memaksaku untuk bertemu denganmu. Jika tidak, aku tidak akan terlibat masalah dengan mamaku.""Seharusnya kamu bisa berpikir dong! Jangan seenaknya saja menyalahkanku. Mungkin alasan kamu selalu monoton dan jadul. Cobalah mencari alasan yang logis."Bayu mendengus kesal serta senyum menyeringai saat mendenga
"Aaahh...Tidak..tidak...! Mana mungkin aku tiba-tiba mendatangi mereka berdua dan langsung menanyakan perihal video tersebut kepada Rafri. Aku sama sekali tidak mengenal Rafri."Sedari tadi Dhea berdiri sambil membayangkan bagaimana jadinya jika dia tiba-tiba datang menghampiri kedua orang yang baru saja bertemu setelah beberapa minggu terpisah."Sudahlah. Biarkan saja mereka bersenang-senang terlebih dahulu. Mudah-mudahan Rafri seseorang yang baik yang tidak akan menyakiti Harum."Dhea berprasangka baik kepada Rafri. Meskipun dengan ketakutannya, Dhea harus tetap waspada dan tetap menjaga sahabatnya dari seseorang yang mencoba menjahatinya."Lebih baik aku menghampiri mereka dan berterima kasih pada Rafri telah menemukanku pada Harum. Sahabatku sejak di bangku SMP."Dengan membawa nampan yang berisi 2 makanan ringan serta 2 minuman, Dhea berjalan menghampiri Rafri dan juga Harum yang sedang bersenda gurau."Annyeong haseyo."Dhea menyapa mereka berdua dengan gaya khas bahasa koreanya
Di tempat lain, sosok berjubah hitam duduk di depan layar komputer dengan cahaya remang. Kedua tangannya bersilang di dada menyaksikan video lamaran Rafri dan Ayu yang sedang bertengkar di sebuah restaurant. "Hahahahahaa.....! Sebentar lagi kamu akan hancur Rafri. Hahahahhaa..."Sosok orang berjubah hitam itu tertawa lepas tidak terkontrol menyumpahi akan menghancurkan seorang Rafri Aditya. ***Di sisi lain, kedua orang yang saling berhadapan menyatukan tatapan dalam manik matanya. Tangan mungil yang masih terulur di hadapan Rafri tidak akan lelah dan menyerah sebelum Rafri menjabat tangannya."Bagaimana? Deal?"Rafri masih berpikir keras apakah nanti Harum bisa di percaya atau tidak setelah dirinya mengatakan semuanya."Baiklah. Aku menyetujuinya dan akan menganggap kamu sebagai teman. Deal."Akhirnya mereka berdua berjabat tangan. Degupan kencang yang berada di dada Harum tidak bisa lagi menyembunyikan suhu badannya yang mulai dingin.Bagaimanapun Rafri akan tetap menghargai Harum
Rafri mendengus kesal mendengar perkataan Harum. Dia tidak menerima pernyataan Harum tentangnya."Hanya kamu bilang? Ya, memang saya kehilangan perempuan itu. Tapi apa kamu tahu? Semenjak berpisah dengan perempuan itu, saya semakin mendapatkan banyak masalah yang saya sendiri pun tidak bisa mengatasinya."Harum menatap Rafri dengan senyuman, namun matanya saat ini mulai berkaca-kaca. Rafri seakan lupa jika Harum juga mengalami hal yang sama dengannya. Bahkan dia juga melupakan dari mana Harum berasal."Kamu lebih baik daripada aku Raf. Kamu masih bersama dengan orang-orang yang menyayangimu. Sedangkan aku."Harum terdiam sejenak menatap lekat wajah Rafri yang berdiri di hadapannya. Kini Harum juga masih mengulas senyum kesedihan di depan Rafri sebelum melanjutkan bicaranya."Aku tidak tahu orang tuaku dan juga kakakku berada di mana Raf. Bahkan, identitas pun saya tidak mempunyainya. Jika aku menjadi kamu, aku selalu bersyukur dan tidak akan mengeluh hanya karena masalah ditinggalkan o
Senyum sengit yang terlintas di wajah Rafri menandakan dia akan memulai kesombongannya lagi. "Maksud anda apa melupakan nama saya sendiri? Anda tahu, nama saya terlalu bagus untuk disebutkan. Saya berpikir bagaimana caranya agar anda selalu mengingat nama saya."Benar saja, Harum mencebik kesal melihat kesombongan Rafri."Kok ada ya manusia sombong seperti anda di dunia ini?"Gelengan kepala Harum membuat Rafri tersenyum. Kali ini senyumnya terlihat gemas melihat kebencian Harum padanya."Kenapa? Anda heran? Sekali lagi, dengar dan ingat nama saya. Jika perlu, catat nama saya di buku kecil ini."Rafri menunjuk catatan kecil milik Harum yang biasa untuk menulis menu yang dipesan oleh pelanggan."Tanpa saya tulis pun saya tetap mengingat nama anda, terutama saya akan mengingat perlakuan anda terhadap saya.""Baiklah. Simpan di dalam memori kepala anda. Nama saya Rafri Aditya."Kini Rafri dengan bangganya menyebutkan namanya sendiri di hadapan Harum. Harum telah bersiap menulis huruf pe